BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 telah mencanangkan
delapan tujuan global yang hendak dicapai negara-negara di dunia untuk meningkatkan kualitas ekonomi dan sosial masyarakat. Program itu dikenal dengan nama Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) dengan target pencapaian pada 2015.1 Adapun delapan sasaran MDGs tersebut yaitu: 1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2) mencapai pendidikan dasar untuk semua orang; 3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) penurunan kematian anak; 5) meningkatkan kesehatan ibu; 6) memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya; 7) menjamin keberlanjutan lingkungan; 8) kemitraan global dalam pembangunan. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat dunia dengan menjadi salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan global tersebut. Komitmen tersebut dimanifestasikan dengan berbagai keseriusan pemerintah dalam pencapaian program MDGs yang ditargetkan tercapai pada 2015 antara lain dengan menerbitkan Peta Jalan Pencapaian MDGs, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 dan 2010-2014,
1
Pada bulan September tahun 2000 sebanyak 189 negara menandatangani Deklarasi Millennium PBB di New York.
1
Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Nasional 2010, dan Inpres No 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Berkeadilan yang kesemuanya merupakan amanah percepatan pencapaian target MDGs.2 Pemerintah memandang bahwa pencapaian tujuan MDGs sampai tahun 2010 belum optimal. Beberapa capaian target MDGs stagnan di mana masih terdapat sasaran pembangunan yang tertinggal, bahkan menunjukkan kinerja menurun. Target MDGs tersebut, seperti penurunan angka kematian ibu, pengendalian HIV/ AIDS, dan penyediaan air bersih yang dikhawatirkan sulit tercapai pada 2015.3 Pemerintah menilai hal tersebut disebabkan berbagai keterbatasan yang cukup berat. Upaya untuk merealisasikan MDGs pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang besar pada APBN untuk mencapai program MDGs 2015.4 Program-program MDGs seperti pendidikan, penurunan kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, dan kesetaraan jender membutuhkan biaya yang cukup besar. Faktor yang lain juga turut menghambat seperti pembangunan yang belum merata, buruknya infrastruktur, dan kualitas pelayanan kesehatan yang tidak sama antar provinsi.5
2
Padang Ekspress, Pemerintah Serius Capai Delapan Tujuan MDGs (29/03/2012) diakses dari http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=26689 10 Oktober 2013 3 Hal tersebut dikemukakan Utusan Khusus Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Nila Djuwita Moeloek, Selasa (28/9/2010). 4 Republika Online, Pencapaian Target Milenium Terhambat Beban Utang (26 September 2008), diakses dari, http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/08/09/26/5039pencapaian-target-milenium-terhambat-beban-utang (11 Oktober 2013) 5 Hal ini diungkapkan oleh Asisten Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk pembangunan millennium (MDGs) Diah Saminarsih , dalam Radio Australia, MDGs sulit tercapai di Indonesia
2
Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp 97,7 triliun (2009) hingga Rp 81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun.6 Beban utang tersebut berimplikasi pada minimnya jumlah anggaran yang dibutuhkan dalam pencapaian MDGs karena APBN tidak mampu menyokong pencapaian tersebut, data pada tahun 2010 misalnya anggaran yang dibutuhkan di sektor air bersih sebesar Rp 53 triliun namun hanya tersedia Rp 11 triliun dan untuk sanitasi yang ditargetkan Rp 56 triliun hanya tersedia Rp 14,6 miliar.7 Karena beban pemerintah tersebut diharapkan keterlibatan semua stakeholders dalam upaya pencapaian target MDGs 2015 salah satunya melalui kemitraan dengan sektor swasta. Hal ini telah diungkapkan oleh Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM (K)8 bahwa salah satu penekanan pada United Nations Summit terkait MDGs ialah pentingnya kerja sama dengan sektor privat. Maka dari itu, pemerintah
memandang segala
(26 Februari 2013) diakses dari http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/millenium-development-goalssulit-tercapai-di-indonesia/1093928, 12Oktober 2013 6 Op.Cit 7 Suara Pembaruan, 30.000 Desa Sulit Akses Air Minum (22 September 2010), diakses dari http://www.suarapembaruan.com/kesehatan/30000-desa-sulit-akses-air-minum/46 (11 Oktober 2013) 8 Kompas.Com, News, CSR Diimbau Ikut Percepat Pencapaian MDGs, 29 September 2010 diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2010/09/29/07010261, 6 juli 2013, lihat juga Republika, 19 Juni 2007, Keharusan Mempercepat MDGs, diakses dari http://goodgovernance.bappenas.go.id/archive_wacana/kliping_wawasan/Klip_wsn_2006/wawasa n_184.htm
3
permasalahan dalam upaya percepatan pencapaian Milenium Development Goals MDGs agar ditempuh dengan langkah-langkah strategis, salah satunya adalah melalui peranan perusahaan melalui program Tanggung Jawab Sosial (CSR) mereka. Hal ini perlu mengingat pencapaian taget-target MDGs pada tahun 2015 merupakan kepentingan nasional pemerintah yang telah ditandatangani dalam deklarasi millennium. Sektor privat menjadi salah satu elemen yang dapat berperan dalam upaya mensukseskan MDGs 2015. Dan langkah yang paling nyata dalam memenuhi tujuan MDGs adalah menjadikan MDGs sebagai bagian dari aksi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) suatu perusahaan. Bidang lingkup kegiatan Coorporate Social Responsibility (CSR) secara keseluruhan sangat relevan dengan MDGs apalagi jika difokuskan pada target-targetnya, di mana kegiatan utama CSR diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam beberapa bidang guna meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Pemerintahpun
telah
berupaya
melakukan harmonisasi CSR dengan MDGs namun pemerintah tidak akan mengatur CSR dari pihak swasta.9 Tidak dipungkiri, saat ini CSR telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas jangka panjang perusahaan, baik yang berskala multinasional maupun nasional. Apalagi hadirnya regulasi pemerintah melalui Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ( UUPM ), Undang-Undang No 40
