BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Perubahan signifikan hubungan antar negara telah terjadi pasca berakhirnya perang dingin antara AS dan Uni Soviet. Pasar telah menjadi global dan globalisasi telah menghasilkan integrasi ekonomi internasional yang tidak terjadi sebelumnya. Begitupun dengan pelaksanaan ekonomi global, negara melakukan kerjasama ataupun kesepakatan-kesepakatan untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Dalam perkembangan terkahir, Tren kerjasama Kawasan semakin dipilih sebagai jalur yang paling serius ditempuh banyak negara. Kerjasama kawasan ini bisa ditemukan dalam hampir semua kawasan di dunia. Semakin banyaknya kerja sama kawasan tersebut muncul karena adanya kebutuhan yang tidak dapat diproduksi dari dalam negeri itu sendiri, sehingga memilih alternatif kerja sama sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi sendiri atau bisa juga karena keefisienan mengadakan kerja sama agar memperoleh keuntungan yang lebih. Globalisasi juga menjadi salah satu faktor pendorong mengapa kerjasama kawasan mucul dan menjadi tren dalam beberapa dekade belakangan. Globalisasi kemudian membuat aspek ekonomi menjadi semakin dinamis sekaligus kompleks karena menghilangkan batas-batas negara sehingga meningkatkan interaksi antar negara. Situasi dan kondisi tersebut pada akhirnya memunculkan ide-ide untuk menciptakan sebuah
1
integrasi ekonomi dengan tujuan memperlancar sekaligus menjamin ditribusi gain from trade yang merata. Upaya integratif ini terlihat ketika berbagai kawasan memulai regionalisme ekonomi yang diwujudkan melalui blok-blok perdagangan regional. Bagi kaum neorealis, kerja sama yang dilakukan suatu negara menjadi alat sekaligus tujuan untuk mencapai memperoleh atupun mempertahankan kekuasaannya. terutama bila melihat bagaimana AS kini mendorong “mega regional” Trans Pasifik Partnership (TPP) dan promosi proposal Free Trade Agreement Asia Pasifik (FTAAP) yang sedang digencarkan Tiongkok untuk dibahas dalam pertemuan APEC. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun-tahun yang penuh tantangan bagi ekonomi dunia yang dijuluki sebagai Krisis Global. Krisis yang bermula dari menggelembungnya kredit properti di AS telah menjatuhkan perekonomian AS sebagai raksasa besar dalam perekonomian dunia, serta menyebar secara global ke negara maju maupun negara berkembang. Pada kedua tahun tersebut pertumbuhan ekonomi dunia menurun dari 4,9% pada tahun 2007 menjadi 3,7% pada tahun 2008 dan 3,8% pada tahun 2009. Penurunan kegiatan ekonomi dunia ini terutama disebabkan oleh akan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS dari 2,2% pada tahun 2007 menjadi 0,5% pada tahun 2008 dan 0,6% pada tahun 2009.1
1
World Economic Outlook 2006-2009, Pertumbuhan Ekonomi menggunakan data PDB berdasar perhitungan PPP (Purchasing Power Parity), diakses dari http://bappenas.go.id/files/5713/5230/1564/pertumbuhan-ekonomi-dunia-danasia-timur2008112306060110040.pdf
2
Disisi lain, kebangkitan Asia menjadi semakin terlihat setelah terjadinya krisis global tersebut. Kawasan Asia-Pasifik tampaknya telah belajar dari krisis ekonomi 1998 dan berhasil bertahan dari dampak krisis. Bahkan pada krisis global tersebut, Asia-Pasifik menjadi lokomotif ekonomi penting yang menjaga Resesi Besar (Great Recession) yang berubah menjadi Depresi Besar. Hal ini dapat dilihat pada peran negara Tiongkok, Jepang, dan negara Asia lainnya yang membantu memberikan bailout terhadap perekonomian AS lewat pembelian hutang pemerintah AS dalam skala besar untuk membiayai defisit fiskal pemerintah AS yang massif. Kawasan Asia pun kini menjadi pusat dari perputaran ekonomi global yang baru. Asia kini menjadi kawasan dengan pertumbuhan ekonomi paling cepat dibandingkan seluruh kawasan di dunia. Bahkan sekalipun dihantam oleh krisis finansial dan resesi pada akhir 90an, Asia dengan cepat bangkit dan kini merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia. Memasuki abad ke-21, kawasan Asia-Pasifik menunjukkan beberapa perkembangan signifikan yang menyebabkan berubahnya tatanan geopolitik dan geoekonomi dunia. Pasca krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia di tahun 1998-1999, negara-negara di kawasan ini mulai membangun kembali perekonomian mereka dan lahir kembali sebagai the new emerging power di dalam panggung internasional. Produsen Asia telah menangkap sebagian besar dari rantai produksi global. Pemerintah Asia dan
3
