PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN Indrabayu1), Nadjamuddin Harun2), M. Saleh Pallu3), Andani Achmad4), Fikha C.L5) 1,2,4,5) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin 3) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 Telp./Fax: (0411) 588111 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan sangat tinggi. Model prediksi curah hujan digunakan untuk berbagai kepentingan dan kekakuratannya menjadi penting terutama pada bidang-bidang khusus seperti pencegahan bencana banjir. Dalam penelitian ini prediksi hujan menggunakan parameter meteorologi lain yaitu temperatur dan kelembaban. Hasil menunjukkan kedua parameter tersebut memberikan tingkat kesalahan atau root mean square error berturut-turut dengan 0,0116 dan 0.0067. Ini menunjukkan kelembaban memiliki korelasi lebih tinggi terhadap kejadian hujan dibandingkan dengan temperatur. Hasil keakuratan prediksi intensitas hujan dengan radial basis function untuk tahun 2009 mencapai 81.37 % dengan RMSE rata-rata per tahun sebesar 0.20601. Ini tentunya lebih baik jika dibandingkan dengan back propagation yaitu RMSE rata-rata sebesar 0,24449. Kata Kunci:JST, prediksi hujan
Abstract Indonesia is a tropical country with a high rainfall intensity. Many purposes are rely on the accuracy of rain prediction, one of the main application is early warning sistem for flood. In this paper, precipitation forecasting comprise some meteorological parameters i.e. temperature and humidity. The result shows both parameter, temperature and humidity, has quite good correlation to rain forecasting which are 0,0116 and 0,0067 respectively. This shows the humidity has a higher correlation to rainfall than temperature. Rainfall prediction accuracy results with radial basis function for the year 2009 reached 81.37% with an average RMSE of 0.20601 per year. It's certainly better than the back propagation ie RMSE average of 0.24449. Keywords: JST, precipitation forecasting
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa serta dikelilingi oleh dua samudera dan dua benua. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Utara-Selatan) dikenal sebagai sirkulasi Hadley dan sirkulasi zonal (Timur-Barat) dikenal sebagai sirkulasi Walker, dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia. Pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o Lintang Utara ke 23.5o Lintang Selatan sepanjang tahun mengakibatkan timbulnya aktivitas moonson yang juga ikut berperan dalam mempengaruhi keragaman iklim. Pengaruh lokal terhadap keragaman iklim juga tidak dapat diabaikan, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi sangat beragam menyebabkan sistem golakan lokal cukup dominan. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap keragaman iklim di Indonesia ialah gangguan siklon tropis. Semua aktivitas dan sistem ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun akan tetapi besar pengaruh dari masing-masing aktivitas atau sistem tersebut tidak sama dan dapat berubah dari tahun ke tahun (Boer, 2003). Fenomena El-Nino dan La-Nina merupakan salah satu akibat dari penyimpangan iklim. Fenomena ini akan menyebabkan penurunan dan peningkatan jumlah curah hujan untuk beberapa daerah di Indonesia. Menurut Boer (2003) sejak tahun 1844 Indonesia telah mengalami kejadian kekeringan atau jumlah curah hujan di bawah rata-rata normal tidak kurang dari 43 kali. Dari 43 kali kejadian tersebut hanya 6 kali kejadiannya tidak bersamaan dengan kejadian fenomena El-Nino, hal ini menunjukkan bahwa keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ini.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE2 - 1
ISBN : 978-979-127255-0-6
Prediksi Curah Hujan dengan.... Arsitektur Elektro
Geologi
Indrabayu, Nadjamuddin Harun, M. Saleh Pallu, Andani Achmad, Fikha C.L Mesin Perkapalan Sipil
Prakiraan parameter klimatologi terutama hujan sudah menjadi kebutuhan nasional. Betapa tidak, bencana banjir akibat hujan yang turun dengan jumlah di atas normal atau bencana kekeringan akibat jumlah curah hujan yang berada di bawah normal, sering melanda wilayah Indonesia, bahkan disertai kerugian materi dan jiwa. Semua itu dapat diantisipasi dengan informasi yang akurat tentang berapa besar curah hujan yang akan turun di suatu tempat pada kurun waktu tertentu. Pembacaan pola curah hujan dapat dilakukan oleh model kecerdasan buatan (Artificial Inteligence) dengan menggunakan data historis mengenai parameter klimatologi. Penelitian yang pernah dilakukan, menggunakan Backpropagation Neural Network (Indrabayu, 2011), hasil peramalan dipandang masih dapat ditingkatkan keakurasiannya, oleh sebab itu pada penelitian kali ini digunakan metode Radial Basis Function Neural Network dengan harapan dapat memberikan hasil peramalan curah hujan yang lebih baik.
