1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.1 Yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Salah satu fungsi pendidikan Islam adalah memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (survival) suatu masyarakat dan peradaban.2 Nilai-nilai yang ditanamkan salah satunya adalah nilai edukatif. Penanaman nilai-nilai edukatif dalam pendidikan Islam dapat diwujudkan dalam bentuk ibadah. Ibadah merupakan komunikasi langsung antara hamba dengan Rabb-nya, sekaligus tarbiyyah untuk selalu merasa dekat dengan Allah dan cinta kepada-Nya.3 Manhaj ibadah memenuhi fithrah manusia, dan sekaligus menjadi tarbiyyah bagi dirinya dan obat bagi kelemahannya.4 Ibadah adalah tarbiyyah untuk memerangi kelemahan tersebut dan jalan untuk meraih 1
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) (Bandung: Pustaka Setia, 2005), jilid. I, 9. Djamaluddin, Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 10. 3 Muhammad Syadid, Manhaj Tarbiyah Metode Pembinaan dalam al-Qur’an (Jakarta: Robbani Press, 2003), 238-239. 4 Ibid., 200. 2
2
keluhuran dan kekuatan.5 Kekuatan yang dimaksud adalah mengendalikan hawa nafsu dan menegakkan keadilan. Salah satu ibadah yang dapat memberikan pengaruh tarbiyyah adalah shalat. Shalat secara umum merupakan ringkasan dari konsep alQur’an tentang manusia, bahwa ia terdiri dari ruh, akal, dan jasad.6 Seluruh gerakan shalat merupakan aktifitas yang berfungsi untuk mengembangkan kekuatan ruh, akal, dan jasad. Pelaksanaan ibadah merupakan pengaturan hidup seorang muslim baik itu melalui shalat maupun ibadah lainnya seperti zakat atau haji.7 Kegiatan ibadah khususnya di lembaga pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk pendidikan dan sarana manifestasi peserta didik atas berbagai ilmu pengetahuan keagamaan yang telah diperoleh dalam rangka memenuhi tujuan Tuhan menciptakan manusia di dunia ini dan sebagai perwujudan rasa syukur atas kenikmatan ilmu pengetahuan itu sendiri. Segala bentuk kenikmatan ilmu pengetahuan, akal dan kemauan, serta segala keberadaan ini (yang ada di dunia) ditundukkan demi kepentingan manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa peribadatan itu menjadi hak milik Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap makhluk.8 Di dalam ibadah sebenarnya terdapat konsentrasi untuk meluruskan tujuan, salah satu contohnya adalah mendirikan Shalat Dhuha sebagai perwujudan rasa syukur dan memudahkan jalan rezeki. 5
Ibid., 201. Ibid., 214. 7 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani, 2004), 62. 8 Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah dalam Islam (Surabaya: Central Media, 1991), 89. 6
3
Melaksanakan Shalat Dhuha merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan rasa syukur kepada Allah SWT. Hal ini mengingat manusia kebanyakan lupa menghadap (bermuwâjahah) atau berkonsultasi terlebih dahulu dengan Allah pada pagi hari sebelum memulai aktifitas.9 Shalat Dhuha dapat memacu diri untuk mengontrol jiwa agar selalu dekat dengan Allah karena Allah sangat dekat kepada para hamba-Nya yang mau mendekat. Mengerjakan Shalat Dhuha masuk dalam kategori orang yang mensyukuri segala nikmat. Maka apabila selalu melakukannya, Allah akan melimpahkan segala karunia kepada hamba-Nya yang senantiasa mengerjakannya.10 Lebih dari itu ternyata Shalat Dhuha merupakan salah satu alternatif ibadah yang dapat meningkatkan kecerdasan. Sejatinya, Shalat Dhuha memang
sangat
mempengaruhi
perkembangan
kecerdasan seseorang.
Utamanya kecerdasan fisikal, emosional spiritual, dan intelektual. Hal ini mengingat waktu pelaksanaannya pada awal atau di tengah aktifitas manusia mencari kebahagiaan hidup duniawi.11 Dari hasil penjajagan awal di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo telah ditemukan salah satu kegiatan yang cukup unik yaitu kegiatan Shalat Dhuha berjamaah setiap hari Senin pukul 07.00-07.30 WIB, hari Selasa sampai Sabtu pada jam istirahat di masjid madrasah, dan hari Minggu Kliwon di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo. Pelaksanaan kegiatan tersebut
9
2008), 58.
10
M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Shalat Dhuha (Jakarta: PT. Wahyu Media,
Muhammad Makhdlori, Menyingkap Mukjizat Shalat Dhuha (Jogjakarta: Diva Press, 2007), 196-197. 11 Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 160.
4
disesuaikan dengan jadual pelajaran sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas. 12 Hal ini menjadi unik dan layak diteliti karena kegiatan Shalat Dhuha tersebut telah ditetapkan sebagai salah satu ekstrakurikuler MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Dan merupakan keunikan tersendiri ketika terdapat sebuah madrasah Tsanawiyah swasta di lingkungan pedesaan ternyata telah mampu menanamkan nilai-nilai edukatif kepada siswa-siswinya dengan melalui kegiatan keagamaan tersebut meskipun baru berjalan kurang dari empat tahun. Pendidikan ibadah menjadi salah satu orientasi madrasah ini dalam meningkatkan pengamalan agama Islam sesuai dengan ciri khas sekolah berbasis Islam. Kegiatan monumental seperti Shalat Dhuha berjamaah ini berbeda dengan kegiatan keagamaan di madrasah pada umumnya karena belum tentu kegiatan seperti ini diadakan di setiap madrasah, mengingat pelaksanaannya yang rutin dan konsisten pada setiap hari masuk sekolah dan hari Minggu Kliwon. Berangkat dari fenomena di atas, maka judul penelitian ini adalah: ”PERANAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER BIDANG KEAGAMAAN BAGI SISWA-SISWI MTS. MIFTAHUL ULUM NGRAKET BALONG PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2008-2009”
12
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
5
B. Fokus Penelitian Dari hasil penjajagan awal di lapangan telah ditemukan kegiatan ekstrakurikuler bidang keagamaan antara lain: kegiatan Shalat Dhuha di masjid MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo dan di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo, Shalat Zhuhûr berjamaah, kursus sore materi Fiqih praktis dan Tajwid, dan kursus sore membaca Al-Qur’an. Karena banyaknya kegiatan ekstrakurikuler, maka penelitian ini mengambil salah satu dari kegiatan tersebut yakni kegiatan Shalat Dhuha.
C. Rumusan Masalah 1. Apa latar belakang kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat kegiatan Shalat Dhuha bagi siswasiswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo? 3. Apa dampak positif kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. 2. Untuk
mendeskripsikan
dan
menjelaskan
faktor
pendukung
dan
penghambat kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo.
6
3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan dampak positif kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Segi teoritis Dari hasil penelitian ini akan ditemukan pola kegiatan Shalat Dhuha di madrasah. 2. Segi praktis a. Bagi Kepala Sekolah MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Agar lebih mengembangkan kegiatan keagamaan di madrasah. Sehingga dapat menimbulkan langkah yang tepat dalam peningkatan kualitas dan motivasi ibadah, kecerdasan spiritual siswa, serta pengembangan nilai-nilai edukatif dalam diri siswa. b. Bagi wali murid Merasa bangga dengan meningkatnya aktifitas keagamaan dan dapat mengembangkan kecerdasan spiritual siswa. c. Bagi masyarakat Mengembangkan kegiatan keagamaan rutin yang ada di sekitar wilayah dan juga luar wilayah.
7
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif,13 dengan karakteristik-karakteristik (a) penelitian kualitatif menggunakan latar alami (natural setting) sebagai sumber data langsung dan peneliti sendiri merupakan instrumen kunci. Sedangkan instrumen lain sebagai instrumen penunjang,14 (b) penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk kata-kata dan gambar-gambar. Laporan penelitian memuat kutipankutipan data sebagai ilustrasi dan dukungan fakta pada penyajian. Data ini mencakup transkrip wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen, dan rekaman lainnya. Dan dalam memahami fenomena, peneliti berusaha melakukan analisis sekaya mungkin mendekati bentuk data yang telah direkam, (c) dalam penelitian kualitatif proses lebih dipentingkan dari pada hasil. Sesuai dengan latar yang bersifat alami, penelitian kualitatif lebih memperhatikan aktifitas-aktifitas nyata sehari-hari, prosedurprosedur dan interaksi yang terjadi, (d) analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif. Dengan metode analisa induktif, yang mana metode ini bertolak dari hal-hal yang khusus untuk demikian menarik kesimpulan umum atas dasar aspek-aspek yang sama 13
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), 3. 14 Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument. Lihat dalam Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education, an Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, 1982), 29.
8
pada hal-hal yang khusus tersebut,15 (e) makna merupakan hal yang esensial dalam penelitian kualitatif,16 (f) Penelitian bersifat menyeluruh (holistik). Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas atas dasar fokus,17 (g) Penelitian kualitatif memandang bahwa keseluruhan sebagai satu kesatuan lebih penting dari pada satu-satu bagian.18 Dan dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian kualitatif ini adalah studi kasus, yaitu suatu deskriptif intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam banyak bidang. Di samping itu merupakan penyelidikan secara rinci satu seting, satu subyek tunggal, satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu.19 2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya.20 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang. 15
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987), 42. 16 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 9-10. 17 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), 42. 18 Ibid., 42. 19 A case study is detailed examination of one setting, or a single subject, a single depository of documents, or one particular event. Lihat dalam Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, an Introduction to Theory and Methods, 62. 20 Pengamatan berperan serta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara penelitian dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan catatan tersebut berlaku tanpa gangguan. Lihat dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117.
9
3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum, tepatnya di Jl. Tasik Madu Desa Ngraket Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo kode pos 63461. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan bahwa dari hasil penjajagan awal di lokasi telah ditemukan aktifitas rutin yang diadakan secara intensif, konsisten dan berbeda dari biasanya yaitu kegiatan Shalat Dhuha yang dilaksanakan oleh siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. 4. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain.21 Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan sebagai sumber utama. Sedangkan data tertulis dan foto adalah sebagai tambahan. Adapun sumber data yang peneliti gali dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manusia, yaitu: 1. Wakil Kepala Sekolah MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo 2. Guru-guru di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo 3. Siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo
21
Ibid., 112.
10
b. Non Manusia, yaitu: 1. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini 5. Prosedur Pengumpulan Data 1. Teknik Wawancara Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa
terkumpulkan
semaksimal
mungkin.
Teknik
wawancara
digunakan untuk mendapatkan data tentang latar belakang kegiatan Shalat Dhuha, faktor pendukung dan penghambat kegiatan Shalat Dhuha, dan dampak positif kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Orang-orang yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah 10 (sepuluh) informan yang diambil dengan strategi purposive sampling, yaitu Bpk. H. Nur Salam (Wakil Kepala Sekolah), Bpk. Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan guru Sejarah kelas VII dan VIII), B. Suprihatin (guru Bahasa Jawa dan Seni Budaya dan Kesenian kelas VII), Bpk. Mulyono (guru Biologi kelas VII-IX), Agung Siswanto (siswa kelas IX A), Ria Dewi Yuliati (siswi kelas IX A), Silvia Devi (siswi kelas IX B), Ali Mustakim (siswa kelas VIII A), Rosita Fitriana Arum Pratiwi (siswi kelas VIII A), dan Kunti Nur Alfiatus Zahro Nafi’ah (siswi kelas VII C). Hasil wawancara dari
11
masing-masing informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Kemudian tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkrip wawancara. 2. Teknik Observasi Ada beberapa alasan mengapa teknik observasi atau pengamatan digunakan dalam penelitian ini. Pertama, pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung. Kedua, pengamatan memungkinkan peneliti untuk melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Dengan teknik ini, peneliti mengemukakan aktifitasaktifitas sehari-hari obyek penelitian, karakteristik fisik situasi sosial dan perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Selama peneliti di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi deskriptif (descriptive observations) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi di sana. Kemudian, setelah perekaman dan analisis data pertama, peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus (focused observations). Dan akhirnya, setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi yang berulang-ulang di lapangan, peneliti dapat menyempitkan lagi penelitiannya dengan melakukan observasi selektif (selective
12
observations). Sekalipun demikian, peneliti masih terus melakukan observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data. Hasil observasi dalam penelitian ini dicatat dalam catatan lapangan, sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat ”catatan”, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun ”catatan lapangan”.22 Format rekaman hasil observasi (pengamatan) catatan lapangan dalam penelitian ini menggunakan format rekaman hasil observasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha. 3. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. ”Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan ”dokumen” digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak
22
Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, 153-154.
13
dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto dan sebagainya.23 Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini sebab, pertama, sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjau dari konsumsi waktu; kedua, rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya dalam merefleksikan situasi yang terjadi di masa lampau, maupun dapat dianalisis kembali tanpa mengalami perubahan; ketiga, rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara kontekstual relevan dan mendasar dalam konteksnya; keempat, sumber ini sering merupakan
pernyataan
yang
legal
yang
dapat
memenuhi
akuntabilitas. Hasil pengumpulan data melalui cara dokumentasi ini, dicatat dalam format rekaman dokumentasi. 6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
23
Ibid., 161.
14
akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.24 Teknik analisis data yang digunakan untuk dalam penelitian ini menggunakan konsep yang diberikan Miles & Huberman yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data collection,25 data reduction,26 data display,27 dan conclusion.28 Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut:
24
Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, field notes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others. Lihat dalam Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, An Introduction to Theory and Methods, 153. 25 Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Lihat dalam Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), 134. Data are not only what one collects in the course of study, but what things look like when approached in a ”research” frame of mind. Lihat dalam Bogdan dan Biklen, Qualitative Research for Education, An Introduction to Theory and Methods, 152. 26 Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data dan selanjutnya. Lihat dalam Matthew B. Miles & AS. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), 16. 27 Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Ibid., 18. 28 Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Ibid., 18-19. Data yang sudah dipolakan, kemudian difokuskan dan disusun secara sistematis, baik melalui penentuan tema maupun model grafik atau juga matriks. Kemudian melalui induksi data tersebut disimpulkan sehingga makna data dapat ditemukan. Namun, kesimpulan itu baru bersifat sementara dan masih bersifat umum. Supaya kesimpulan diperoleh secara lebih ”dalam” (grounded), maka perlu dicari, data lain yang baru. Data ini berfungsi melakukan pengujian terhadap berbagai kesimpulan tentatif tadi. Lihat juga dalam Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 103.
15
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulankesimpulan: Penarikan/ Verifikasi
7. Pengecekan Keabsahan Data Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. Dalam penelitian ini, uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan: a. Pengamatan yang Tekun Ketekunan pengamatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Jadi kalau perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman. b. Triangulasi Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan
16
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori.29 Dalam penelitian ini, dalam hal ini digunakan teknik triangulasi dengan pemanfaatan sumber. Teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahapan-tahapan Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahapan terakhir dari penelitian yaitu penulisan laporan hasil penelitian. Tahapan-tahapan tersebut adalah: a. Tahapan pra lapangan meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menyiapkan perlengkapan penelitian, dan yang menyangkut persoalan etika penelitian. b. Tahapan pekerjaan lapangan meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta dan mengumpulkan data.
29
Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, 178.
17
c. Tahapan analisis data, yang meliputi analisis selama dan setelah pengumpulan data. d. Tahapan penulisan hasil penelitian.
G. Sistematika Pembahasan Mensistematikan
suatu
pembahasan
dimaksudkan
untuk
memudahkan dan memberikan gambaran terhadap maksud yang terkandung dalam skripsi ini. Untuk mempermudahnya, skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang dilengkapi dengan bahasan-bahasan yang dipaparkan secara sistematis, yaitu: Bab pertama merupakan bab pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk memberi pola pemikiran dari keseluruhan skripsi yang meliputi: latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan. Bab kedua, Shalat Dhuha dan Kegiatan Ekstrakurikuler, yaitu mengemukakan beberapa pendapat para ahli yang mendasari pemikiran dan penelitian dalam kerangka teoritik, berisi teori tentang Shalat Dhuha yang meliputi pengertian, makna filosofis, tata cara mengerjakan, hukum, fungsi, dan keutamaan atau fadhîlah dan teori tentang kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi pengertian ekstrakurikuler, unsur-unsur dalam penyelenggaraan ekstrakurikuler, dan pentingnya pembelajaran ekstrakurikuler dalam bidang
18
agama. Fungsinya sebagai kerangka teori yang akan dipakai sebagai acuan untuk membaca hasil data yang diperoleh di lapangan. Bab ketiga adalah penyajian data, penyajian data umum berisi paparan sejarah berdiri, letak geografis, visi dan misi, struktur organisasi, keadaan guru, siswa, dan sarana prasarana MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Penyajian data khusus yang meliputi latar belakang kegiatan Shalat Dhuha, faktor pendukung dan penghambat kegiatan Shalat Dhuha, dan dampak positif kegiatan Shalat Dhuha. Bab keempat adalah analisis data berisi tentang analisis kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo yang meliputi latar belakang, faktor pendukung dan penghambat, dan dampak positif kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saransaran.