lembaga yang dikendalikan pemerintah menahan sekitar dua pertiga dari 6 triliun dolar plus cadangan devisa dunia. 2 Bangkitnya Asia dari krisis finansial dan resesi pada akhir 90an, tidak terlepas dari peran Tiongkok sebagai ekonomi terbesar di Asia dan kedua di dunia setelah AS. Hal ini dapat dilihat pada peran negara Tiongkok, Jepang, dan negara Asia lainnya yang membantu memberikan bailout terhadap perekonomian AS lewat pembelian hutang pemerintah AS dalam skala besar untuk membiayai defisit fiskal pemerintah AS yang massif. Kawasan Asia ini pun kini menjadi pusat dari perputaran ekonomi global yang baru. Dalam sebuah laporan yang disusun oleh Goldman Sachs tentang negara-negara terkemuka baru yang kemudian terkenal dengan nama BRIC (Brazil, Rusia, India, Tiongkok) di tahun 2003, telah menganalisis prospek pertumbuhan 50 tahun kedepan dari empat perekonomian yang sedang bangkit itu, dan membandingkannya dengan prospek pertumbuhan dari enam negara industri maju utama saat ini, yaitu AS, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis dan Italia. Laporan tersebut telah memprediksi bahwa GDP Tiongkok akan segera mengalahkan AS pada sekitar tahun 2040, GDP india akan sekitar 80% besarannya dari GDP AS pada tahun 2050, dan GDP
2
Shabrina Annisarasyiq, 2014, Trans-Pacific Partnership sebagai Bagian dari Strategi Rebalancing Amerika Serikat di Kawasan Asia Pasifik, hal. 1 diakses dari http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile& act=view&typ=html&id=69408&ftyp=potongan&potongan=S1-2014-296691title.pdf pada 29 April 2016
4
Brazil dan Rusia akan lebih baik dari jerman, Inggris, Prancis dan Italia serta sebanding dengan Jepang, pada tahun 2050. 3 Kenyataannya selama empat tahun sejak 2003 sampai 2006, tingkat aktual pertumbuhan BRIC bahkan lebih besar lagi dari yang diprediksi oleh Goldman, Menurut sebuah data bagian Asia Timur dalam total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global telah meningkat secara tajam dari sekitar 12 persen di tahun 1970 menjadi hampir 25 persen pada tahun 2008. Dalam sektor perdagangan global, persentase volume perdagangan Asia Timur meningkat dari 10 persen di 1975 menjadi 30 persen di tahun 2008. Singkatnya, negara-negara seperti Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, Singapura, serta negara Asia lainnya berubah menjadi pusat dari tatanan ekonomi dan politik dunia yang menandai sebuah era baru yang sering kali disebut dengan „Asia-Pasific Century’. 4 Secara konteks Geografis, Asia pasifik merupakan sebutan bagi wilayah yang diisi oleh negara -negara Asia di sekeliling lingkar luar pasifik (pacific rim) yang membujur dari Oceania, hingga ke Rusia, dan turun kebawah sepanjang pantai barat Amerika. Wilayah ini menjadi penting karena perkembangan dan kemajuan ekonominya yang menakjubkan dunia. Asia Pasifik telah menjadi pusat kekuatan politik dan ekonomi dunia. Maka tidak heran kalau kawasan ini menjadi incaran AS dan Tiongkok, dua negara pesaing ekonomi terkuat di dunia saat ini.
3
4
Gupta et.al, The Quest for Global Dominance, dalam Bonnie Setiawan, 2012, Rantai Kapitalisme Global, Yogyakarta: Resist Book, hal. 3-4 S.B. MacDonald & J. Lemco, Asia's Rise in the 21st Century, dalam Shabrina Annisarasyiq Op.Cit, hal. 5
5
Hubungan antara AS dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik telah terjalin sejak akhir perang Dunia Kedua. Pangkalan-pangkalan militer yang berdiri dikawasan ini selama perang dingin merefleksikan peran AS sebagai penyedia payung keamanan kawasan. Akan tetapi, perubahan geostrategik dan geopolitik menjadi geoekonomi menyebabkan peranan pangkalan-pangkalan militer tersebut tidak sesignifikan era perang dingin. Maka dilatarbelakangi kenyataan ini, Strategi AS berubah dengan menerapkan kebijkan “rebalancing”.5 Tujuannya selain memperkuat kedudukan peran AS, juga untuk mencegah semakin menguatnya peran dan kedudukan Tiongkok di kawasan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menyeimbangkan pengaruh dilakukan misalnya melalui peningkatan kerjasama bilateral dan multilateral. Serta AS telah menggagas suatu blok ekonomi baru dikawasan tersebut yang dikenal sebagai Trans Pacific Partnership (TPP). Trans Pasific Partnership (TPP) merupakan kerjasama mega regional dalam hal pasar bebas yang mencakup kawasan Asia dan Pasifik. Pada bulan Maret tahun 2008, AS ikut bergabung dalam Trans Pasifik Partnership. Sebelum berganti nama menjadi Trans Pasific Partnership TPP pada tahun 2010, kerjasama ini dikenal Trans Pasific Strategic Economic Partnership (TPSEP) yang awalnya mulanya diprakarsai empat negara di kawasan Asia Pasifik, yaitu Singapura, Chile, Selandia Baru dan Brunei Darussalam. Masuknya AS kemudian mendorong negara-negara lain
5
Ibid, hal. 2
6
untuk turut serta, diantaranya Australia, Vietnam, dan peru (pada bulan November 2008) Pada oktober 2010, Malaysia bergabung. Kemudian diikuti Kanada dan Meksiko pada bulan Januari 2012, dan jepang pada Maret 2013. Saat ini TPP berjumlah 12 negara. Perundingan TPP pertama kali dimulai pada 2005 dan para negara partisipan menetapkan target realisasi pada 2012. Tapi, isu-isu panas seperti pertanian, hak kekayaan intelektual, jasa, dan investasi membuat perundingan
berkepanjangan
hingga
sekarang.
