Vol. 1 2 No. 3
Jurnal llmu Pertanian Indonesia, Desember 2007, hlm. 140-146 ISSN 0853 421 7
-
TEKNIK PENGGEROMBOLAN FUZI UNTUK PEWILAYAHAN CURAH HUJAN D I SENTRA PRODUKSI PAD1 Aris ~ramudial)*,Yonny ~oesrnaryono~), Irsal as^), Tania ~ u n e ~ I)Wayan , ~stika~), Eleonora ~untunuwu')
ABSTRACT APPLICATIONS OF FUZZY CLUSTERING TECHNICS FOR RAINFALL ZONING AT CENTRE OF PADDY AREA Rainfall zoning analysis with fuzzy clustering method has been performed at the centre of paddy area in the northern coast of Banten Province and West Java Province. Rainfall data recorded in the 1980-2006 period from 62 rainfall stations i n the northern coast of Banten Province and from 75 rainfall stations at Karawang and Subang in the northern coast of West Java Province have been used in this analysis. For the first analysis a calculation of arithmetic mean values representing El-Nino, La-Nina and Normal condition has been performed. Next, a fuzzy clustering analysis is applied to these mean values. The clustering analysis consists of two steps. First, a symmetric and reflective compatibility relation matrix describing a distance function between rainfall stations is calculated. Second, a fuzzy equivalency relationship i.e. a transitive approach of fuzzy compatibility matrices is determined. The results of analysis indicate a difference in the equivalency level among the stations under the El-Nino, La-Nina and Normal conditions in the northern coast of Banten Province and West Java Province. Based on the 75% equivalency level, in the northern coast of Banten area can be grouped into four rainfall zones under El-Nino condition, two zones under La-Nina condition and three zones under Normal condition. On the other hand, in the northern coast of West Java area can be grouped into three zones under ElNino condition, two zones under La-Nina condition, and four zones under Normal condition. Keywords: Arithmetic means values, El-Nino, La-Nina, Fuzzy clustering, Rainfall zoning
ABSTRAK Analisis pewilayahan curah hujan dengan metode penggerombolan fuzi (fuzzy clustering) dilakukan pada wilayah sentra produksi padi di pantai utara (pantura) Banten dan Jawa Barat. Data curah hujan bulanan hasil pengamatan periode 1980-2006 dari 62 stasiun di pantura Banten dan 75 stasiun di Karawang dan Subang di pantura Jawa Barat digunakan dalam analisis tersebut. Pada tahap awal analisis dihitung nilai rata-rata curah hujan yang mewakili tahun El-Nino, tahun La-Nina, dan ')
*)
3,
4,
*
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor Departemen Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 Penulis korespondensi: +62.251312760, e-mail:
[email protected]
tahun Normal. Analisis pewilayahan fuzi dilakukan terhadap nilai rata-rata curah hujan yang mewakili tahun El-Nino, tahun La-Nina, dan tahun Normal tersebut. Analisis dilakukan melalui dua tahap, yaitu penentuan relasi kompatibilitas fuzi bersifat simetrik dan refleksif, menggambarkan fungsi jarak yang diterapkan pada set data tertentu, dan kemudian dilanjutkan dengan penentuan relasi ekuivalensi fuzi yang merupakan hampiran transitif dari relasi kompatibilitas fuzi. Hasil analisis menggambarkan bahwa terdapat perbedaan tingkat ekuivalensi data curah hujan antara stasiun antara tahun El-Nino, tahun La-Nina, dan tahun Normal di wilayah pantura Banten maupun wilayah pantura Jawa Barat. Pada tingkat ekuivalensi fuzi 75%, pada tahun El-Nino di pantura Banten dapat dikelompokkan menjadi 4 wilayah hujan, pada tahun La-Nina menjadi 2 wilayah hujan, dan pada tahun Normal dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah hujan. Di pantura Jawa Barat, pada tahun El-Nino dapat dibagi menjadi 3 wilayah hujan, pada tahun La-Nina dapat dikelompokkan menjadi dua wilayah hujan, dan pada tahun Normal dapat dikelompokkan dalam empat wilayah hujan.
