1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor berhenti melakukan pembayaran atas utang-utangnya kepada para kreditornya. Ketidakmampuan debitor dalam melakukan pembayaran kepada para kreditor ini pada umumnya dikarenakan alasan kesulitan kondisi keuangan. Algra menyatakan bahwa kepailitan adalah Faillissementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een schuldenaar ten behoove va zijin gezamenlijke schuldeiser.1 (kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor (si berutang) untuk melunasi utang-utangnya kepada kreditor (si berpiutang)). Berdasarkan Hukum Positif Indonesia, kepailitan telah didefinisikan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaan Utang adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Seseorang atau badan usaha dapat dikatakan pailit hanya apabila telah dinyatakan pailit oleh Putusan Pengadilan Niaga dengan pertimbangan bahwa debitor tersebut telah memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
1
Algra, N.E, 1974, Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht, Tjeenk Willink Groningen, h. 425.
2
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni syarat debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, maka debitor dapat dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Pada beberapa kasus kepailitan di Indonesia, kepailitan juga melibatkan personal guarantor yang menjadi penanggung atas perikatan yang menimbulkan utang yang dilakukan oleh debitor. Pengertian penanggungan atau personal guarantor berdasarkan Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut: Penanggungan ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga (personal guarantor) demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. Hubungan hukum penanggungan antara penanggung dan kreditur akan menimbulkan hak-hak dan kewajiban baik bagi kreditur maupun penanggung. Sekalipun
perjanjian
penanggungan
kelihatannya
hanya
membebankan kewajiban-kewajiban bagi penanggung karena penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi prestasi/uutang untuk kepentingan kreditur, namun dalam hubungan hukum tersebut juga menimbulkan hak-hak bagi penanggung.2 Hak-hak demikian oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan kepada penanggung sebagai wujud perlindungan bagi penanggung terhadap perlakukan/tindakan kreditur yang memberatkan
2
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (1980), Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jmainan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. h.91
3
penanggung.3 Hak – hak yang dimiliki oleh seorang personal guarantor sebagaimana telah ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata biasanya disebut sebagai hak – hak istimewa. Hak – hak istimewa tersebut terdiri dari: hak untuk menuntut lebih dahulu (voorecht van uitwinning), hak untuk membagi hutang (voorecht van schuldsplitsing), hak untuk mengajukan tangkisan gugatan (Pasal 1849, 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan kesalahan kreditur.4 Hak istimewa personal guarantor yang berupa hak untuk menuntut lebih dahulu sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1831 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut; Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali debitur lalai membayar utangnya, dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya. Ketentuan
pasal
tersebut
berarti
bahwa
penanggung
baru
berkewajiban untuk membayarkan hutang debitor kepada kreditor setelah debitor lalai untuk memenuhi prestasinya sendiri, sehingga personal guarantor memiliki hak untuk menuntut agar harta benda yang dimiliki debitor disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utang debitor kepada kreditor. Jadi personal guarantor hanya berkewajiban membayarkan sisa utang debitor yang belum terbayar setelah semua harta dan benda debitor disita dan dijual. Menjadi suatu pertanyaan ketika personal guarantor
3 4
Ibid Ibid
4