19
BAB II SHALAT DHUHA DAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
A. Shalat Dhuha 1. Pengertian Shalat Dhuha Menurut Moh. Rifa’i, Shalat Dhuha ialah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Sekurang-kurangnya Shalat Dhuha ini dua raka’at, boleh empat raka’at, enam raka’at, atau delapan raka’at. Waktu Shalat Dhuha ini kira-kira matahari sedang naik setinggi kurang lebih 7 hasta (pukul tujuh sampai masuk waktu zhuhûr).30 Adapun menurut Suyadi, Shalat Dhuha adalah shalat untuk berdoa mendatangkan rezeki dan menolak kemiskinan.31 Sedangkan Abu Shofia mendefinisikan Shalat Dhuha sebagai shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu matahari sepenggalah naik sekitar pukul 07.00 sampai menjelang waktu zhuhûr.32 Dalam Ensiklopedi Islam, Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari. Waktunya dimulai ketika matahari tampak kurang lebih setinggi tombak atau kurang lebih setinggi tujuh hasta dan berakhir sampai tergelincir matahari. (waktu zhuhûr).33
1976), 83.
30
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
31
Suyadi, Menjadi Kaya dengan Shalat Dhuha (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 1. Abu Shofia, Amalan Shalat Sunnah & Keutamaannya (Surabaya: Karya Agung,
32
2003), 50.
33
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. Ke-III, jilid. 5, 221.
20
Menurut hemat penulis, Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu matahari sepenggalah naik yang dapat dilaksanakan sebanyak dua sampai dua belas raka’at dan memiliki hikmah besar khususnya dalam mendekatkan rezeki. 2. Makna Filosofis Shalat Dhuha Menurut M. Khalilurrahman Al Mahfani, disadari atau tidak sebenarnya Shalat Dhuha berperan penting dalam pembentukan karakter manusia. Setidaknya ada tiga makna filosofis dari Shalat Dhuha, yaitu: a. Ingat kepada Allah ketika senang. Selalu ingat (dzikir) kepada Allah dapat menumbuhkan sifat ihsan, yaitu kesadaran manusia akan adanya pengawasan Allah terhadap tutur kata dan tingkah lakunya. Dengan demikian, dzikir diharapkan menjadi faktor pengendali diri agar berkata dan bertindak sesuai dengan aturan Allah. Salah satu upaya untuk mengingat Allah adalah mendirikan shalat. Sebab, shalat merupakan media utama untuk berdzikir kepada Allah.34 b. Perwujudan syukur kepada Allah. Salah satu cara bersyukur kepada Allah adalah menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Menaati perintah Allah bisa dengan menjalankan kewajiban shalat, puasa zakat, dan ibadah lain. Melaksanakan Shalat Dhuha merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan rasa syukur kepada Allah. Syukur atas segala nikmat dan 34
2008), 37.
M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Shalat Dhuha (Jakarta: PT. Wahyu Media,
21
karunia yang tiada terkira. Hal ini mengingat kebanyakan manusia lupa menghadap (bermuwâjahah) atau berkonsultasi terlebih dahulu dengan Allah pada pagi hari sebelum aktifitas.35 c. Tawakal dan berserah diri kepada Allah sebagai pengatur rezeki. Shalat Dhuha pada pagi hari merupakan salah satu upaya tawakal kepada Allah. Sangat dianjurkan meluangkan waktu sejenak untuk melaksanakan Shalat Dhuha dalam rangka menyerahkan segala urusan kepada Allah dan memohon rezeki yang terbaik untuk hari ini. Sebab, hanya Allah yang mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang akan diraih. Manusia hanya mampu berencana dan berusaha. Tetap saja Allah yang menentukan.36 3. Tata Cara Mengerjakan Shalat Dhuha Menurut Suyadi, rukun dan tata tertib Shalat Dhuha sama persis dengan shalat-shalat sunnah lain pada umumnya. Yang membedakan hanyalah niatnya.37 Shalat Dhuha bisa dikerjakan 2 (dua) raka’at, 4 (empat) raka’at, 8 (delapan) raka’at hingga 12 (dua belas) raka’at. Masing-masing cara pengerjaannya pun juga berlainan. Jika hanya dengan 2 (dua) raka’at, maka cara pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan Shalat Shubuh atau shalat-shalat sunnah dua raka’at yang lain. Tetapi jika Shalat Dhuha dikerjakan dengan 4 (empat) raka’at, maka hanya dengan
35
Ibid., 58. Ibid., 66. 37 Suyadi, Menjadi Kaya dengan Shalat Dhuha, 8. 36
22
satu salam saja, dan surat pendek yang dibaca sesudah surat al-Fâtihah pun berbeda.38 Menurut Muhammad Thalib, Shalat Dhuha dikerjakan 2 sampai 8 raka’at. Waktunya mulai pagi hari sampai sebelum tengah hari pada saat terik matahari menyengat, sehingga kalau ada anak unta, ia mulai kepanasan. Bila diperkirakan dengan jam yaitu antara pukul 7 pagi sampai dengan pukul 11 waktu setempat.39 Menurut Ahmad Sultoni, cara pelaksanaan raka’at yang pertama dalam Shalat Dhuha ini, setelah membaca al-Fâtihah dilanjutkan dengan membaca surat al-Syams, dan untuk raka’at yang kedua, setelah membaca surat al-Fâtihah dilanjutkan dengan membaca surat al-Dhuha.40 Menurut Mahmudin, tata cara pelaksanaan Shalat Dhuha yaitu: Raka’at pertama
•
a. Berdiri tegak menghadap qiblat kemudian membaca niat. Adapun niat Shalat Dhuha bunyinya sebagai berikut:
LَZdَ`eَ c ِ ِ\ ِ ^ْ _َ `َ َر ْآLَWY X Z اSَ UTV ُ LMNP َ ُا
41
Artinya: ”Aku niat Shalat Sunnah Dhuha dua raka’at karena Allah Ta’ala. ” b. Takbir.
38
Ibid., 21. Muhammad Thalib, 30 Shalat Sunnah (Fungsi, Fadhîlah, & Tata Caranya) (Surakarta: Kaafah Media, 2005), 53. 40 Ahmad Sultoni, Tuntunan Shalat (Wajib dan Sunnah) (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), 147-148. 41 Suyadi, Menjadi Kaya dengan Shalat Dhuha, 9. 39
23
c. Baca doa Iftitâh. d. Baca ta’âwudz. e. Baca surat al-Fâtihah. f. Baca surat pendek apa saja yang dipilih (kalau bisa utamanya membaca surat al-Syams). g. Takbir dan ruku’. h. I’tidâl dan bacaannya. i. Sujud dan bacaannya. j. Duduk di antara dua sujud dan bacaannya. k. Sujud dan bacaannya. l. Bangun ke raka’at kedua dengan takbir. Raka’at kedua
•
a. Baca surat al-Fâtihah. b. Baca surat pendek apa saja yang dipilih (kalau bisa utamanya membaca surat al-Dhuha). c. Takbir dan ruku’. d. I’tidâl dan bacaannya. e. Sujud dan bacaannya. f. Duduk di antara dua sujud dan bacaannya. g. Sujud dan bacaannya. h. Duduk tahiyyat akhîr dan bacaannya. i. Salam.42
42
Mahmudin, Shalat Sunnah Pilihan (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), 60.
24
Adapun doa sesudah Shalat Dhuha yaitu :
s َ Zُdَqt َ ل َ dَqr َ Zْ ك وَا َ ُءdَgoَ َءdَgmَ Zْك َوا َ ُءdَWl ُ َءdَWY X Zن ا T ِإfT gُ NTZَا ن َ dَ ِإنْ آfT gُ NTZَا. s َ _ُ qَ z ْ { ِ Sَ qَ z ْ `ِ Zْ َواs َ eُْ َرyxُ ْ َر َةywُ Zْ َواs َ eُ vT xُ َةvT wُ Zَْوا ْ ُ َوِإنt ْ
ِ ْ َ}َ ض ِ ْر َ ْ اLِ} ن َ dَ ُ َوِإنْ آZْ ِ ْ َ}َ ِءdَq~ T Z اLِ} Lِxِْرز ًاyْ^`ِ oَ ن َ dَ
ْ ُ َوِإنْ آgM َ }َ dً
َا َ ن َ dَ~
ْ ُ َوِإنْ آ M ^َ }َ
ًاM~`َ ُ ن َ dَآ dَ LِUeِ ٰ اs َ eِ ْ َرyxُ َوs َ eِ vT xُ َوs َ Zِdَqt َ ك َو َ ِءdَgoَ ك َو َ ِءdW َl ُ MW َ oِ ُ oْ
M wَ }َ .
43
\ َ ^ْ W ِ ZِdTzZك ا َ َدdَm{ ِ َ ^ْ eَ ٰا
Artinya: ”Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, dan kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, jika rezekiku masih di atas langit maka turunkanlah, jika ada di dalam bumi maka keluarkanlah, jika sukar maka mudahkanlah, jika haram maka sucikanlah, jika jauh maka dekatkanlah, berkat waktu dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuaasaan-Mu. Limpahkanlah kepadaku karunia sebagaimana yang Engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang shâlih.”44 Ada dua hal utama yang dapat dicerna dari doa Shalat Dhuha tersebut, yaitu: a. Pengakuan akan kebesaran Allah bahwa Dia pemilik segalanya, waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan, kekuasaan, dan penjagaan. Keyakinan ini akan menjauhkan diri dari sikap arogan dan sombong
112.
43
Imam Ghazali, Bertambahnya Kaya Lewat Shalat Dhuha (tt: Mitrapress, 2008), 111-
44
Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 16.
25
yang dilatarbelakangi pandangan ”Qârûniyyah” (bahwa yang diperoleh berkat kerja keras dan kemampuan diri belaka). b. Adanya ketergantungan yang besar kepada Sang Pemilik Rezeki sehingga tidak melupakan ”peran” Allah dalam keberhasilan usaha yang dikerjakan.45 4. Hukum Shalat Dhuha Al-Shan’ani dalam Subul al-Salâm mengemukakan pendapat Ibnu al-Qayyim mengenai hukum Shalat Dhuha, karena ia telah mengumpulkan beberapa pendapat ulama, hingga pada kesimpulan bahwa mengenai hukum mengerjakan Shalat Dhuha, ada enam: a. Sunnah muakkadah. b. Tidak disyariatkan kecuali karena sebab. c. Hukum aslinya tidak disunnahkan. d. Dikerjakan sesekali waktu dan meninggalkannya sesekali waktu serta tidak melakukannya secara terus menerus. e. Disunnahkan mengerjakannya terus menerus di rumah. f. Bid’ah.46 Sedangkan pendapat yang paling shahîh, dan diambil dari jumhûr (mayoritas) ’ulama adalah adalah sunnah muakkadah dengan disertai dalîl dan hujjah. Hal ini sependapat dengan Ibnu Daqiq al-Iid.47
45 46
33.
47
Ibid., 68-69. Muhammad Abu Ayyas, Keajaiban Shalat Dhuha (Jakarta: Qultum Media, 2008), 32Ibid.
26
5. Fungsi Shalat Dhuha Menurut Muhammad Thalib, maksud fungsi Shalat Dhuha di sini adalah manfaat yang dapat dirasakan dari Shalat Dhuha tersebut dalam kehidupan di dunia, biasanya berkenaan dengan kegunaannya untuk menyelesaikan masalah.48 Fungsi Shalat Dhuha antara lain: a. Menjadikan kebutuhan pelakunya dicukupi Allah.49 Yakni kebutuhan psikis dan jiwa berupa kepuasan, qanâ’ah (merasa cukup dengan apa yang dikaruniakan Allah), serta ridha terhadap karunia Allah. b. Shalat Dhuha sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan seseorang. Utamanya mempengaruhi kecerdasan fisikal, emosional spiritual, dan intelektual.50 1. Kecerdasan fisikal Untuk
kecerdasan
fisikal,
Shalat
Dhuha
mampu
meningkatkan kekebalan tubuh dan kebugaran fisik. Shalat Dhuha merupakan alternatif olahraga yang efektif dan efisien karena dilakukan pada pagi hari ketika sinar matahari pagi masih baik untuk kesehatan dan kondisi udara yang bersih. Penelitian mutakhir menjelaskan bahwa bukan olahraga berat dan mahal yang efektif untuk menjaga kebugaran tubuh. Namun, olahraga ringan dan tidak berisiko cedera serta dilakukan dengan senang hati yang
48
Thalib, 30 Shalat Sunnah (Fungsi, Fadhilah, & Tata Caranya), 19. Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 160. 50 Ibid., 160-161. 49
27
terbukti mampu menjaga kebugaran tubuh. Di sini, shalat tentunya terpilih sebagai olahraga yang paling cocok.51 2. Kecerdasan emosional spiritual Melaksanakan Shalat Dhuha pada pagi hari sebelum beraktifitas, selain berbekal optimisme, tawakal, serta pasrah atas segala ketentuan dan takdir Allah, dapat menghindarkan diri dari berkeluh kesah dan kecewa karena kegagalan yang dialami. Hendaknya disadari bahwa Allah adalah Pemberi Rezeki. Dialah yang mengatur rezeki semua makhluk. Dalam melakukan aktifitas bekerja seringkali seseorang mendapat tekanan dan terlibat persaingan usaha yang sangat tinggi. Alhasil, pikiran menjadi kalut, hati tidak tenang, dan emosi terkadang tidak stabil. Keadaan seperti ini tentu tidak kondusif jika dipakai untuk bekerja. Akibat yang ditimbulkan jika kita terus memaksakan bekerja dengan keadaan seperti itu adalah konsentrasi yang rusak dan terganggunya keharmonisan tim kerja. Pada saatsaat seperti itulah Shalat Dhuha kembali berperan penting. Meskipun dilaksanakan lima atau sepuluh menit, Shalat Dhuha mampu menyegarkan pikiran, menenangkan hati, dan mengontrol emosi.52
51 52
Ibid., 160-161. Ibid., 162.
28
3. Kecerdasan intelektual Shalat
Dhuha
mampu
meningkatkan
kecerdasan
intelektual seseorang. Berikut ini beberapa alasan utama mengapa Shalat Dhuha mampu meningkatkan kecerdasan intelektual: a) Hakikat ilmu adalah cahaya Allah. Cahaya Allah tidak diberikan kepada para pelaku kejahatan dan pengabdi kemaksiatan. Cahaya Allah hanya diberikan kepada orang yang senantiasa ingat kepada Allah, baik pada waktu pagi maupun petang. Firman Allah SWT: ج
ۤ ُءd َ َ ْ\َ ِ ْ ِرvUُ Zِ c ُ ِى اygْ َ
ٌf^ْ Nِ{ َ ٍ ^ْ َ M ُ oِ c ُ وَا
LNx
LNx
ْ ٍرvُ LَN{ َ ٌْرvُ ...
س ِ dTUNِZ ل َ dَْ َ ْ اc ُ ب ا ُ
ِ Y ْ َ َو 53
¢٣٥
Artinya: ”Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Nur: 35)54 b) Shalat Dhuha menjadikan jiwa tenang. ”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati 53
Yusuf Alî Badîwy, Al-Qur’an al-Karîm bi al-Rasmy al-’Utsmâny (Beirut: Dâr Ibnu Katsir, 2004), 354. 54 Abdul Malik Mujahid, Al-Qur’an dan Terjemahannya (tt: Darussalam, 2006), 495.