Vol. 12 No. 3
Kata kunci: El-Nino, La-Nina, penggerombolan fuzi, wilayah hujan
PENDAHULUAN Kejadian kekeringan akibat El-Nino telah menyebabkan meningkatnya luas pertanaman yang terkena kekeringan sampai 8-10 kali lipat dari luas kekeringan pada kondisi normal. Sebaliknya, La-Nina telah menyebabkan meningkatnya luas pertanaman yang terkena banjir sampai 4-5 kali lipat dari kondisi normal. Tercatat bahwa pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997, dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu, 544 ribu, 504 ribu, dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu (22%), 161 ribu (30°/o), 88 ribu (18%), dan 117 ribu ha (21%) (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2006a). Sementara itu, pada tahun La-Nina 1988, 1995, dan 2000 luas daerah yang mengalami banjir dan genangan berturut-turut mencapai 130 ribu ha, 218 ribu ha, dan 244 ribu ha dengan luasan puso masing-masing seluas 29 ribu ha (22%), 47 ribu ha (22%), dan 59 ribu ha (24%) (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2006b). Hal tersebut tentu saja pada akhirnya dapat menjadi salah satu pemicu tejadinya kerawanan pangan, baik di daerah maupun secara nasional. Sejauh ini, berbagai usaha untuk mengantisipasi ha1 tersebut sudah banyak dikaji dan dilakukan oleh beberapa kalangan, salah satunya adalah melakukan pewilayahan curah hujan melalui analisis gerombol (cluster analysis) sebagai langkah awal untuk menentukan wilayah prediksi curah hujan. Sistem klasifikasi curah hujan di Indonesia yang sudah tua tetapi cukup banyak digunakan dalam berbagai aplikasi adalah sistem klasifikasi tipe hujan yang dikemukakan oleh Schmidt dan Ferguson (1951), pewilayahan wilayah prediksi hujan oleh Boerema (1933), serta sistem klasifikasi zona agroklimat yang dikemukakan oleh Oldeman (1975). Klasifikasi curah hujan tersebut didasarkan pada ciri jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering. Dengan perkembangan sains pada beberapa dasawarsa terakhir, para ahli mulai menerapkan teknik analisis statistik, kalkulus, dan pemodelan dalam melakukan pewilayahan curah hujan. Tim Puslittanak (1996) melakukan analisis pewilayahan
curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia menggunakan kombinasi teknik analisis komponen utama (princ@/e component ana&sis, P a ) da n analisis gerombol menggunakan metode k-rataan. Dalam metode PCA analisis hanya dilakukan pada sebagian data yang menjelaskan 75-80% dari seluruh keragaman data. Di sisi lain, apabila 20-25% data yang tidak digunakan dalam analisis ternyata memiliki ciri yang khas dan dapat mewakili satu atau lebih wilayah tersendiri, maka analisis pewilayahan dengan metode ini menjadi bias dan bahkan menghilangkan informasi yang sebetulnya sangat penting. Di samping itu, metode tersebut sangat dipengaruhi oleh subjektivitas yang tinggi dalam menentukan jumlah kelas atau jumlah wilayah yang terbentuk (Pramudia e t al, 1994; Syahbuddin e t al. 1999). Beberapa peneliti mengemukakan teknik klasifikasi fuzi sebagai alternatif teknik pengelompokan yang lebih baik (Kronenfield 2003; Panagoulia e t a/, 2006) tetapi belum pernah diterapkan pada analisis pewilayahan curah hujan. Pewilayahan curah hujan dilakukan dengan metode penggerombolan fuzi bertujuan mendapatkan wilayah prediksi curah hujan. Sebagai studi kasus, digunakan data curah hujan dari 62 stasiun curah hujan di sentra produksi padi di pantura Banten dan dari 53 stasiun hujan di pantura Jawa Barat (Subang dan Karawang).