TPP
juga
hendak
mewujudkan persaingan, kerja sama, pengembangan kapasitas, jasa lintas batas, kepabeanan, e-commerce, lingkungan, jasa finansial, program pengadaan pemerintah, perburuhan, isu-isu hukum, akses pasar terhadap barang, aturan negarA asal, kebersihan dan standar kebersihan. Selain itu, TPP
membahas
hambatan-hambatan
teknis
terhadap
perdagangan,
telekomunikasi, akses masuk temporer, tekstil dan busana. Dengan menghilangkan bea dan hambatan-hambatan lain terhadap barang dan jasa serta investasi, TPP ingin menciptakan peluang bagi seluruh pekerja, pengusaha, agar menciptakan keuntungan bersama bagi konsumen di antara negara-negara anggotanya. Tujuan akhir dari TPP adalah untuk membangun sebuah kawasan perdagangan bebas dalam kerangka APEC.6 AS dalam upayanya memperluas cakupan TPP meliputi negaranegara di kawasan Asia Pasifik terutama anggota APEC, melalui berbagai program, diantaranya program National Export Initiative (NEI) yang berupa 6
Ian F. Fergusson & Bruce Vaughn, Kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership, diakses dari http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t25091.pdf pada 30 april 2016
7
penyediaan bantuan pembiayaan dan akses lebih besar kepada perusahaanperusahaan AS untuk menembus pasar baru dengan pertumbuhan tinggi, terutama ke negara-negara di wilayah Asia Pasifik yang tergabung dalam APEC. Peran Asia Pasifik siginifikan terkait hubungan dagang berskala besar yang dimiliki AS dengan negara-negara di kawasan tersebut. Kawasan Asia Pasifik telah menjadi pasar impor terbesar pertama dan merangkap menjadi penyedia terbesar bagi sumber energi AS dimana kawasan ini berada dalam peringkat pertama dengan kuota impor terbesar bagi AS. Oleh karena itu, stabilitas ekonomi dan perdagangan AS sangat berpengaruh pada Asia Pasifik.7 Meskipun AS mengklaim tujuan akhir dari TPP adalah untuk membangun sebuah kawasan perdagangan bebas dalam kerangka APEC, namun banyak negara anggota APEC tidak dilibatkan dalam perundingan TPP karena mereka belum mencapai standar tinggi yang ditetapkan oleh AS, termasuk Tingkok. Hasilnya: APEC telah “terbagi” menjadi kelompok TPP dan non-TPP.8
Namun dibalik itu, salah satu motivasi pengajuan
propoasal percepatan dan perluasan TPP yang diajukan oleh AS juga dilatar belakangi semakin menguatnya dominasi Tiongkok di kawasan Asia Pasifik. 7
8
U.S Jakarta Embassy, Kemitraan Trans Pasifik (TPP): Membangun Ekonomi Amerika Serikat Dan Kemitraan Strategis di Asia-Pasifik, diakses dari http://indonesian.jakarta.usembassy.gov/news/fact_130913id.html pada 1 Mei 2016 Syaifuddin Zuhri, Diplomasi APEC dari Tiongkok, diakses dari http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/diplomasi-apec-dari-tiongkok/.html pada 2 mei 2016
8
Bangkitnya kekuatan Tiongkok tentu saja menjadi ancaman dan kekhawatiran AS yang memandang Tiongkok berpotensi menantang posisinya sebagai negara hegemon. Dengan menguatnya Tiongkok yang memiliki potensi untuk mendominasi kawasan Asia Pasifik, AS merasa terancam atas kredibilitas pengaruhnya di regional. Ancaman tersebut tidak hanya langsung bagi AS, tetapi juga negara aliansinya yang secara geografis berada dekat dengan Tiongkok, sehingga merasa perlu melakukan penguatan kembali dengan upaya menekan perkembangan Tiongkok. Kekhawatiran
atas
dominasi
Tiongkok
tampak
jelas
dari
tidak
diikutsertakannya Tiongkok oleh AS dalam TPP. Pertumbuhan Tiongkok merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dan terus mengalami peningkatan pesat, saat ini Tiongkok menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia, bahkan Tiongkok hadir sebagai tatanan dunia baru yang sedang diarahkan sebagai sebuah kekuatan global. Dengan populasi 1,3 miliar, Tiongkok baru-baru ini menjadi ekonomi terbesar kedua dan semakin memainkan peran penting dan berpengaruh dalam ekonomi global. Tiongkok adalah salah satu eksporter terbesar di dunia. Produk Tiongkok membanjiri berbagai negara, menguasai sebagian besar produk pelosok dunia. Sejak reformasi pasar pada akhir tahun 70an, ekonomi Tiongkok telah meningkat empat kali lipat dan diperkirakan akan berlipat ganda pada dekade berikutnya.9
