3 PEWILAYAHAN CURAH HUJAN
Pendahuluan Daerah prakiraan musim (DPM) merupakan daerah dengan tipe hujan yang memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan pola hujan bulanannya selama satu tahun dan ditentukan menurut hasil penelitian pemetaan tipe hujan di Indonesia (Suciantini 2004). DPM yang dimiliki oleh BMG saat ini berjumlah 101 DPM dengan 63 DPM berada di Jawa dan di luar Jawa. Istilah DPM ini sekarang lebih dikenal dengan istilah ZOM (zona musim). Daerah prakiraan musim BMG tidak mencakup seluruh wilayah di Indonesia, karena sulitnya penentuan permulaan musim sehingga terjadi kerancuan informasi setiap penerbitan prakiraan musim. Berdasarkan data tahun 1961-1990, DPM untuk Indramayu sebelum tahun 2002 dibagi dalam dua DPM yakni DPM 6 (Indramayu bagian utara) dan DPM 7 (Indramayu bagian selatan) (Haryoko 2004). DPM 6 meliputi wilayah bagian utara Indramayu, dengan luas area sekitar 122.025 ha dan wilayah bagian selatan Indramayu dengan luas area sekitar 81.986 ha tergabung dalam DPM7. Keragaman curah hujan pada kedua DPM cukup tinggi, sehingga prakiraan yang dikeluarkan oleh BMG untuk kedua DPM tersebut seringkali tidak mewakili kondisi pada luasan yang lebih kecil yakni wilayah kecamatan. Beberapa penelitian tentang pewilayahan di Indramayu telah dilakukan, di antaranya Haryoko (2004) melakukan pewilayahan sebanyak 6 DPM. Setiap DPM diwakili oleh suatu pola yang mewakili wilayah tertentu. Pewilayahan tersebut dianggap masih mempunyai keragaman yang cukup tinggi, oleh karena itu, Suciantini (2004) melakukan pewilayahan curah hujan dengan 8 DPM. Sementara itu, Wigena (2006) mendapatkan 5 DPM dan Sutikno (2008) 7 DPM (ZOM). Analisis gerombol sering digunakan untuk mengelompokkan lokasi curah hujan. Dalam penelitian ini dilakukan pewilayahan curah hujan dengan analisis komponen utama (AKU) dan analisis gerombol dengan mempertimbangkan arah angin untuk melakukan deliniasi pada wilayah yang terbentuk.
32
Analisis Gerombol Analisis gerombol merupakan suatu teknik yang mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimilikinya (Mattjik & Sumertajaya 2011). Algoritma gerombol harus dapat memaksimalkan perbedaan relatif gerombol terhadap variasi dalam gerombol. Dua metode paling umum dalam algoritma gerombol yakni metode hirarkhi dan metode nonhirarkhi. Dalam metode aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai gerombol tersendiri sehingga terdapat gerombol sebanyak jumlah observasi. Kemudian dua gerombol yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu gerombol baru, sehingga jumlah gerombol berkurang satu pada tiap tahap. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi menjadi gerombol sendiri-sendiri. Metode aglomerasi dalam pembentukan gerombol ini, yakni pautan lengkap disebut juga pendekatan tetangga terjauh yang menghitung jarak maksimum. Beberapa metode penggabungan yang seringkali digunakan dalam pembentukan gerombol ini yakni complete linkage, average linkage, Wards (Bunkers et al. 1996); complete linkage (BMG 2003); Ward dan Centroid (Wigena 2006).
Analisis profil Analisis profil merupakan suatu bagian dari pengujian hipotesis terhadap nilai tengah dari peubah ganda (multivariate) dengan menggunakan prinsip grafik (Morrison 1990). Dalam analisis profil yang diuji yakni kesejajaran profil, keberhimpitan dan kesejajaran dengan sumbu datar (kesamaan besaran). Jika sejajar, maka pengaruh antar wilayah yang terbentuk tersebut tidak ada. Jika berhimpit, maka nilai tengah wilayah pada setiap bulannya akan sama. Jika sejajar dengan sumbu datar, maka wilayah memiliki nilai tengah yang sama untuk setiap bulan. Model umum dalam analisis profil dinyatakan sebagai berikut.
dengan X matriks rancangan berdimensi (N x t), B matriks parameter berdimensi (t x p), dan
matriks galat berdimensi (N x 1). Sedangkan Y
33
merupakan matriks peubah tak bebas berdimensi (N x 1). Dengan jumlah wilayah,
= bulan, t =
= jumlah lokasi curah hujan (stasiun curah hujan) ke-i dan
Berdasarkan model bentuk umum tersebut pengujian hipotesis dinyatakan seperti berikut. 1 Uji Kesejajaran Bentuk umum hipotesis untuk uji kesejajaran,
dengan
C merupakan matriks kontras.