9
Republika, Pemerintah Harmonisasi CSR dan MDGs, 15 November 2010, baca juga pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana bahwa MDGs tak hanya milik pemerintah, pelaksana program CSR dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang mengetahui kebutuhan pembangunan di daerahnya. Op.Cit
4
tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT),10 dan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 yang membahas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan semakin menegaskan pandangan negara mengenai pelaksanaan CSR oleh perusahaan. Artinya aktivitas suatu perusahaan tidak lagi berorientasi dalam prinsip ― the business of bussines is bussines‖. Tapi, perusahaan memiliki tanggung jawab untuk
menangani
masalah-masalah
sosial
di
sekitarnya
dengan
mempertimbangkan aspek sustainability. CSR dapat menjadi alat penting perusahaan dalam menciptakan citra positif melalui berbagai program sosial berkelanjutan seperti pelestarian lingkungan, pendidikan dan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan lain-lain. Terutama adalah perusahaan-perusahaan yang bisnisnya berhubungan langsung dengan sumber daya alam, seperti Danone Aqua Group yang bergerak dalam sektor industri Air Minum Dalam Kemasan (ADK) dan merupakan salah satu produsen yang terbesar di dunia telah ikut berkonstribusi dalam membantu pemerintah melalui kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaaan (CSR) untuk mendukung pencapaian MDGs Indonesia dengan berbagai program-program yang mengarah kepada beberapa target MDGs. Artinya bahwa perusahaan ini memiliki komitmen ganda, di satu sisi menjaga keberlangsungan bisnis finansial dan di sisi lain menjaga keberhasilan sosial lingkungannya. Komitmen perusahaan ini dalam mendukung pencapaian MDGs diapresiasi oleh pemerintah melalui penghargaan
10
Ketentuan mengenai CSR dalam UUPT di atur pada pasal 74 ayat 1 yang berbunyi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dan aturan yang lebih tegas juga telah ada dalam pasal 15 huruf b UUPM yang menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
5
MDGs Awards pada tahun 2009, 2010, 2012. Dan penghargaan Gold dari GKPM Awards 2013 (Gelar Karya Pemberdayaan Masyarakat) untuk kategori Program IFS (Integrated Farming System) 11 Namun, tidak serta merta suatu perusahaan terlibat dalam praktik CSR tanpa terdorong oleh pertimbangan-pertimbangan ataupun kepentingan tertentu. Mengingat bahwa pelaksanaan program CSR dapat memberikan keuntungan dan kerugian bagi perusahaan. Tugas utama korporasi adalah mencari keuntungan sedangkan CSR berarti mengambil sebagian keuntungan dari perusahaan, walaupun di sisi lain CSR dianggap sebagai cara meningkatkan nilai perusahaan dalam kompetisi.12 Sehingga dari sini dapat diamati tujuan ataupun motivasi suatu perusahaan memilih terlibat atau tidak dalam praktik CSR baik kerana alasan sosial, politis, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Khusunya dalam hal ini praktik CSR untuk mendukung pencapaian target MDGs Indonesia. Begitu juga dengan kepentingan aktor-aktor yang terlibat dalam public private partnership dalam pencapaian MDGs ini baik dari pemerintah maupun korporasi. Maka, dalam hal ini keterlibatan perusahaan multinasional sekaliber AQUA DANONE dalam upaya pencapaian MDGs Indonesia dapat dianalisis dari kepentingan korporasi yang menjadi faktor-faktor penyebab melaksanakan program CSR untuk pencapaian MDGs. Singkatnya pencapaian MDGs melalui
11
Aqua,Indonesia MDGs Awards (IMA) 2012, diakses dari http://www.aqua.com/kabar_aqua/berita-perusahaan/indonesia-mdg-awards-ima, (11 Oktober 2013) 12 Michael Hopkins, 2007, Corporate Social Responsibility & International Devlopment: Is Business Solution?, Londing: Earthscan, hal 113
6
program CSR merupakan pilihan rasional yang menjadi strategi bisnis perusahaan agar tercapainya kepentingan atau tujuan yang sejak awal diformulasikan. Hal tersebut yang membuat penulis tertarik membahas topik ini terkait konstribusi sektor privat dalam hal ini Perusahaan Multinasional (MNCs) dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia dengan mengambil studi kasus Danone Aqua Group di Keboncandi Pasuruan, dan Cirucug Sukabumi. Peran tersebut akan penulis amati melalui analisis motivasi program-program CSR Danone Aqua Group dalam upaya pencapaian target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Indonesia. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas terkait dengan kostribusi
perusahaan multinasional dalam upaya pencapaian MDGs melalui program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) maka adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah Bagaimana Peran DANONE AQUA GROUP dalam Pencapaian Target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015 Indonesia Melalui Praktik CSR ? Mengapa Danone AQUA GROUP Turut Serta dalam Pencapaian Target Tujuan Pembangunan Milemium (MDGs) 2015 Indonesia Melalui Praktik CSR ? 1.3
Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) maupun
Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) telah banyak dikaji diantaranya sebagai berikut: 7
Penelitian pertama mengenai perdebatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan apakah wajib atau sukarela. Penulis temukan dalam penelitian Mukti Fajar “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada perusahaan multinasional, Swasta nasional dan BUMN di Indonesia”.13 Penelitian ini menguraikan perdebatan CSR bersifat sukarela atau wajib. CSR bersifat sukarela setidaknya disebabkan empat hal yaitu tujuan perusahaan mencari keuntungan, CSR merupakan kewajiban moral, pelaksanaan CSR bertentangan dengan hak kepemilikan privat dan tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dalam bisnis. Sedangkan CSR adalah aktivitas bisnis yang diwajibkan disebabkan korporasi seharusnya memperhatikan kepentingan sosial selain mencari keuntungan. Penjelasan tentang CSR bersifat sukarela (voluntary), pertama tentang tujuan perusahaan adalah mencari keuntungan. Korporasi didirikan oleh para pemegang saham untuk mencari keuntungan. Memberikan kewajiban kepada korporasi untuk melaksanakan CSR dianggap bertentangan dengan tujuan korporasi yaitu mencari keuntungan. Para pemegang saham sebgai insititusi dalam menjalankan aktivitas bisnis identik dengan kegiatan yang bertujuan mencari keuntungan. Hal ini didukung oleh Adolf Berle dengan shareholder primacy theory yang diinspirasi pemikiran Jhon Locke bahwa hak kepemilikan pribadi harus dipertahankan secar ekslusif dan siapapun tidak berhak mengambilnya tanpa hak. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Milton Friedman, bahwa satu-