KONSEP HUJAN DAN PREDIKSINYA DENGAN JST RBF Kepulauan maritim Indonesia yang berada di wilayah tropik memiliki curah hujan tahunan yang tinggi, curah hujan semakin tinggi di daerah pegunungan. Curah hujan yang tinggi di wilayah tropik pada umumnya dihasilkan dari proses konveksi dan pembentukan awan hujan panas. Pada dasarnya curah hujan dihasilkan dari gerakan massa udara lembab ke atas. Agar terjadi gerakan ke atas, atmosfer harus dalam kondisi tidak stabil. Kondisi tidak stabil terjadi jika udara yang naik lembab dan lapse rate udara lingkungannya berada antara lapse rate adiabatik kering dan lapse rate adiabatik jenuh. Jadi kestabilan udara ditentukan oleh kondisi kelembaban. Karena itu jumlah hujan tahunan, intensitas, durasi, frekuensi dan distribusinya terhadap ruang dan waktu sangat bervariasi. Karena proses konveksi, intensitas curah hujan di wilayah tropik pada umumnya tinggi. Sementara itu di Indonesia, presentase curah hujan yang diterima bervariasi antara 8 % sampai 37 % dengan rata-rata 22 %. Sebagai perbandingan nilai tertinggi di Bavaria, Jerman adalah 3.7 %. Di Bogor, lebih dari 80 % curah hujan yang diterima terjadi dengan curah paling sedikit 20 mm. Partikel Hydrometeor Hydrometeor dengan diameter sekitar 0.5 mm turun ke bumi berupa partikel-partikel air. Disebut hujan jika partikelpartikel air tersebut jatuh sampai ke tanah. Jika tidak karena menguap sebelum sampai ke tanah, partikel-partikel itu disebut Vigra. Dalam definisi lain, hujan dapat didefinisikan sebagai uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi. Hujan adalah salah satu bentuk kelanjutan dari uap air yang berasal dari awan pada lapisan atmosfer. Bentuk lainnya adalah salju dan es. Proses jatuhnya uap air sebagai titik-titik hujan memerlukan titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini sifatnya mengambil uap air dari udara. Satuan hujan internasional adalah millimeter atau inchi. Untuk Indonesia, satuan curah hujan yang digunakan adalah millimeter (mm)/jam. Curah hujan adalah pendekatan untuk mengetahui ‘banyaknya’ hujan yang turun di permukaan bumi dalam satuan waktu. Curah hujan dihitung berdasarkan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak teresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter artinya dalam luasan satu meter persegi tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung sebanyak satu liter. Meskipun berada dekat pada garis khatulistiwa, Indonesia tidak memiliki curah hujan yang sama pada setiap wilayah. Berdasarkan data BMKG, distribusi rata-rata curah hujan bulanan terbagi ke dalam tiga pola hujan, yaitu: a. Pola Hujan Monsoon Wilayah di bawah pola hujan ini memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau dengan ciri memiliki satu puncak musim hujan. b. Pola Hujan Equatorial Ciri pola hujan ini adalah dua puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kriteria musim hujan. Dua puncak hujan biasa terjadi pada bulan Maret atau Oktober. c. Pola Hujan Lokal Pola hujan lokal memiliki distribusi hujan bulanan berkebalikan dengan pola monsun. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsoon. Pada kondisi normal, daerah yang bertipe hujan monsoon akan mendapatkan jumlah curah hujan yang berlebih pada saat Monsoon Barat (DJF) disbanding saat Monsoon Timur (JJA). Pengaruh Monsoon di daerah yang memiliki pola curah Hujan Equatorial kurang tegas akibat pengaruh insolasi pada saat terjadi ekinoks. Demikian pula pada daerah yang memiliki pola curah hujan lokal yang lebih dipengaruhi oleh efek Orografi.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE2 - 2
