BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machstaat), maka kekuasaan negara harus diatur oleh hukum. Begitu pula perikehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegritaskan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain itu oleh hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehingga tubrukan-tubrukan itu bisa ditekan sekecilkecilnya. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.1 Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak
untuk memperoleh
gaji/upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja. Hal ini tidak saja berlaku dalam hukum publik. Demikian juga dengan pajak. Hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian kepada negara dalam bentuk pajak untuk membantu negara dalam meninggikan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm 53.
1 repository.unisba.ac.id
2 Pajak adalah gejala masyarakat, artinya bahwa pajak hanya terdapat dalam masyarakat. Jika tidak ada masyarakat tidak akan ada pajak. Masyarakat terdiri dari individu. Individu mempunyai hidup sendiri dan mempunyai kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Walaupun demikian hidup individu dan kepentingan individu tidak dapat dipikirkan terlepas sama sekali dari hidup dan kepentingan negara.2 Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup individu. Hidup negara adalah lain daripada hidup individu, tetapi walaupun lain masing-masing memerlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban sendiri, dan berasal dari penghasilan individu. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara.3 Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber yang terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. 4 Hampir tidak dapat disangkal, bahwa pajak merupakan andalan pemasukan uang bagi suatu negara. Negara menggunakan uang pajak untuk membiayai kesejahteraan umum, penyelenggaraan pemerintahan, pertahanan, dan lain-lain. Pajak dirasakan sebagai suatu beban, juga telah banyak dikemukakan orang,5 terutama di zaman silam. Bahkan ancamanancaman pidana dalam hukum pajak selalu mengacu pada ketentuan Hukum Pidana. Kasus tindak pidana di bidang perpajakan diantaranya dua kasus tindak pidana perpajakan saat ini sedang disidik aparat pajak, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 282,69 miliar. Potensi kerugian terbesar, Rp 250 miliar (termasuk sanksi) diduga dilakukan PT GSM dan PT BIG yang berdomisili di Bandung. Kedua perusahaan itu dengan sengaja
2
Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1992, hlm 1. Ibid., hlm 1-2. 4 Ibid., hlm 2. 5 Salamun A. T., Pajak Citra dan Bebannya, Bina Rena Pariwara, Jakarta, 1989, hlm 29. 3
repository.unisba.ac.id
3 menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penambahan Nilai (SPT Masa PPN) bulan Januari 2000 sampai Maret 2001 atas nama PT GSM Bandung yang isinya tidak benar. Keduanya mengkreditkan faktur pajak masukan PPN palsu dan atau fiktif, menyampaikan dokumen ekspor palsu dan atau fiktif dan tidak melaporkan penjualan lokal yang sebenarnya untuk restitusi PPN.6 Tersangka dalam kasus ini, IS (pemegang saham dan atau direktur PT GSM); MDG (pimpinan kantor konsultan pajak MUJK); MTY (direktur operasional kantor konsultan pajak MUJK); MHH (supervisor kantor konsultan pajak MUJK); SS (direktur PT BIG); dan MT (supervisor kantor konsultan pajak MUJK). Hingga kini, tersangka yang ditahan Mabes Polri sejak awal Mei 2002 adalah MDG, MTY dan MHH. Pasal-pasal yang dilanggar, Pasal 39 (1) huruf a,c dan d UU no 9 tahun 1994 dan Pasal 29 (1) huruf a, c dan e UU nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kasus Gayus Tambunan dipidana karena terbukti menerima suap uang sebesar Rp 925 juta rupiah dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar Amerika dari Alif Kuncoro terkait kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie,yakni PT Bumi Resource. Gayus Tambunan dinilai telah terbukti menerima suap dan melakukan tindakan pencucian uang dari tiga perusahaan Bakrie Group senilai 7 juta dollar AS, lalu membagi uang itu ke Alif Kuncoro, Iman Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung, dan pejabat-pejabat di Ditjen Pajak lain. “Saya terima tiga juta dollar AS, “kata Gayus. Gayus menjelaskan sumber dana yang dia terima ketika masih kerja di Direktorat Jendral Pajak, yakni dai PT Bumi Recources, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal. Dengan suap tersebut Bakrie Group menginginkan Gayus Tambunan melakukan tiga pekerjaan, PT Bumi Resources mengajukan banding tahun 2005, Gayus diminta untuk membuatkan surat banding, surat bantahan-
