1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan
untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam laporan keuangan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok internal (manajemen dan karyawan) dan kelompok eksternal (investor/calon investor, kreditor/ calon kreditor, pelanggan, pemerintah, masyarakat). Pihak internal khususnya manajemen sangat berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuatnya karena informasi tersebut akan digunakan untuk membuat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pihak ekstern (pemerintah) laporan keuangan khususnya dipakai untuk kepentingan fiskal (perpajakan). Terutama laporan laba rugi yang berisi informasi untuk menentukan pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan tersebut. Lebih lanjut informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah pajak yang telah dibayarkan oleh perusahaan sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang wajib melakukan pembukuan telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2
Sebagai wajib pajak maka pada suatu tanggal tertentu yang telah ditetapkan (paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak badan) harus menyampaikan informasi tentang penghasilan yang dikenakan pajak melalui penyerahan SPT (Surat Pemberitahuan) dalam hal ini SPT PPh tahunan. Salah satu fungsi SPT ini adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang atau harus dibayar. Pasal 4 ayat (4) Undang- undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan: Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Pasal 4 ayat (4) tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut, apakah Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut harus dilengkapi dengan laporan keuangan komersial ataukah laporan keuangan fiskal, sedangkan Laporan Keuangan yang dihasilkan dan disiapkan dari pembukuan wajib pajak biasanya dikenal sebagai laporan keuangan komersial yang pada dasarnya tidak harus mencerminkan seluruh pertimbangan yang menyangkut masalah perpajakan. Namun di lain pihak, dalam rangka pengisian Surat Pemberitahuan yang bersumber dari laporan keuangan komersial tersebut, wajib pajak berkewajiban untuk melaporkan data laporan keuangan komersial dimaksud yang sudah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal antara laporan keuangan
3
komersial yang mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan dengan data pengisian Surat Pemberitahuan yang rnengacu kepada Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, dapat dipastikan terdapat perbedaan yang cukup signifikan.
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan „kerelaan wajib pajak‟. Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan, maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Akhirakhir ini marak terjadi kegiatan penggelapan pajak yang merupakan perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Modus penggelapan pajak itu di antaranya: mengatur nilai pajak. Pada modus itu, wajib pajak (WP), dengan bantuan konsultan pajak, bekerja sama dengan petugas pemeriksa Ditjen Pajak melakukan kesepakatan menurunkan nilai pajak dengan mengatur dokumen/
4
administrasi perpajakan sebagai dukungan atas hasil pemeriksaan itu dengan memberikan fee kepada petugas pajak yang menurunkan nilai penghitungan pajak. (Media Indonesia, 27 April 2010)
Beberapa cara dapat ditempuh dalam melakukan perencanaan pajak dalam rangka memanajemeni pajak, sebagai usaha untuk mengefisienkan beban pajak melalui penghindaran pajak (tax avoidance) dan penghematan pajak (tax saving), tetapi tidak melalui penyulundupan pajak (tax evasion) yang tidak dapat ditolerir oleh fiskus. Menurut Ernest R. Mortenson bahwa penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memerhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan. Oleh karena itu, penghindaran pajak tidak merupakan pelanggaran atas perundang-undangan perpajakan atau secara etik tidak dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimkan atau meringankan beban pajak dengan cara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah (loophole) yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang „paling sedikit‟ namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
5
Perencanaan pajak dapat mencakup hal-hal seperti meminimalkan tarif pajak dan memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta memaksimalkan penghasilan yang ditangguhkan atau dikecualikan dari pengenaan pajak.
Pada dasarnya kewajiban pajak perusahaan dihitung berdasarkan laba bersih yang diperoleh selama satu periode (satu tahun pajak). Laba bersih perusahaan dihitung berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan. Ketidaksamaan antara pedoman dalam SAK dengan dalam Peraturan Perpajakan membuat penghitungan laba sebelum pajak berbeda dengan laba kena pajak. Laba sebelum pajak (pre tax financial income) adalah laba untuk tujuan pelaporan keuangan, merupakan hasil pembandingan pendapatan dengan beban berdasar ketentuan SAK. Laba kena pajak (taxable income) adalah laba untuk tujuan pajak “Penghasilan Kena Pajak”, merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan jumlah tertentu sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan yang terutang. Pada saat menghitung pajak penghasilan yang akan dibayar (terutang) yang berdasar laba kena pajak tersebut, perusahaan melakukan penyesuaian laba rugi komersial.
Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku terdapat berbagai macam biaya yang meskipun secara akuntansi komersial dan bisnis memang dikeluarkan oleh perusahaan untuk keperluan usaha, namun tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung PPh terutang atau menjadi non deductable expenses. Secara umum, pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan secara fiskal (deductable expenses)
6
adalah pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Pengeluaran biaya tersebut dilakukan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta didukung dengan bukti yang memadai (valid & reliable). Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan pada akhir tahun yang disebut rekonsiliasi. Rekonsiliasi berisi penjelasan atau perbedaan yang terjadi antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian karena perbedaan permanen (permanent different) dan perbedaan waktu (timing different). Adapun tujuan rekonsiliasi fiskal menurut Prakoso (2000: 175) adalah untuk mengetahui dan mengakui besarnya laba kena pajak sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan sehingga didapat PPh terutang sesuai dengan undang-undang dan ketentuan perpajakan. Perbedaan permanen (permanent different) dan perbedaan waktu (timing different) menyebabkan laba yang dihitung oleh wajib pajak (laba komersial) berbeda dengan laba yang dihitung dalam rangka perhitungan pajak (laba fiskal). Untuk itu dilakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi komersial yaitu dengan menambahkan atau mengurangkan jumlah perbedaan tersebut sehingga diperoleh jumlah penghasilan kena pajak (laba fiskal) yang tepat menurut ketentuan pajak yang berlaku yang digunakan untuk melakukan perhitungan besarnya pajak penghasilan terutang.
7
Namun meskipun koreksi fiskal adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh para wajib pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan antara peraturan pajak dengan Standar Akuntansi Keuangan, seringkali penerapan nya masih kurang sehingga mengakibatkan koreksi fiskal yang terjadi berjumlah sangat besar. Hal ini tergantung pada pemahaman wajib pajak tentang peraturan pajak. Kualitas pemahaman wajib pajak badan mengenai Undang-undang Pajak Penghasilan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya perhitungan koreksi fiskal. Memahami dengan baik ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta perkembangan dan perubahannya, pada hakikatnya pajak tersebut akan dapat dimanajemeni dengan berhasil. Berapa besar pajak yang harus dibayar, bagaimana caranya agar pembayaran tersebut efisien, bagaimana cara melakukan penghindaran pajak yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dan bagaimana hasil penghematan pajak digunakan, merupakan masalah-masalah yang harus diputuskan oleh seorang manajer. Pada hakikatnya pengambilan keputusan merupakan proses mengevaluasi beberapa alternatif yang tersedia. Ditinjau dari segi perpajakan alternatif tersebut, pada umumnya menyangkut masalah keuntungan dan biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan yang terbesar. Seorang pengambil keputusan hendaknya mampu mengidentifikasi konsekuensi potensi pajak yang terkait dengan alternatif-alternatif yang sedang dipertimbangkan tersebut dan hal ini tidak berarti bahwa alternatif yang dipilih
8
adalah alternatif yang beban pajaknya yang paling efisien yang harus dibayar, akan tetapi lebih cenderung bagaiman memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after-tax profit) tanpa mengabaikan masalah kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan. Adapun peneliti sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa Universitas Padjadjaran yang bernama Teuku Juliansyah dengan judul “Pengaruh Koreksi Fiskal Terhadap Laba Perusahaan”, studi kasus pada PT. X, perusahaan yang bergerak dalam bidang kimia pada tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara Koreksi Fiskal Terhadap Laba Perusahaan. Penelitian yang diajukan penulis mempunyai kemiripan dengan judul di atas, perbedaannya terdapat pada objek penelitian yang akan dilakukan dan perusahaan yang diteliti. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, judul penelitian yang diambil adalah: “PENGARUH KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN LABA RUGI KOMERSIAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, masalah yang akan diteliti
dan dibahas dalam penelitian ini adalah:
9
Apakah koreksi fiskal berpengaruh terhadap pajak penghasilan wajib pajak badan pada perusahaan yang diteliti.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk memperoleh
data dan informasi yang merupakan gambaran nyata mengenai pengaruh koreksi fiskal terhadap pajak penghasilan wajib pajak badan pada perusahaan-perusahan yang bergerak dalam bidang makanan-minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, yang selanjutnya akan digunakan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi. Sebuah penelitian yang ingin dilakukan selayaknya memiliki tujuan. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan memiliki arah dan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan, seperti yang dikemukakan dalam identifikasi masalah, yaitu: Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari koreksi fiskal terhadap pajak penghasilan wajib pajak badan.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi pihak-pihak yang berkepentingan antara lain:
10
1. Bagi Perusahaan, yaitu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menerapkan kebijakan perpajakan secara benar dan konsisten dalam pelaksanaan kewajiban pembukuan untuk menetapkan laba-rugi fiskal sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan perusahaan. 2. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang koreksi fiskal dan hubungannya dengan pajak penghasilan badan dengan memperhatikan secara langsung penerapan teori-teori di dalam dunia bisnis secara nyata. 3. Bagi Pihak Lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya.