Misalkan
rata-rata wilayah dengan
dengan
dan
rata-rata curah hujan di wilayah 1,
wilayah 2.
rata-rata curah hujan di
adalah matriks koragam gabungan. Hipotesis nol ditolak jika
dengan
.
2 Uji Keberhimpitan Bentuk hipotesis untuk dua populasi
Pengujian
hipotesis ini baru dapat dilakukan setelah uji pada kesejajaran dapat diterima. Misalkan
rata-rata wilayah dengan
dan
rata-rata curah
34
hujan di wilayah 1,
rata-rata curah hujan di wilayah 2.
adalah
matriks koragam gabungan.
Hipotesis nol ditolak jika nilai dari statistik uji 3
.
Uji Kesamaan Jika profil-profil berhimpit, maka seluruh observasi berasal dari
populasi normal yang sama. Selanjutnya, dilakukan pengujian apakah curah hujan setiap bulan memiliki nilai rataan yang sama. keberhimpitan dapat diterima, maka vektor rataan
Jika kesejajaran dan
(dari dua populasi normal)
observasi. Formulasinya dapat
dapat diduga dengan menggunakan dinyatakan sebagai berikut.
Jika profil itu sama, maka dapat dinyatakan dengan
dan bentuk hipotesis nolnya , C merupakan matriks kontras yang
sama seperti pada saat melakukan uji kesejajaran. Statistik uji untuk pengujian kesamaan dapat dinyatakan sebagai berikut.
adalah matriks koragam. Hipotesis nol ditolak jika
.
Metode Data curah hujan yang dipergunakan dalam penelitian merupakan data lengkap dan merupakan data median bulanan dari masing-masing stasiun curah hujan. Data median dipergunakan karena persentase pencilan antara 0.88% sampai dengan 8.29%. Tahapan yang dilakukan dalam pewilayahan curah hujan ditunjukkan pada Gambar 17. Analisis komponen utama dilakukan terhadap 12 peubah curah hujan (untuk mereduksi dimensi agar tidak terjadi redundansi antar peubah), sebagai input matriksnya digunakan nilai korelasi sedangkan penentuan banyaknya komponen utama digunakan scree plot.
35
Selanjutnya, mengelompokkan lokasi-lokasi curah hujan dengan analisis gerombol hierarki yang dapat dinyatakan dalam bentuk dendogram. Pengujian dilakukan dengan multivariate analysis of varians (MANOVA) untuk menguji apakah terdapat perbedaan antar wilayah yang terbentuk. Langkah berikutnya, melakukan analisis profil.
Gambar 17 Diagram alir proses pewilayahan Hasil dan Pembahasan Persentase keragaman dapat dijelaskan melalui lima komponen utama sebesar 84.99% dengan scree plot yang ditunjukkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Scree plot
36
Score lima komponen ini digunakan di dalam analisis gerombol dengan pautan lengkap. Berdasarkan analisis gerombol ini diperoleh pewilayahan curah hujan seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Pewilayahan curah hujan Wilayah 1
2 3
Stasiun Curah Hujan Anjatan, Bugel, Tulung Kacang, Karang Asem, Lawang semut, Wanguk, Gabus Wetan, Cikedung, Tugu, Sukadana, Bondan, Sumur Watu, Kroya Salam Darma, Gantar Jatibarang, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Lohbener, Sudi Mampir, Krangkeng, SudiKampiran, Losarang, Cidempet, Bangkir, Indramayu
Selanjutnya ketiga wilayah yang terbentuk diuji kesamaan rata-ratanya. Hasil uji ini menunjukkan bahwa rata-rata ketiga wilayah berbeda. Pola curah hujan dengan pewilayahan ini ditunjukkan seperti pada Gambar 19.
(a)
(b)
(c) Gambar 19 Pola curah hujan (a) wilayah 1, (b) wilayah 2, (c) wilayah 3
Pola curah hujan bulanan untuk setiap wilayah ada pada Lampiran 2. Selanjutnya, dilakukan analisis profil untuk melihat kemiripan wilayah yang dibandingkan. Pengujian analisis profil dilakukan untuk menguji kesejajaran, keberhimpitan dan kesamaannya pada masing-masing kombinasi 2 wilayah wilayah yakni wilayah 1 dan 2, wilayah 1 dan 3 serta wilayah 2 dan 3 (Gambar 20).