13
Mukti Fajar, 2013, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi tentang Penerapan Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta nasional dan BUMN di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 43-112
8
satunya tanggung jawab sosial korporasi adalah meningkatkan keuntungan untuk pemegang saham sebagai tugas perintah moral. Kedua, CSR adalah kewajiban moral dalam etika bisnis. CSR adalah bentuk dari etika bisnis yang didasarkan pada moralitas, maka sifatnya adalah sukarela. Karena sifatnya yang sukarela dan ada di wilayah etika maka beberapa negara dan organisasi internasional mengatur CSR dalam code of conduct14 (yang kemudian dikenal dengan istilah softlaw), dan self-regulation15 yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Ketiga, CSR bertentangan dengan hak kepemilikan privat. Pelaksanaan CSR yang menggunakan harta kekayaan korporasi dengan alasan untuk kepentingan masyarakat umum sekalipun, dapat diangap telah melanggar dan tidak menghormati prinsip-prisip hak milik privat. Sehingga, pemberian kewajiban hukum kepada korporasi untuk melaksanakan CSR bertentang dan menimbulkan konflik normatif. Keempat, CSR tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dimana CSR oleh sebagian besar perusahaan selalu dianggap menyebakan operasional korporasi menjadi tidak efisien. Efisiensi adalah dasar dalam operasional bisnis, yaitu memanfaatkan sumber yang terbatas untuk memaksimalisai keuntungan. Sedangkan dipihak yang memandang bahwa CSR adalah wajib telah disinggung oleh pemikiran E Merric Dodd bahwa korporasi bekerja tidak hanya
14
Code of conduct adalah sekumpulan aturan mengenai panduan tata perilaku yag dibuat oleh sebuah lembaga, asosiasi profesi, korporasi maupun badan pemerintah yang diterapkan bagi anggota atau karyawannya. Code of conduct merupakan sebuah anjuran mengenai perilaku yang difokuskan pada tanggung jawab etika dan sosial 15 Self regulation sebuah ketentuan komitmen yang dibuat oleh korporasi untuk diterapkan bagi pihak-pihak internal maupun pihak yang terkait biasanya dibuat dalam bentuk peraturan perusahaan.
9
untuk kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat umum dan kesejahteraan bangsa, yang selanjutnya dikenal dengan istilah stakeholder. Pemikiran Dodd kemudian melahirkan stakeholder theory. Teori ini dibangun berdasarkan pandangan, apabila direksi korporasi hanya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan pemegang saham, maka kemungkinan besar bisnis akan cenderung menyimpang. Perusahaan akan melakukan eksploitasi terhadap buruh dan menekan konsumen serta rekanan bisnis, untuk itu tujuan mencari keuntungan oleh korporasi harus diperluas juga kepada pemenuhan kepentingan stakeholder. Teori ini mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Veronica Besmer misalnya memandang setidaknya dua alasan mengapa CSR harus diatur dalam hukum negara, pertama, bahwa tidak adanya kekuatan memaksa dari hukum kebiasaan atau sukarela, tanpa diratifikasi dalam perturan lokal sebuah negara. Kedua, bahwa prinsip sukarela yang tidak mengikat, tidak akan memberikan efek apapun secara jelas dan terukur. Thomas Mclnerney dan Pabli Nieto juga berpendapat bahwa, penerapan kewajiban CSR dianggap perlu agar supaya pelaksanaannya lebih ekfektif, terukur dan mempunyai konsep yang standar dari pada didasarkan dengan prinsip sukarela. Pelaksanaan CSR secara sukarela hanya akan dilakukan oleh korporasi yang mempunyai perhatian dan kesadaran pada persoalan sosial sekitarnya. Sementara tidak ada daya paksa bagi korporasi yang tidak melaksanakan. Hal ini menjadi kendala bagi masyarakat atau otoritas, karena tidak mengetahui dengan pasti bahwa korporasi telah melanggar norma-norma yang ada atau tidak.
10
Penelitian kedua berasal dari publikasi UNDP tentang program kebijakan pemerintah Brasil dalam upaya pencapaian MDGs.16 Brazil selama dua dekade terakhir telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat, PDB per kapita meningkat hampir 50 persen selama 1992-2011. Capaian tersebut berimplikasi pada penurunan yang besar dalam kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pencapaian terhadap akses umum layanan energi dan lain-lain. Perkembangan ini dapat terjadi melalui kebijakan yang diambil oleh pemerintah Brasil dan didukung oleh masyarakat sipil dan sektor privat untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan secara terpadu dan inklusif. Kebijakan dalam pencapaian MDGs tersebut saling menguatkan satu sama lain. Beberapa kebijakan tersebut seperti : Bolsa Familia (tunjangan kelurga) merupakan program yang diluncurkan di masa Lula da Silva pada oktober 2003. Program ini menjadi inisiatif unggulan perlindungan sosial Pemerintah yang berupaya untuk mengurangi pendapatan kemiskinan dan ketidaksetaraan. Keberhasilan Bolsa Familia mencerminkan pengalaman Brasil dengan program transfer tunai bersyarat. Bahkan di bawah Presiden Dilma Rouseff program ini terus berlanjut dan menjadi bagian dari Program sosial Brasil Sem Miseria (Brasil Tanpa Kemiskinan) yang diluncurkan pada tahun 2011. Hal ini juga merefleksikan pentingnya kemitraan dengan
16
UNDP, 2012, Case Studies of Sustainable Development in Practice United Nations Development Programme Triple Wins For Sustainable Development, hal 30-37, diakses dari http://www.undp.org/content/dam/undp/library/cross-practice%20generic%20theme/triple-winsfor-sustainable-development-web.pdf, 12 Oktober 2013
