BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Jati merupakan tanaman komersil yang tumbuh pada tanah sarang, terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan CāF, jumlah curah hujan rata-rata 1.200ā 2.000 mm per tahun, ketinggian mulai 0ā700 meter dari permukaan laut. Jati memiliki produktivitas dan kualitas tinggi. Kayu jati termasuk kelas awet II, dan kelas kuat II dengan berat jenis 0,67 (Martawidjaya, dkk., 1981). Karena sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis yang paling banyak digunakan, hal ini membuat permintaan pasar akan kayu jati semakin tinggi. Penanaman dan pengembangan jati secara luas dengan aplikasi Silvikultur Intensif (SILIN) akan memerlukan bibit unggul dalam jumlah banyak dan waktu yang tepat. Bibit yang digunakana dapat diperoleh dari hasil pembiakan secara generatif, vegetatif maupun kombinasi keduanya (Adriana, 2012). Penggunaan bibit unggul hasil perbanyakan vegetatif kini telah banyak dikembangkan
dalam pembuatan perhutanan klon. Stek pucuk merupakan
salah satu hasil pembiakan secara vegetatif sedangkan okulasi merupakan
1
2
kombinasi antara pembiakan generatif dan vegetatif melalui penyambungan stump dengan scion kualitas genetik unggul. Tanaman-tanaman baru yang dihasilkan dari pembiakan vegetatif identik satu dengan lainnya dan sama dengan induk asal materi pembiakan tanamannya namun salah satu kekurangannya adalah adanya kecenderungan sistem perakaran yang kurang kokoh karena tidak adanya akar tunggang yang tumbuh secara vertikal. Pada stek akar yang terbentuk sebagai respon dari pembiakan vegetatif merupakan akar adventif atau akar pengganti. Sedangkan okulasi merupakan penyambungan dengan tipe kayu yang mudah berakar atau dengan seedling yang telah memiliki akar. Dengan demikian akan diperoleh tanaman dengan batang atas yang diinginkan sedangkan batang bawahnya memiliki perakaran yang kuat (Winarni, 2009). Menurut Islami, T. dan Utomo, W. H. (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi sistem perakaran adalah jumlah perakaran (akar tunggang, akar cabang dan buku akar), panjang perakaran, volume perakaran, kedalaman perakaran, penyebaran perakaran dan umur perakaran. Selanjutnya Daniel dkk., (1987) menjelaskan struktur dan karakteristik sistem perakaran dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hasil pengamatan akar dapat dinyatakan per satuan tanaman satuan volume tanah dan per satuan luas tanah, parameter yang dapat diamati langsung adalah berat akar, jumlah akar dan panjang akar. Sedang luas permukaan akar dan volume akar biasanya diperoleh dengan
3
penaksiran, indeks yang dapat dibentuk dari berat akar adalah nisbah berat akar yaitu nisbah berat akar dengan biomassa total tanaman. Ini dapat digunakan untuk menjelaskan efisiensi akar dalam mendukung pembentukan biomassa total tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995 dalam Sihombing, 2008). Semai berkualitas baik dapat diperoleh dengan cara penggunaan bahan/ materi pertanaman yang berkualitas baik dan unggul yang ditunjang dengan adanya cara penanganan perlakuan dan pemeliharaan yang baik. Kualitas pertumbuhan semai maupun perakaran dapat dilihat dari morfologi dan fisiologinya dimana salah satu usaha untuk mendapatkan pertumbuhan semai yang baik dipengaruhi oleh ukuran polybag/ kontiner (container). Kontiner secara biologis berfungsi untuk wadah media semai yang merupakan sumber air, sumber udara dan sumber hara bagi perakaran semai; untuk melindungi semai
dari gangguan luar baik mekanis maupun non mekanis; untuk
membentuk perakaran menjadi lebih baik; meningkatkan daya tahan bibit dan pertumbuhan awal dikarenakan perakaran didalam kontiner tidak terganggu dan tetap melekat pada media. Sedangkan secara operasional/teknis adalah sebagai pembungkus semai dalam bentuk dan ukuran yang standar atau baku, sehingga memudahkan dalam penanganannya dan pengaturan selama di persemaian, pengangkutan semai di dalam kendaraan pengangkutan semai maupun penanamannya (Hardiwinoto, dkk., 2005).
4
Tujuan
akhir
dari
fungsi
hutan
produksi
yaitu
diperolehnya
produktivitas tegakan yang tinggi (volume kayu/ha yang tinggi). Langkahlangkah peningkatan prduktivitas (vol/ha) antara lain pengembangan material tanaman yang unggul, pemilihan lahan yang sesuai, pemeliharaan dan perlindungan hutan (Iskak, 2005). Pertimbangan pemberian ukuran kontiner yang tepat pada pembiakan stek pucuk dan okulasi merupakan salah satu upaya penyiapan kebutuhan bibit jangka panjang yang lebih berkualitas dalam kaitan peningkatan produktivitas. Perbanyakan bibit ini sebagai alat untuk memperbanyak hasil-hasil program pemuliaan sebagai upaya peningkatan kemampuan
adaptasi
terhadap
lingkungan
sehingga
dapat
lebih
menguntungkan. Hingga saat ini belum banyak diketahui ukuran kontiner yang paling tepat, yang dapat menghasilkan kualitas semai yang paling baik untuk pembiakan jati melalui stek dan okulasi. Oleh karena itu kajian tentang pengaruh ukuran kontiner terhadap pertumbuhan semai dan sistem perakaran stek pucuk dan okulasi jati merupakan studi yang sangat penting sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas semai dan sistem perakaran semai jati.
5
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh variasi ukuran kontiner terhadap kualitas semai jati yang berasal dari stek pucuk dan okulasi. 2. Mengetahui pengaruh variasi ukuran kontiner terhadap sistem perakaran jati yang berasal dari stek pucuk dan okulasi.
1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan ukuran kontiner untuk skala operasional pembuatan semai vegetatif jati.