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai sebelah timur. 2. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur. Sebagai contoh, deretan pulaupulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat. 3. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600 – 900 m di atas permukaan laut. 4. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jatuh pada musim pancaroba. Demikian juga halnya di daerahdaerah rawa yang besar. 5. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur seperti: a) Pantai barat Pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada Bulan November b) Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan Desember. c) Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari – Februari. 6. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim hujannya berbeda, yaitu bulan MeiJuni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami musim kering. Batas daerah hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120º Bujur Timur. Model Dasar Jaringan Syaraf Tiruan Mengadopsi esensi dasar dari sistem syaraf biologi, syaraf tiruan digambarkan sebagai berikut: Menerima input atau masukan (baik dari data yang dimasukkan atau dari output sel syaraf pada jaringan syaraf). Setiap input datang melalui suatu koneksi atau hubungan yang mempunyai sebuah bobot (weight). Setiap sel syaraf mempunyai sebuah nilai ambang. Jumlah bobot dari input dan dikurangi dengan nilai ambang kemudian akan mendapatkan suatu aktivasi dari sel syaraf (post synaptic potential, PSP, dari sel syaraf). Sinyal aktivasi kemudian menjadi fungsi aktivasi / fungsi transfer untuk menghasilkan output dari sel syaraf. Jika tahapan fungsi aktivasi digunakan (output sel syaraf = 0 jika input < 0 dan 1 jika input >= 0) maka tindakan sel syaraf sama dengan sel syaraf biologi yang dijelaskan diatas (pengurangan nilai ambang dari jumlah bobot dan membandingkan dengan 0 adalah sama dengan membandingkan jumlah bobot dengan nilai ambang). Biasanya tahapan fungsi jarang digunakan dalan Jaringan Syaraf Tiruan. Fungsi aktivasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Blok Diagram Sistem (Kusumadewi, 2004) Keterangan: aj : Nilai aktivasi dari unit j wj,i : Bobot dari unit j ke unit i ini : Penjumlahan bobot dan masukan ke unit i g : Fungsi aktivasi ai : Nilai aktivasi dari unit i
PARAMETER, ALUR PENELITIAN DAN ASUMSI YANG DIGUNAKAN Pada sub bahasan ini akan diulas tentang prosedur perancangan dan pembuatan sistem prediksi dengan metode Radial Basis Function Neural Network yang digunakan untuk memprediksi cuaca jangka pendek (harian) dengan lima variabel, dimana variabel tersebut diukur dan direkam oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Hasanuddin - Makassar. Adapun alur penelitian dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE2 - 3
ISBN : 978-979-127255-0-6
Prediksi Curah Hujan dengan.... Arsitektur Elektro
Geologi
Indrabayu, Nadjamuddin Harun, M. Saleh Pallu, Andani Achmad, Fikha C.L Mesin Perkapalan Sipil Mulai
Pengambilan data
Perancangan Sistem Radial Basis Function Neural Network dengan menggunakan aplikasi Matlab R2008a Prediksi curah hujan dengan Sistem Radial Basis Function Neural Network
Perbandingan dengan hasil prediksi metode BPNN
Analisa dan Pembuatan Laporan