11
organisasi masyarakat sipil, yang membantu pemerintah untuk menjangkau rumah tangga dan masyarakat yang rentan. Program lain ialah Fome zero yang merupakan program inisiatif di masa kepemimpinan Lula da Silva pada Januari 2003, Fome Zero adalah inisiatif keamanan pangan dimaksudkan untuk pemberantasan kelaparan. Bersama dengan Bolsa Familia dan dukungan untuk pertanian keluarga melalui program pengadaan pangan negara (Programa de Aquisição de Alimentos), Fome Zero secara luas meningkatkan pendapatan keluarga miskin di Brasil, meningkatkan kesehatan anak, dan mengurangi skala malnutrisi. Luz Para Todos. (Terang bagi Semua) adalah program tenaga listrik pedesaan. Program ini bervisi untuk mencapai akses layanan listrik di daerah pedesaan pada. Program ini dikoordinasikan dengan Menteri Pertambangan dan Energi dan dioperasikan oleh Eletrobras, Luz Para Todos mencerminkan kewajiban konstitusional bagi penyedia layanan untuk menawarkan akses universal layanan listrik di daerah pedesaan. Água Para Todos. Program ini berupaya mengurangi kesenjangan air untuk keperluan rumah tangga dan produksi pangan beririgasi. Keluarga yang hidup dalam kemiskinan ekstrim, didaftarkan sebagai penerima nasional yang memenuhi syarat di bawah program ini. Dan Program Bolsa Verde. Dukungan Konservasi Lingkungan diluncurkan pada Oktober 2011, Bolsa Verde mendorong keluarga yang hidup dalam kemiskinan ekstrim dekat kawasan lindung Brasil untuk memperbaiki penghidupan lingkungan yang berkelanjutan melalui pelatihan
12
dan pengelolaan hutan. Dengan mekanisme pembayaran triwulanan sejumlah $ 160 selama periode dua tahun (yang dapat diperpanjang).Penerima program berkomitmen untuk menjauhkan diri dari penebangan liar dan perburuan dan pengawasan dilakukan melalui satelit. Penelitian ketiga dari publikasi United Nation Development Group (UNDG) mengenai MDG Achievement and the Private Sector in Kenya
17
menggambarkan upaya pencapaian MDGs yang dilakukan sektor-sektor swasta melalui kemitraan dengan pemerintah Kenya. Salah satunya seperti upaya Bank Equity di Kenya dalam memberikan dukungan pada beberapa program yang termaktub dalam MDGs yaitu pendidikan, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan jender, kesehatan, kelestarian lingkungan, dan kemitraan. Pendidikan. Bank Equity telah menjadi mitra pemerintah pada sektor pendidikan. Bank telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) dengan Kementerian Pendidikan untuk mendukung program pendidikan dasar dan menengah gratis melalui kucuran dana dalam Pendidikan Dasar Gratis (FPE) dan dana Pendidikan Menengah Gratis (FSE). Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Upaya Bank Equity dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dilakukan melalui rancangan dan memberikan produk yang sesuai untuk pelanggan perempuan. Dalam kemitraan dengan United Nations Development Programme (UNDP),
17
United Nations, 2011, MDG Achievement and the Private Sector in Kenya: Case Study from Kenya, diakses dari www.undg.org/docs/12609/MDG-Achievement-and-the-Private-Sector-inKenya.pdf, 12 Oktober 2013
13
Bank meluncurkan Proyek Fanikisha yang menyediakan akses layanan keuangan, informasi dan pelatihan melek finansial bagi pengusaha perempuan. Selain itu, Bank Equity juga mendorong kesetaraan gender dengan menyediakan akses ke pendidikan universitas untuk anak laki-laki dan perempuan-perempuan terbaik di distrik-distrik di daerah operasi. Kesehatan. Bank Equity berinisiatif untuk berinvestasi dengan tujuan mengurangi penyebaran HIV / AIDS dan penyalahgunaan narkoba melalui program community outreach, Bank bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri untuk menciptakan kesadaran HIV / AIDS dan memberikan konseling baik tentang HIV / AIDS dan penyalahgunaan zat adiktif. Karyawan bank juga mendukung anak yatim dan anak di berbagai negara. Di tempat lain, Bank Equity telah bermitra dengan lembaga-lembaga seperti Meru Hospice di timur Kenya untuk menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat yang terinfeksi dan terkena dampak HIV / AIDS. Kelestarian lingkungan. Bank Equity berkomitmen untuk perlindungan lingkungan yang keberlanjutan. Dalam hal ini, bank telah berinvestasi dengan berpartisipasi dalam penanaman pohon, pembersihan lingkungan, di daerah operasinya. Kemitraan. Bank Equity juga telah bermitra dengan kelompok pemerintah dan non-pemerintah seperti Aliansi untuk Alliance for Green Revolution in Africa (AGRA), World Economic Forum (WEF), Business Alliance against Chronic Hunger (BAACH) dan Millennium Promise untuk membuat
14
kredit yang dapat diakses kepada petani dan sehingga membantu meningkatkan ketahanan
pangan
dan
memberikan
kontribusi
terhadap
pemberantasan
kemiskinan dan kelaparan. Kasus – kasus di atas mencerminkan bahwa inisiatif pemerintah sangat penting dalam merumuskan suatu kebijakan ataupun program-program yang berkonstribusi dalam pencapaian MDGs 2015, selain itu
membentuk suatu
kemitraan dengan sektor privat, masyarakat sipil dan stakeholder lainnya saling menguatkan satu sama lain dalam mencapai target – target MDGs karena masingmasing kelemahan yang dimiliki aktor dapat tertutupi. Dalam kasus Indonesia di mana aktivitas CSR telah diatur dan diwajibkan secara hukum, maka sektor swasta seperti MNC dapat berkonstribusi melalui program CSR mereka dan mengharmonisasikan target-target di dalam MDGs, melalui koordinasi langsung dengan pemerintah dalam hal ini kementerian ataupun lembaga lainnya untuk keefektifan program CSR dan MDGs. Penelitan-penelitian diatas juga memberikan panduan bagi penulis melihat konstribusi Aqua Danone melalui program CSR nya dalam upaya pencapaian target MDGs. dan penulis juga akan meninjau kemitraan yang dibentuk dengan pemerintah dalam hal ini kementerian terkait, komunitas masyarakat, ataupun stakeholder lainya dalam upaya mensukseskan pencapaian target-taget MDGs 2015.