9
BBC, China Profile, BBC News Asia diakses melalui http://www.bbc.com/news/worldasia-pacific-1301787 pada 2 Mei 2016
9
Tiongkok berpartisipasi
masuk
dalam
APEC pada tahun 1991,
berbagai
kegiatan
APEC,
demi
dengan aktif menciptakan
lingkungan ekstern yang kondusif untuk reformasi dan keterbukaan Tiongkok, juga dengan kuat mendorong perkembangan hubungan bilateral antara Tiongkok dan anggota-anggota terkait APEC. Sejak tahun 1993, Presiden Tiongkok menghadiri Pertemuan Informal Pemimpin APEC setiap tahun, dan mengajukan gagasan dan pendirian prinsipal Tiongkok mengenai masalah terkait, dan berhasil memainkan peranan positif dan konstruktif. Pada pertemuan Pada KTT ke-22 APEC tahun 2014 di Beijing, Tiongkok sebagai tuan rumah mengajukan isu terkait
penguatan
pembangunan di wilayah Asia Pasifik dengan mengajukan isu utama yang diangkat oleh Tiongkok dalam APEC yang bertema “Shaping the future through Asia Pasific Partnership” yakni mempromosikan integrasi ekonomi regional, memajukan pertumbuhan ekonomi dengan reformasi dan teknologi dan untuk memperkuat pembangunan infrastruktur dan komunikasi yang komprehensif, dengan mengangkat isu utama yakni menciptakan AsiaPasifik Free Trade Area (yang juga dikenal sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Asia-Pasifik, atau FTAAP). Pada KTT tersebut negara-negara anggota APEC telah menyepakati dirintisnya peta jalan dalam mewujudkan Wilayah Perdagangan Bebas Asia Pasifik (FTAAP). Kesepakatan itu sekaligus menandai resminya proses ke arah terwujudnya FTAAP.
10
10
Ahmad Syaifuddin Zuhri, Loc.Cit.
10
Konsep FTAAP sebelumnya pernah diusulkan oleh pemimpin APEC pada tahun 2004 dan tertuang dalam deklarasi para KTT APEC di Hanoi, Vietnam di tahun 2006 ditentang keras oleh AS. Munculnya FTAAP karena lambannya kemajuan dalam perundingan Putaran Doha di WTO. FTAAP ingin mengatasi hambatan-hambatan akibat tumpang tindih dan unsur-unsur yang saling bertentangan antarperjanjian perdagangan bebas (FTA). Pada 2007, misalnya, ada 60 FTA plus 117 yang masih dirundingkan di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Konsep FTAAP makin kesini makin didorong oleh Tiongkok. Sebagai konsep tandingan dari TPP yang sedang gencarnya dipromosikan oleh AS, FTAAP menjadi strategi Tiongkok untuk mempromosikan integrasi regional dan akan menjadi alternatif kepada pimpinan APEC. Tiongkok menginginkan para anggota APEC lebih berkomitmen pada FTAAP yang ditargetkan akan terealisasi pada tahun 2025, sedangkan AS tetap bersikeras mewujudkan TPP di kawasan Asia pasifik pada tahun 2012 yang pesertanya tidak mencakup Tiongkok dan Rusia. 11 Persaingan antara AS dan Tiongkok dengan TPP dan FTAAP-nya sangat kentara selama pertemuan KTT ke-22 APEC tersebut. Hal ini diperkuat pada APEC CEO SUMMIT 2015 yang diadakan di Filipina. AS terlihat sangat agresif dibandingkan dengan Tiongkok. Presiden AS Barack Obama datang ke Filipina dengan membawa dua isu; perselisihan teritorial di Laut Tiongkok Selatan (dibarengi dengan isu perang melawan aksi 11
Republika, APEC dan Perang Pengaruh AS-Cina, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/15/11/20/ny3vo717-apec-danperang-pengaruh-ascina pada 5 mei 2016
11
terorisme)
dan
upaya
mempromosikan
kesepakatan
Trans-Pacific
Partnership (TPP) yang sudah dicapai bersama sebelas negara lain di Asia Pasifik, yang juga anggota APEC. Sebaliknya, Tiongkok datang ke Filipina fokus pada isu-isu perdagangan dan ekonomi. Sampai menjelang dimulainya pertemuan Pemimpin APEC di Filipina, Tiongkok tetap pada posisinya, tidak membahas isu Laut Tiongkok Selatan di forum perdagangan dan ekonomi. Negeri Panda itu justru aktif mengampanyekan Kawasan Perdagangan Bebas Asia Pasifik (FTAAP). Tidak dapat dipungkiri Tiongkok dan AS (AS) mempunyai kepentingan yang bersinggungan melebihi kepentingan negara manapun di kawasan Asia Pasifik. isu utama dalam persaingan pakta perdagangan di kawasan ini tidak hanya perihal kepentingan ekonomi, tetapi juga merefleksikan seberapa besar pengaruh masing-masing