METODE Data curah hujan yang digunakan adalah data yang dikompilasi pada sistem basis data iklim yang terdapat di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor, yang diperoleh dari Kantor Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten, serta dari Perum Jasa Tirta I1 Divisi I1 Karawang dan Perum Jasa Tirta I1 Divisi I11 Subang. Berdasarkan riwayat kejadian El-Nino dan LaNina selama periode 1980-2006 dilakukan pemisahan data curah hujan bulanan ke dalam 3 kelompok, yaitu seri data curah hujan tahun-tahun El-Nino, tahuntahun Normal, dan tahun-tahun La-Nina, serta dilakukan penghitungan rata-rata sehingga dihasilkan nilai-nilai rata-rata curah hujan bulanan pada tahuntahun El-Nino, tahun-tahun Normal, dan tahun-tahun La-Nina di setiap stasiun curah hujan. Analisis pewilayahan dilakukan terhadap data rata-rata pada
142 Vol. 12 No. 3 tahun-tahun El-Nino, tahun-tahun Normal, dan tahuntahun La-Nina. Pewilayahan dengan teknik analisis gerombol fuzi dianalisis melalui 2 tahap, yaitu diawali dengan menentukan relasi kompatibilitas fuzi dan kemudian menentukan relasi ekuivalensi fuzi. Untuk itu disusun matriks segi yang berisi data curah hujan stasiun sejumlah kbaris dan k-kolom, dengan i dan k adalah indeks sejumlah stasiun yang dianalisis. Matriks dibuat untuk setiap bulan ke-j dari k1untuk bulan Januari hinggak12 untuk bulan Desember. Relasi kompatibilitas fuzi R terhadap suatu set data Xdidefinisikan sebagai bentuk fungsi jarak kelas Minowski yang dihitung sebagai berikut:
/=I
(Klir dan Yuan 1995). Untuk semua <xi, xk> E X, dengan [xij - xkj] adalah jarak Eucliden antara curah hujan bulan ke-j ( ~ 1 2 antara ) stasiun ke-i dan stasiun ke-k, 9 E R' adalah tetapan yang nilainya ditentukan dengan memperhitungkan 6, dan 6 adalah tetapan jarak yang memastikan bahwa R(x, xJ E [0,1]. Lebih jelasnya 6 adalah nilai invers dari jarak terbesar dalam X Penyelesaian dilakukan melalui hampiran max-min transitif terhadap matriks kompatibilitas R sehingga menghasilkan matriks ekuivalensi yang transitif. Suatu relasi fuzi R(X,X) adalah transitif (atau lebih spesifik, max-min transitif), jika
[ Ro R ] ( x ,z ) 2 max min[R(x,y ) , R ( y , z ) ] Untuk setiap <x, z>
E
PI dan (R u R) adalah:
[ Ru R ] ( x y ) = max[R(x,Y ) ,R(x,Y ) ] (Klir dan Yuan 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara Nilai Ekuivalensi dan Pembentukan Wilayah Hujan Hasil awal analisis pewilayahan adalah suatu grafik hubungan antara nilai ekuivalensi data curah
hujan bulanan antarstasiun curah hujan dan jumlah wilayah curah hujan dan sebaran stasiun yang tercakup dalam wilayah hujan. Dalam penelitian ini dihasilkan 6 buah dendogram, yang menggambarkan tingkat ekuivalensi data curah hujan bulanan antarstasiun di wilayah Subang-Karawang dan wilayah Banten pada tahun El-Nino, tahun La-Nina, dan tahun Normal (Gambar 1). Dendogram tersebut menggambarkan bahwa terdapat perbedaan tingkat ekuivalensi data curah hujan, jumlah wilayah yang terbentuk, serta cakupan stasiun-stasiun yang ada dalam wilayah curah hujan yang terbentuk. Dendogram ini menjadi dasar dalam menentukan jumlah wilayah curah hujan, dan sebaran stasiun yang tercakup dalam wilayah curah hujan yang terbentuk. Hasil analisis menggambarkan bahwa pada tahun El-Nino di wilayah Banten tingkat ekuivalensi data curah hujan antar stasiun berkisar 58-96%, pada tahun La-Nina berkisar 54-95%, dan pada tahun Normal berkisar 71-95%. Hal ini menggambarkan bahwa di wilayah Banten pada saat terjadi anomali iklim El-Nino dan La-Nina tingkat keeratan data curah hujan antarstasiun lebih rendah dibandingkan pada tahun Normal. Diduga terdapat stasiun-stasiun yang curah hujannya meningkat pada tahun La-Nina atau menurun pada tahun El-Nino, sedemikian hingga mengakibatkan tingkat keragaman curah hujan antarstasiun menjadi lebih tinggi. Sementara itu, di wilayah Subang-Karawang tingkat ekuivalensi data curah hujan antarstasiun pada tahun El-Nino berkisar 68-96%, pada tahun LaNina berkisar 71-96%, dan pada tahun Normal berkisar 67-96%. Hal ini menggambarkan bahwa di wilayah Subang-Karawang pada saat terjadi anomali iklim El-Nino tingkat keeratan data curah hujan antarstasiun hampir sama dibandingkan pada tahun Normal, sedangkan pada tahun La-Nina tingkat keeratan data curah hujan bulanan antarstasiun menjadi lebih tinggi dibandingkan tahun El-Nino maupun tahun Normal. Diduga bahwa adanya anomali iklim El-Nino tidak banyak mengubah fluktuasi curah hujan di wilayah Subang-Karawang dibandingkan tahun Normal, namun pada tahun La-Nina terdapat pengaruh anomali iklim yang mengakibatkan data curah hujan menjadi lebih seragam dibandingkan tahun El-Nino maupun tahun Normal.