15
1.4
Kerangka Teoritis/Konseptual
1.4.1 Teori Pilihan Rasional Penulis menggunakan teori pilihan rasional untuk menganalisis mengapa Danone AQUA terlibat dalam praktik CSR untuk mendukung pencapaian MDGs Indonesia ditinjau dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Secara umum, teori pilihan rasional berusaha mengembangkan aksiomaaksioma tentang pilihan terbaik dan preferensi yang selaras dengan basis kepentingan. Pilihan diambil atas kalkulasi untuk rugi, sehingga dapat memutuskan pilihan yang sesuai dengan alternatif yang paling menguntungkan. Dalam ilmu hubungan internasional rasionalitas atau pilihan rasional didefinisikan sebagai ―prosedur pembuatan keputusan yang dipandu dengan mendefinisikan situasi dengan hati-hati,menimbang tujuan, mempertimbangkan seluruh alternatif, dan memilih opsi yang paling mungkin untuk mencapai tujuan yang paling tertinggi‖18
Pilihan rasional bisa diaplikasikan pada seluruh entitas kolektif seperti perusahaan, partai politik, birokrasi sebagai aktor-aktor yang sama-sama digerakkan oleh definisi rasionalitas di atas. Charles W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf menggambarkan rational choice model sebagai rangkaian dari aktivitas pembuatan keputusan yang melibatkan tahapan intelektual yaitu: Problem
18
Charles W. Kegley, JR. dan Shanon L. Blanston, 2011, World Politics Trend and Transformation 2010-2011 edition. United States of America: Cengage Brain, hal. 196
16
Recognition and Definition, Goal Selection, Identification of Alternatives, dan menentukan Choice.19 1.
Problem Recognition Hal pertama yang diperlukan sebelum memutuskan pilihan ialah melihat
masalah eksternal dan mendefinisikan karakteristik yang membedakan; dalam hal ini pada faktor internal Danone Grup memandang terjadi kekosongan peraturan global (governance) bagi perusahaan agar dapat menjalankan operasinya selaras dengan upaya pencapaian (MDGs) dalam menangani isu-isu sosial, beberapa penjelasan global governance sebagai berikut Leon Gordenker dan Thomas Weiss, menggambarkan global governance sebagai ―efforts to bring more orderly and reliable responses to social and political issues that go beyond capacities of states to address individually".20 Penjelasan yang tidak jauh berbeda juga dijelaskan oleh Thomas G. Weiss and Ramesh Thakur, menurut mereka Global governance dijelaskan sebagai ―the sum of laws, norms, policies, and institutions that define, constitute, and mediate
trans-border
relations
between
states,
cultures,
citizens,
intergovernmental and nongovernmental organizations, and the market. It embraces the totality of institutions, policies, rules, practices, norms, procedures, and initiatives by which states and their citizens (indeed, humanity as a whole) try to bring more predictability, stability, and order to their responses to transnational
challenges—such
as
climate
change
and
environmental
degradation, nuclear proliferation, and terrorism—which go beyond the capacity of a single state to solve.‖21 19
Charles W. Kegley, JR. dan Shanon, ibid, hal. 196 Leon Gordenker and Thomas G. Weiss, “Pluralizing Global Governance: Analytical Approaches and Dimensions,” dalam Klaus Dingwerth and Philipp Pattberg, Global Governance as a Perspective on World Politics, Global Governance 12 (2006), 185–203, hal 195 21 Thomas G. Weiss and Ramesh Thakur Global Governance and the UN: An Unfinished Journey (2010). 20
17
Hal yang ditekankan dalam dua penjelasan di atas ialah keterlibatan berbagai aktor dalam merespon isu dalam hal ini di dalamnya termasuk non state actor, dan keterbatasan negara dalam hal ini di luar kapasitas negara menangani isu tersebut. Adapun faktor eksternal disebabkan resistensi masyarakat sekitar perusahaan yang mengganggu aktivitas bisnis perusahaan dan mengancama legimasi perusahaan untuk terus beroperasi. Raby (2005) memandang Resistensi sebagai an integral part of power relationships, of domination, subjugation and as such may be viewed from different ideological viewpoints. Adapun dalam pandangan modern resistance as an oppositional force to a dominant.22 2. Goal Selection Dalam tahapan ini ditentukan tujuan yang hendak dicapai.; berdasarkan masalah yang dihadapi jelas pada faktor eksternal tujuan Danone ialah terlibat dalam aktivitas global governance dan membantu pemerintah yang vakum di negara tempat perusahaan beroperasi dalam memenuhi barang publik (public goods) dalam upaya pencapaian MDGs. Public goods telah lama menjadi konsep sentral ekonomi publik. Samuelson mencirikan public goods dengan dua hal yaitu non-excludablity dan non-rivalry. Non-excludablity jika konsumsi barang seseorang tidak dihalangi dan non-rival jika konsumsi seseorang tidak mengurangi (habis) manfaat untuk konsumsi orang lain.23 penyediaan barang publik penting untuk mengamankan
22
Raby, R. (2005) ‗What is Resistance?‟, Journal of Youth Studies, Vol 8, no 2 Paul A.Samuelson, "The Pure Theory of Public Expenditure," Review Ofhnomics And Stotirtics 36 (November 1954) Dalam Séverine Deneulin And Nicholas Townsend, Public Goods, Global Public Goods And The Common Good. Esrc Research Group 23
18