29
menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’d: 28). Agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik diperlukan ketenangan jiwa agar ilmu yang diajarkan dapat masuk ke dalam hati anak didik. c) Shalat Dhuha menjadikan pikiran lebih konsentrasi. Ketika sedang belajar, seringkali karena banyaknya materi pelajaran dan lamanya waktu belajar para pelajar merasa mengantuk. Mengantuk merupakan bukti bahwa bahwa otak mengalami keletihan karena berkurangnya asupan oksigen ke otak. Shalat Dhuha yang dilakukan pada waktu istirahat akan mengisi kembali asupan oksigen yang ada di dalam otak. Karena salah satu gerakan shalat, yakni sujud membantu mengalirkan darah secara maksimal ke otak. Itu artinya otak mendapatkan asupan darah dan oksigen yang berguna untuk memacu kerja selselnya.55 c. Dapat digunakan sebagai salah satu alternatif mengubah perilaku malajusdment (ketidakmampuan menyesuaikan diri) akibat stres.56 Secara empirik, telah terbukti ada korelasi yang sangat kuat antara
Shalat
Dhuha
dan
penurunan
stres.
Dari
segi
psikoneuroimunologi57, Shalat Dhuha yang dijalankan dengan ikhlas akan memperbaiki emosional positif dan efektifitas ketahanan tubuh. Emosional positif dapat menghindarkan reaksi stres. Shalat Dhuha bisa 55
Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 163-164. Imam Musbikin, Rahasia Shalat Dhuha (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 32. 57 Psikoneuroimunologi adalah ilmu tentang integrasi respon saraf dan kekebalan yang berhubungan dengan status psikologis. Lihat M. Dahlan. Y. Al-Barry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah (Surabaya: Target Press, 2003), 646. 56
30
saja mendatangkan stres, jika Shalat Dhuha itu tidak dijalankan dengan ikhlas, karena tingginya sekresi kortison58 oleh korteks adrenal59. Apabila Shalat Dhuha dijalankan dengan ikhlas, dapat memperbaiki emosional positif dan sistem ketahanan tubuh efektif, yang akan tercermin pada kemampuan beradaptasi terhadap perubahan sekresi kortison. Dengan demikian, Shalat Dhuha yang dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusyu’, dan ikhlas, dapat memelihara homeostasis60 tubuh. Ini berarti Shalat Dhuha dapat meningkatkan dan memperbaiki respon ketahanan tubuh sehingga membuat individu terhindar dari infeksi, risiko terkena penyakit jantung, hipertensi, mati mendadak, dan kanker.61 6. Keutamaan atau Fadhîlah Shalat Dhuha Muhammad Thalib mendefinisikan fadhîlah Shalat Dhuha di sini sebagai keutamaan yang berkenaan dengan tambahan kebaikan atau pahala yang diperoleh pelakunya, terutama yang akan dinikmatinya di akhirat kelak. Keutamaan atau fadhîlah Shalat Dhuha antara lain: a. Menyelamatkan pelakunya dari jilatan api neraka apabila juga memenuhi persyaratan lainnya, yaitu terus melakukan dzikrullah di
58 Sekresi adalah pengeluaran cairan oleh sel khusus kelenjar dari sebelah dalam ke sebelah luar membran plasma. Lihat Mien. A. Rifai, Kamus Biologi (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), 420. Kortison adalah salah satu hormon sekresi spesifik dari korteks adrenal, berfungsi menyesuaikan organisme terhadap luka dan merangsang penyembuhan. Ibid., 407. 59 Korteks adrenal adalah bagian luar kelenjar adrenal vertebrata, membentuk lebih dari seratus hormon. Ibid., 246. 60 Homeostasis adalah keadaan dalam tubuh suatu makhluk hidup yang mempertahankan konsentrasi zat dalam tubuh, khususnya darah agar tetap konstan. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. 3, edisi ke-3, 407. 61 Musbikin, Rahasia Shalat Dhuha, 31.
31
tempat shalat sejak selesai Shalat Shubuh hingga mengerjakan Shalat Dhuha. b. Menggantikan sedekah.62 Shalat Dhuha adalah sedekah untuk 360 ruas tulang yang harus dibayarkan pada setiap paginya.63 Hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW:
© َ wِ Zَ ْ\َ LَN{ َ ُ qُ ^ْ Nِ~ ْ eَ Sٌ xَ yَ P َ \ ¨ َد َم ِ oْ \ ا َ ِ Lَ ¦ َ V ُ M ُآLَN{ َ ¥ ُ mِ z ْ ُ ،ٌSxَ yَ P َ
ِ َ Uْ qُ Zْ\ ا ِ{ َ ُ ^ُ gْ َ َو،ٌSxَ yَ P َ ف ِ ْ ْ` ُ
وqَ Zْ dِo ُ
ُ ْ َو َأ،ٌSxَ yَ P َ ،ٌSxَ yَ P َ ِ Nِ َأ ْهSُ `َ Y ْ oُ َو،ٌSxَ yَ P َ ِ ْ
ِ T Z\ ا ِ{ َ ذَى َ ْ اSُ َ dََو ِإ 64
.LَWY X Z\ ا َ ِ ن ِ dَ_`َ ِ َر ْآNM ُآs َ Zِٰئ ِ\ْ ذ ُ ِ r ْ ُ َو
Artinya: ”Untuk setiap ruas tulang manusia, dapat menjadi sedekah. Salamnya terhadap siapa yang ditemuinya menjadi sedekah. Amar ma’rufnya menjadi sedekah. Nahi mungkarnya menjadi sedekah. Menyingkirkan gangguan di jalan menjadi sedekah dan mengumpuli istrinya menjadi sedekah. Dan semuanya itu dicukupi dua raka’at Shalat Dhuha.” 65 c. Shalat Dhuha sebagai investasi amal cadangan. Salah satu fungsi ibadah shalat sunnah adalah untuk menyempurnakan kekurangan shalat wajib. Sebagaimana diketahui, shalat adalah amal yang pertama kali diperhitungkan pada hari Kiamat. 62
Ibid. Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, v. Lihat juga dalam Syaikh Sayyid Sabiq, Shalat-shalat Sunnah Nabi (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006), 197. 64 Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistâny, Sunan Abî Dâud (Beirut: Dâr al-Fikr, tt), juz. I, kitâb al-Shalât, bâb Shalâti al-Dhuha, 480. 65 Bey Arifin, Tarjamah Sunan Abî Daud (Semarang: CV. al-Syifa, 1992), jilid. 2, 183. 63
32
Shalat juga merupakan kunci semua amal kebaikan. Jika shalatnya baik maka baiklah amal ibadah yang lain. Begitu juga sebaliknya, jika rusak shalatnya, ia akan merugi dan kecewa. Shalat sunnah, termasuk Shalat Dhuha, merupakan investasi atau amal cadangan yang dapat menyempurnakan kekurangan shalat fardhu (wajib).66 d. Ghanîmah atau (keuntungan) yang besar. Dikisahkan, Rasulullah SAW mengutus pasukan muslim berperang melawan musuh Allah. Akhirnya, mereka memperoleh kemenangan yang gemilang dan mendapatkan harta rampasan yang melimpah.
Orang-orang
pun
ramai
membicarakan
singkatnya
peperangan mereka dan banyaknya harta rampasan perang yang mereka peroleh. Kemudian, Rasulullah SAW menjelaskan ada yang lebih utama dan lebih baik dari mudahnya kemenangan dan harta rampasan yang banyak yaitu Shalat Dhuha.67 e. Pahala haji dan umrah. Orang yang Shalat Shubuh berjamaah kemudian duduk berdzikir sampai matahari terbit kemudian Shalat Dhuha, maka pahalanya seperti pahala haji dan umrah.68
f. Jaminan rezeki. Dhuha adalah waktu yang diberkati dan ditetapkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya yang ingin mendapatkan kemurahan 66
Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 21. Ibid., 22. 68 Ibid., 25-26. 67
33
rezeki dan kekuatan jasmani. Dalam Al-Qur’an Surat al-Dhuha, Allah SWT. telah bersumpah demi kehebatan waktu dhuha. Setiap sesuatu yang dijadikan sebagai bahan sumpah oleh Allah SWT. mengandung kepentingan yang sangat hebat. Di sini Allah menjadikan waktu dhuha sebagai bahan persumpahan-Nya. Itu menunjukkan bahwa waktu dhuha memiliki keistimewaan tersendiri. Imam al-Razi dalam tafsirnya menerangkan bahwa setiap kali Allah SWT. bersumpah dengan sesuatu, itu menunjukkan hal yang agung dan besar manfaatnya. Bila Allah bersumpah dengan waktu dhuha, berarti waktu dhuha adalah waktu yang sangat penting.69 Salah satu hikmah disyariatkannya Shalat Dhuha adalah jalan kemudahan usaha dan kelapangan rezeki yang diberikan kepada hamba-Nya yang shâlih. Hal ini dapat dilihat dari untaian doa yang dipanjatkan kepada Allah setelah Shalat Dhuha yang secara spesifik memohon kemudahan rezeki.70 Rezeki halal yang berkah dapat membawa manusia menuju ketentraman hati juga dapat mengantar kepada kemuliaan Tuhan. Maka dari sinilah arti pentingnya Shalat Dhuha. Di tengah-tengah kesibukan
seseorang
yang
diiringi
dengan
kestabilan
dalam
menjalankan Shalat Dhuha, bukan saja dapat memudahkan untuk memperoleh rezeki, lebih dari itu juga dapat mensucikan rezeki yang haram menjadi halal, dan yang kotor dapat disucikan. 69 70
Mahmudin, Shalat Sunnah Pilihan, 54-56. Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 205.
34
Karena pada prinsipnya, orang yang tengah merutinkan Shalat Dhuha di tengah-tengah kesibukannya mencari rezeki, maka shalat itu dapat mengingatkan dirinya kepada Allah sekaligus dapat mengantarkan pada perisai keimanan. Karena Shalat Dhuha termasuk bagian dari Shalat Awwabîn. Yakni shalatnya orang yang selalu kembali kepada Allah dan bertaubat dari segala dosa.71 Dan pada akhirnya ketika seseorang membiasakan diri untuk menjalankan Shalat Dhuha di tengah aktifitas kerja, maka ia termasuk orang yang telah menyeimbangkan diri untuk mencapai kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Sebab, di samping ia tengah mencari rezeki untuk jasmaninya, ia juga telah mengaktifkan jejak spiritual yang pada hakikatnya telah menanamkan pahala untuk kepentingan kehidupan di akhirat.72
B. Kegiatan Ekstrakurikuler 1. Pengertian Ekstrakurikuler Menurut Suharsimi AK, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan, di luar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan.73 Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan di sekolah atau 71
Muhammad Makhdlori, Menyingkap Mukjizat Shalat Dhuha (Yogyakarta: Diva Press, 2007), 78. 72 Ibid., 71. 73 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 271.
35
di luar sekolah agar lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dan kurikulum.74 Menurut Husni Rahim, ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.75 Adapun menurut hemat penulis, kegiatan ekstrakurikuler adalah segala bentuk aktifitas terprogram di luar kurikulum sekolah berupa kegiatan pilihan yang bertujuan menunjang proses kemajuan siswa di berbagai aspek kehidupan. Pada dasarnya penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler dalam dunia sekolah ditujukan untuk menggali dan memotivasi siswa dalam bidang tertentu. Tetapi pada perkembangannya, kegiatan ekstrakurikuler tidak hanya diarahkan dalam bidang tertentu saja, melainkan juga ditujukan untuk membangkitkan semangat, dinamika, dan optimisme siswa sehingga mereka mencintai sekolahnya dan menyadari posisinya di tengah masyarakat.76 Kalau diamati lebih seksama, bahwa sesungguhnya aktifitas ekstrakurikuler tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kegiatan intrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sekolah, secara sederhana dapat mendatangkan manfaat terhadap siswa, sekolah, dan masyarakat. Dengan manfaat tersebut, sekolah bisa menjadi terkenal 74 75
42.
76
Ibid. Husni Rahim, Kendali Mutu Agama Islam (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001),
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani, 2004), 187.
36
dan populer, bahkan dapat dijadikan sebagai tempat promosi sekolah kepada masyarakat.77 Aktifitas
ekstrakurikuler
sebagai
media
pembinaan
dan
pengembangan kemampuan, minat, dan bakat para siswa mengandung seperangkat nilai-nilai yang cukup bagus bagi proses pendewasaan dan kemajuan siswa di masa depan. Tidak sedikit para aktifis ekstrakurikuler yang
menunjukkan
kemampuan
kepiawaiannya
beradaptasi
dengan
dalam
berbagai
lingkungan,
hal,
kemampuan
seperti: dalam
menyikapi problem kehidupan, cerdik dalam berbicara, memiliki kematangan dalam bersikap dan bahkan prestasi akademik yang luar biasa. Bahkan kegiatan semacam ini disebut mampu meredam gejolak kenakalan pelajar salah satunya disebabkan mereka merasa kurang senang dengan keadaan di lingkungan keluarga, sehingga waktu luang mereka digunakan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat di luar, bahkan dapat membahayakan masa depannya.78 Sebaliknya, dengan aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diharapkan mereka akan merasa senang untuk bersosialisasi dengan teman-teman seperjuangan lainnya, dan menganggap bahwa sekolah sebagai sumber inspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus sebagai penyalur minat dan bakat, dan ternyata bukan sekedar pengisi waktu luang. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, di samping
77 Pembelajaran Ekstrakurikuler PAI: Suatu Pengantar, 22 Juni 2009 (on line), http://apri76.wordpress.com/2009/06/22/pembelajaran-ekstrakurikuler-pai-suatu-pengantar/, diakses 18 Januari 2009. 78 Husni, Kendali Mutu Agama Islam, 43.
37
penguasaan terhadap IPTEK, penghayatan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan ciri utama keunggulan yang harus dimiliki bangsa kita.79 2. Unsur-unsur dalam Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam pelaksanaannya, kegiatan ekstrakurikuler ditunjang oleh beberapa unsur antara lain: a. Pembinaan kegiatan ekstrakurikuler.80 Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah akan memberikan banyak manfaat tidak hanya terhadap siswa tetapi juga bagi efektifitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Begitu banyak fungsi dan makna kegiatan ekstrakurikuler dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Biasanya mengatur siswa di luar jam-jam pelajaran lebih sulit dari mengatur mereka di kelas. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler melibatkan banyak pihak, memerlukan peningkatan
administrasi
yang
lebih
tinggi.
Keterlibatan
ini
dimaksudkan untuk memberikan pengarahan dan pembinaan juga menjaga agar kegiatan tersebut tidak mengganggu atau merugikan aktifitas akademis.81 Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler perlu mengacu pada prinsip-prinsip program ekstrakurikuler. Menurut Oteng Sutisna, prinsip program ekstrakurikuler antara lain: 79
Ibid. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, 270. 81 Ibid., 288-289. 80
38
1) Semua murid, guru, dan personil administrasi hendaknya ikut serta dalam usaha meningkatkan program. 2) Kerja sama dalam tim adalah fundamental. 3) Pembatasan-pembatasan untuk partisipasi hendaknya dihindarkan. 4) Prosesnya adalah lebih penting daripada hasil. 5) Program hendaknya cukup komprehensif dan seimbang dapat memenuhi kebutuhan dan minat semua siswa. 6) Program hendaknya memperhitungkan kebutuhan khusus sekolah. 7) Program harus dinilai berdasarkan sumbangannya kepada nilainilai pendidikan di sekolah dan efisiensi pelaksanaannya. 8) Kegiatan ini hendaknya menyediakan sumber-sumber motivasi yang kaya bagi pengajaran kelas, sebaliknya pengajaran kelas hendaknya juga menyediakan sumber-sumber motivasi yang kaya bagi kegiatan murid. 9) Kegiatan ekstrakurikuler ini hendaknya dipandang sebagai integral dari keseluruhan program pendidikan di sekolah, tidak sekedar tambahan atau sebagai kegiatan yang berdiri sendiri.82 b. Partisipasi siswa Menurut Moelyarto
Tjokrowinoto,
partisipasi adalah
penyertaan mental dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan-tujuan, bersama bertanggung
82
Ibid., 275-276.