negara yang mana hal tersebut akan memengaruhi pengakuan status power AS dan Tiongkok di kawasan vital ini. Berkembang pesatnya perekonomian ekonomi Tiongkok tentu saja menjadi ancaman bagi Amerika. Sehingga AS mulai beralih dengan mempromosikan kerjasama dalam kerangka APEC melalui TPP yang bertujuan untuk mempertahankan dominasi di kawasan AsiaPasifik. Sedangkan Tiongkok melalui FTAAP mempromosikan integrasi regional yang menjadi usaha Tiongkok dalam perluasaan power dan hegemoninya di Kawasan Asia-Pasifik. Dari pemaparan tersebut, penulis kemudian memilih judul “Persaingan Ekonomi Politik AS-Tiongkok di Kawasan Asia-Pasifik
12
dalam kerangka TPP dan FTAAP”. Selain ketertarikan dan minat penulis untuk mengetahui dinamika hubungan AS dan Tiongkok di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, penulis juga tertarik meneliti fenomena munculnya Tiongkok sebagai suatu kekuatan besar yang menjadi ancaman bagi AS di kawasan Asia-Pasifik, sehingga AS harus mengubah kebijakan luar negerinya untuk mengimbangi kekuatan Tiongkok di kawasan tersebut. Hal ini beriringan dengan gencarnya usaha Tiongkok memperluas kekuatan ekonominya melalui kerjasama dengan negara-negara di Asia-Pasifik.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah Isu persaingan antara AS dengan Tiongkok telah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Jatuhnya perekonomian AS sejak krisis global yan diiringi dengan bangkitnya kekuatan ekonomi Tiongkok yang tentu saja menjadi ancaman dan kekhawatiran AS yang memandang Tiongkok berpotensi menantang posisinya sebagai negara hegemon. Disisi lain, lahirnya kembali negara-negara di Asia-Pasifik sebagai sebagai the new emerging power di dalam panggung internasional menyebabkan berubahnya tatanan geopolitik dan geoekonomi dunia tentu saja merebut perhatian kedua
kekuatan
ekonomi
terbesar
tersebut.
Keduanya
bersaing
memeprtahankan kekuatan dan menyebarkan pengaruh di kawasan tersebut melalui suatu kerja sama ekonomi dalam kerangka APEC, yang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Maka untuk memudahkan penulis dalam mengkaji permasalahan tersebut, penulis membatasinya dalam kurun
13
waktu 2011-2015. Pemilihan dalam kurun 2010-2015 dikarenakan adanya perubahan signifikan hubungan ekonomi AS dengan kawasan Asia-Pasifik, begitupun Tiongkok. Selain itu setiap dalam rentan waktu 2011-2015, terdapat momen-momen yang menggabarkan secara jelas perbenturan kepentingan kedua negara tersebut dalam pertemuan KTT ke-22 APEC tahun 2014 di Beijing dan berlanjut pada KTT APEC 2015 Filipina. Berangkat dari hal ini, penulis mencoba untuk merumuskannya dalam formulasi pertanyaan penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini, antara lain; 1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya persaingan ekonomi politik antara AS-Tiongkok di kawasan Pasifik? 2. Bagaimana bentuk persaingan AS-Tiongkok di kawasan Asia Pasifik melalui TPP dan FTAAP?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini antara lain; 1. Tujuan dari penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui latarbelakang penyebab terjadinya persaingan ekonomi politik antara AS-Tiongkok di kawasan Asia Pasifik. b) Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk dari persaingan ekonomi politik AS-Tiongkok di kawasan Asia Pasifik.
14
2. Kegunaan Penelitian Apabila tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, maka penelitian ini diharapkan: a) Dapat memberikan informasi dan sumbangsih pemikiran bagi para akademisi demi pengembangan ilmu dan kajian Hubungan Internasional di masa mendatang. Khususnya mengenai persaingan ekonomi politik yang terjadi antara AS-Tiongkok di kawasan Asia Pasifik melalui TPP dan FTAAP. b) Sebagai bahan pertimbangan bagi setiap
aktor Hubungan
Internasional, baik itu individu, organisasi, pemerintah, maupun organisasi nonpemerintah baik dalam level nasional, regional, maupun internasional tentang kepentingan AS dan Tiongkok dalam TPP dan FTAAP. c) Dapat memberikan referensi kepada peneliti-peneliti yang lain, yang ingin meneliti masalah yang sama.
D.