Selesai Gambar 2. Alur Penelitian Pengambilan Data Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengambilan data, dimana data diperoleh dari BMKG Wilayah IV Makassar yang diukur dan direkam oleh BMKG Bandara Hasanuddin -Makassar. Data yang diperoleh terdiri dari lima unsur cuaca yaitu curah hujan, kecepatan angin, temperatur, tekanan udara, dan kelembaban. Kelima unsur cuaca tersebutlah yang akan dijadikan sebagai input pada metode prediksi Radial Basis Function Neural Network. Data yang diperoleh adalah data observasi harian lima unsur cuaca di kota Makassar. Selanjutnya data ini akan dikelompokkan berdasarkan bulan yang sama untuk meramalkan curah hujan bulan yang sama untuk tahun kedepan. Sebelum membuat prediksi hal pertama dilakukan adalah membuat proses pelatihan, menentukan pola masukan dan target yang diinginkan. Data yang telah dikelompokkan dari tahun 2004 sampai 2010 akan dijadikan input dan beberapa curah hujan tahun 2008 dan 2009 akan dijadikan sebagai taget pelatihan. Dan data curah hujan 2010 dijadikan sebagai data validasi untuk mengetahui kehandalan sistem ramalan RBFNN. Setelah mendapatkan input dan target, dilakukan tahap pelatihan, validasi, dan prediksi menggunakan metode Radial Basis Function Neural Network memakai software Matlab R2008a. Perancangan Sistem Radial Basis Function Neural Network Pemilihan metode penelitian sistem Radial Basis Function Neural Network dilakukan dengan pertimbangan sifatnya yang mampu menghasilkan output dengan tingkat akurasi yang tinggi dan waktu pelatihan yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan metode lainnya. Sistem RBFNN menghasilkan prediksi curah hujan dalam bentuk nilai kuantitatif yaitu hasil prediksi berupa numerik. Setelah pengambilan data, kemudian dilakukan perancangan sistem Radial Basis Function Neural Network menggunakan aplikasi Matlab R2008a. Perancangan sistem Radial Basis Function Neural Network terdiri dari 2 tahap sebelum memprediksi, yaitu tahap pelatihan dan tahap validasi. Pengolahan Data Inputan Data variabel input terdiri dari lima variabel unsur klimatologi yang diperoleh dari BMKG yang terdiri dari curah hujan, kecepatan angin, kelembaban, tekanan, dan temperatur. Data variabel input terlebih dahulu digolongkan sesuai unsur iklimnya masing-masing. Sebagai contoh, parameter angin dikelompokkan dari tahun 2004 hingga 2010 agar mempermudah dalam proses load data, seperti itu pula dalam pengolahan pada parameter hujan, tekanan, kelembaban, dan temperatur. Setelah di kelompokkan data akan dibagi menjadi data inputan, data target, dan data uji. Data dari tahun 2004 hingga 2008 digunakan sebagai data inputan. Data dari tahun 2005 hingga 2009 digunakan sebagai data uji. Untuk data inputan dan data uji terdiri dari 3 variabel, yaitu : Curah hujan, Kelembaban dan Temperatur. Sedangkan untuk data target adalah data curah hujan pada tahun 2009.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE2 - 4
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Normalisasi dan Denormalisasi Sebelum melakukan pelatihan dalam sistem Radial Basis Function Neural Network data input dan data uji akan di normalisasi. Normalisasi ini bertujuan untuk mendapatkan data dengan ukuran yang lebih kecil yang mewakili data yang asli tanpa kehilangan karakteristik sendirinya [10]. Rumus dari normalisasi yaitu: Normalisasi= (X-min)/(max-min) X = data Min = data minimum Max = data maksimum Sedangkan denormalisasi adalah mengembalikan ukuran data yang telah dinormalisasi sebelumnya untuk mendapatkan data yang