6
www.pajak.go.id, diakses tanggal 22 November 2014
repository.unisba.ac.id
4 bantahan, dan termasuk persiapan apa saja yang dibutuhkan dengan imbalan sebesar 3 juta dollar AS yang kemudian dia bagikan kepada Alif Kuncoro,Iman Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung. Jika tindak pidana tersebut dilakukan dalam bidang perpajakan maka dikatakan, bahwa perbuatan itu merupakan tindak pidana fiskal, walaupun perumusannya tidak terdapat dalam perundang-undangan pajak.7 Pengertian dari tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana8. Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Tindak pidana di bidang perpajakan sering menjadi pembicaraan masyarakat karena setiap tahunnya negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp. 904 millyar, dampaknya dirasakan dapat menggangu pemasukan uang ke Kas Negara yang sangat diperlukan untuk pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam literatur, tindak pidana fiskal dapat diberi arti luas dan dapat pula diberi arti sempit.9 Mr. R. Hattink memberi arti luas kepada fiscal straafrecht. Fiskal dalam arti luas bertalian dengan keuangan negara. Dari itu segala sesuatu yang bertalian dengan keuangan negara termasuk pengertian fiskal. Dan tindak pidana yang ada hubungannya dengan keuangan negara seperti yang bertalian dengan retribusi, dengan persewaan negara, bertalian dengan penerimaan negara, termasuk tindak pidana fiskal dalam arti luas.10 Tindak pidana dalam bidang perpajakan adalah tindak pidana fiskal dalam arti sempit.Tindak pidana di bidang perpajakan harus diberantas dari tingkat bawah hingga tingkat
7
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 3, Eresco, Bandung, 1989, hlm 3. Suharto, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm 28. 9 Rochmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Eresco, Bandung, 1991, hlm 43. 10 Idem. 8
repository.unisba.ac.id
5 atas dengan menggunakan perangkat hukum pidana. Tujuannya yaitu salah satunya agar penegakan hukum di Indonesia terwujud. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul : “PENEGAKAN
HUKUM
TERHADAP
TINDAK
PIDANA
PAJAK
YANG
DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG NO 28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN”.
B.
Identifikasi Masalah 1. Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana pajak dihubungkan dengan Undang-Undang No 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ? 2. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pajak dihubungkan dengan Undang-Undang No 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ?
C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap tindak pidana pajak dihubungkan dengan Undang-Undang No 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2. Untuk mengetahui sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pajak di hubungkan dengan Undang-Undang No 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
repository.unisba.ac.id
6 D.
Kegunaan Penelitian
Dari Penelitian ini penulis mengharapkan manfaat sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi pembangunan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya bidang hukum pidana dan hukum pajak. 2. Kegunaan Praktis Memperluas pengetahuan kalangan masyarakat pada umumnya dan praktisi hukum pada khususnya tentang efektifitas hukum terhadap tindak pidana pajak dan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pajak.
E.
Kerangka Pemikiran Penegakan hukum pada hakekatnya adalah usaha atau upaya untuk menciptakan
keadilan. Proses pemenuhan rasa keadilan masyarakat melalui penegakan hukum sampai sekarang masih menampakkan wajah lama, yaitu hukum dipakai sebagai penindas. Di masa Orde Baru hukum menjadi sarana kepentingan kekuasaan, berhubungan dengan kediktatoran yang disertai dengan sistem perkoncoan di bidang politik, ekonomi, dan lain-lain.11 Di dalam penegakan hukum pidana terlibat di dalamnya jaksa, polisi, hakim dan penasehat hukum yang berjalan melalui sistem peradilan pidana, dalam terminologi kita semuanya ini dilakukan melalui perangkat hukum acara pidana. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :
11
Edi. Setiadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Bandung, 2004, hlm 252.