Vol. 12 No. 3
Gambar 1. Dendogram hasil analisis gerombol fuzzi terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun El-Nino, La-nina dan Normal di daerah Pantura Banten (A)
144
Vol. 12 No. 3
Gambar 2.
Hasil pewilayahan curah hujan di Pantura Banten pada tahun El-Nino, La-Nina dan tahun Normal pada tingkat ekivalensi fuzzi 75%.
Gambar3.
Hasil pewilayahan curah hujan di Pantura Jawa Barat pada tahun El-Nino, La-Nina dan tahun Normal pada tingkat ekivalensi fuzzi 75%.
Vol. 12 No. 3
Wilayah Curah Hujan
KESIMPULAN
Selanjutnya tingkat ekuivalensi 75% digunakan untuk menggambarkan hasil pewilayahan curah hujan di Pantura Banten (Gambar 2) dan Pantura Jawa Barat (Gambar 3). Pada tahun El-Nino, hampir semua stasiun curah hujan di Provinsi Banten dapat dikelompokkan menjadi satu wilayah curah hujan. Terdapat tiga stasiun hujan yang berbeda dari stasiun-stasiun lainnya, yaitu Gunungtunggal, Bojongmanik, dan Cibeureum. Ketiga stasiun tersebut berada di daerah perbukitan gersang di Kabupaten Lebak dan umum-nya merupakan perkebunan sawit. Pada tahun La-Nina, dapat dikelompokkan dalam dua wilayah hujan. Pada tahun Normal, terdapat dua stasiun, yaitu stasiun Cinangka dan Stasiun Kasemen, yang tidak dapat disatukan dengan stasiun-stasiun lainnya. Setiap stasiun berdiri sendiri menjadi satu wilayah hujan. Di pantura Jawa Barat, pada tahun El-Nino dapat dibagi menjadi tiga wilayah hujan. Wilayah terluas adalah wilayah dataran rendah yang merupakan sentra produksl padi. Wilayah lainnya adalah bagian selatan Kabupaten Subang yang merupakan wilayah bergunung-gunung, meliputi wilayah hujan yang terdiri atas stasiun Sindanglaya, Kasomalang, Ciseuti, dan Ponggang. Wilayah lainnya mencakup stasiun Curugagung. Diperkirakan kedua wilayah tersebut lebih basah dibandingkan wilayah pertama karena pengaruh topografi akibat keberadaannya di lereng gunung. Pada tahun La-Nina, wilayah Pantura Jawa barat dapat dibedakan dalam dua wilayah hujan. Satu wilayah merupakan wilayah luas yang mencakup hampir semua stasiun yang ada di pantura Jawa Barat, sedangkan satu wllayah lainnya mencakup stasiun Curugagung dan Ponggang. Pada tahun Normal, wilayah Pantura dapat dipisahkan dalam 4 wilayah hujan. Wilayah pertama mencakup hampir seluruh stasiun yang ada di pantura Jawa Barat, Wilayah kedua mencakup stasiun Rengasdengklok, Wilayah ketiga mencakup stasiun Curugagung, Ponggang, dan Ciseuti, serta Wilayah keempat yang mencakup stasiun Subang, Dangdeur, Kasomalang, Sindanglaya, dan Cinangling.