asli. Denormalisasi dilakukan pada hasil keluaran dari pelatihan berupa prediksi curah hujan. Adapun rumus dari denormalisasi yaitu sebagai berikut : Denormalisasi=Y (max-min)+min Y = hasil keluaran dari pelatihan Min = data minimum Max = data maximum Pelatihan RBF-NN Sebelum Radial Basis Function Neural Network melakukan proses prediksi curah hujan, terlebih dahulu dilakukan proses pelatihan. Proses pelatihan pada metode ini ada tiga tahapan, yaitu pemasukan data variabel input pada saat proses pelatihan, pengaturan nilai spread dan neuron/epoch dan perhitungan nilai error. Proses pengaturan nilai spread dan epoch bertujuan untuk meminimalisasi nilai error yang sesuai dengan data yang aktual dari aslinya. Langkah - langkah dalam proses pelatihan Radial Basis Function Neural Network adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Me-load data input dari tahun 2004-2008 yang terdiri dari 3 parameter (hujan, kelembaban, temperatur) dan data target yang terdiri dari curah hujan 2009. Melakukan proses normalisasi data untuk mendapatkan interval data dari 0 sampai 1 Membuat inisialisasi jaringan yang akan dilatih untuk memprediksi data yang akan datang dengan fungsi di Matlab, NEWRB Proses pelatihan jaringan dengan menggunakan fungsi train pada aplikasi Matlab. Proses pelatihan ini dilakukan agar sistem ini dapat mempelajari pola data dari tahun 2004-2008 hingga mendapatkan performansi dan persentasi pencapaian target tahun 2009 yang terbaik.
Pada struktur jaringan Radial Basis Function Neural Network yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 lapisan yaitu lapisan masukan (input layer) sebanyak 20 neuron, lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer) sebanyak 1 neuron. Penentuan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi dilakukan dengan cara mencobacoba (trial and error), hingga mendapatkan nilai error yang kecil dan waktu pelatihan yang cepat. Jumlah neuron lapisan tersembunyi sama dengan nilai epoch pelatihan. Jumlah maksimal neuron sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Pada metode Radial Basis Function Neural Network hasil train sedikit berbeda dengan metode lain. Dimana hasil trainnya 100% mirip dengan target data. Sehingga dalam metode ini langsung dilakukan validasi hasil prediksi dengan data actual dari BMKG. Validasi data digunakan untuk melihat kehandalan sistem ini dalam peramalan dengan mencocokkan hasil keluaran dengan data aktual per hari dari BMKG. Apabila hasil keluaran sistem medapatkan nilai RMSE yang terkecil, maka hasil pelatihan digunakan untuk meramalkan curah hujan kedepan. Apabila RMSE yang diperoleh masih besar maka perlu peninjauan kembali terhadap proses sebelumnya. Langkah-langkah dalam proses validasi dengan Radial Basis Function Neural Network adalah sebagai berikut: 1. Me-load data uji dari tahun 2005-2009 yang terdiri dari 5 variabel parameter (hujan, kelembaban, temperatur). 2. Melakukan proses normalisasi data untuk mendapatkan interval data 0 sampai 1. 3. Memasukkan net hasil pelatihan Radial Basis Function Neural Network sebelumnya. 4. Melakukan proses prediksi curah hujan tahun 2010. 5. Melakukan proses denormalisasi curah hujan untuk mengembalikan ke nilai sebenarnya. 6. Menghitung nilai RMSE (Root Mean Square Error) dari data actual curah hujan 2010 dengan curah hujan hasil prediksi.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE2 - 5
ISBN : 978-979-127255-0-6
Prediksi Curah Hujan dengan.... Arsitektur Elektro 7.