melepaskan hak istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut lantas apakah personal guarantor menjadi tidak dapat menuntut agar harta benda debitor disita dan dijual terlebih dahulu untuk pelunasan hutangnya, dengan kata lain harta benda miliki personal guarantor dapat langsung digunakan bersamaan dengan harta benda debitor untuk pelunasan utang debitor atau bahkan harta benda milik personal guarantor dapat langsung digunakan untuk melunasi utang debitor tanpa harus menyita dan menjual harta benda milik debitor. Apabila dikaitkan dengan kepailitan, maka debitor yang memenuhi syarat pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harta bendanya akan dimasukan dalam boedel pailit dan kurator akan melakukan pengurusan terhadap harta benda debitor pailit tersebut. Ketika debitor tersebut didampingi oleh seorang personal guarantor yang melepaskan hak – hak istimewanya sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka personal guarantor dapat dinyatakan pailit bersamaan dengan debitor maupun tanpa menyatakan pailit debitornya terlebih dahulu. Penjatuhan putusan pailit terhadap personal guarantor yang melepaskan hak-hak istimewa terjadi pada beberapa kasus di Indonesia, antara lain kasus Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terhadap Ilmu Intiswadaya (debitor), Linda Januarita Tani (personal gaurantor), dan PT. Optimal Teknindo Internasional (penjamin perusahaan), kasus Citibank NA melawan personal guarantor PT Fit-U Garment Industry
5
yakni Danny Lukita, dan kasus antara PT Rabobank International Indonesia melawan personal guarantor PT Pratama Jaringan Nusantara yakni Gunawan Tjandra. Penulisan hukum ini bertujuan untuk membahas sejauh mana personal guarantor dapat dituntut pertanggungjawabannya apabila ia melepaskan hakhak istimewanya. Selain itu, perlu juga diketahui bagaimana pengaruh pelepasan hak-hak istimewa tersebut terhadap kedudukan seorang personal guarantor dan apakah personal guarantor tersebut dapat dimohonkan pailit bersamaan dengan debitornya maupun tanpa harus menyatakan pailit debitornya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsekuensi pelepasan hak-hak istimewa oleh personal guarantor terhadap kedudukan hukumnya dalam kepailitan? 2. Apakah seorang personal guarantor dapat dinyatakan pailit bersamaan dengan debitur utama maupun tanpa memailitkan debitur utama karena melepaskan hak-hak istimewanya?
6
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan sebagai berikut: 1) Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data sekaligus menjawab persoalan yang sedang diteliti oleh peneliti dan kemudian akan dituangkan dalam bentuk penulisan hukum yang merupakan salah satu syarat kelulusan sehingga peneliti dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Gadjah Mada. 2) Tujuan Objektif Sedangkan tujuan objektif dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui konsekuensi pelepasan hak-hak istimewa personal guarantor terhadap kedudukan hukumnya dalam kepailitan. b. Untuk mengetahui apakah seorang personal guarantor dapat dinyatakan pailit bersamaan dengan debitor utama maupun tanpa kepailitan debitor utama karena melepaskan hak-hak istimewanya.
D. Keaslian Penelitian Setelah peneliti melakukan studi kepustakaan, peneliti menemukan beberapa penulisan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang hampir sama seperti yang diteliti oleh penulis, yakni terkait hukum kepailitan dan personal guarantor. Pertama, peneliti menemukan penulisan hukum dengan judul “Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di Dalam Permohonan Perkara Pailit” yang ditulis oleh Anju Ciptani Putri
7