Hasil analisis gerombol fuzi menggambarkan bahwa tingkat keeratan data curah hujan antarstasiun di wilayah pantura Banten pada tahun El-Nino dan La-Nina lebih rendah dibandingkan pada tahun Normal. Diduga terdapat stasiun-stasiun yang curah hujannya meningkat pada tahun La-Nina atau menurun pada tahun El-Nino. Sementara itu, di wilayah Pantura Jawa Barat pada saat tejadi anomali iklim ElNino tingkat keeratan data curah hujan antarstasiun hampir sama dibandingkan pada tahun Normal, sedangkan pada tahun La-Nina tingkat keeratan data curah hujan bulanan antarstasiun menjadi lebih tinggi dibandingkan tahun El-Nino maupun tahun Normal. Diduga bahwa adanya anomali iklim El-Nino tidak banyak mengubah fluktuasi curah hujan di wilayah Subang-Karawang dibandingkan tahun Normal, namun pada tahun La-Nina terdapat pengaruh anomali iklim yang mengakibatkan data curah hujan menjadi lebih seragam dibandingkan tahun El-Nino maupun tahun Normal. Dengan tingkat ekuivalensi fuzi 75%, pada tahun El-Nino, stasiun-stasiun curah hujan di pantura Banten dapat dikelompokkan menjadi 4 wilayah hujan, pada tahun La-Nina menjadi 2 wilayah hujan, dan pada tahun Normal dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah hujan. Di pantura Jawa Barat, pada tahun El-Nino dapat dibagi menjadi 3 wilayah hujan, pada tahun La-Nina dapat dikelompokkan menjadi 2 wilayah hujan, dan pada tahun Normal dapat dikelompokkan dalam 4 wilayah hujan.
DAFTAR PUSTAKA Boerema J. 1933. Maps of the Mean Annual Monthly Rainfall in Celebes. Verhandelingen, Koninklijk Madnetisch en Meteorologisch Observatorium, Batavia, No.8. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2006a. Luas Kekeringan pada Tanaman Padi tahun 1998-2004. Jakarta: Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. [Kering-Padi] htt~:/lwww. de~tan.ao.id/ditlin-~DIBASISDATAIDATABAI KERING PADI.html (12 Oktober 2007).
146 Vol. 12 No. 3 Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2006b. Luas Banjir pada Tanaman Padi tahun 19982005. Jakarta: Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. [Index-Banjir-Kering-Padi] htt~://www. de~tan.ao.id/ditlin-~DIBASISDATAIDATABAl BANJIR KERING PADI.html (12 Oktober 2007). Klir GI, Yuan B. 1995. Fuzzy se& and Fuzzy Logic, T h e w and Applications. New Jersey: PrenticeHall. Kronenfield BJ. 2003. Implication of a Data Reduction Framework to Assignment of Fuzzy Membership Values in Continous Class Maps. Spatial Cognition and Computation, 3(2&3), 223-239. Lawrence Erlbaum Assosciates. Oldeman JR. 1975. An agro-climatic map of Java. C. R. J. Agr. Bogor. Contr. Centr. Res. Inst. of Agric. Bogor. No. 1611975. Panagoulia Dl Bardossy A, Lourmas G. 2006. Diagnostic statistics of daily rainfall variability in an evolving climate. Advances in Geosciences 7:349-354. Pramudia A., Kartiwa B, Susanti El Amien I. 1994. Karakterisasi curah hujan dan dan pewilayahan
agroklimat wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Prosiding Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan untuk Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, 17-20 Januari 1994 di Palu. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan ~groklimat. hlm. 353-366. Schmidt FH, Fergusson JGA.1951. Rainfalltypes based on wet and dr/ period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Jakarta: Djawatan Meteorologi & Geofisika. Syahbuddin H., Apriyana Y, Pramudia A, Las I.1999. Karakterisasi Curah Hujan, Deret Hari Kering dan Indeks Palmer untuk Menetapkan Wilayah Rawan Kekeringan di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan, 9- 11 Februari di Bogor. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Tim Puslittanak. 1996. Laporan Penelitian Agroklimat dan Pengembangan Database Iklim untuk Menunjang Peningkatan Produktivitas Pertanian di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Bogor: Pusat Penelitian Pertanian dan Agroklimatologi.