kesejahteraan manusia di mana penyediaanya dapat dilakukan oleh pemerintah maupun diluar pemerintah. Adapun pada faktor internal tujuan perusahaan ialah meredam resistensi masyarakat yang hadir untuk mempertahankan legitimasi perusahaan dalam beroperasi demi menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan (survival). Menurut teori legitimasi24 perusahaan beroperasi dengan izin dari masyarakat, di mana izin ini dapat ditarik jika masyarakat menilai bahwa perusahaan tidak melakukan hal-hal yang diwajibkan kepadanya. dalam konteks ini CSR dipandang sebagai suatu kewajiban yang disetujui antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat telah memberikan izin kepada perusahaan untuk menggunakan sumber daya alam dan manusianya serta izin untuk melakukan fungsi produksinya (donaldson 1983). namun harus diingat bahwa izin tersebut tidaklaah tetap sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan bergantung pada bagaimana perusahaan secara terus menerus berevolusi dan beraptasi terhadap perubahan keinginan dan tuntutan dari masyarakat (Walden dan Schwartz,1997) 3. Identification of Alternative Rasionalitas menyaratkan semua pilihan kebijakan yang tersedia dan perkiraan cost yang berkaitan. Pada faktor eksternal Danone selalu menegaskan bahwa upaya-upaya pengembangan kemajuan sosial lingkungan merupakan komitmen, dan tanggung jawab moral perusahaan yang dilaksanakan dalam prinsip sukarela (voluntary). prinsip voluntary dijelaskan commision of the
24
Natalia Yakovleva, Corporate Social Responsibility In The Mining Industries, Ashgate: England 2005
19
european communities dalam gree paper sebagai "they are increasingly aware that responsible behaviour leads to sustainable business success"25 Hal ini terjadi ketika perusahaan berinisiatif berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari berbagai stakeholder dalam suatu keseimbangan yang dapat diterima semua pihak. 4. Choice Rasionalitas membutuhkan memilih preferensi tunggal yang menunjang untuk tercapainya tujuan atau kepentingan yang diinginkan. Pada tataran ini munculah insiatif-inisiatif program demi tercapainya tujuan utama diatas melalui tanggung jawab sosial perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan, diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam UUPT tersebut Tanggung jawab sosial dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3 yang menyebutkan bahwa “tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” Kotler dan Lee (2005) menyatakan26 ”corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contributions of corporate resources”." Lebih lanjut World
25
Commission Of The European Communities, 2002, Corporate Social Responsibility: A Business Contribution To Sustainable Development 26 Kotler dan Lee (2005) dalam Isa Wahyudi, & Busyra Azheri, 2011, Corporate Social Responsibility: Prinsip Pengturan dan Implementasi, Malang: Setara Press, hal 35
20
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) menjelaskan27 “corporate social responsibility as ‗business‘ commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large” Carrol memandang bahwa merupakan suatu konsekuensi bahwa lembaga atau organisasi tidak hanya beraktivitas dalam dimensi ekonomi tetapi juga dimensi lembaga sosial. Sebuah perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya ekonomi, tetapi juga tanggung jawab hukum, etika, dan filantropis atau dikenal model empat bagian CSR. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:28 1. Tanggung jawab ekonomi. (make a profit). Motif utama perusahaan adalah untuk menghasilkan keuntungan. keuntungan adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomis sebagai prasyarat untuk terus hidup (survive) dan berkembang 2. Tanggung jawab hukum. (Obey the law). Perusahaan harus mematuhi hukum. Dalam proses mencari keuntungan, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
27
Ibid hal 29 Archie B Carrol & Ann K. Buchholtz , 1999, Business and Society: Ethics and Stakeholder Management 4 edition, Mason: South-Western Cengage Learning, hal 33-38 28
21
3. Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, dan adil. Norma-norma masyarakat perlu menjadi acuan bagi perilaku organisasi perusahaan. (Be ethical.) 4. Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus mendapatkan keuntungan, mematuhi hukum, dan perilaku etis, perusahaan dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup untuk semua. (be good corporate citizen.). Pemilik dan karyawan yang bekerja di perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yaitu untuk perusahaan dan masyarakat.
Philanthropic Responsibilities Be a good corporate citizen Ethical Responsibilities Be ethical Legal Responsibilities Obey the Law Economic Responsibilities Be profitable
Gambar 1: Konsep Tanggung Jawab Sosial (CSR) Carrol Sehubungan dengan hal tersebut John Elkington mengemukakan CSR ke dalam tiga fokus: 3P (People, Planet, dan Profit). Perusahaan yang baik tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi juga memiliki kepedulian terhadap pelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan sosial (people). CSR adalah kesadaran, etika, dan kepedulian dari perusahaan yang
22
didasarkan pada tiga prinsip dasar yang dikenal sebagai triple bottom line, yaitu 3P:29 Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan dan keberlanjutan keanekaragaman hayati. Beberapa Program CSR yang bertumpu pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan, penyediaan air (sanitasi), perbaikan perumahan,
People.