Kerangka Konseptual Negara-negara berinteraksi dan membentuk pola hubungan internasional untuk mencapai kepentingan nasional dan tujuan nasionalnya. Dalam hal ini, politik luar negeri merupakan pola perilaku yang diwujudkan oleh suatu negara sewaktu memperjuangkan dan memenuhi kepentingannya dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Maka dari itu, politik luar negeri dianggap sebagai
manifestasi dari perilaku
negara dalam
15
hubungannya dengan negara lain yang sekaligus merupakan refleksi dari kepentingan nasional suatu negara. K.J. Holsti menguraikan berbagai kemungkinan untuk dapat memahami struktur dan tujuan politik luar negeri yang pada dasarnya adalah untuk mewakili, menegakkan, membela, memperjuangkan dan memenuhi kepentingan nasional dalam forum internasional yang tidak lain adalah interaksi masyarakat internasional. 12 Dalam setiap politik luar negeri pada umumnya memiliki tujuan nasional yang hendak dicapai (foreign policy objectives) dari kepentingan nasionalnya. Meskipun keduanya memiliki makna yang hampir sama, namun dalam praksisnya secara hirarki kepentingan nasional merupakan turunan dari tujuan nasional. Dengan kata lain, kepentingan nasional harus mengupayakan, membela dan mendukung tercapainya tujuan nasional. Kepentingan nasional merupakan tujuan mendasar dan faktor paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri dengan menggunakan tolak ukur posisi power negara. Menurut pandangan realis, terdapat beberapa asumsi utama yang mendasari hubungan antara satu negara dengan negara lain yaitu sebagai aktor utama dan terpenting dalam dunia yang bersistem anarki, negara senantiasa mengedepankan kepentingan nasionalnya dalam hubungan internasional. 13 Asumsi ini menegaskan bahwa sebagai salah satu paradigma
12
13
K. J. Holsti, 1977, International Politics A Framework for Analysis, dikutip oleh P. Anthonius Sitepu, 2011, Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta; Graha Ilmu, Hal. 179-180 Nuri Cahyono, Berebut Lahan di Tengah Ketidak percayaan: Rivalitas Jepang - China dalam Institusi Regional Asia-Timur dan hambatan menjadi pemimpin Regional, hal. 2, diakses dari https://www.academia.edu/10615464
16
dalam hubungan internasional, realisme memandang negara sebagai aktor yang bersifat rasional dan monolith, dimana negara dapat memperhitungkan cost and benefit dari setiap tindakannya demi kepentingan keamanan nasionalnya sehingga fokus dari paradigma ini adalah struggle of power atau real politik.14 Dengan tujuan yang jelas, aktor negara dalam mengambil kebijakan selalu mengedepankan pilihan-pilihan yang akan mendukung kepentingan nasionalnya dan memaksimalkan keuntungan untuk meraih tujuan negara tersebut. Posisi power yang dimiliki suatu negara merupakan pertimbangan utama yang memberikan bentuk kepada kepentingan nasional. Maka, suatu situasi atau tujuan nasional harus dievaluasi dan diukur dengan menggunakan tolak ukur posisi power negara. Power merupakan kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi atau mengontrol negara lain untuk mendapatkan atau mempertahankan tujuan negara (kepentingan nasional) yaitu harga diri (prestige), wilayah, dan keamanan; menggunakan pengaruh, persuasi, memberikan reward , ancaman, dan penggunaan kekerasan (use of force) melalui kekuatan militer dan sanksi ekonomi sehingga membuat negara lain bertindak apa yang tidak diinginkannya. Waltz menjelaskan bahwa power dapat dimaknai sebagai suatu kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki suatu negara. Menurutnya, unit-unit negara dalam sistem internasional hanya dibedakan khususnya dari besar-
14
/BEREBUT_LAHAN_DI_TENGAH_KETIDAKPERCAYAAN_RIVALITAS_ JEPANG-CHINA_DALAM_INSTITUSI_REGIONAL_ASIA_TIMUR pada 10 Juni 2016 Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu hubungan Internasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal. 126
17
kecilnya kapabilitas mereka dalam menjalankan tugas yang serupa. 15 Power sama dengan kapabilitas yang dapat diranking menurut kekuatannya dalam ukuran penduduk dan wilayah, sumber dana, kemampuan militer, stabilitas dan kompetisi politik. 16 Daniel S. Papp mendefinisikan power sebagai kemampuan dari aktor untuk melakukan persuasi, pengaruh, paksaan, atau mendorong aktor lain untuk melakukan suatu tindakan atau mengubah suatu tujuan yang seharusnya tidak lakukan (oleh aktor tersebut).17 Sementara itu, Hans J. Morgenthau beranggapan bahwa kekuasaan (power) dan kepentingan (interest) sebagai alat (instrument) dan sekaligus tujuan dari tindakan politik internasional. kepentingan nasional (national interest) merupakan pilar utama bagi teorinya tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realis. 18 Pemikiran Morgenthau didasarkan pada premis bahwa strategi diplomasi harus didasarkan pada kepentingan nasional, bukan pada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya utopis dan bahkan berbahaya. Ia menyatakan kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama.19
15
16
17
18 19
Robert Jackson & Georg Sorensen, 2009, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 111 Abubakar Eby Hara, 2011, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri dari Realisme sampai Konstruktivisme, Bandung; Nuansa Cendekia, hal. 39 Daniel S. Papp, 1984, Contemporary International Relations: Framework for Understanding, New York: Macmillan Publishing Company, hal. 355 P.Anthonius Sitepu,2011, Op.Cit., hal.54 Ibid, hal.184
18