repository.unisba.ac.id
7 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.12 Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di atas, apabila tidak diperhatikan dalam praktek penegakan hukum, maka akan berdampak negatif terutama dalam proses penegakan hukum yaitu yang berhubungan dengan kinerja aparat penegak hukum yang secara langsung mempengaruhi berjalannya sistem peradilan pidana. Menurut Mastra Liba ada 14 faktor yang mempengaruhi kinerja penegakan hukum, yaitu: 1. Sistem ketatanegaraan yang menempatkan “Jaksa Agung” sejajar Menteri 2. Sistem perundangan belum memadai 3. Faktor SDM (Sumber Daya Manusia) 4. Faktor kepentingan yang melekat pada aparat pelaksana a) Kepentingan pribadi b) Kepentingan golongan c) Kepentingan politik kenegaraan 5. Corspsgeist dalam institusi 6. Tekanan yang kuat kepada aparat penegak hukum 7. Faktor budaya
12
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 5.
repository.unisba.ac.id
8 8. Faktor agama 9. Legislatif sebagai “Lembaga Legislasi” perlu secara maksimal mendorong dan memberi contoh tauladan yang baik dalam penegakan hukum 10. Kemauan politik pemerintah 11. Faktor kepemimpinan 12. Kuatnya jaringan kerjasama pelaku kejahatan (organize crime) 13. “Kuatnya pengaruh kolusi” dalam jiwa pensiunan aparat penegak hukum 14. Pemanfaatan kelemahan peraturan perundang-undangan13 Dalam penegakan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat ada beberapa pihak yang terkait, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Sistem peradilan pidana diharapkan dapat berperan dalam penataan keadilan dan sebagai sarana pengendalian sosial. Akan tetapi dalam banyak hal, sistem peradilan pidana dapat mengakibatkan “depensi” pada kekuasaaan politik dominan dan mengakibatkan kecenderungan mempertahankan tata tertib sosial serta melegitimasi pola-pola subordinasi sosial.14 Dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib, masyarakat juga mengharapkan manfaat yang dapat diperoleh dari ditegakkannya hukum itu. Dalam pelaksanaan penegakan hukum itu masyarakat mengharapkan juga agar hukum bisa memberikan keadilan bagi kepentingan mereka. Pada hakikatnya, dalam penegakan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiganya harus mendapat perhatian yang proporsional seimbang walaupun dalam prakteknya tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiganya tersebut.15
13
Mastra Liba, Kendala Penegakan Hukum, Yayasan Annisa, Jakarta, 2002, hlm 48. Mulyana W. Kusumah, Tegaknya Supremasi Hukum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm 5. 15 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm 146. 14
repository.unisba.ac.id
9 Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “ een gedeelte van de werkelijkheid”16, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak tepat. Di dalam kamus bahasa Belanda feit mempunyai tiga arti, yaitu : perbuatan, peristiwa atau keadaan, apa yang menjadi kenyataan mengenai peristiwa-peristiwa yang dipersoalkan ataupun yang diingkari17. Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana18. Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Dalam literatur, tindak pidana fiskal dapat diberi arti luas dan dapat pula diberi arti sempit.19 Mr. R. Hattink memberi arti luas kepada fiscal straafrecht. Fiskal dalam arti luas bertalian dengan keuangan negara. Dari itu segala sesuatu yang bertalian dengan keuangan negara termasuk pengertian fiskal. Dan tindak pidana yang ada hubungannya dengan keuangan negara seperti yang bertalian dengan retribusi, dengan persewaan negara, bertalian dengan penerimaan negara, termasuk tindak pidana fiskal dalam arti luas.20 Tindak pidana dalam bidang perpajakan adalah tindak pidana fiskal dalam arti sempit. Hukum Pajak dalam hubungannya dengan Hukum Pidana (KUH Pidana) dapat terlihat dalam Pasal 103 KUH Pidana yang berbunyi :
16
Van Bemmelem, Ons Strafrect I, hlm. 62, dalam Lamintang, hlm 172. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm 8. 18 Suharto, Loc Cit. 19 Rochmat Soemitro, Op Cit , hlm 43. 20 Idem. 17
repository.unisba.ac.id
10 “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundangan-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam : 1. pelanggaran; dan 2. kejahatan. 21 Pelanggaran ialah tindak pidana yang terjadi tidak dengan sengaja atau terjadi karena kealpaan atau kekhilafan.22 Kejahatan ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Wajib Pajak tahu bahwa perbuatannya itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan undang-undang tetapi tetap dilakukan dengan maksud supaya membayar pajak lebih ringan, atau untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya, yang merugikan negara. Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan dalam Hukum Pajak ialah : 1. dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau menggunakan NPWP tanpa hak untuk maksud-maksud tertentu; 2. dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan, sedangkan ia tahu bahwa Surat Pemberitahuan harus dikembalikan kepada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan setelah diisi sebagaimana mestinya dan ditandatangani; 3. dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan mengisi secara tidak benar atau tidak lengkap, dengan mendapat keuntungan dari itu; 4. dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan dan dengan perbuatan itu mengelabui petugas pajak;
21 22
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada,jakarta,2002, hlm 185-186. Ibid., hlm 186.
