1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat kelompok Suku Batak terdiri dari enam kelompok besar yaitu Batak Toba, Pakpak, Mandailing, Simalungun, Angkola dan Karo. Adapun kelompok-kelompok suku ini berawal dari bagian Provinsi Sumatera Utara yang memiliki ciri-ciri kebudayaan tertentu. Hal ini terlihat dari pembagian beberapa marga yang bermukim menurut daerah, bahasa serta pakaian adat dari kelompok-kelompok Suku Batak yang berbeda. Orang Batak berasal dari si Radja Batak yang memiliki dua anak yaitu Guru Tateabulan dan Raja Isumbaon sekaligus menjadi dua belahan atau cabang seluruh Orang Batak sehingga disebut Lontung dan Sumba. Dalam garis keturunannya masyarakat Batak memiliki sebuah kesamaan yaitu adanya marga. Marga merupakan nama belakang keluarga yang dimiliki setiap Orang Batak dengan penamaan yang berbeda-beda. Namun mengenai awal struktur marga di kalangan Orang Batak tidak diketahui dengan pasti, sebab hanya dikatakan bahwa marga sudah ada sejak adanya Orang Batak. Bahkan menurut cerita asli rakyat Batak, debata mulajadi sendiri yang menetapkannya (Hutagalung, 1963:17). Marga juga sebagai suatu kelompok kekerabatan eksogam, baik secara matrilineal (perempuan) maupun patrilineal (laki-laki). Berdasarkan sejarah budaya Batak, garis keturunan akan diwarisi oleh anak laki-laki sehingga apabila tidak ada anak laki-laki maka garis keturunan akan terputus. Oleh sebab itu sistem kekerabatan masyarakat Batak
2
disebut patrilineal yang didasarkan menurut garis keturunan ayah, sehingga seorang Batak akan menyebut anggota marganya dengan sebutan dongan sabutuha (mereka yang berasal dari rahim yang sama). Sistem kekerabatan patrilineal itulah yang menjadi tulang punggung masyarakat Batak, yang terdiri dari turunan-turunan marga dan kelompok-kelompok suku, lalu kemudian saling dihubungkan menurut garis laki-laki (Vergouwen, 1986:1). Sistem kekerabatan masyarakat Batak dikenal sebagai kumpulan suatu kelompok yang terbentuk karena terdapatnya kesamaan marga dalam garis keturunan seorang raja. Sistem kekerabatan itu disebut sebagai Punguan Batak. Punguan Batak memiliki fungsi untuk memelihara identitas dan akar budaya Batak itu sendiri dari tiap-tiap garis keturunan agar dongan tubu (saudara semarga) tetap eksis dalam menjaga kesatuan dan persatuan ke dalam dan keluar marganya. Salah satu Punguan Batak yaitu Punguan Pomparan Raja Naiambaton (PARNA) yang dikenal sebagai punguan terbesar karena memiliki 48 marga dalam satu garis keturunan Raja Naiambaton. Punguan Parna juga terdapat di berbagai daerah Indonesia, salah satunya yaitu di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Munculnya rasa memiliki satu sama lain dalam diri para anggota Punguan Parna di Kabupaten Simalungun membuat punguan ini mampu menjaga eksistensinya di era globalisasi saat ini. Maka oleh karena itu penting adanya bagi Punguan Parna untuk tetap menjaga rasa menghargai dan melestarikan keutuhan marga sebagai dasar agar tidak digerus oleh kemajuan zaman.
3
Pada era demokrasi, persamaan hak menjadi hal yang penting bagi setiap individu dan kelompok budaya dalam mengekspresikan identitas, aspirasi secara bebas, terbuka dan adil. Terdapatnya ruang untuk mengekspresikan diri membuat fenomena identitas terus berkembang secara signifikan dalam mewujudkan perjuangan identias. Gelombang demokrasi ini disikapi secara antusias oleh masyarakat di tingkat lokal untuk menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan budaya dan nilai lokal masing-masing. Kehadiran identitas bukan hanya berbicara mengenai persamaan saja tetapi lebih dari itu fenomena identitas bertransformasi sebagai alat politik untuk menarik simpati publik. Selanjutnya, fenomena identitas menjadi alat bagi setiap kandidat untuk ikut serta dalam konstelasi demokrasi di tingkat lokal yaitu pemilukada dalam mencapai tujuan tertentu. Di sisi lain, primordial juga menjadi bagian dari pemilukada yang masih menjadi kekuatan untuk memperoleh legitimasi dan menghegemoni masyarakat. Melihat fenomena yang terjadi, muncul penguatan dan pengentalan identitas dalam politik identitas. Politik identitas terjadi dikarenakan identitas dijadikan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan bagi elit-elit politik. Terbukti pada pemilukada 2010 di Kabupaten Simalungun terdapat lima pasangan calon bupati dan wakil bupati diantaranya, Syamsuddin SiregarKusdianto, Kabel Saragih-Mulyono, Muknir Damanik-Miko, JR Saragih-Hj Nuriati Damanik, dan incumbet T Zulkarnaen Damanik-Marsiaman Saragih. Berdasarkan lima pasangan calon bupati tersebut terdapat tiga anggota Punguan Parna yang terdiri dari dua calon bupati dan satu calon wakil bupati.