39
jawab terhadap tujuan tersebut.83 Partisipasi siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler
sangat
penting
bagi
pengembangan
program
ekstrakurikuler yang dibuat oleh sekolah. Menurut Thutans, partisipasi dibagi menjadi dua tingkatan yaitu: 1) Partisipasi secara penuh. 2) Partisipasi sebagian. Partisipasi secara penuh hanya mungkin terjadi apabila terdapat iklim yang memungkinkan ke arah itu, walaupun dari pihak pengikut telah ada kesadaran untuk mengembangkan pikiran maupun fisiknya, namun tidak mungkin terwujud, tanpa tersedianya peluang itu.84
c. Tersedianya sarana ekstrakurikuler Seperti halnya pengajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler akan dapat berjalan lancar jika ditunjang dengan tersedianya sarana ekstrakurikuler yang memadai. Yang dimaksud dengan tersedianya sarana ekstrakurikuler adalah ada tidaknya sarana yang dapat disediakan oleh sekolah guna memberi kemudahan kepada siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.85 d. Tersedianya dana ekstrakurikuler 83
Ibid., 278-279. Ibid., 283-284. 85 Ibid., 293. 84
40
Dana merupakan salah satu sarana yang menentukan, tanpa didukung atau ditunjang oleh dana yang memadai pekerjaan tidak akan lancar, bahkan mungkin mengalami kemacetan. Semua dana ekstrakurikuler harus dipergunakan secara terarah dan bertanggung jawab dengan tidak bertumpang tindih satu sama dengan yang lain.86 3. Pentingnya Pembelajaran Ekstrakurikuler dalam Bidang Agama Secara khusus, wadah ekstrakurikuler dalam bidang agama di sekolah sejak lama dirasa banyak manfaatnya bagi banyak kalangan. Wadah ekstrakurikuler ini sangat penting dalam melakukan tugas pembinaan watak dan kepribadian serta perluasan wawasan tentang penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran agama Islam. Oleh sebab itu penghayatan nilai-nilai dimensi keunggulan sekaligus sebagai misi organisasi ekstrakurikuler ini. Di samping itu, pembinaan potensi intelektual untuk mendalami berbagai persoalan dalam bidang agama merupakan tipe yang harus dimiliki oleh organisasi ini, sehingga ”visi” ke depannya adalah agar outputnya menjadi figur intelektual yang berakidah kuat dan berakhlak mulia dan sekaligus menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya. Pembelajaran ekstrakurikuler dalam bidang agama dilakukan untuk mengcover dan memberikan nuansa lain dalam Pendidikan Agama Islam di tingkat intrakurikuler. Berbeda dengan pengajaran intrakurikuler, yang warna akademiknya sangat dominan (kental), kurikulumnya jelas,
86
Ibid., 293-294.
41
jadual waktunya tepat, dan sebagian besar tempat proses belajar mengajarnya di kelas. Sebaliknya pengajaran ekstrakurikuler dalam bidang agama berada dalam tataran implementasi, baik pengajaran jenis kognitif, afektif maupun psikomotorik. Oleh sebab itu kurikulumnya harus berbasis sekolah yang mengakomodasi kebutuhan siswa dalam penambahan muatan agama yang lebih dalam.87 Dalam pelaksanaan pembelajaran ekstrakurikuler dalam bidang agama Islam, keterlibatan elemen-elemen pendidikan, seperti: orang tua dan masyarakat harus lebih nyata. Dukungan mereka, baik secara moril maupun materiil, sangat diperlukan dalam rangka untuk mengoptimalkan hasil pendidikan yang diharapkan. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat harus turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan pendidikan keagamaan di sekolah. Dalam konteks ini, apa yang dapat dilakukan oleh orang tua atau masyarakat adalah memperbaiki dan sekaligus mengembangkan pola-pola dalam bidang agama yang lebih baik.88 Kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang agama selain diarahkan pada penguasaan skill praktis keagamaan, juga agar siswa terbiasa dan tercipta
iklim
yang
kondusif
untuk
mengimplementasikan
rasa
keagamaannya di lingkungan sekolah.89 Usaha-usaha yang bisa dilakukan dalam merealisasikan kegiatan ini adalah dengan memasukkan nuansanuansa keagamaan dalam proses pembelajaran ekstrakurikuler yang dapat 87
Husni, Kendali Mutu Agama Islam, 43. Ibid. 89 Ibid., 44. 88
42
dilakukan lewat cabang kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang agama, misalnya: rohis atau forum-forum studi keislaman yang lainnya.
43
BAB III DATA TENTANG KEGIATAN SHALAT DHUHA BAGI SISWA-SISWI MTS. MIFTAHUL ULUM NGRAKET BALONG PONOROGO
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Sejarah pendirian Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tidak dapat dipisahkan dengan umat Islam di wilayah Kecamatan Balong. Awal mula pendirian Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum ini adalah karena agama Islam semakin dibutuhkan masyarakat luas khususnya di wilayah Kecamatan Balong. Maka keluarga besar Nahdlatul Ulama’ di wilayah Kecamatan Balong mengadakan sarasehan atau pertemuan yang hasil pertemuan itu antara lain adalah untuk mendirikan Madrasah Diniyah dan masuknya pada sore hari dan tempatnya di Desa Ngraket
Kecamatan
Balong
Kabupaten
Ponorogo
karena
belum
mempunyai gedung sendiri maka pelaksanaannya bertempat di masjid dan rumah-rumah penduduk. Semakin hari anak-anak semakin berkembang dengan baik dan murid-muridnya berasal dari segala penjuru desa. Setelah Madrasah Diniyah sudah terbentuk dengan baik dan berjalan dengan baik pula, maka di dalam sarasehan atau pertemuan lanjutan ini juga banyak ide-ide atau gagasan untuk mendirikan madrasah lagi. Madrasah yang setaraf SMP atau Tsanawiyah. Musyawarah ini juga disetujui dan dibuka pada tahun ajaran baru tepatnya pada tanggal 14 Juli
44
1982. Juga bertempat di Desa Ngraket Kecamatan Balong. Ternyata murid-muridnya banyak dan berasal dari segala penjuru desa sewilayah Kecamatan Balong dan sekitarnya. Karena belum mempunyai gedung sendiri, tempatnya di rumahrumah penduduk yaitu di rumah Bapak K. Djaiz, Bapak Tohir, dan Bapak Syarif. Murid pertama tiga kelas yaitu 120 anak. Perkembangan madrasah semakin hari semakin baik. Tahun demi tahun semakin berkembang dan diridhai Allah SWT. Dan diberi tanah wakaf oleh keluarga Bapak. K. Ahmad Djaiz. Semua pengurus yayasan bekerja keras mencari dana untuk membangun gedung sendiri, Alhamdulillâh dengan ridhâ Allah, pengurus yayasan bisa membangun dengan biaya Swadaya Masyarakat Murni. Tahun demi tahun akhirnya terwujudlah gedung dan bisa ditempati oleh seluruh anak kelas 1-3. Lima kelas dan satu gedung untuk kantor guru dan kepala sekolah, walaupun semuanya ini belum sempurna.90 2. Letak Geografis MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di Kabupaten Ponorogo. Tepatnya berlokasi di Desa Ngraket, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Luas tanah Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah sekitar 2000 meter persegi. Batas wilayah sekitar Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah sebelah barat berbatasan dengan Desa
90
Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009.
45
Sumberejo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Dadapan, sebelah utara berbatasan dengan Desa Ngumpul, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bulak.91 3. Visi dan Misi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Visi, Misi, dan Tujuan MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo a. Visi Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo mempunyai visi terwujudnya madrasah yang unggul dalam IPTEK dan IMTAQ. b. Misi Sedangkan misi Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah menumbuhkan penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam, meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan
tuntutan
masyarakat
dan
perkembangan
IPTEK,
meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang ada, dan melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. c. Tujuan Adapun tujuan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah memberi bekal kemampuan dasar dan keterampilan tertentu untuk melaksanakan tugas hidup di
91
Observasi tanggal 15 Juni 2009 di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo.
46
masyarakat, memberi bekal pengetahuan, pengalaman, dan sikap yang diperlukan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kesempurnaan rohani menurut ketentuan ajaran Islam, dan kecerdasan akal pikiran, dan kesehatan jasmani.92 4. Tata Tertib MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah lembaga pendidikan Islam juga memiliki tata tertib (peraturan) yang harus ditaati oleh siswa-siswi. Di antara peraturannya terbagi menjadi dua kategori yaitu sebagai berikut: a. Kewajiban 1) Siswa harus hadir di sekolah sebelum jam pelajaran dimulai. 2) Siswa wajib memberikan keterangan, apabila tidak masuk sekolah dan dilarang meninggalkan kelas selama pelajaran berlangsung, kecuali ada ijin dari sekolah. 3) Siswa wajib mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang telah diadakan oleh sekolah. 4) Siswa wajib mengikuti Shalat Zhuhûr berjamaah, kecuali bagi yang berhalangan. 5) Siswa wajib memakai seragam sekolah, dengan ketentuan sebagai berikut:
92
a. Senin – Selasa
:
Biru – Putih
b. Rabu – Kamis
:
Biru – Biru laut
Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009.
47
c. Jum’at – Sabtu :
Pramuka lengkap
6) Siswa wajib menjaga dan melestarikan nama baik madrasah baik di dalam maupun di luar sekolah. 7) Bagi siswa yang melanggar tata tertib di atas, akan dikenakan sanksi sesuai pelanggarannya dari sekolah. b. Larangan Siswa MTs. Miftahul Ulum tidak diperbolehkan untuk: 1) Berkeliaran di luar kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 2) Keluar dari lingkungan sekolah, kecuali benar-benar ada kepentingan ada kepentingan dan mendapat ijin dari sekolah. 3) Pulang terlebih dahulu (bolos) sebelum kegiatan belajar mengajar berakhir. 4) Membuang sampah di sembarang tempat. 5) Membuang air besar dan kecil di sembarang tempat. 6) Mencorat-coret tembok gedung sekolah dan tempat lain yang tak semestinya serta merusak bangku atau fasilitas lain. 7) Melakukan penganiayaan, berkelahi, mencuri, minuman keras, berjudi, dan membawa rokok di lingkungan kelas. 8) Berambut panjang bagi siswa putra dan berkuku panjang bagi siswi putri. 9) Mengeluarkan baju di lingkungan sekolah.
48
10) Memarkir sepeda di sembarang tempat.93 5. Struktur Organisasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Adapun Struktur Organisasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo yaitu: Kepala Sekolah
:
Imam Suyuti, S. Sos
Wakil Kepala Sekolah
:
H. Nur Salam
Tata Usaha
:
Sarni
Bendahara
:
Suprihatin
Urusan Kurikulum
:
Hantono, S. Pd
Urusan Kesiswaan
:
Winaryono, S. H. I
Urusan Sarana Prasarana
:
Mulyono
Urusan Bimbingan dan Penyuluhan
:
Suwito, S. Ag
Urusan Humas
:
Bambang Suprapto
Komite Sekolah
:
Drs. Djajanto.94
6. Keadaan Guru, Siswa-siswi, dan Sarana Prasarana MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 a. Keadaan Guru Tenaga pendidik di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Tahun Pelajaran 2008-2009 berjumlah 21 orang yang terdiri dari 2 orang PNS dan 19 guru berstatus tidak tetap (GTT).95
93
Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009. Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009. 95 Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009. 94
49
b. Keadaan siswa-siswi Secara keseluruhan siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tahun pelajaran 2008-2009 berjumlah 229, dengan perincian: siswa berjumlah 155 orang, sedangkan siswi berjumlah 122 orang. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah siswa-siswi dapat dilihat di tabel jumlah siswa-siswi dalam lampiran laporan hasil penelitian.96 c. Keadaan sarana dan prasarana Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo secara keseluruhan memiliki 15 ruang, dengan perincian kelas 7 ruang, kantor guru 1 ruang, kantor Kepala Sekolah 1 ruang, perpustakaan 1 ruang, UKS 1 ruang, urinoir 1 ruang, parkir sepeda siswa 1 ruang, parkir guru 1 ruang, dan koperasi 1 ruang. Untuk lebih jelasnya mengenai sarana dan prasarana Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo dapat dilihat pada tabel sarana prasarana Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo dalam lampiran laporan hasil penelitian.97
B. Deskripsi Data Khusus 1. Latar Belakang Kegiatan Shalat Dhuha bagi Siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo
96 97
Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009. Dokumentasi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo tanggal 14 April 2009.
50
MTs. Miftahul Ulum memiliki tradisi keagamaan yang sangat kuat yaitu mengadakan kegiatan Shalat Dhuha berjamaah di masjid madrasah dan di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo secara rutin dan konsisten. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Suwito, S. Ag selaku Guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo, bahwa khusus hari Senin kegiatan Shalat Dhuha dilaksanakan pukul 07.00-08.00 WIB karena Shalat Dhuha
dilanjutkan
dengan
istighâtsah.
Untuk
hari
Selasa-Rabu
dilaksanakan pada jam istirahat. Di samping itu, MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong ada acara rutinitas yaitu istighâtsah ke Tegalsari tepatnya hari Minggu Kliwon pagi, jadi walaupun ada kesibukan apapun kegiatan tersebut tetap dilaksanakan karena sudah termasuk program pakem.98 Latar belakang diadakannya kegiatan Shalat Dhuha tersebut di antaranya: a. Bentuk keprihatinan pihak MTs. Miftahul Ulum atas meningkatnya kenakalan siswa dan semakin menurunnya kualitas ibadah mereka. b. Sebagai salah satu jalan pembuka harapan datangnya hidâyah keilmuan dari Allah SWT. Kedua
latar
belakang
tersebut
sebagaimana
yang
diungkapkan Bapak H. Nur Salam selaku Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum, beliau mengatakan bahwa setelah melihat keadaan anak yang dewasa ini katakanlah semakin nakal dan menurun penerapan 98
Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII).
51
agamanya, maka dari sekolah bersama guru dan yayasan memiliki gagasan untuk menertibkan siswa-siswi terutama dalam bidang ibadah yang dimulai dari sekolah, dengan harapan semoga mereka bisa tertib dalam melaksanakan ibadahnya setelah sampai di rumah. Kegiatan Shalat Dhuha ini dari awal memang telah ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler yaitu pengembangan dari program-program madrasah. Jadi, para siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan Shalat Dhuha ini. Latar belakang yang lain itu terkait dengan harapan pihak madrasah, di mana dengan Shalat Dhuha ini biar anak-anak itu lebih dibimbing oleh Allah terutama dalam menyikapi mata pelajaran dan bi al-khusûs supaya anak-anak diberi kemudahan dan kemurahan oleh Allah berupa rezeki, maksudnya rezeki itu bukan berupa harta benda saja, tetapi termasuk kesehatan dan kecerdasan dalam menangkap ilmu sehingga dapat memanfaatkannya, itu juga termasuk rezeki yang lebih besar yang tidak tampak dilihat dengan mata tetapi manfaatnya lebih besar.99 c. Karena minimnya pengetahuan siswa tentang ibadah shalat dan rendahnya kesadaran siswa dalam menjalankan shalat. Latar belakang ini diketahui setelah peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Suprihatin selaku salah satu guru di MTs. Miftahul Ulum, beliau mengatakan bahwa ibadahnya anak-anak itu belum bagus, kadang ada yang belum bisa baca al-Qur’an, nilai ibadah itu masih kecil, kadang 99
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
52
kalau ditanya shalatnya baru empat kali juga masih ada sehingga perlu sekali ditanamkan pemahaman ibadah itu sedini mungkin sebagai landasan dasar.100 d. Kecenderungan siswa untuk tidak shalat semakin meningkat seiring kemerosotan
moral
dewasa
ini.