Perusahaan
harus
memiliki
kepedulian
terhadap
kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR, seperti beasiswa bagi mahasiswa di sekitar perusahaan, pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat. Profit. Orientasi utama dari setiap kegiatan usaha jelas adalah mencari keuntungan
ekonomi
untuk
mendapatkan
tambahan
pendapatan
yang
memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
29
Penjelasan lebih lanjut dalam John Elkington, 1998, Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business, Gabriola Island, BC ; New Society Publishers, hal 69-92
23
Skema 1. Operasional Teori Pilihan Rasional
(faktor internal) Problem Recognition (faktor eksternal) regulatory vacuum, state capacity
resistensi komunitas
Goal global governance, public needs (MDGs)
legitimasi, survival perusahaan
Alternative identification morul duty(voluntary)
keberlangsungan perusahaan
Choices CSR Practices
24
1.4.2 Konsep Political CSR Political CSR merupakan konsep yang telah dikembangkan oleh Scherer dan Palazzo. “political CSR”, menunjukkan model governance yang diperpanjang oleh suatu pelaku bisnis (perusahaan) yang berkontribusi terhadap regulasi global dan menyediakan barang publik. Konsep ini merupakan pengembangan tentang politik global di mana pelaku swasta seperti perusahaan dan organisasi masyarakat sipil memainkan peran aktif dalam regulasi yang demokratis dan pengendalian transaksi pasar seperti dalam suatu global governance seperti dalam pandangan neoliberalisme.30 Konstribusi ini disebabkan kekosongan peraturan (governane), kapasitas suatu negara dalam memenuhi barang public yang menjadi tanggung jawabnya. Perusahaan memenuhi fungsi perlindungan yang awalnya dianggap sebagai tanggung jawab negara dan lembaga-lembaganya. Berpartisipasi dalam inisiatif governence, terlibat dalam proses pembahasan politik yang bertujuan untuk mengatur standar aktivitas bisnis global.31 Konsep ini penulis digunakan untuk menggambarkan peran-peran yang diambil oleh Danone AQUA dalam upaya pencapaiaan MDGs 2015 mulai dari keikutsertaan dalam global governance, dan penyediaan barang publik. Seperti dalam skema berikut ini
30
Andreas Georg Scherer dan Guido Palazzo, The New Political Role of Business in a Globalized World – A Review of a New Perspective on CSR and Its Implications for the Firm, Governance, and Democracy, Springer Fachmedien Wiesbaden 2012 31 Scherer dan Palazzo, ibid, hal 28
25
Skema 2. operasionalisasi Political CSR Scherer & Palazzo peran AQUA dalam pencapaian MDGs 2015
state vacum providing public needs
Danone AQUA
regulatory vacum set bisnis activity
MDGs 2015
1.4.3 Pedoman dan Indikator CSR Banyak institusi di seluruh dunia telah mengembangkan pedoman atau prinsip-prinsip CSR yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai patokan atau untuk mengorientasikan diri dalam melakukan CSR mereka. Namun dalam hal ini penulis hanya mengambil dua pedoman / prinsip-prinsip yang terkait dengan PMN dan MDGs.
26
a) Global Compact 32 Untuk mendukung komitmen internasional di bidang keamanan manusia dan MDGs, Sekjen PBB pada tahun 2000 telah mengundang sekitar 50 perusahaan internasional untuk bergabung, mendukung dan melibatkan diri dalam Global Compact yang bertujuan untuk memiliki prinsip-prinsip dasar yang mencakup hak asasi manusia, ketenagakerjaan buruh, perlindungan lingkungan, dan anti-korupsi. Hak Asasi Manusia Prinsip 1: Bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan internasional hak-hak asasi manusia, dan Prinsip 2: memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Tenaga Kerja Prinsip 3: Bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak perundingan bersama; Prinsip 4: penghapusan segala bentuk kerja paksa dan wajib; Prinsip 5: penghapusan pekerja anak secara efektif, dan Prinsip 6: penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan Lingkungan Prinsip 7: Bisnis harus mendukung pendekatan pencegahan untuk tantangan lingkungan;
32
United Nations Global Compact, The Then Principle, diakses dari http://www.unglobalcompact.org/AboutTheGC/TheTenPrinciples/index.html, 13 Oktober 2013
27
Prinsip 8: melakukan inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar dan Prinsip 9: mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah lingkungan. Anti Korupsi Prinsip 10: Bisnis harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuknya, termasuk pemerasan dan penyuapan. Sepuluh prinsip Global Compact PBB di bidang hak asasi manusia, perburuhan, lingkungan dan anti-korupsi merupakan hasil konsensus universal yang berasal dari: • The Universal Declaration of Human Rights • The International Labour Organisation's Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work • The Rio Declaration on Environment and Development • The United Nations Convention Against Corruption
b) ISO 2600033 ISO 26000 merupakan panduan dan standarisasi untuk CSR yang disediakan untuk sektor swasta dan publik dengan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan: ekonomi, lingkungan dan sosial. Hal ini untuk bertujuan membantu organisasi dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan. Dan lebih lanjut dimaksudkan untuk mendorong mereka mematuhi hukum,
33
ISO 26000: 2010 Guidance on Social Responsibility
28
mengakui bahwa kepatuhan terhadap hukum merupakan tugas pokok dari setiap organisasi dan merupakan bagian penting dari tanggung jawab sosial mereka. ISO 26000 menangani tujuh subyek inti tanggung jawab sosial didefinisikan dalam standar yang terdiri dari : 1) tatakelola organisasi; 2) hak asasi manusia; 3) praktik ketenagakerjaan; 4) lingkungan; 5) praktik operasi yang adil; 6) isu konsumen; 7) pelibatan dan pengembangan masyarakat.
Gambar 2. Tujuh Subjek Utama CSR ISO 26000
29
Tabel 1. Indikator ISO 26000.34 Hak-hak Asasi Manusia
Lingkungan
Kondisi yang menimbulkan risiko HAM
Pencegahan polusi
Penghindaran pelanggaran
Penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan
Hak-hak sipil dan politik Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim Proteksi lingkungan dan keragaman hayati dan restorasi habitat
Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat Pelibatan masyarakat Pendidikan dan kebudayaan Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan keterampilan Pengembangan dan akses atas teknologi Kesejahteraan dan peningkatan pendapatan Kesehatan Investasi sosial
Tabel 2. Matriks Target MDGs Melalui Panduan CSR35
Global Compact
ISO 26000
Target MDGs
Status Pencapaian
Hak Asasi
Pelibatan dan
Manusia
Pengembangan Masyarakat
MDG 2 Pendidikan
APM SD, proporsi murid
On Track
kelas 1 yang berhasil
34
Penulis hanya menggunakan tiga subjek utama beserta indikator-indikatornya yang kiranya memiliki relevansi dengan MDGs 35 Dalam matriks tersebut penulis hanya memfokuskan pada dua tujuan pembangunan milenium yang dipraktikan oleh Danone Aqua melalui CSR yaitu Pendidikan, dan Lingkungan. Adapun tujuan MDGs yang lain seperti Kemiskinan, Kesetaraan Gender, Mengurangi Tingkat Kematian Anak, Meningkatkan Kesehatan Ibu, Memerang HIV/AIDS, dan Kemitraan Global tidak penulis cantumkan. Status pencapaian MDGs penulis ambil dari laporan pencapaian MDGs tahun 2011 oleh Bappenas
30
menamatkan sekolah dasar, serta angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki yang semuanya sudah mendekati 100 persen. Lingkungan
Lingkungan
MDG 7 Lingkungan Proporsi rumah tangga
Menunjukkan
dengan akses berkelanjutan
kemajuan namun
terhadap sumber air minum
masih diperlukan
layak dan fasilitasi sanitasi
kerja keras
dasar layak di perkotaan dan
untuk
perdesaan.