Geologi
Indrabayu, Nadjamuddin Harun, M. Saleh Pallu, Andani Achmad, Fikha C.L Mesin Perkapalan Sipil
Jika RMSE masih besar maka akan di latih ulang dengan mencoba-coba (trial and error) untuk mendapatkan net baru, hingga menghasilkan RMSE terkecil.
Adapun rumus RMSE (Root Mean Square Error ) sebagai berikut : RMSE= √(1/N ∑_(i=1)^n▒〖(P-a)^2 〗)/(Pmax-Pmin) Dimana: P = data aktual a = hasil prediksi N = jumlah data Pmax = Nilai tertinggi dari data actual Pmin = Nilai terendah dari data actual
SIMULASI DAN HASIL Analisis Pengolahan Variabel Input pada Radial Basis Function Neural Network Proses prediksi curah hujan pada sistem ini menggunakan 3 variabel input yaitu temperatur, kelembaban, dan curah hujan. Sebelum memasuki tahap pelatihan menggunakan metode Radial Basis Function Neural Network, dilakukan proses normalisasi data input dan target terlebih dahulu dengan skala 0 sampai dengan 1. Normalisasi ini bertujuan untuk mendapatkan data dengan ukuran yang lebih kecil dan mewakili data yang asli tanpa kehilangan karakteristiknya. Adapun contoh hasil normalisasi pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Contoh Hasil Normalisasi Data Hujan Pada Bulan Februari 2010 Hasil Normalisasi Hujan Februari 2010 Tgl
Hasil Normalisasi
Tgl
Hasil Normalisasi
Tgl
Hasil Normalisasi
Tgl
Hasil Normalisasi
1
0.1262
8
0
15
0.0513
22
0.0532
2
0.0138
9
0
16
0.0108
23
0.0049
3
0.0473
10
0
17
0
24
0.0089
4
0.0404
11
0.0197
18
0.0089
25
0.0217
5
0.0463
12
0.0868
19
0
26
0.0424
6
0.0207
13
0.1015
20
0
27
0.0118
7
0
14
0.003
21
0.002
28
0.0099
Analisis Hasil Prediksi Curah Hujan Tahun 2009 dan 2010 Menggunakan Metode Radial Basis Function Neural Network Proses prediksi ini menggunakan metode Radial Basis Function Neural Network, sebab pada metode ini, selain tingkat keakuratan yang tinggi, kecepatan melatih data cukup cepat dibandingkan dengan metode lainnya. Data yang di training pada prediksi curah hujan ini adalah data variabel input (kelembaban, temperatur, tekanan, dan curah hujan) dari tahun 2004 sampai 2007. Sedangkan data target yang digunakan adalah data curah hujan tahun 2008. Setelah dilatih dalam sistem Radial Basis Function Neural Network dan mendapatkan nilai Root Mean Square Error (RMSE) yang terkecil, dilakukan prediksi curah hujan 2009 dengan menggunakan data uji 2005 sampai 2008 (kelembaban, temperatur, tekanan, dan curah hujan) serta net yang dihasilkan pada pelatihan yang menghasilkan RMSE terkecil.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE2 - 6
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Gambar 3. Grafik Perbandingan Data Aktual Curah Hujan pada Bulan Januari 2009 dengan Data Hasil Prediksi Metode RBFNN Untuk mengetahui perbandingan tingkat keakuratan kinerja dari prediksi metode Radial Basis Function Neural Network dapat dilihat dari nilai Root Mean Square Error (RMSE). 1
√ ∑𝑛𝑖=1(𝑃 − 𝑎)2 𝑅𝑀𝑆𝐸 = Dimana : N P a Pmax Pmin
𝑁
𝑃𝑚𝑎𝑥 − 𝑃𝑚𝑖𝑛
: Jumlah data masukan : Nilai aktual curah hujan bulan April : Nilai hasil prediksi curah hujan bulan April : Nilai maksimal data aktual curah hujan bulan April : Nilai minimum data aktual curah hujan bulan April