Hal
ini
sebagaimana
yang
dikemukakan Bapak Mulyono selaku salah satu guru di MTs. Miftahul Ulum, bahwa sekarang ini kecenderungan siswa tidak shalat banyak sekali, maka dari itu ibadah terutama Shalat Dhuha yang hukumnya juga sunnah itu dijadikan suatu media untuk bisa berlatih beribadah walaupun itu sunnah, jadi biar anak terbiasa ibadah salah satunya pada waktu itu dengan Shalat Dhuha. Pada waktu itu pula para dewan guru sebenarnya mempunyai gagasan bagaimana agar MTs. Miftahul Ulum ini memiliki terobosan baru di bidang ekstrakurikuler ibadah karena memang belum ada kegiatan yang menonjol seperti itu. Sehingga akhirnya disepakatilah kegiatan Shalat Dhuha ini sebagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler madrasah di bidang keagamaan.101 Selain itu kegiatan ini dilatarbelakangi misi-misi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan MTs. Miftahul Ulum, di antaranya: membentuk kepribadian siswa agar berwatak Islami, beriman, dan bertakwa, mengisi waktu siswa untuk kegiatan yang positif, untuk melatih kedisiplinan siswa, serta sebagai pengembangan dakwah dan
100 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Ibu Suprihatin (guru Bahasa Jawa dan Seni Budaya dan Kesenian kelas VII). 101 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak Mulyono (guru Biologi kelas VIIIX).
53
ilmu pengetahuan agama di masyarakat. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan Bapak Suwito, S. Ag bahwa madrasah memiliki tujuan antara lain mencetak anak bangsa yaitu berwatak Islami, mempunyai tingkat keimanan serta ketakwaan yang tinggi, sehingga dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler Shalat Dhuha itu ditanamkan untuk shalat, dzikir, dan sebagainya. Kegiatan Shalat Dhuha tersebut juga dimaksudkan agar siswa-siswi tidak terbiasa menyia-nyiakan waktu. Itulah sebabnya kegiatan Shalat Dhuha ini dimasukkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler madrasah karena memang untuk mengisi waktu luang siswa di madrasah. Di samping itu,agar bertambahnya syi’ar madrasah di masyarakat, bahwasanya juga memiliki potensi memperhatikan
masalah
ibadah
para
siswa
di
samping
mengembangkan ilmu pengetahuan.102 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Shalat Dhuha bagi Siswasiswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan usaha atau kegiatan apapun pastinya tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat yang menyertainya, begitu pun yang terjadi pada kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan oleh MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Hal tersebut tak ayal mempengaruhi jalannya pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha itu sendiri, akan tetapi bukan berarti mempersurut langkah pihak MTs. Miftahul Ulum untuk melestarikan kegiatan ekstrakurikuler penuh 102
Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII).
54
manfaat ini dan lebih termotivasi untuk mengorganisirnya menjadi lebih baik. Berdasarkan
hasil
wawancara
yang
dilakukan
penulis,
ditemukan beberapa faktor pendukung dan penghambat kegiatan Shalat Dhuha
tersebut.
Adapun
faktor-faktor
yang
mendukung
dalam
pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha ini antara lain: a. Motivasi dari guru dan orang tua siswa. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Bapak H. Nur Salam, bahwa faktor pendukung pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum yang pertama adalah dorongan dari orang tua. Mereka ikut mendukung kepada anak, kemudian motivasi dari guru. Yang ketiga, adalah motivasi siswa.103 b. Kesadaran dan antusiasme siswa sendiri, sebagaimana diketahui dari hasil wawancara dengan Bapak Suwito, S. Ag, bahwa faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha adalah kekompakan guru dan pengurus yayasan. Jadi dari yayasan menggalakkan dan memotivasi adanya kegiatan Shalat Dhuha dan istighâtsah itu. Faktor pendukung lain yaitu dari keantusiasan siswa sendiri.104 Peneliti juga melakukan pengamatan langsung pada saat pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di masjid MTs. Miftahul Ulum, ditemukan bahwa sekitar pukul 07.50 WIB pagi, tanpa menunggu
103 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 104 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII).
55
instruksi dari Bapak-Ibu guru, seluruh siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo menyebar mencari tempat wudhu di kamar mandi penduduk dan toilet madrasah. Mereka akan mengadakan kegiatan Shalat Dhuha di masjid madrasah. Beberapa siswa yang sudah wudhu menuju masjid madrasah. Sekitar lima menit kemudian masjid sudah dipenuhi oleh para siswa, akan tetapi beberapa siswa putra masih ada yang duduk di serambi masjid dan sebagian yang lain sudah berada di dalam masjid tapi masih belum berbaris membentuk shaf, mereka tampak menunggu kehadiran Bapak guru yang akan mengimami. Di ruang sebelah, para siswi sudah sudah mulai berbaris membentuk shaf meskipun beberapa di antaranya ada yang masih saling bercanda atau mengobrol. Tak selang berapa lama Bapak Mulyono masuk ke dalam masjid dan siswa putra pun mulai berbaris. Pada awal raka’at pertama masih ada beberapa siswa yang belum memulai shalat. Shalat Dhuha dilaksanakan sebanyak empat raka’at. Sekitar pukul 08.20 WIB Shalat Dhuha selesai.105 c. Sarana transportasi yang telah disediakan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Ria Dewi Yuliati selaku siswi kelas IX A MTs. Miftahul Ulum, dia mengatakan bahwa faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha adalah adanya truk yang disediakan pihak MTs. Miftahul Ulum.106 Selain dari keterangan-keterangan di atas, dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat pelaksanaan kegiatan 105
Observasi tanggal 16 Juni 2009 di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Ria Dewi Yuliati (siswi kelas IX A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 106
56
Shalat Dhuha yang diadakan oleh MTs. Miftahul Ulum di masjid Jami’ Tegalsari Jetis, dapat diketahui bahwa sekitar pukul 09.50 WIB, semua rombongan siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo berhamburan keluar dari dalam masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo, mereka berlarian menuju truk masing-masing yang sedang parkir di sebelah timur masjid di bawah pohon mangga. Ada dua buah truk. Mereka berebutan naik ke atas truk, sebagian siswi ada yang lari sambil berteriak-teriak takut tidak mendapat tempat. Truk pertama membawa rombongan siswi saja dan truk yang kedua membawa rombongan siswa dan sebagian kecil siswi. Jumlah mereka seluruhnya kurang lebih sekitar seratus lima puluhan lebih. Beberapa orang guru memastikan agar semua siswa-siswi naik ke atas truk. Salah seorang guru meneriaki beberapa siswa putra agar tidak duduk di pintu truk bagian belakang. Sekitar sepuluh menit kemudian, truk berangkat untuk mengantarkan siswa-siswi kembali ke MTs. Miftahul Ulum.107 Untuk menguatkan keterangan-keterangan tentang faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan oleh MTs. Miftahul Ulum di masjid Jami’ Tegalsari Jetis, dari hasil dokumentasi berupa foto, dapat diketahui bahwa faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan MTs. Miftahul Ulum di masjid Jami’ Tegalsari adalah sarana transportasi yang memadai untuk menuju ke lokasi pelaksanaan
107
Ponorogo.
Observasi tanggal 16 Juni 2009 di masjid MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong
57
kegiatan Shalat Dhuha di masjid Jami’ Tegalsari setiap hari Minggu Kliwon.108 d. Kerja sama antara Bagian Kesiswaan MTs. Miftahul Ulum dan para guru. Hal ini diketahui dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Mulyono selaku salah satu guru di MTs. Miftahul Ulum, beliau mengatakan bahwa faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha yaitu dari kesiswaan dan jajaran di dalamnya, karena kegiatan ekstrakurikuler di MTs. Miftahul Ulum itu yang mengurusi kesiswaan.109 Melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha secara rutin setiap hari masuk sekolah dan pada hari Minggu Kliwon telah menjadi kebutuhan bagi seluruh keluarga besar MTs. Miftahul Ulum sehingga kemauan dan semangat untuk beribadah itu sendiri cukup melekat dalam diri siswasiswi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak H. Nur Salam, bahwa selama ini pelaksanaan Shalat Dhuha itu bisa rutin. Para siswa dengan kesadarannya kalau tiba waktunya ke Tegalsari itu juga sudah disiplin, termasuk juga kalau sekolah repot dan waktu itu tidak diajak ke Tegalsari, mereka itu protes menanyakan kapan ke Tegalsari, itu menunjukkan sudah ada kedisiplinan anak, begitupun ketika di sekolah.110 Mengenai waktu pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha yaitu pada hari Senin hanya diadakan di minggu pertama dan ketiga pukul 07.0008.00 WIB dan pada hari Selasa sampai Sabtu dilaksanakan waktu jam 108 109
IX).
110
Lihat lampiran 2. Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak Mulyono (guru Biologi kelas VII-
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
58
istirahat di masjid MTs. Miftahul Ulum. Kemudian pada hari Minggu Kliwon dilaksanakan di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo mulai pukul 08.00 WIB, sebagaimana diketahui dari hasil wawancara dengan Bapak Suwito, S. Ag, bahwa khusus hari Senin kegiatan Shalat Dhuha dilaksanakan pukul 07.00-08.00 WIB karena Shalat Dhuha dilanjutkan dengan istighâtsah. Untuk hari Selasa-Rabu dilaksanakan pada jam istirahat. Di samping itu, MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong ada acara rutinitas yaitu istighâtsah ke Tegalsari tepatnya hari Minggu Kliwon pagi, jadi walaupun ada kesibukan apapun kegiatan tersebut tetap dilaksanakan karena sudah termasuk program pakem.111 Selain itu peneliti juga bertanya kepada Bapak H. Nur Salam mengenai waktu pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha tersebut dan apakah pelaksanaannya mengatakan
tidak
bahwa
mengganggu kegiatan
Shalat
proses
pembelajaran.
Dhuha
tidak
Beliau
mengganggu
pembelajaran karena dilaksanakan pada jam istirahat, waktu istirahat biasanya sekitar dua puluh menit, jadi lima menit sebelum bel berbunyi mereka sudah dikode untuk mengambil air wudhu, sehingga tidak mengganggu pelajaran atau kefektifitasan jam mengajar.112 Dan hasil wawancara dari beberapa siswa-siswi yaitu Agung Siswanto, Ria Dewi Yuliati, dan Silvia Devi tentang waktu pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha oleh siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum yang
111 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII). 112 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
59
kesemuannya pada intinya sama, seperti hasil wawancara dengan Kunti Nur Alfiatus Zahro Nafi’ah selaku siswi kelas VII C MTs. Miftahul Ulum, bahwa pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha mulai hari Senin jam 07.00 WIB di masjid sampai hari Sabtu, hari Selasa sampai Sabtu jam 09.00 WIB di masjid madrasah. Kalau di Tegalsari setiap hari Minggu Kliwon. Biasanya kita membawa perlengkapan shalat sendiri dari rumah.113 Selain dari keterangan-keterangan di atas, dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di masjid MTs. Miftahul Ulum, telah diperoleh hasil sebagai berikut: pada pagi hari sekitar pukul 07.35 WIB tampak para siswa MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo menyebar mencari tempat wudhu di kamar mandi penduduk dan toilet madrasah. Beberapa siswa yang sudah wudhu langsung menuju masjid madrasah yang kondisinya agak kurang terawat di mana cat dindingnya banyak yang terkelupas dan lantainya berdebu tebal. Sekitar lima menit kemudian masjid sudah dipenuhi oleh para siswa, akan tetapi beberapa siswa putra masih ada yang duduk di serambi masjid dan sebagian yang lain sudah berada di dalam masjid tapi masih belum berbaris membentuk shaf karena masih menunggu Bapak guru yang akan mengimami. Sedangkan para siswi sudah sudah mulai berbaris membentuk shaf meskipun beberapa di antaranya ada yang masih saling bercanda atau mengobrol. Tak selang berapa lama Bapak Suwito, S. Ag masuk ke dalam masjid dan siswa putra pun mulai berbaris. Pada awal 113
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Kunti Nur Alfiatus Zahro Nafi’ah (siswi Kelas VII C MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
60
raka’at pertama masih ada beberapa siswa yang masih saling bergurau dan belum memulai shalat padahal tempatnya di shaf agak depan. Shalat Dhuha dilaksanakan sebanyak empat rakaat. Di tengah-tengah pelaksanaan Shalat Dhuha masih ada beberapa siswa yang tampak tidak serius seperti menengok kemana-mana dan menggerak-gerakkan anggota badan. Sekitar pukul 08.05 WIB Shalat Dhuha selesai.114 Untuk menguatkan keterangan-keterangan tentang pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan MTs. Miftahul Ulum di masjid madrasah yaitu dari hasil dokumentasi berupa foto, dapat diketahui bahwa hampir seluruh siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum aktif mengikuti kegiatan Shalat Dhuha berjamaah di masjid madrasah.115 Peneliti
juga
melakukan
pengamatan
langsung
dalam
pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di Masjid Jami’ Tegalsari mulai awal sampai akhir kegiatan ini, berdasarkan hasil pengamatan peneliti diketahui bahwa pada pagi hari sekitar pukul 08.30 WIB, para siswa MTs. Miftahul Ulum yang sudah datang ke masjid Jami’ Tegalsari Jetis, langsung mengenakan peralatan shalat, mengambil air wudhu, dan segera menuju masjid. Bagi siswi putri yang berhalangan mereka menunggu di serambi masjid. Terdapat lima orang guru putra yang ikut mendampingi, sedangkan guru putri tidak ada yang ikut. Setelah semua siswa siap, Bapak Wakil Kepala Sekolah memberikan sedikit pengarahan dan memulai kegiatan dengan membaca tahlîl, surat Yâsin, istighâtsah, dan diakhiri 114 115
Observasi tanggal 15 Juni 2009 di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Lihat lampiran 3.
61
dengan Shalat Dhuha berjamaah sebanyak delapan rakaat dengan empat kali salam. Pada saat Shalat Dhuha berjamaah dilaksanakan, juga tampak para guru ikut melaksanakan Shalat Dhuha berjamaah sampai dengan selesai. Pada pukul 10.00 WIB Shalat Dhuha berjamaah, tahlîl, dan membaca surat Yâsin selesai. Para siswa langsung berhamburan keluar masjid dan segera menuju ke truk untuk kembali ke MTs. Miftahul Ulum.116 Untuk menguatkan keterangan-keterangan tentang pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan MTs. Miftahul Ulum di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo yaitu dari hasil dokumentasi berupa foto, dapat diketahui bahwa seluruh siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum sungguhsungguh melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha. Mereka juga didampingi oleh Bapak-Ibu Guru.117 Adapun untuk mengetahui faktor penghambat pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di Masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo ini, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa guru MTs. Miftahul Ulum. Faktor-faktor penghambatnya antara lain: a. Musim hujan dan panen, sebagaimana yang diungkapkan Bapak H. Nur Salam, beliau mengatakan bahwa faktor penghambat kegiatan Shalat Dhuha antara lain musim hujan karena sebagian besar siswa di MTs. Miftahul Ulum dari daerah pedesaan, selain itu kadang-kadang kalau musim panen dan musim tanam, karena daerahnya sebagian 116 117
Observasi tanggal 12 April 2009 di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo. Lihat lampiran 1.
62
besar mata pencahariannya petani, kadang mereka diajak orang tuanya ke sawah untuk tanam padi dan lain-lain. Meskipun hal tersebut tidak begitu mengganggu, tetapi akibatnya mengurangi jumlah siswa-siswi yang hadir melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha.118 b. Kurangnya fasilitas air ketika listrik padam. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Suwito, S. Ag, bahwa kendalanya sejauh ini cuma ketika listrik padam, sehingga mesin pompa airnya tidak bisa mengeluarkan air, padahal ada sekitar dua ratus tiga puluh anak yang akan mengambil air wudhu. Dan kalau pun wudhu di rumah penduduk juga tidak bisa karena waktunya sempit.119 c. Latar belakang keluarga yang masih awam terhadap ilmu pengetahuan agama Islam, sebagaimana yang dikemukakan Ibu Suprihatin, beliau mengatakan bahwa kendalanya karena anak-anak di sini latar belakangnya dari masyarakat awam sehingga untuk beribadah sunnah itu perlu penanaman dan penjelasan yang sungguh-sungguh, sehingga dengan adanya latihan mulai sedini mungkin diharapkan lambat laun hati mereka akan terpanggil dengan sendirinya.120 d. Hampir sebagian besar siswa (putra) kurang disiplin dan aktif mengikuti kegiatan Shalat Dhuha. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Agung Siswanto selaku siswa kelas X A MTs. Miftahul
118
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 119 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII). 120 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Ibu Suprihatin (guru Bahasa Jawa dan Seni Budaya dan Kesenian kelas VII).