1.5
Kerangka Pemikiran Hipotesis
1.5.1
Kerangka Pemikiran Informasi keuangan dapat berupa laporan keuangan atau laporan lain
yang bersifat keuangan. Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang terdiri dari neraca (balance shet), laporan laba rugi (income statment), laporan perubahan modal (owner’s equity statment) dan laporan arus kas (cash flow statement). Dimana laporan keuangan suatu perusahaan dapat bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai yaitu pemakai internal dan eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
11
Menurut AL.Haryono Jusup (2002:14) bahwa informasi akuntansi harus disusun dan dilaporkan secara objektif agar bermanfaat bagi para pemakainya. Oleh karena itu akuntansi keuangan harus didasarkan pada standar atau pedoman tertentu yang telah teruji dan dapat diterima umum. Standar-standar ini di Indonesia yang berlaku sejak tahun1994 adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Prinsip-prinsip ini tidak merupakan hukum-hukum mutlak sebagaimana yang dijumpai dalam ilmu-ilmu pasti. Prinsip-prinsip akuntansi lebih merupakan pedoman bertindak dan bisa berubah dari waktu ke waktu. Suatu prinsip bisa saja dihapuskan dan diganti dengan yang baru untuk menyesuaikan dengan perkembangan perekonomian atau praktik-praktik yang berlaku. Dengan demikian, maka apabila laporan keuangan komersial tersebut akan digunakan untuk kepentingan fiskus, terlebih dahulu laporan keuangan komersial itu harus direkonsiliasi menjadi laporan keuangan fiskal karena laporan keuangan komersial berpedoman pada SAK yang belum tentu sama dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan, sementara laporan keuangan fiskal tidak seluruhnya berpedoman kepada SAK dalam arti harus mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dapat terlihat dari adanya perlakuan yang berbeda antara pajak dengan akuntansi komersial. Laporan keuangan fiskal dapat digunakan untuk menghitung pajak penghasilan, yaitu dengan cara menentukan berapa besarnya Penghasilan Kena Pajak (taxable income) yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (taxe base) bagi pajak penghasilan. Jadi, besarnya PKP secara teoritis tidak akan sama dengan laba akuntansi.
12
Menurut Moh. Zain (2007:212) penyebab perbedaan yang terjadi antara Penghasilan Sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak dan secara potensial juga menyebabkan perbedaan antara Beban Pajak Penghasilan (PPh) dengan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang, dapat dikategorikan dalam lima kelompok berikut ini: 1) Perbedaan Permanen/Tetap (Permanent Differences) Perbedaan
ini
terjadi
karena
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang tidak objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya. 2) Perbedaan Waktu/Sementara (Timing Differences - Temporary Differences) Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan penghasilan atau biaya yang boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode akuntansi berikutnya dari periode akuntansi sekarang. Sementar a itu, komersial mengakuinya sebagai penghasilan atau biaya pada periode yang bersangkutan. 3) Kompensasi Kerugian (Operating Loss Carry forwards) Secara komersial, tidak ada pengakuan kompensasi kerugian, tetapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, apabila terdapat kerugian,
13
maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan selama lima tahun berturut-turut pada tahun berikutnya setelah tahun kerugian terjadi. 4). Kredit Pajak Investasi (Investment Tax Credit) Apabila suatu peruahaan membeli atau mengonstruksi suatu aset tertentu, maka sejumlah persentase tertentu dari biaya perolehan aset tersebut dapat dikreditkan (dikurangkan) dari PPh Terutang pada tahun perolehan aset tersebut. Kredit Pajak Investasi tersebut tidak menyebabkan perbedaan antara Penghasilan sebelum Pajak dengan Penghasilan Kena Pajak, tetapi akan terdapat perbedaan antara Beban Pajak dan PPh terutang. Catatan: Di Indonesia tidak ada ketentuan ini. 5). Alokasi Pajak Intraperiode (Intraperiod Tax Allocation) Untuk keperluan laporan keuangan komersial, sejumlah Pajak Penghasilan didistribusikan ke: a. Penghasilan operasional berkelanjutan. b. Sebagai akibat operasional yang tidak berlanjut. c. Hal-hal luar biasa. d. Efek kumulatif dari perubahan prinsip akuntansi pada laporan keuangan. e. Penyesuaian dengan periode terdahulu.
Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap laporan keuangan pada akhir tahun yang disebut rekonsiliasi. Rekonsiliasi berisi penjelasan atau perbedaan yang terjadi antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
14
Memenuhi keperluan perpajakan, koreksi fiskal dibagi menjadi koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif, sedangkan untuk keperluan penerapan PSAK 46, dibagi menjadi perbedaan permanen (permanent differences) dan perbedaan temporer (timing differences). Pengertian perbedaan permanen dan perbedaan temporer adalah: 1. Perbedaan permanen (permanent differences) yaitu perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan tidak akan menimbulkan permasalahan akuntansi serta tidak memberikan pengaruh terhadap kewajiban perpajakan di masa mendatang. Perbedaan ini terdiri dari penghasilan yang telah dipotong PPh final, penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, pengeluaran yang termasuk dalam non deductible expense dan tidak termasuk dalam deductible expense. 2. Perbedaan temporer (temporary differences) yaitu perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan memberikan pengaruh dimasa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasilan kena pajak akhirnya sama. Perbedaan ini terdiri dari penyisihan/ akrual dan realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi rugi. Penghasilan kena pajak didapat dari jumlah laba sebelum pajak disesuaikan/ direkonsiliasi dengan melakukan: 1. Koreksi positif, apabila perbedaan menyebabkan pendapatan bertambah menurut fiskal dan biaya berkurang menurut fiskal.
15
2. Koreksi negatif, apabila perbedaan menyebabkan pendapatan berkurang menurut fiskal dan biaya bertambah menurut fiskal. (Siti Resmi, 2003:95) Hasil dari rekonsiliasi fiskal akan diperoleh jumlah penghasilan kena pajak yang benar menurut ketentuan perpajakan yang berlaku. Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak agar pembukuan yang telah disusun menggunakan pendekatan akuntansi komersial dapat memenuhi kepentingan baik pelaporan komersial maupun pelaporan fiskal. Laba yang dihasilkan wajib pajak badan merupakan alat untuk mengukur keberhasilan usaha dalam satu periode. Laba tersebut dalam perpajakan merupakan objek pajak penghasilan, yang diberikan kepada negara sebagai imbalan atas jaminan fasilitas umum yang diberikan kepada perusahaan tersebut. Setiap wajib pajak, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan, diharuskan untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Pengertian wajib pajak badan menurut pasal 1 ayat 3 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah: “Sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.” (Primandita, Tejo dan Yuda, 2009:3)
16
Pengertian Pajak Penghasilan sesuai dengan pasal 1 Undang-undang pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun pajak. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembukuan dapat diselenggarakan menurut SAK. Akan tetapi apabila pembukuan yang disusun menurut SAK akan digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak yang dijadikan dasar untuk menghitung besarnya pajak penghasilan, maka terlebih dahulu harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Supaya wajib pajak dapat melakukan penyesuaian atau melakukan rekonsiliasi laporan keuangan sekaligus dapat melakukan penghematan pajak (tax saving), maka wajib pajak harus memahami dengan baik mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta perkembangan dan perubahan-perubahannya.
1.5.2
Hipotesis Berdasarkan uraian uraian tersebut, maka penulis menyajikan hipotesis
sebagai berikut : “ Koreksi Fiskal Berpengaruh Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan”.
17
1.6
Metode Penelitian
1.6.1
Metodologi Penelitian Dalam menyusun skripsi ini penulis berusaha memperoleh data yang
sesuai dengan masalah yang dihadapi dengan masalah yang dibahas. Adapun metode pendekatan yang dilakukan adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode yang berusaha mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, menyajikan dan menganalisisnya sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas obyek yang diteliti dan kemudian ditarik suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis melakukan pendekatan dengan studi survey. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang tersusun dalam
arsip
(data
documenter)
yang
dipublikasikan
dan
yang
tidak
dipublikasikan.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara : 1. Penelitian lapangan (field research)
18
Penelitian lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk diteliti kemudian dipelajari dan dianalisis. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan yaitu, penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber dan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, untuk mendapatkan dasar teoritis dan bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah yang diteliti.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada
perusahaan makanan minuman pada periode 2006-2008 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data penelitian diambil dari POJOK Bursa Widyatama Jalan Cikutra No.204A Bandung 40215. Dengan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan selesai.