Manik seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007. Letak perbedaan antara penulisan hukum tersebut dengan penulisan hukum yang ditulis oleh peneliti ini adalah bahwa penulisan tersebut hanya menitikberatkan pada tanggungjawab penjamin dalam kepailitan dan tidak membahas terkait kedudukan maupun harta penjamin yang melepaskan hak-hak istimewanya sebagaimana permasalahan yang diteliti oleh penulis. Penulisan hukum yang kedua yang membahas permasalahan yang hampir sama dengan permasalahan yang diteliti oleh peneliti adalah artikel ilmiah hasil penelitian mahasiswa yang berjudul “Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)” yang ditulis oleh Tantra Agistya Poetra, Iswi Hariyan dan Dyah Ochtorina Susanti dari Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember (UNEJ) pada tahun 2013. Adapun perbedaan antara penulisan hukum tersebut dengan penulisan hukum yang ditulis oleh peneliti yakni bahwa artikel ilmiah hasil penelitian mahasiswa tersebut lebih membahas tentang kedudukan hukum penjamin dengan pembebanan hak tanggungan di dalam perkara pailit, akibat hukum kepailitan perseroan terbatas dan cara eksekusi harta jaminan yang dibebani dengan hak tanggungan sampai dengan pembahasan mengenai cara penjualan benda jaminan yang dibebani hak tanggungan di dalam perkara pailit. Sedangkan penulisan hukum yang ditulis oleh peneliti ini hanya fokus membahas terkait
8
dengan pengaruh pelepasan hak-hak istimewa oleh personal guarantor terhadap kedudukan hukum dan status harta kekayaannya dalam kepailitan serta kapan seorang personal guarantor dapat dinyatakan pailit tanpa membahas bentuk jaminan lainnya baik itu jaminan kebendaan ataupun jaminan khusus lainnya. Penulisan hukum yang ketiga yang membahas permasalahan yang hampir sama dengan permasalahan yang dibahas oleh peneliti adalah penulisan
hukum
skripsi
yang
berjudul
“Tanggungjawab
Jaminan
Perorangan (Personal Guarantee) dalam Hal Debitur Dinyatakan Pailit (Studi
Putusan
Pengadilan
Niaga
Nomor
72/PAILIT/2010/
PN.NIAGA.JKT.PST)” yang ditulis oleh Nadia Reinatha, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang pada tahun 2013. Pembahasan dalam penulisan hukum tersebut memiliki persamaan dengan pembahasan yang ditulis oleh peneliti dalam penulisan hukum ini, yakni sama-sama membahas terkait dengan kedudukan hukum seorang penjamin yang melepaskan hak istimewanya dalam kepailitan, namun dalam pembahasannya jelas terdapat perbedaan dengan pembahasan yang ditulis oleh peneliti dalam penulisan hukum ini. Perbedaan tersebut terletak pada fokus dari penulisan hukum, penulisan hukum yang ditulis oleh Nadia Reinatha tersebut fokus membahas persoalan personal guarantor pada Putusan Pengadilan Niaga No: 72/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST sedangkan pembahasan yang ditulis oleh peneliti tidak hanya terfokus pada satu kasus, melainkan mencoba
9
mencari jawaban atas rumusan masalah dengan mengkaji teori dan beberapa kasus sekaligus.
E. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, manfaat yang akan diperoleh antara lain: 1. Manfaat Teoritis Peneliti berharap penelitian ini nantinya dapat memperkaya khasanah dibidang ilmu pengetahuan hukum khususnya pengetahuan hukum yang berkaitan dengan hukum kepailitan dan hukum jaminan perorangan. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur penelitian yang berkaitan dengan kepailitan. Peneliti berharap nantinya penelitian ini dapat menjadi pedoman dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak, tidak hanya bagi penulis itu saja. Manfaat praktis yang diharapkan dari adanya penelitian ini antara lain: a. Manfaat bagi Peneliti Bagi peneliti, penelitian ini memiliki manfaat karena menambah wawasan pengetahuan dan referensi peneliti dalam bidang hukum dagang khususnya hukum kepailitan. Penelitian ini selain bermanfaat dalam memperoleh gelar sarjana dan memberikan manfaat bagi
10
peneliti karena mengasah kemampuan penalaran masalah, analisis hukum dan melatih peneliti agar dapat berpikir kritis dan sistematis. b. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya dan menjadi tambahan literatur dalam bidang hukum dagang khususnya yang berkaitan dengan hukum kepailitan dan hukum jaminan perorangan. c. Manfaat bagi Pelaku Usaha Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada pelaku usaha khususnya bagi para pelaku usaha yang sering mengadakan perjanjian utang-piutang akan manfaat dan pentingnya penggunaan jaminan berupa personal guarantor. d. Manfaat bagi Penegak Hukum Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak hukum, khususnya penegak hukum yang menangani perkara kepailitan dalam menjatuhkan putusan pernyataan pailit kepada personal guarantor.