Perbandingan Hasil Prediksi Metode Radial Basis Function Neural Network dengan Backpropagation Neural Network Perbandingan kedua metode ini akan dilihat berdasarkan nilai RMSE tiap bulan. Berikut ini gambar grafik perbandingan hasil prediksi curah hujan Januari 2009 yang menggunakan metode Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) dengan Metode Backpropagation Neural Network (BPNN):
Gambar 4. Grafik Perbandingan Prediksi Hujan Januari 2009 metode RBFNN dan BPNN Gambar 4 menunjukkan perbandingan antara hasil prediksi hujan pada bulan Januari 2009 dengan data aktual BMKG tahun 2009 dimana garis biru merupakan data aktual, garis merah merupakan hasil prediksi metode RBFNN dan garis
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE2 - 7
ISBN : 978-979-127255-0-6
Prediksi Curah Hujan dengan.... Arsitektur Elektro
Geologi
Indrabayu, Nadjamuddin Harun, M. Saleh Pallu, Andani Achmad, Fikha C.L Mesin Perkapalan Sipil
hijau merupakan hasil prediksi metode BPNN. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa hasil prediksi RBFNN lebih baik dibandingkan dengan BPNN. Berikut hasil perhitungan RMSE dalam setahun : Tabel 2. Perbandingan RMSE RBFNN, BPNN pada tahun 2009 RMSE Tahun 2009 BULAN RBFNN BPNN Januari 0.2422 0.3127 Februari 0.2436 0.2583 Maret 0.2554 0.2304 April 0.2149 0.2439 Mei 0.2281 0.2444 Juni 0.1599 0.1997 Juli 0.2521 0.5202 Agustus 0 0 September 0.2387 0.1905 Oktober 0.1840 0.2548 November 0.1858 0.1798 Desember 0.2675 0.2992
Dari Tabel 2 diatas, dapat dilihat RMSE tiap bulan pada tiap metode prediksi tahun 2009. Dimana nilai RMSE metode Radial Basis Function Neural Network lebih baik dibandingkan dengan metode Backpropagation Neural Network.
SIMPULAN DAN POTENSI PENELITIAN KE DEPAN Dari penelitian prediksi intensitas hujan menggunakan jaringan syaraf tiruan Radial Basis Function Neural Network maka dapat disimpulkan bahwa : Hasil keakuratan prediksi intensitas hujan pada tahun 2009 mencapai 81.37 % dengan RMSE rata-rata per tahun sebesar 0.20601. Hasil keakuratan prediksi intensitas hujan pada tahun 2010 mencapai 69.86% dengan RMSE rata-rata per tahun sebesar 0.2549. Hasil keakuratan sistem lebih rendah di tahun 2010 disebabkan karena adanya fenomena La Nina yang telah mempengaruhi kondisi cuaca di atmosfer Indonesia. Ditinjau dari keakurasian data, Radial Basis Function lebih unggul jika dibandingkan dengan Backpropagation Neural Network. Diharapkan penelitian ke depan dapat menggunaan metode optimasi data untuk menghasilkan tingkat keakuratan yang lebih tinggi, seperti Swarm Optimization, Wavelet Neural, Genethic Algorithm.
DAFTAR PUSTAKA Indrabayu, 2011. “Jaringan Sarat Tiruan dan Fuzzy Untuk Memprediksi Curah Hujan”, Seminar Nasional Forum Komunikasi Teknik Elektro Indonesia. Kusumadewi, Sri.2004, Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Matlab & Excel Link. Graha Ilmu. Fei, Fu. Zhang Jian. Zhou Bao Qi.,2010 “Forecasting of Precipitation by RBF Neural Network and Particle Swarm Optimization”. ICCET, IEEE conference. Siang, jj, 2005, Jaringan syaraf tiruan dan pemrogramannya menggunakan matlab. Yogyakarta: andi yogyakarta.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE2 - 8
Volume 6 : Desember 2012