63
Ulum, bahwa hambatan kegiatan Shalat Dhuha adalah siswa (putra) yang kurang mendukung. Selain itu ada salah satu guru yang kurang mendukung karena ada kegiatan tersendiri jadinya tidak bisa mengikuti kegiatan Shalat Dhuha ini. Sebenarnya apabila semua guru mengikuti kegiatan ini maka siswa pun lebih bersemangat karena ada guru yang memberi keteladanan dalam ibadah.121 Selain dari keterangan-keterangan di atas, dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada saat pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di masjid MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo, telah diperoleh hasil bahwa sekitar pukul 07.30 WIB pagi, para siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo yang sudah datang ke sekolah sejak pukul 07.00 WIB langsung berwudhu dan membawa peralatan shalat menuju ke masjid, karena pagi tersebut merupakan jadual pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha berjamaah. Sedangkan siswa putra sebagian ada yang wudhu dan sebagian yang lain masih asyik bermain di lapangan dan berlarian ke sana kemari. Matahari mulai menghangatkan bumi dan kegiatan Shalat Dhuha pun segera dimulai dengan diimami oleh Bapak. Suwito, S. Ag. Akan tetapi sayang sekali sebelum imam datang sebagian besar siswa masih duduk santai di serambi masjid dan masih banyak siswa putra yang
121
Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Agung Siswanto (siswa kelas IX A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
64
belum menata shaf, mereka baru mau masuk masjid apabila imam sudah datang.122 e. Terlalu lamanya siswa mengantri ketika wudhu. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan Bapak Mulyono selaku salah satu guru di MTs. Miftahul Ulum, beliau mengatakan bahwa kendalanya terutama siswa putra ada yang tidak masuk, kalau yang putri aktif karena itu diwajibkan dan ada sanksinya. Kalau kendala dari segi fasilitas di Tegalsari tidak ada, tapi kalau di MTs. Miftahul Ulum terlalu lamanya wudhu, kalau wudhu itu anak-anak antri karena krannya cuma sedikit, tapi juga tetap berjalan bukannya berhenti, antrinya saja yang terlalu lama.123 f. Fasilitas masjid yang kurang bersih mempengaruhi motivasi ibadah siswa, sebagaimana yang dikemukakan Ali Mustakim selaku siswa kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum bahwa selama ini tidak terlalu, cuma sepertinya kebersihan masjid untuk Shalat Dhuha itu belum sungguh-sungguh diperhatikan oleh pihak madrasah, masjidnya lumayan kotor dan agak rusak.124 g. Banyak anak yang masih ramai ketika Shalat Dhuha dimulai sehingga mengganggu ketenangan dalam beribadah. Hal ini diketahui dari hasil wawancara peneliti dengan Rosita Fitriana Arum Pratiwi selaku siswi kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum, bahwa faktor penghambatnya 122 123
IX).
124
Observasi tanggal 15 Juni 2009 di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo. Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak Mulyono (guru Biologi kelas VII-
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Ali Mustakim (siswa kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
65
adanya siswa yang ramai sendiri waktu shalat, pokoknya kurang menghargai yang shalat sehingga mengakibatkan kurang khusyu’ terutama siswa putra, kurang tertib mengikuti pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha itu sendiri. Selain itu keadaan bangunan mushala itu sendiri, kadang mushala itu kotor, kalau melihat masjid yang kotor itu mengurangi semangat ibadah.125 3. Dampak Positif Kegiatan Shalat Dhuha bagi Siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Banyak sekali dampak positif yang diperoleh apabila kegiatan Shalat Dhuha ini dilaksanakan secara rutin, istiqâmah dan bersungguhsungguh serta dengan niat yang ikhlas. Di antaranya yaitu: a. Meningkatkan sikap agamis, pembiasaan disiplin ibadah, dan pembentukan akhlak al-karîmah dalam diri siswa. Sebagaimana yang diungkapkan Bapak H. Nur Salam, beliau mengatakan bahwa manfaat kegiatan Shalat Dhuha banyak, antara lain meningkatkan kualitas ibadah, belajar
juga lebih tekun, kenakalan siswa berkurang,
memperbaiki akhlak siswa, terutama akhlaknya dalam bergaulnya sama teman. Setelah diadakan Shalat Dhuha dan sebagainya itu akhlaknya lebih baik, walaupun tidak semuanya baik. Kemudian kedisiplinan dalam beribadah, karena setiap saat walinya itu ada yang ditanyai bagaimana perkembangan shalat anak Bapak? Itu rata-rata
125
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Rosita Fitriana Arum Pratiwi (siswi kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
66
menjawabnya sudah baik sekarang. Itu antara lain dampak positifnya.126 Peneliti juga bertanya kepada Ibu Suprihatin tentang dampak positif kegiatan Shalat Dhuha dan beliau mengatakan bahwa dampak langsungnya Shalat Dhuha anak-anak jadi terbiasa. Kalau dampak tidak langsungnya sarana doa kepada Yang Maha Kuasa dengan harapan segala sesuatu yang diharapkan itu bisa dijalankan.127 Peneliti kembali menanyakan perihal tersebut kepada guru yang lain yaitu Bapak Mulyono, beliau mengatakan bahwa dampak positifnya dari sisi kedisiplinan, dulu waktu istirahat sebelum diadakan kegiatan ini banyak siswa yang keliaran dan jajan karena tidak ada kegiatan, jadi mereka duduk-duduk di warung atau kantin, kalau sekarang waktu istirahat langsung wudhu dan menuju ke masjid walaupun tidak dikeliling atau kesiswaan mencari, mereka sudah siap di masjid meskipun wudhunya antri.128 b. Mengembangkan kepribadian siswa ke arah yang lebih positif khususnya dalam hal pengendalian diri. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan Bapak Suwito, S. Ag, beliau mengatakan bahwa dampak positifnya anak-anak mudah dihimbau dan diarahkan. Yang kedua, ada sikap tawadhu’ terhadap guru, dengan adanya ini nilai-nilai
126
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 127 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Ibu Suprihatin (guru Bahasa Jawa dan Seni Budaya dan Kesenian kelas VII). 128 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak Mulyono (guru Biologi kelas VIIIX).
67
kedewasaan itu sudah muncul. Selain itu, mereka terbiasa untuk disiplin beribadah karena sudah terlatih setiap hari, sehingga menambah kedewasaan serta keterkaitan antara kebiasaan itu tadi sehingga dengan sendirinya anak terbiasa untuk tambahnya iman dan ketakwaan. Kaitannya dengan perilaku siswa dengan adanya kegiatan ini anak-anak sudah agak baik.129 Peneliti menanyakan lagi: Seberapa besar pengaruh kegiatan Shalat Dhuha ini terhadap pengendalian diri siswa-siswi? Dan beliau mengungkapkan bahwa kalau berbicara tentang hal tersebut berarti perlu mengacu sebelum Shalat Dhuha dan sesudah Shalat Dhuha. Kalau era sebelum tahun 2004 itu belum diprogramkan Shalat Dhuha, saat itu kegiatannya hanya upacara dan istirahat, tidak ada kegiatan Shalat Dhuha sama sekali, ketika itu anak-anak suka berkeliaran, sama sekali tidak terkendali. Bahkan ada yang merokok dan sebagainya, yaitu sekitar sebelum tahun 2004. Banyak hal-hal negatif yang terjadi sebelum diadakan Shalat Dhuha, tapi dengan adanya kegiatan Shalat Dhuha itu tadi kekosongan anak untuk keluar dan sebagainya itu kecil, sehingga waktu yang luang digunakan untuk ibadah, jadi sangat positif sekali kalau diamati sejak tahun 2004 sampai sekarang ini. Banyak anak-anak yang antusias dan pro aktif untuk melakukan kegiatan ini, di samping itu kalau diprosentase
129
Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII).
68
banyak
perkembangan-perkembangan
yang
terjadi
dengan
diadakannya kegiatan Shalat Dhuha semacam ini.130 c. Mendekatkan rezeki berupa materi maupun non materi, baik bagi pribadi siswa maupun pihak MTs. Miftahul Ulum, sebagaimana yang diungkapkan Silvia Devi selaku siswi kelas IX B MTs. Miftahul Ulum, dia mengatakan bahwa dampak positifnya dirinya sendiri dan juga madrasah, sekarang banyak sekali perkembangannya di gedung maupun di sekolah, contohnya sudah ada laboratorium komputer yang baru dan banyak bangunan yang sudah diperbaiki, penerimaan siswa juga banyak yang masuk ke sini dari pada tahun sebelumnya. Manfaat untuk dirinya sendiri berupa kelancaran dalam pembayaran di sekolah lebih mudah belajar di madrasah ini.131 Peneliti juga bertanya kepada siswi lain yaitu Rosita Fitriana Arum Pratiwi tentang dampak positif Shalat Dhuha yang dirasakannya dalam hal rezeki kesehatan, dia mengatakan bahwa rezeki yang dirasakan lebih pada segi kesehatan, mengingat perubahan musim yang semakin tak menentu. Alhamdulillah kondisi badan lebih sehat dan berpikir itu lebih fokus, contohnya menyelesaikan soal-soal semester itu lebih mudah.132 d. Mendekatkan hidâyah (petunjuk) Allah SWT. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan Ria Dewi Yuliati selaku siswi kelas IX A 130
Ibid. Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Silvia Devi (siswi kelas IX B MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 132 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Rosita Fitriana Arum Pratiwi (siswi kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 131
69
MTs. Miftahul Ulum, dia mengatakan bahwa ketika melaksanakan ujian seakan-akan ada yang membisiki tentang jawabannya, jadi lebih mudah, tidak ada pikiran-pikiran yang mengganggu.133 Peneliti juga bertanya kepada siswi lain yaitu Silvia Devi tentang kaitan antara Shalat Dhuha yang sudah dia jalani dengan keberhasilannya dalam melaksanakan UAN (Ujian Akhir Nasional) dan dia mengungkapkan bahwa
kaitannya ada, seperti waktu
mengerjakan UAN itu pikiran tenang, tidak ada hambatan, terus mengerjakan soal itu lebih mudah dari pada dulu sebelum rutin mengikuti kegiatan Shalat Dhuha.134 Kemudian peneliti bertanya lagi: Apa manfaat secara langsung yang anda rasakan setelah aktif melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha ini? dia mengatakan bahwa manfaat secara langsung ada contohnya kemarin waktu menghadapi ujian, dia merasa lebih mudah melaksanakan ujian dan beban di hatinya berkurang. Sebelumnya pikirannya dihantui ketakutan kalau tidak lulus, menurutnya baik ketika melaksanakan Shalat Dhuha ataupun shalat wajib, ia tetap berdoa kepada Allah untuk diberi kemudahan.135 e. Meningkatkan kesiapan mental, fisik, dan konsentrasi para siswa dalam menghadapi ujian semester maupun UAN (Ujian Akhir Nasional). Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan Ibu 133
Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Ria Dewi Yuliati (siswi kelas IX A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 134 Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Silvia Devi (siswi kelas IX B MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 135 Ibid.
70
Suprihatin, beliau mengatakan bahwa pengaruhnya besar. Menurut beliau, kalau satu hari tidak Shalat Dhuha ternyata anak-anak kelas tiga terpanggil mau shalat sendiri, terkadang beliau merasakan kalau nilai Shalat Dhuha itu memang penting, lebih-lebih bagi kelas tiga yang menghadapi UAN. Itu sangat berpengaruh karena bagaimanapun untuk kemantapan hati, pokoknya mantap dan ikhlas. Ternyata memang berpengaruh pada saat ujian, buktinya anak-anak yang melaksanakan ujian tersebut tidak ada yang sakit atau kebingungan karena memang hatinya sudah mantap dan siap dengan sarana doa lillâhi Ta’âla diimbangi dengan sekuat tenaga Bapak-Ibu guru dan belajar siswa.136 f. Menenangkan hati dan jiwa serta mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana yang dikemukakan Agung Siswanto, dia mengatakan bahwa sebelum melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha, hati sering merasa kacau karena gemar bergaul dengan sesama teman yang pendidikannya di bawah atau di atasnya. Baginya, Shalat Dhuha ini bisa membuat hati tenang dan merasa nyaman setelah melaksanakan Shalat Dhuha. Selain itu juga berpengaruh pada kedisiplinan. Dulu, terkadang ia terlambat karena belum ada aktifitas Shalat Dhuha, kalau sekarang sudah ada aktifitas Shalat Dhuha ia merasa jarang terlambat.137
136 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Ibu Suprihatin (guru Bahasa Jawa dan Seni Budaya dan Kesenian kelas VII). 137 Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Agung Siswanto (siswa kelas IX A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
71
g. Membiasakan diri hidup bersih dan beribadah guna menyeimbangkan sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana yang dikemukakan Bapak Mulyono, beliau mengatakan bahwa dampak positifnya siswasiswi ibadahnya semakin baik karena selalu dikontrol, tidak sembarangan ibadah dan itu sudah menjadi tanggung jawab dewan guru untuk membimbing muridnya untuk menjadi anak yang shalih dan shalihah terutama bagi gurunya itu sendiri dan para siswanya. Menurut beliau, dampak positif dari segi kebersihan dari juga termasuk Sebagaimana ada ungkapan al-nadzâfatu min al-îmân, jadi sebelum shalat yang jelas wudhu dulu, jadi kebersihan shalat terjaga dan setiap hari anak-anak juga memakai pakaian yang bersih, tidak mungkin pakaian kotor untuk shalat. Selain itu dalam pembelajaran sangat membantu pada mata pelajaran Fiqih, karena pada pelaksanaannya itu juga ada amalan, ada taushiyah tentang Shalat Dhuha itu bagaimana dan shalat-shalat yang lain saat itu juga diterangkan. Kalau manfaat untuk siswanya menambah kegiatan harian yang tidak hanya duniawi tapi juga ukhrawi, jadi melatih untuk beribadah, beriman, dan setiap hari itu tidak ada hal atau tidak ada waktu yang luang kecuali untuk beribadah pada Allah.138 h. Meningkatkan motivasi dan konsentrasi belajar siswa. Hal ini diketahui dari hasil wawancara peneliti Rosita Fitriana Arum Pratiwi tentang manfaat yang dirasakan setelah aktif mengikuti kegiatan Shalat 138
IX).
Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak Mulyono (guru Biologi kelas VII-
72
Dhuha yang diadakan oleh MTs. Miftahul Ulum? Dan dia menjawab bahwa manfaatnya dalam beribadah lebih tertib, perasaan lebih tenang jadi pikiran itu selalu positif, bisa menerima pelajaran dengan baik, lebih konsentrasi, lebih bisa menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru.139 Selanjutnya untuk mengetahui makna kegiatan kegiatan Shalat Dhuha ini peneliti melakukan wawancara dengan Bapak H. Nur Salam. Menurut beliau, maknanya yaitu untuk mendisiplinkan beribadah kepada Allah SWT, menanamkan sikap-sikap akhlak al-karîmah, meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, diharapkan anak-anak itu nanti lebih baik kehidupannya baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat, diharapkan setelah lulus dari MTs. Miftahul Ulum semoga ilmunya bermanfaat dalam kehidupannya baik di dunia maupun di akhirat nanti.140 Untuk mengetahui makna kegiatan Shalat Dhuha ini, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum, di antaranya peneliti melakukan wawancara dengan Agung Siswanto, dia mengatakan bahwa kegiatan Shalat Dhuha adalah kegiatan yang dikerjakan supaya bisa mendapat pahala, mendekatkan dengan Allah SWT, dan memberi manfaat secara tidak langsung seperti menambah konsentrasi, berfikir, terbiasa mengendalikan diri, membuat pikiran
139 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Rosita Fitriana Arum Pratiwi (siswi kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 140 Wawancara tanggal 16 Juni 2009 dengan Bapak H. Nur Salam (Wakil Kepala MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
73
menjadi tenang, mendekatkan rezeki, dan meningkatkan kedisiplinan ibadah.141 Sedangkan menurut Ria Dewi Yuliati, dia mengatakan bahwa nilai belajarnya menjadi meningkat sejak rutin melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha di kelas satu semester dua, lebih rajin ibadah, dan membantu orang tua.142 Sedangkan menurut Silvia Devi, dia mengatakan bahwa makna kegiatan Shalat Dhuha adalah sebuah sarana untuk menambah keimanan hati selain shalat wajib karena dengan Shalat Dhuha banyak sekali hikmah-hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan Shalat Dhuha dan selain itu Shalat Dhuha memudahkan pula dalam menjalani urusan atau menghadapi masalah.143 Adapun menurut Rosita Fitriana Arum Pratiwi, dia mengatakan bahwa makna kegiatan Shalat Dhuha adalah kegiatan keagamaan yang baik dilakukan setiap hari yang memiliki dua sampai dua belas raka’at dan hukumnya sunnah. Shalat Dhuha juga mempunyai banyak manfaat bila dilakukan dengan khusyu’.144 Kegiatan ekstrakurikuler Shalat Dhuha sangat penting dan perlu sekali diadakan di madrasah, di samping mempunyai dampak yang positif
141
Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Agung Siswanto (siswa kelas IX A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 142 Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Ria Dewi Yuliati (siswi kelas IX A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 143 Wawancara tanggal 10 Mei 2009 dengan Silvia Devi (siswi kelas IX B MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo). 144 Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Rosita Fitriana Arum Pratiwi (siswi kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo).