mencapainya
31
1.5 Argumen Utama Sejalan dengan latar belakang, teori dan konsep yang telah dijelaskan di atas maka argumen utama dalam tesis ini ialah keterlibatan Aqua Danone dalam pencapaian MDGs melalui praktik CSR pada faktor internal disebabkan kekosongan regulasi global dan kevakuman pemerintah dalam memenuhi kebutuhan publik (problem recognition). Hal tersebut menginisiasi sektor privat dalam hal ini AQUA terlibat dalam aktivitas global governance untuk memenuhi barang publik (Goal), sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab moral perusahaan dengan prinsip sukarela (alternatif). Pemenuhan kebutuhan publik ini dapat diamati dari praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Danone AQUA untuk pencapaian target MDGs 2015 yang termanifestasi dalam bidang Pendidikan dan Lingkungan (Choices). Dan faktor eksternal disebabkan resistensi masyarakat sekitar perusahaan (problem recognition) yang mengancam legitimasi dan keberlangsungan bisnis perusahaan (goal), sehingga dengan memberikan program CSR kepada masyarakat mampu menjaga legitimasi dan kelangsungan bisnis perusahan (choices) Hal inipun sejalan dengan konsepsi Elkington yaitu perhatian perusahaan terhadap lingkungan (planet), masyarakat (people), dengan tetap bertanggung jawab pada kelangsungan bisnis perusahaan (profit). Dan konsepsi Carrol yaitu Ekonomi (profit), mematuhi hukum, etis, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (philanthropy) sebagaimana yang termaktub dalam targettarget MDGs 2015 melalui kemitraan pemerintah maupun stakeholder lainnya.
32
1.6. Metode Penelitian Penelitian mengenai analisis peran MNCs dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015; Studi Pada Danone AQUA Group merupakan penelitian kepustakaan. Selanjutnya untuk menunjang dan dan melengkapi data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini, maka dilakukan pula penelitian lapangan. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis kaena hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan gambaran yang jelas, menyeluruh dan sistematis mengenai objek penelitian. Adapun disebut analisis karena data yang telah dikumpulkan baik diperoleh dari penelitian pustaka dan penelitian lapangan dianalisis dengn mennggunakan metode analisis kualitatif. Adapun proses metode analisis kualitatif sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan Merupakan penelitian yang mencari, mengumpulkan dan memplejari data sekunder yang berhubungan dengan objek penelitian dengan bantuan buku-buku, hasil riset, laporan keberlanjutan AQUA Danone 2010-2012, pemberitaan media, dan lain-lain. Adapun yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka dalam keadaan siap terbuat dan dapat digunakan dengan segera. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan objek tujuan untuk memperoleh data primer yang berhubungan dengan objek
33
penelitian. Adapun yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama. -
Alat dan Lolaksi Penelitian Pedoman wawancara merupakan alat penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data primer, pedoman wawancara adalah pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang dijadikan sebagai bahan untuk dapat memudahkan dan mengendalikan data yang menjadi target dalam wawancara, metode wawancara bersifat terbuka dengan mengadakan tanya jawab secara langsung kepada objek penelitian guna memperoleh informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan. Wawancara dilakukan kepada beberapa masyarakat Desa Keboncandi dan Desa Winongan, Kabupaten pasuruan. Tempat berlangsungnya program School supporting programme dan Kampung Sehat Danone.
1.7. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini memaparkan dari Pendahuluan yang Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konseptual, Argumen Utama, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
34
BAB II PROBLEMATIKA PENCAPAIAN PROGRAM MDGS INDONESIA PADA TUJUAN KE 2 PENDIDIKAN & TUJUAN KE 7 LINGKUNGAN Bagian ini membahas mengenai problem yang dihadapi pemerintah baik secara nasional dan lokal dalam upaya mencapai MDGs 2015 di bidang pendidikan dan Lingkungan. Secara nasional seperti minimnya anggaran dalam pencapaian MDGs karena berbenturan dengan hutang luar negeri yang harus juga dibayarkan. Adapun secara lokal, ditinjau dari masih lemahnya komitmen pemerintah daerah seperti rendahnya anggaran dan fasilitas pendidikan dan sanitasi seperti yang terjadi dipasuruan dan di sukabumi untuk mencapai pencapaian MDGs 2015 BAB III PERAN DANONE AQUA DAN UPAYA PENCAPAIAN MDGS; TUJUAN
KE
2
PENDIDIKAN
DAN
TUJUAN
KE
7
LINGKUNGAN BAB ini membahas tentang peran yang diambil oleh AQUA Danone yang turut serta dalam pencapaian MDGs 2015 melalui praktik CSR sekaligus menjawab rumusan masalah pertama dalam penelitian ini. Dengan pembahasan kepada Program CSR Danone AQUA yang berkonstribusi dalam upaya pencapaian MDGs tujuan ke 2 pendidikan yaitu school supporting programme di Pasuruan, Program CSR untuk pencapaian MDGs ke 7 Lingkungan yaitu program Kampoeng Sehat Danone di Pasuruan dan penyediaan air bersih di Sukabumi.
35
BAB IV FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB KEIKUTSERTAAN AQUA DANONE DALAM PENCAPAIAN MDGs 2015; ANALISIS RATIONAL CHOICE Bagian ini membahas tentang faktor-faktor penyebab keikutsertaan AQUA Danone dalam pencapaian MDGs 2015 yang sekaligus menjawab rumusan masalah kedua dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Masing-masing faktor dijelaskan sesuai kerangka berpikir dalam penelitian ini menggunakan rational choice theory, dimulai dari problem of recognition, goal, identification of alternative, dan choices. Yang diakhir pembahasan menunjukkan gap motivasi perusahaan dari masing-masing faktor tersebut. BAB IV KESIMPULAN Memaparkan tentang kesimpulan serta pelajaran teoretik dan empirik dari penelitian ini.
36