350
Wilayah 1 Wilayah 2
250
Nilai Curah Hujan (mm)
Nilai Curah Hujan (mm)
37
150 50 -50
400
Wilayah 1 Wilayah 3
300 200 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Bulan
(b) Nilai Curah Hujan (mm)
(a) 350 300 250 200 150 100 50 0
Wilayah 2 Wilayah 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
(c) Gambar 20 Pola curah hujan (a) wilayah 1 dan 2, (b) wilayah 1 dan 3, (c) wilayah 2 dan 3
Berdasarkan pola pada Gambar 20 (a) (wilayah 1 dan 2), diuji kesejajaran wilayah 1 dan 2 dengan
. Hasil menunjukkan bahwa
wilayah 1 dan wilayah 2 tersebut sejajar. Karena sejajar, selanjutnya dilakukan uji untuk keberhimpitan, dan dengan
yang sama diperoleh hasil bahwa dua
pewilayahan tersebut berhimpit. Karena berhimpit, diuji pula untuk kesamaan besarannya. Berdasarkan uji kesamaan besaran kedua wilayah diperoleh bahwa vektor rataan kedua wilayah berbeda. Oleh karena itu, wilayah 1 dan 2 tidak memiliki profil yang sama. Hasil uji profil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Uji profil untuk wilayah 1 dan 2 Pengujian Kesejajaran Keberhimpitan Besaran yg sama
*nyata
Wilks Lambda 0.06
F
Nilai-p 5.86
0.051
0.94
0.98
0.339
0.006
61.53*
0.0006
Keterangan Wilayah 1dan 2 sejajar Wilayah 1 dan 2 berhimpit Wilayah 1 dan 2 tidak memiliki besaran yang sama
38
Seperti halnya di wilayah 1 dan 2, pada wilayah 1 dan 3 (plot ditunjukkan pada Gambar 20 (b)) dilakukan pengujian apakah wilayah 1 dan 3 sejajar. Dengan
. Hasil menunjukkan bahwa pewilayahan 1 dan 3 tidak
sejajar (Tabel 9), artinya terdapat interaksi antara curah hujan di wilayah 1 dan 3. Oleh karena itu, wilayah 1 dan 3 tidak memiliki profil yang sama.
Tabel 9 Uji profil untuk wilayah 1 dan 3 Pengujian Kesejajaran
Wilks Lambda 0.211
F
Nilai p
4.41*
0.0067
Keterangan Wilayah 1dan 3 tidak sejajar
*nyata
Seperti halnya pengujian di wilayah 1 dan 2 serta wilayah 1 dan 3, dilakukan pula pengujian untuk wilayah 2 dan 3. Pertama dilakukan pengujian apakah wilayah 2 dan 3 sejajar. Plot wilayah 2 dan 3 ditunjukkan pada Gambar 13 (c). Dengan
. Hasil menunjukkan bahwa dua pewilayahan tersebut
sejajar, artinya tidak terdapat interaksi antara curah hujan di wilayah 2 dan 3. Karena sejajar, selanjutnya dilakukan uji untuk keberhimpitan, dan dengan yang sama diperoleh hasil bahwa dua pewilayahan tersebut berhimpit. Karena berhimpit, diuji pula untuk kesamaan besarannya. Berdasarkan uji kesamaan besaran kedua wilayah diperoleh bahwa vektor rataan kedua wilayah berbeda. Oleh karena itu, wilayah 2 dan 3 tidak memiliki profil yang sama. Hasil uji profil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Uji profil untuk wilayah 2 dan 3 Pengujian Kesejajaran Keberhimpitan Besaran yg sama
*nyata
Wilks Lambda 0.009
F
Nilai p 10.51
0.24
0.73
0.82
0.38
0.000
61.53*
0.0045
Keterangan Wilayah 2 dan 3 sejajar Wilayah 2 dan 3 berhimpit Wilayah 2 dan 3 tidak memiliki besaran yang sama
39
Pewilayahan dan pola curah hujan untuk masing-masing wilayah 1, 2 dan 3 serta
deliniasinya (dengan mempertimbangkan pengaruh angin)
ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Pewilayahan curah hujan, pola masing-masing wilayah dan Deliniasinya Simpulan Proses pewilayahan curah hujan diperoleh dengan lima AKU, total keragaman yang dapat dijelaskan melalui lima komponen utama tersebut sebesar 84.99% dan tiga wilayah curah hujan dengan metode complete linkage dan perhitungan jaraknya Euclidean. Adapun pewilayahan tersebut yakni wilayah 1 : Anjatan, Bugel, TL Kacang, KarangAsem, Lawang Semut, Wanguk, Gabus Wetan, Cikedung, Tugu, Sukadana, Bondan, Sumur Watu, Kroya, dan Tamiyang, wilayah 2: SL Darma dan Gantar serta wilayah 3 : Jatibarang, Juntinyuat, Kedokan Bunder, Lohbener, Sudi Mampir, Krangkeng, Sudi Kampiran, Losarang, Cidempet, Bangkir, dan Indramayu. Pewilayahan ini sesuai dengan arah angin yang terjadi pada musim hujan, bulan lembab dan musim kemarau.