74
dan maknanya yang begitu dalam, juga dapat menunjang dan meningkatkan mutu madrasah itu sendiri. Kegiatan Shalat Dhuha sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler keagamaan penuh manfaat bagi siswasiswi MTs. Miftahul Ulum dan mereka tidak perlu khawatir jadual pelajarannya akan terganggu karena kegiatan Shalat Dhuha ini telah diprogram sebaik mungkin agar tidak mengganggu proses pembelajaran efektif. Sebagaimana disampaikan oleh Bapak Suwito, S. Ag, bahwa pelaksanaan
kegiatan
Shalat
Dhuha
tersebut
tidak
mengganggu
pembelajaran efektif, jadual rutin sudah terjadual di jadual pelajaran, karena itu sudah ada ketentuan jam biasanya kalau di sekolah umum hari Senin jam 07.00-08.00 WIB itu sudah upacara tapi di madrasah kita dibuat untuk Shalat Dhuha kemudian kegiatan ekstrakurikuler istighâtsah ke Tegalsari itu hari Minggu, kalau hari Minggu itu anak-anak libur sehingga tidak mengganggu pelajaran sama sekali, jadi sudah diprogram dari yayasan dari Bapak-Ibu guru jangan sampai mengganggu KBM.145
145
Wawancara tanggal 15 Juni 2009 dengan Bapak Suwito, S. Ag (guru Akidah Akhlak kelas VII dan Sejarah kelas VII dan VIII).
75
BAB IV ANALISIS DATA TENTANG KEGIATAN SHALAT DHUHA BAGI SISWA-SISWI MTS. MIFTAHUL ULUM NGRAKET BALONG PONOROGO
A. Analisis Latar Belakang Kegiatan Shalat Dhuha bagi Siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo merupakan madrasah yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Islam Miftahul Ulum yang juga berada dalam satu lokasi. Namun demikian, tidak semua siswasiswinya berasal dari lingkungan sekitar madrasah, melainkan sebagian besar berasal dari daerah pedesaan yang latar belakang keluarganya cenderung masih awam dengan ilmu pengetahuan agama Islam. Berbeda dengan sebagian kecil siswa-siswi yang berdomisili di sekitar madrasah, latar belakang keluarga mereka cenderung lebih paham terhadap ilmu pengetahuan agama Islam. Dari latar belakang siswa-siswi yang berbeda-beda tersebut yaitu di antara mereka ada yang berasal dari masyarakat sekitar dan ada juga yang berasal dari daerah pedesaan yang notabene jaraknya cukup jauh dari madrasah, ternyata membawa perbedaan yang cukup besar terutama dalam hal pemahaman agama khususnya tentang ibadah shalat. Sebagian besar siswa yang tinggal di daerah pedesaan masih belum disiplin dalam menjalankan shalat, bahkan dalam sehari hanya melaksanakan shalat sebanyak empat kali.
76
Dari perbedaan tersebut maka akhirnya pihak MTs. Miftahul Ulum mengambil suatu alternatif kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai bagi mereka dalam rangka menanamkan nilai-nilai ibadah sekaligus sebagai pengembangan dakwah dan ilmu pengetahuan agama di masyarakat yaitu kegiatan Shalat Dhuha. Sebagaimana yang dijelaskan pada teori bab dua bahwa kegiatan ekstrakurikuler mampu meredam gejolak kenakalan pelajar yang disebabkan mereka merasa kurang senang dengan keadaan di lingkungan keluarga.146 Maksud ”kurang senang” di sini masih bersifat umum. Artinya, dari realita yang ada di MTs. Miftahul Ulum tersebut, bisa jadi penyebab minimnya pengetahuan ibadah siswa-siswi adalah karena lingkungan keluarga yang sebagian besar belum memberikan pengarahan ibadah secara benar, mengingat pengetahuan agama Islam orang tua mereka juga masih terbatas, bahkan ada yang masih awam. Sehingga mereka belum memiliki figur keteladanan dalam menjalankan ibadah di lingkungan keluarga. Selain masih kurang dalam hal kedisiplinan ibadah, beberapa tahun terakhir ini, siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum juga cenderung gemar menyianyiakan waktu di madrasah untuk kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat. Sehingga hal ini sangat berpengaruh pada perilaku mereka, bahkan dulunya ada pula yang suka merokok pada jam istirahat. Perilaku yang cenderung menyia-nyiakan waktu inilah yang semakin mendorong pihak MTs. Miftahul Ulum untuk berinisiatif mengadakan suatu kegiatan untuk menanggulangi 146
43.
Husni Rahim, Kendali Mutu Agama Islam (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001),
77
perilaku tersebut sekaligus mengisi waktu luang siswa di madrasah. Hal ini juga dijelaskan pada bab dua, bahwasanya kegiatan ekstrakurikuler dapat dimanfaatkan untuk mengisi waktu luang yang ada dengan berbagai aktifitas yang bermanfaat.147 Kegiatan Shalat Dhuha yang dilaksanakan pada jam istirahat, diharapkan mampu membentuk perilaku baik siswa dan meningkatkan kualitas ibadah mereka sebagai implementasi dari ilmu pengetahuan agama Islam yang telah diajarkan. Selain kegiatan Shalat Dhuha sebagai bentuk ibadah sunnah, ternyata setelah dilaksanakan secara rutin dan istiqâmah dapat membawa dampak-dampak yang positif terhadap diri mereka. Tak hanya itu, kegiatan Shalat Dhuha tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif riyâdhah para siswa dalam membuka hidâyah (petunjuk) ilmu pengetahuan. Karena hakikat dari ilmu itu sendiri adalah cahaya Allah, yang hanya diberikan kepada orang-orang yang senantiasa ingat kepada Allah, baik pada waktu pagi maupun petang. Melalui kegiatan Shalat Dhuha ini, diharapkan siswa-siswi terus menerus mengingat Allah dan mensucikan lahir batin mereka dari segala kemaksiatan yang diperbuat baik sengaja maupun tidak, sehingga cahaya keilmuan itu nanti akan Allah karuniakan kepada mereka.
147
Husni Rahim, Kendali Mutu Agama Islam, 43.
78
B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Shalat Dhuha bagi Siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo termasuk jenis kegiatan ekstrakurikuler yang bersifat rutin atau berkelanjutan. Tentu saja dalam proses penyelenggaraannya memerlukan dukungan dari berbagai unsur agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Tetapi pada kenyataannya, hal tersebut tidak sesempurna yang diharapkan. Sebagaimana pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak artinya tak ada yang sempurna di dunia ini, maka demikian halnya dalam pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha tersebut juga mengalami beberapa hambatan yang terkadang tak bisa dihindari begitu saja. 1. Faktor pendukung Faktor pertama pendukung kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum adalah pembinaan dari para guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan guru sangat penting dalam keberhasilan kegiatan Shalat Dhuha tersebut, karena rata-rata anak usia Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SMP cenderung belum memiliki kesadaran diri untuk menjalankan ibadah yang hukumnya sunnah, bahkan untuk melaksanakan shalat fardhu pun masih banyak yang belum disiplin. Untuk itu perlu adanya pembinaan, pengawasan, dan motivasi dari para guru selama pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha ini sehingga ibadah mereka dapat terarahkan dengan benar. Peranan guru dalam memberikan pembinaan kepada siswa-siswi memang sangatlah penting,
79
mengingat pembinaan ekstrakurikuler merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan program ekstrakurikuler. Sebagaimana yang dijelaskan di bab dua, bahwa keterlibatan guru dimaksudkan agar kegiatan ekstrakurikuler terarahkan dan terbina serta menjaga agar kegiatan tersebut tidak mengganggu atau merugikan aktifitas akademik.148 Di sinilah posisi guru sebagai pembina utama kegiatan ekstrakurikuler. Dalam hal ini, Bapak-bapak guru di MTs. Miftahul Ulum ternyata cenderung lebih aktif terlibat langsung dalam pembinaan kegiatan Shalat Dhuha dikarenakan jumlah mereka lebih banyak dibandingkan Ibuibu gurunya. Sejauh ini, upaya yang dilakukan guru di MTs. Miftahul Ulum untuk membina para siswa dalam penerapan kegiatan Shalat Dhuha antara lain: a. Membangkitkan kesadaran diri siswa-siswi akan pentingnya diadakan kegiatan Shalat Dhuha, contohnya melalui penyampaian materi Shalat Dhuha ketika jadual mata pelajaran Fiqih. b. Menjelaskan secara konkrit kepada mereka tentang hal-hal positif yang dapat dirasakan apabila melaksanakan Shalat Dhuha secara ikhlas, khusyu’, dan konsisten, contohnya melalui taushiyah singkat secara berkala sesudah kegiatan Shalat Dhuha. Faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha yang kedua adalah tingginya
partisipasi
siswi
(putri).
Pada
dasarnya,
keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler harus didukung oleh semua 148
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), 288-289.
80
pihak. Kegiatan ekstrakurikuler diadakan khusus untuk para siswa, jadi mereka merupakan pihak terpenting yang berperan di dalam kegiatan ekstrakurikuler. Partisipasi mereka diharapkan dapat tersalur secara penuh. Dalam kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum, siswi (putri) ternyata cenderung lebih berpartisipasi daripada siswa (putra). Hal ini dikarenakan kesadaran diri siswi terhadap manfaat yang akan diraih sesudah melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha lebih mudah terbentuk. Secara normatif, siswi lebih terikat aturan dan cenderung patuh. Kekhawatiran terhadap sanksi juga menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi mereka. Dapat disimpulkan bahwa, partisipasi siswi MTs. Miftahul Ulum cenderung termasuk dalam tingkatan partisipasi penuh. Sesuai yang dijelaskan dalam bab dua bahwa partisipasi secara penuh hanya mungkin terjadi apabila terdapat iklim yang memungkinkan ke arah partisipasi penuh itu.149 Faktor pendukung yang ketiga adalah sarana transportasi yang memadai. Pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha oleh siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum yang tidak hanya di masjid madrasah melainkan juga di masjid Jami’ Tegalsari Jetis Ponorogo perlu ditunjang dengan alat transportasi yang memadai, mengingat jarak yang ditempuh cukup jauh dan jumlah siswa-siswi yang tidak sedikit. Dengan disediakannya alat transportasi berupa truk oleh pihak MTs. Miftahul Ulum, maka akan
149
Ibid., 283-284.
81
semakin memotivasi para siswa untuk aktif berpartisipasi melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha meskipun lokasinya di luar madrasah. Dari segi sarana transportasi, sejauh ini pihak MTs. Miftahul Ulum telah mampu memfasilitasi dan memudahkan siswa-siswi menuju masjid Jami’ Tegalsari untuk melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha. Hal ini sesuai yang dijelaskan dalam bab dua bahwa adanya sarana ekstrakurikuler yang disediakan oleh sekolah berguna untuk memberi kemudahan kepada siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.150 Faktor pendukung yang keempat adalah koordinasi antara Bagian Kesiswaan MTs. Miftahul Ulum dengan para guru. Mereka bekerja sama demi membentuk akhlak al-karîmah siswa-siswi selama di madrasah. Dalam hal ini Kepala MTs. Miftahul Ulum terbuka menerima saran dari Bagian Kesiswaan maupun dewan guru, karena menganggap bahwa keduanya sebagai partner (mitra) dalam suatu kelompok. Jadi mereka juga mempunyai tanggung jawab memikirkan bagaimana agar siswa-siswinya berperilaku lebih baik. Hal tersebut sesuai yang dijelaskan dalam bab dua terkait prinsip program ekstrakurikuler, bahwa semua siswa, guru, dan personil administrasi harus ikut serta dalam meningkatkan program.151 Kegiatan ekstrakurikuler perlu dibina secara intensif agar dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa. Sehingga, kegiatan ekstrakurikuler di
150 151
Ibid., 293. Ibid., 275-276.
82
sekolah perlu mengacu kepada prinsip-prinsip program ekstrakurikuler agar terarahkan dengan baik. 2. Faktor penghambat Dari beberapa data yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum belum seratus persen berjalan dengan baik karena di beberapa segi masih terdapat hambatan-hambatan. Adapun beberapa faktor yang menjadi penghambat kegiatan Shalat Dhuha tersebut antara lain: Pertama, kurangnya keterlibatan dan bimbingan dari orang tua siswa. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang menentukan perkembangan para siswa. Perbedaan latar belakang keluarga para siswa mempengaruhi baik tidaknya pendidikan yang mereka terima. Hal ini pula yang dialami siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum, sebagian besar orang tua mereka bermata pencaharian petani dan berlatar pendidikan rendah, sehingga kurang begitu memahami ilmu pengetahuan agama Islam. Lingkungan keluarga seperti itu cenderung mengabaikan nilai-nilai ajaran Islam termasuk ibadah, karena iklim yang tercipta di dalam keluarga tidak mendukung putra-putri mereka untuk mendapatkan bimbingan pengetahuan agama Islam secara penuh. Hal tersebut berpengaruh besar kepada siswa-siswi di MTs. Miftahul Ulum. Selama ini, meskipun mereka sering menerima materi pengetahuan agama Islam tetapi dalam penerapannya tidak bisa berjalan seratus persen. Budaya ”tidak shalat” di lingkungan keluarga mereka
83
terlanjur menjadi sebuah kewajaran bahkan di lingkungan masyarakatnya. Sehingga sebagian besar orang tua siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum pun belum sepenuhnya terlibat memberikan bimbingan kepada putra-putrinya untuk aktif melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha, baik di sekolah maupun di rumah. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua siswa dalam mendukung kegiatan ekstrakurikuler cenderung rendah. Padahal keterlibatan mereka baik secara moril maupun materiil sangat diperlukan agar dapat mengembangkan pengetahuan agama Islam siswa khususnya tentang ibadah. Sesuai yang dijelaskan dalam bab dua bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran ekstrakurikuler dalam bidang agama Islam, keterlibatan orang tua harus lebih nyata, karena mereka juga bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan pendidikan keagamaan di sekolah.152 Faktor penghambat kedua yaitu rendahnya partisipasi siswa (putra). Dalam pelaksanaan kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum, siswa (putra) cenderung tidak aktif berpartisipasi daripada siswi (putri). Hal ini dikarenakan, kesadaran diri siswa terhadap manfaat yang akan diraih sesudah melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha tersebut sama sekali tidak muncul. Secara normatif, siswa cenderung tidak menyukai aturan dan keterikatan. Tidak ada kekhawatiran sedikit pun dalam benak mereka
152
Husni, Kendali Mutu Agama Islam, 43.