Power juga sering disamakan dengan uang dalam ekonomi yang perlu dicari, ditambah dan digunakan. Power kemudian dimaknai sebagai kekuatan ekonomi suatu negara. Menurut Mearsheimer, power didasarkan pada kemampuan militer suatu negara, walaupun demikian, menurutnya, negara-negara memiliki juga apa yang disebutnya kekuatan laten yang meliputi potensi sosial ekonomi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan militer. 20 Pemikir neo-realis telah mengembangkan konsepsi tentang power dengan menekankan faktor-faktor ekonomi secara mendalam. 21 Pemikir neo-realis memasukkan faktor ekonomi suatu negara sebagai salah satu unsur kekuatan negara yang kemudian dapat berpengaruh langsung terhadap kepentingan nasionalnya. Dengan kata lain, kekuatan perekonomian negara merupakan suatu unsur yang bisa dijadikan alat oleh negara untuk mempengaruhi,
mengontrol
dan
mengarahkan
negara
lain
pada
keinginannya. Krasner dalam karangannya menyebutkan bahwa rezim sebagai sumber dari power. Dalam pandangannya, rezim dianggap berdampak pada power sebuah negara.22 Dengan kata lain, power bagi suatu negara dapat diperoleh melalui penguatan dengan melakukan kerjasama. Dalam tradisi pemikiran realisme, kerjasama adalah sarana untuk mencapai kepentingan dan menguatkan power. Dan di sisi lain power adalah sarana
20
21
22
Dunne, M Kurki & S Smith, 2007, International Relations Theories: Discipline and Diversity, Oxford: Oxford University, hal. 74 Jill Steans & Llyod Pettiford, 2009, Hubungan Internasional; Perspektif dan Tema, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 66 Stephen Krasner, 1982, Regimes and the Limits of Realism: Regimes as Autonomous Variables, dalam International Organization Vol 36, No.2, hal. 497-510
19
yang digunakan untuk mengarahkan, mengontrol dan mempengaruhi negara-negara lain untuk bekerjasama dalam suatu relasi yang kuat, baik melalui institusi bersama atau tidak. Pemikir Realis sangat menekankan pentingnya peran power dalam proses pembentukan rezim internasional. Para pemikir realis awal yang dimotori oleh E.H Carr, Daniel Bernhard, dan Hans Moergenthau berargumen bahwa untuk maksud meningkatkan keamanan negara, maka negara sebagai aktor-aktor rasional yang berusaha mencari kekuasaan dan tertarik
kepada
kepentingan diri
sendiri
(self-interested).23
Rezim
internasional sendiri dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip, norma-norma, aturan-aturan, dan prosedur pengambilan keputusan seputar dimana ekspektasi aktor-aktor bertemu pada area tertentu dalam hubungan internasional. Rezim menurut Kranser merupakan variable sela yang berdiri diantara variable bebas yang berupa faktor-faktor dasar yang menjadi penyebab dan variable terikat yang berupa hasil atau perilaku yang diharapkan muncul. Variable bebas disini misalnya power, kepentingan dan nilai. Sedangkan variable terikat ada pada permasalahan apakah rezim bisa memberikan pengaruh yang berbeda atas hasil dan perilaku aktor.24 Menurut Robert O. Keohane, Rezim internasional adalah institusi dengan aturanaturan eksplisit yang disepakati oleh pemeritah yang ada hubungannya dengan sejumlah isu-isu khusus dalam hubungan internasional. Dalam rezim
23
24
Yanuar Ikbar, 2014, Metodologi & Teori Hubungan Internasional, Bandung: Refika Aditama hal.293 Citra Henida, 2015, Rezim dan Organisasi Internasional, Malang: Intrans Publishing. hal.4
20
terkandung prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan, dan prosedurprosedur
pembuatan
keputusan.
Tujuan
dari
Rezim
ialah
untuk
memfasilitasi kesepakatan-kesepakatan yang dibuat. Menurut Oran R. Young, rezim internasional adalah institusi social yang mengatur tindakan dari mereka yang tertarik pada aktifitas yang dapat dispesifikasikan atau serangkaian aktifitas yang dapat diterima. 25 Menurut Krasner, Rezim merupakan seperangkat prinsip-prisip, norma-norma, aturan-aturan, aturanaturan dan prosedur-prosedur pembuatan keputusan baik eksplisit maupun implicit dimana dimana harapan-harapan para kator-aktor yang ada berkumpul dalam sebuah wilayah hubugan internasional tertentu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh paul F. Dhiel yang menyatakan bahwa suatu rezim terdiri dari rangkaian prinsip-pronsip, norma-norma, aturan- aturan, dan prosedur-prosedur pembuatan keputusan baik eksplisit maupun eksplisit sekitar ekspektasi-ekspektasi aktor yang menyatu dalan suatu area hubungan internasional yang telah ada dan mungkin juga membantu mengkoordinasi tingkah lakunya.26 Varian lain Neorealis yang mungkin sangat beramanfaat dalam menjelaskan tren kerjasama regional adalah relative dan absolute gains yang dikembangkan oleh Joseph Grieco (1988). Grieco mengklaim bahwa negara tertarik untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh mereka, dan kemudian akan bekerjasama dengan negara lain atau aktor lain. Meskipun demikian, mereka juga melihat bagaimana negara juga menaruh perhatian 25 26
Yanuar Ikbar, 2014, Op.Cit., Hal.284-286 May Rudi, 2002, Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung: PT. Refika Aditama
21
atas kekuasaan dan perhatian yang mungkin didapatkan oleh suatu negara dalam banyak capaian kerjasama yang mereka lakukan. 27 Sebuah pendekatan rezim internasional yang dikemukakan Donald Puchala, Oran Youn, dan Raymond Hopskins yang dikenak sebgai tradisi Grotian. Rezim menurut tradisi Grotian ini dilihat sebagai fenomena yang mampu menembus sistem internasional, bahkan seluruh sistem politik yang ada. Hopkis dan Puchala menyimpulkan bahwa rezim hadir dalam seluruh area hubungan internasional bahkan pada persaingan kekuatan besar. 28 Hubungan internasional dibidang ekonomi seperti perdagangan internasional tidak hanya menghasilkan keuntungan saja, namun juga persaingan dalam perebutan sumber daya alam, tenaga kerja, modal dan pasar.