repository.unisba.ac.id
11 5. dengan sengaja tidak memperlihatkan dan/atau tidak mau meminjamkan pembukuan, catatan dan dokumen yang diperlukan oleh petugas pajak untuk menentukan jumlah pajak yang terutang sebenarnya; 6. dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut bagi orang atau badan yang ditunjuk oleh undang-undang pajak, seperti ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 26 Undang-undang Pajak Penghasilan. 23 Kejahatan tersebut di atas diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling tinggi empat kali jumlah pajak yang terutang. Kata “dan/atau” berarti bahwa Hakim mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi kumulatif, artinya di samping sanksi penjara atau kurungan masih dapat juga dijatuhi hukuman denda, dengan mengingat batas maksimum yang ditentukan dalam undang-undang.24 Ancaman sanksi pidana untuk tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam bidang perpajakan dilipat dua kali (200%) apabila wajib pajak melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat waktu satu tahun terhitung sejak waktu pajak selesai menjalani pidana penjara. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi : “Ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja : a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. menyalahgunakan atau mengunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
23 24
Bohari, Loc Cit. Ibid., hlm 187.
repository.unisba.ac.id
12 d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isi nya tidak benar atau tidak legkap; e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengelolahan data dari pembukuan yang dilakukan secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (11);atau i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Ayat (2) “Pidana sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan”. Ayat (3) “Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
repository.unisba.ac.id
13 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau perkreditan pajak, dipidana dengan pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan”. Sanksi yang dikenakan terhadap Wajib pajak yang melakukan pelanggaran yaitu pelanggaran terhadap kewajiban administrasi perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi., sedangkan pelanggaran yang menyangkut tindak pidana perpajakan dikenakan sanksi pidana. Jangka waktu daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan yaitu daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan adalah sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Delik Aduan dalam tindak pidana pajak yaitu setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan. Sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak dapat diancam sanksi pidana, yaitu : a. Kealpaan, dipidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah; b. Kesengajaan, dipidana selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah.25
25
www. pajak. go. id
repository.unisba.ac.id
14 Sanksi terhadap pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan, yaitu : a. Pihak ketiga yang dengan sengaja:
Tidak memberikan keterangan/bukti;
Memberikan keterangan/bukti yang tidak benar; diancam pidana selamalamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.
b. Pihak ketiga yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan diancam penjara selama-lamanya tiga tahun dan denda setinggitingginya sepuluh juta rupiah.26
F. Metode Penelitian Metode penelitian sangat penting dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang memuaskan dan akurat, oleh karena itu penulis melakukan penelitian berdasarkan metodemetode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang bertujuan mencari asas-asas hukum dasar falsafah hukum serta usaha penemuan hukum yang sesuai guna diterapkan dalam penyelesaian suatu permasalahan.27 2.
Spesifikasi Penelitian Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan dan menganalisa tentang “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pajak Dihubungkan Dengan Undang-Undang
26
idem Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 20 27
repository.unisba.ac.id
15 Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”. 3. Tahap Penelitian Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari bahan-bahan pustaka yang bertujuan untuk mengumpulkan dan mendapatkan data atau informasi dan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer berupa Undang-undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Bahan hukum sekunder dan bahan kepustakaan mengenai hukum, hukum pidana dan bahan-bahan kepustakaan lainya yang berkaitan dengan masalah penegakan hukum terhadap tindak pidana pajak.
Bahan-bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini, dipergunakan teknik-teknik penelitian kepustakaan atau studi dokumen, yaitu langkah-langkah pengumpulan data dengan jalan mempelajari buku-buku yang relefan dengan judul materi penelitian. 5. Analisis Data Analisis datanya dilakukan secara kualitatif berlaku bagi kasus yang diteliti dan hasil analisis tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi ini
repository.unisba.ac.id