84
terhadap sanksi yang akan diperoleh. Selain itu, karena adanya pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat yang terlanjur memiliki budaya ”tidak shalat”. Jadi dapat disimpulkan, bahwa partisipasi siswa MTs. Miftahul Ulum cenderung termasuk dalam tingkatan partisipasi sebagian. Sesuai yang dijelaskan dalam bab dua bahwa partisipasi sebagian terjadi apabila tidak terdapat iklim yang memungkinkan ke arah partisipasi penuh.153 Faktor penghambat ketiga yaitu sarana pengairan dan ibadah yang kurang memadai, contohnya terlalu lama antri wudhu dan kondisi masjid madrasah yang kurang bersih. Selama ini, siswa-siswi selalu mengantri berwudhu karena kran air yang disediakan pihak madrasah tidaklah banyak. Padahal pelaksanaan Shalat Dhuha hanya diberi waktu pada jam istirahat yaitu sekitar lima belas menit. Waktu yang sangat sempit tersebut tentu saja tidak cukup untuk mengadakan kegiatan Shalat Dhuha. Bahkan tak jarang kegiatan Shalat Dhuha yang biasanya dilakukan empat raka’at dikurangi hanya menjadi dua raka’at atau terkadang waktu pelaksanaannya bertambah menjadi tiga puluh menit, sehingga meskipun sudah waktunya masuk kelas ternyata siswa-siswi baru mulai melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha. Hal tersebut tentu saja berpengaruh pada proses pembelajaran. Kondisi masjid madrasah yang kurang bersih juga mempengaruhi semangat siswa-siswi untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler Shalat
153
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, 283-284.
85
Dhuha, karena dalam benak mereka terbersit kekhawatiran bahwa mungkin di masjid yang kurang bersih tersebut terdapat najis atau hal lain yang dapat mengurangi sahnya ibadah Shalat Dhuha mereka. Sejauh ini pihak MTs. Miftahul Ulum belum dapat menunjang kegiatan ekstrakurikuler Shalat Dhuha di masjid madrasah secara maksimal. Sarana ekstrakurikuler yang ada ternyata belum mampu memfasilitasi dan mempermudah siswa-siswi dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Shalat Dhuha. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam bab dua bahwa tidak adanya sarana esktrakurikuler akan menghambat siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.154
C. Analisis Dampak Positif Kegiatan Shalat Dhuha bagi Siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo Kegiatan Shalat Dhuha yang dilaksanakan setiap pagi sebelum masuk kelas tersebut merupakan salah satu bentuk kegiatan ekstrakurikuler madrasah yang bertujuan untuk pembinaan terhadap kepribadian siswa-siswi agar akhlak mereka senantiasa bernafaskan Islam dalam arti berkepribadian baik (akhlak al-karîmah). Kegiatan Shalat Dhuha tersebut ternyata membawa dampak positif bagi siswa-siswi, terbukti setelah mengikuti kegiatan ini setiap pagi ada berbagai macam perubahan pada siswa-siswi seperti terbiasa datang ke sekolah tepat waktu dan disiplin terutama dalam hal ibadah.
154
Ibid., 293.
86
Maka, bentuk kegiatan ekstrakurikuler seperti Shalat Dhuha tersebut termasuk kategori yang baik karena terbukti mampu mengubah perilaku siswa yang tidak baik dan memberi energi positif bagi mereka. Sesuai yang dijelaskan dalam bab dua bahwa Shalat Dhuha sungguh bisa menumbuhkan kekuatan energi dalam diri orang yang melaksanakannya, di samping itu dapat membangun motivasi atau spirit yang sangat berguna ketika seseorang tengah beraktifitas. 155 Selain itu Shalat Dhuha dapat mendekatkan rezeki baik berupa materi maupun non materi. Klasifikasinya bahwa rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai, segala sesuatu yang dimakan, dan segala sesuatu yang dinikmati. Bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum, rezeki yang diperoleh setelah aktif melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha lebih cenderung pada nikmat kesehatan. Kondisi cuaca yang semakin tak menentu dan jadual kegiatan yang cukup padat di madrasah, terkadang membuat daya tahan tubuh siswa-siswi menurun dan timbul stres. Namun setelah mereka rutin mengikuti kegiatan Shalat Dhuha, ternyata mereka merasa lebih sehat dan jarang sakit. Dengan demikian terbukti bahwa Shalat Dhuha yang dijalankan secara konsisten dan khusyu’ dapat meningkatkan ketahanan tubuh terutama bagi pelajar yang sering ditempa materi yang banyak selama di sekolah. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam bab dua, bahwa apabila Shalat Dhuha dijalankan dengan ikhlas, dapat memperbaiki emosional positif dan coping 155
Muhammad Makhdlori, Menyingkap Mukjizat Shalat Dhuha (Yogyakarta: Diva Press, 2007), 78.
87
efektif, yang akan tercermin pada kemampuan beradaptasi terhadap perubahan sekresi kortisol. Dengan demikian, Shalat Dhuha yang dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusyu’, dan ikhlas, dapat memelihara homeostatis tubuh. Ini berarti Shalat Dhuha dapat meningkatkan dan memperbaiki respon ketahanan tubuh.156 Pada dasarnya gerakan Shalat Dhuha juga dapat digunakan sebagai alternatif olahraga ringan yang dapat berfungsi untuk kecerdasan fisik. Siswasiswi MTs. Miftahul Ulum sangat membutuhkan keseimbangan fisik melalui olahraga mengingat mereka masih dalam masa pertumbuhan. Dengan melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha, secara tidak langsung mereka juga berolahraga ringan. Hal ini juga dijelaskan dalam bab dua, bahwa Shalat Dhuha mampu meningkatkan kekebalan tubuh dan kebugaran fisik. Shalat Dhuha merupakan alternatif olahraga yang efektif dan efisien karena dilakukan pada pagi hari ketika sinar matahari pagi masih baik untuk kesehatan dan kondisi udaranya yang bersih.157 Kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan MTs. Miftahul Ulum ini juga bermanfaat untuk kecerdasan intelektual. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori bab dua, bahwa salah satu penyebab Shalat Dhuha dapat meningkatkan kecerdasan intelektual adalah karena hakikat ilmu itu adalah cahaya Allah. Cahaya Allah di sini dapat diartikan sebagai hidâyah (petunjuk) keilmuan, yang hanya diberikan kepada orang-orang yang senantiasa mengingat Allah.
156
Imam Musbikin, Rahasia Shalat Dhuha (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 31. M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Shalat Dhuha (Jakarta: Wahyu Media, 2008), 160-161. 157
88
Kegiatan Shalat Dhuha tersebut diharapkan sebagai wasîlah (perantara) bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum untuk lebih mengingat Allah. Karena umumnya manusia cenderung lupa untuk terus mengingat Allah, apalagi seusia siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum yang cenderung belum benar-benar memahami pentingnya mengingat Allah sebagai Tuhan semesta alam. Lebih dari itu Shalat Dhuha terbukti dapat meningkatkan kecerdasan emosional spiritual dalam diri seseorang. Pada dasarnya setiap orang memiliki kecerdasan emosional spiritual, hanya saja pada tiap individu kadarnya tidak sama. Pelajar setingkat SMP yang baru mengalami masa puber cenderung labil secara emosional spiritual, sehingga berpengaruh pada kepribadian mereka. Pihak MTs. Miftahul Ulum cukup jeli mengamati hal ini, sehingga diadakannya kegiatan Shalat Dhuha sangat bermanfaat bagi keseimbangan emosional spiritual siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum. Ketika
emosional
spiritual
dalam
diri
seseorang
dapat
diseimbangkan, maka secara otomatis ketahanan mental dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan juga akan meningkat. Hal ini sangat dirasakan siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum khususnya ketika mereka akan menghadapi ujian semester atau UAN (Ujian Akhir Nasional). Mereka lebih siap secara fisik maupun mental dan kadar optimisme mereka juga bertambah sejak konsisten melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha. Hal ini dijelaskan dalam bab dua, bahwa melaksanakan Shalat Dhuha pada pagi hari sebelum beraktifitas, selain berbekal optimisme, tawakal, serta pasrah atas segala
89
ketentuan dan takdir Allah, dapat menghindarkan diri dari berkeluh kesah dan kecewa karena kegagalan yang dialami. Kegiatan Shalat Dhuha di MTs. Miftahul Ulum tak hanya dilaksanakan oleh siswa-siswi saja, melainkan juga oleh para guru. Tujuannya agar di dalam proses pembelajaran di kelas nantinya, baik guru maupun siswa berada dalam kondisi hati yang tenang sehingga materi pun tersampaikan dengan baik dan siswa-siswi pun merasa nyaman selama pembelajaran berlangsung. Sebagaimana yang dijelaskan dalam bab dua, bahwa Shalat Dhuha menjadikan jiwa tenang. Agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik diperlukan ketenangan jiwa agar ilmu yang diajarkan dapat masuk ke dalam hati anak didik.158 Dampak positif kegiatan Shalat Dhuha yang lain yaitu membiasakan para siswa untuk beribadah dalam rangka menyeimbangkan sisi duniawi dan ukhrawi. Bagi mereka yang sedang beraktifitas menuntut ilmu mulai dari pagi sampai siang hari sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan antara rutinitas mereka dengan beribadah, karena menuntut ilmu tersebut adalah sisi keduniawian manusia, dan penyeimbang sisi ukhrawinya adalah dengan melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha. Hal ini juga dijelaskan dalam bab dua, bahwa ketika seseorang membiasakan diri untuk menjalankan Shalat Dhuha di tengah aktifitasnya, maka ia termasuk orang yang telah menyeimbangkan diri untuk mencapai kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Sebab, di samping ia tengah menjalankan sisi keduniawiannya, ia juga telah mengaktifkan jejak
158
Ibid., 163-164.
90
spiritual yang pada hakikatnya telah menanamkan pahala untuk kepentingan kehidupan di akhirat.159 Selain itu, kegiatan Shalat Dhuha yang dilaksanakan siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum terbukti dapat meningkatkan konsentrasi belajar mereka. Ketika sedang belajar di dalam kelas seringkali siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo merasa mengantuk karena banyaknya materi dan lamanya pelajaran. Mengantuk merupakan bukti bahwa bahwa otak mengalami keletihan karena berkurangnya asupan oksigen ke otak. Dengan melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha, siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum merasa lebih segar, fit, dan konsetrasi dalam belajar. Karena mereka diberi kesempatan beberapa saat untuk mengistirahatkan otak melalui kegiatan Shalat Dhuha yang memang gerakannya sendiri bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah sehingga menghilangkan rasa kantuk. Sebagaimana yang dijelaskan dalam bab dua, bahwa Shalat Dhuha yang dilakukan pada waktu istirahat akan mengisi kembali asupan oksigen yang ada di dalam otak. Karena salah satu gerakan shalat, yakni sujud membantu mengalirkan darah secara maksimal ke otak. Itu artinya otak mendapatkan asupan darah dan oksigen yang berguna untuk memacu kerja sel-selnya.160 Dari semua dampak positif kegiatan Shalat Dhuha yang diadakan MTs. Miftahul Ulum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nikmat berupa kesehatan, ketenangan hati, konsentrasi dan semangat belajar itu semua 159 160
Muhammad Makhdlori, Menyingkap Mukjizat Shalat Dhuha, 71. Khalilurrahman, Berkah Shalat Dhuha, 163-164.
91
merupakan bagian dari rezeki (sesuatu yang dapat dinikmati) yang diberikan Allah kepada manusia. Hal ini juga dijelaskan pada bab dua, bahwa salah satu hikmah disyariatkannya Shalat Dhuha adalah jalan kemudahan usaha dan kelapangan rezeki yang diberikan kepada hamba-Nya yang shâlih.161
161
Ibid., 205.
92
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Latar belakang kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah karena minimnya pengetahuan agama Islam yang dimiliki siswa khususnya tentang ibadah shalat, mengisi waktu luang siswa di madrasah yang sebelumnya cenderung disia-siakan, menurunnya penerapan ibadah para siswa, dan sebagai bentuk alternatif usaha untuk membuka hidâyah keilmuan dari Allah SWT. 2. Faktor pendukung kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah pembinaan guru, partisipasi siswi (putri) secara penuh, sarana transportasi yang memadai, dan koordinasi yang baik antara Bagian Kesiswaan dengan para guru. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kurangnya keterlibatan orang tua siswa, siswa (putra) cenderung berpartisipasi sebagian, dan sarana pengairan dan ibadah yang kurang memadai. 3. Dampak positif kegiatan Shalat Dhuha bagi siswa-siswi MTs. Miftahul Ulum Ngraket Balong Ponorogo adalah meningkatkan kedisiplinan terutama ibadah dan pengendalian diri siswa, membentuk akhlak alkarîmah dalam diri siswa, mendekatkan rezeki (berupa kesehatan), meningkatkan kecerdasan fisikal, intelektual, dan emosional spiritual, menenangkan hati, membiasakan beribadah guna menyeimbangkan sisi
93
kehidupan duniawi dan ukhrawi, dan meningkatkan motivasi dan konsentrasi belajar para siswa.
B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas maka penulis ingin memberikan sedikit saran demi kemajuan bersama, yaitu: 1. Penulis menyarankan agar penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya merumuskan kebijakan-kebijakan madrasah yang terkait dengan peningkatan penerapan ibadah dan bukan hanya sekedar pengetahuan. 2. MTs. Miftahul Ulum harus tetap istiqâmah dalam melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha penuh manfaat ini dan lebih mengembangkannya. 3. Madrasah merupakan tempat yang mulia untuk menimba ilmu dan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, inilah kesempatan yang berharga bagi para siswa untuk mengamalkan ilmu pengetahuan agama Islam yang diperoleh, baik di madrasah maupun di lingkungan keluarga.
94
DAFTAR PUSTAKA Al-Barry, M. Dahlan. Y., Yacub, L. Lya Sofyan. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya: Target Press, 2003. Al Mahfani, M. Khalilurrahman. Berkah Shalat Dhuha. Jakarta: PT. Wahyu Media, 2008. An Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani, 2004. Arifin, Bey. Tarjamah Sunan Abî Daud. Semarang: CV. al-Syifa, 1992, jilid. 2. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998. Ayyas, Muhammad Abu. Keajaiban Shalat Dhuha. Jakarta: Qultum Media, 2008. Badîwy, Yusuf Alî. Al-Qur’an al-Karîm bi al-Rasmy al-’Utsmâny. Beirut: Dâr Ibnu Katsir, 2004. Bogdan, Robert C., Biklen, Sari Knopp. Qualitative Research for Education, an Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, 1982. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, cet. Ke-III, jilid. 5. Djamaluddin., Aly, Abdullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1999. Ghazali, Imam. Bertambahnya Kaya Lewat Shalat Dhuha. Tp: Mitrapress, 2008. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987. Kahmad, Dadang. Metode Penelitian Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2000. Mahmudin. Shalat Sunnah Pilihan. Yogyakarta: Mutiara Media, 2009. Makhdlori, Muhammad. Menyingkap Mukjizat Shalat Dhuha. Jogjakarta: Diva Press, 2007. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Miles, Matthew B., Huberman, AS. Michael. Analisis Data Kualitatif. terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press, 1992.
95
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000. Mujahid, Abdul Malik. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Tp: Darussalam, 2006. Musbikin, Imam. Rahasia Shalat Dhuha. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008. Pembelajaran Ekstrakurikuler PAI: Suatu Pengantar, 22 Juni 2009 (on line), http://apri76.wordpress.com/2009/06/22/pembelajaran-ekstrakurikuler-paisuatu-pengantar/, diakses 18 Januari 2009. Qardhawi, Yusuf. Konsep Ibadah dalam Islam. Surabaya: Central Media, 1991. Rahim, Husni. Kendali Mutu Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI, 2001. Rifai, Mien. A. Kamus Biologi. Jakarta: Balai Pustaka, 2004. Rifa’i, Moh. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1976. Sabiq, Syaikh Sayyid. Shalat-shalat Sunnah Nabi. Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006. Shofia, Abu. Amalan Shalat Sunnah & Keutamaannya. Surabaya: Karya Agung, 2003. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005. Sultoni, Ahmad. Tuntunan Shalat (Wajib dan Sunnah). Bandung: Nuansa Aulia, 2007. Sulaiman, Abu Daud. Sunan Abî Dâud. Beirut: Dâr al-Fikr, tt, juz. I, kitâb alShalât, bâb Shalâti al-Dhuha. Suryosubroto, B. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997. Suyadi. Menjadi Kaya dengan Shalat Dhuha. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008. Syadid, Muhammad. Manhaj Tarbiyah Metode Pembinaan dalam al-Qur’an. Jakarta: Robbani Press, 2003. Thalib, Muhammad. 30 Shalat Sunnah (Fungsi, Fadhîlah, & Tata Caranya). Surakarta: Kaafah Media, 2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Cet. 3. Edisi ke-3.
96
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam (IPI). Bandung: Pustaka Setia. 2005, jilid. I.