Sumber-sumber
lain
dapat
berupa
pertentangan
indeologis
perbandingan harga dan nilai mata uang. Karena itu, menurut Walter S. Jones, guna memahami hubungan internasional secara comprehensive, perdagangan dan organisasi keuangan internasional tidak hanya harus dilihat melalui kacamata ekonomi, tetapi juga harus dipandang sebagai sumber konflik internasional. 29 Dalam mencapai kepentingannya, setiap negara berusaha menjalin interaksi dengan negara lainnya, baik secara bilateral, regional, maupun multilateral. Namun negara dalam pemenuhan kepentingan nasionalnya
27
28 29
Steven L. Lamy dalam Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service), hal.98 Yanuar Ikbar, 2014, Op.Cit., hal.283 Ibid, hal. 258
22
mengakibatkan suatu persaingan, permusuhan, dan bahkan bisa berakhir kedalam peperangan dalam suatu sistem internasional. Asumsi realis menyatakan bahwa proses dalam kemajuan ekonomi dapat menyebabkan terjadinya konflik baik antar negara maupun di dalam negara
itu
sendiri.
Menurut
Hans
Morgenthau,
realisme
mengkonseptualisasikan politik sebagai suatu area tersendiri yang berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh kekuasaan (struggle for power) termasuk didalamnya kekuasaan ekonomi. Dengan demikian, ekonomi tidak dapat dilepaskan dari power dan interest yang dalam pemenuhannya dapat menggunakan segala cara termasuk dengan kompetisi yang dapat berujung pada konflik. Ketika dua negara yang mempunyai sejarah konflik dan persaingan berada dalam satu situasi dimana keduanya terikat oleh interdependensi yang
tinggi,
hal
ini
akan
menciptakan
sensitivitas
yang
dapat
membahayakan hubungan tersebut. Keohane dan Nye menyatakan bahwa tingkat interdependensi yang meningkat dapat memperburuk ketegangan antar kedua negara yang tidak terbiasa saling berhubungan dekat sebelumnya. Jika pemimpin politik dalam menjalankan hubungan antar negara dimotivasi oleh ambisi nasional atau keinginan untuk meraih kepentingan tertentu atau didorong oleh agenda militer yang ekspansionis, maka persaingan (rivalry) merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. 30
30
Robert O. Keohane & Joseph S. Nye, 1989, Power and Interdependence 2nd edition, New York: Harpers. Dikutip oleh Nuri Cahyono, Op.Cit hal 3
23
Berdasarkan pemaparan tersebut, persaingan atau rivalitas secara sederhana merupakan suatu kondisi dimana negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya dan memperoleh dan atau mempertahankan kekuasaannya
akan
menggunakan
segala
cara,
termasuk
dengan
berkompetisi dengan negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama. kerja sama yang dilakukan adalah berdasarkan dari power suatu negara, hal ini kemudian membentuk suatu kekuasaan negara-negara hegemon ataupun menggunakannya sebagai instrument untuk mempertahankan power yang dimilikinya.
E.
METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif eksplanatif yaitu menjelaskan dan menganalisis dengan jelas mengenai Persaingan AS-Tiongkok di Kawasan Asia pasfik (Studi Kasus TPP-FTAAP). 2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur. Seperti buku, jurnal, artikel, makalah, laporan, majalah, surat kabar, handbook, situs internet, institut dan lembaga terkait.
24
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka, yaitu cara pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, jurnal, skripsi, dokumen resmi, makalah, laporan, majalah, surat kabar dan artikel yang berhubungan dengan masalah ini. Data diperoleh dari perpustakaan maupun lembaga-lembaga terkait yang akan dikunjungi oleh penulis, yaitu; a. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin di Makassar; b. Perpustakaan Daerah Makassar di Makassar; c. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNHAS di Makassar; d. Perpustakaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di Makassar; 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Dalam menganalisis permasalahan, penulis akan menggambarkan permasalahan yang
diteliti
berdasarkan
fakta-fakta
yang
ada,
kemudian
menghubungkan satu fakta dengan fakta lainnya sehingga menghasilkan sebuah argumen. Untuk memperkuat analisis kualitatif, penulis menyertakan data-data kuantitatif sebagai pendukung argumen.
25
5. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan oleh penulis ialah metode penulisan deduktif, yaitu penulis terlebih dahulu menggambarkan secara umum masalah yang diteliti, kemudian mengerucutkannya dengan menarik kesimpulan secara khusus.
26