4
Sedangkan pasangan calon bupati lainnya berasal dari Punguan Batak lain yang terdapat di Kabupaten Simalungun, selain itu ada juga yang berasal bukan dari Punguan Batak. Sampai pada akhirnya pasangan JR Saragih dan Hj Nuriati Damanik yang berhasil memenangkan pemilukada di Kabupaten Simalungun dengan mengantongi 38,96% suara atau 148,977 suara sah yang mengalahkan pasangan calon bupati lainnya sekaligus pasangan incumbent yaitu T. Zulkarnaen Damanik-Marsiaman Saragih. Kemenangan ini terjadi dikarenakan masyarakat kecewa kepada incumbent atas janji-janji kampanye sebelumnya yang tidak terwujud. Di sisi lain kemenangan JR Saragih - Hj Nuriati Damanik tidak terlepas dari fenomena identitas Punguan Parna yang pada saat itu secara struktur belum terbentuk namun telah memberikan pengaruh yang besar. Pemilukada selanjutnya dilaksanakan serentak di seluruh wilayah Indonesia pada 9 Desember tahun 2015. Kabupaten Simalungun termasuk salah satu daerah yang mengikuti pelaksanaan pemilukada serentak. Namun tiga hari sebelum dilaksanakannya pemilukada, terjadi pencoretan salah satu pasangan calon bupati yang menyebabkan penundaan pelaksanaan pemilukada di Kabupaten Simalungun. Pada akhirnya KPU Kabupaten Simalungun menetapkan pemilukada akan dilaksanakan tanggal 10 Februari tahun 2016 di 31 kecamatan Kabupaten Simalungun. Adapun pasangan calon bupati yang maju pada pemilukada Kabupaten Simalungun yaitu:
5
Tabel 1.1 Daftar Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No 1
2
Nama
Jabatan
Punguan
Tumpak Siregar - Irwansyah
Calon
Toga Siregar/
Damanik
bupati/wakil
Naimarmata
Evra Sasky Damanik - Sugito Calon
Naimarmata/ -
bupati/wakil 3
4
5
Hj Nuriati Damanik -
Calon
Naimarata/ Parna
Posman Simarmata
bupati/wakil
JR Saragih - Amran Sinaga
Calon
Parna/ Toga
bupati/wakil
Sinaga
Lindung Gurning - Soleh
Calon
Borbor Morsada/
Saragih
bupati/wakil
Parna
Sumber : KPU Kabupaten Simalungun Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa anggota Punguan Parna masih mendominasi pasangan calon bupati yang maju pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. Hasilnya pasangan JR Saragih-Amran Sinaga memenangkan pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016 sekaligus mengalahkan calon bupati Hj Nuriati Damanik yang merupakan incumbent wakil bupati JR Saragih di tahun 2010. Fenomena ini mengindikasikan kembali terdapatnya politik identitas Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. Munculnya kembali fenomena etnis pada peristiwa politik yaitu pemilukada di Kabupaten Simalungun membuat Punguan Parna terlibat langsung dalam mengkontruksikan harapan dan keinginannya untuk merebut kekuasaan politik. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari arus demokrasi dan
6
desentralisasi yang begitu cepat bergulir di Kabupaten Simalungun s ehingga kehidupan politik ikut diwarnai oleh konfigurasi politik identitas Punguan Parna dalam konstelasi demokrasi. Hal inilah yang menarik untuk diamati, karena setiap kandidat calon bupati berasal dari berbagai Punguan Batak. Identitas tidak lagi menjadi sesuatu yang tidak penting dan terpinggirkan tetapi hal itu menjadi kekuatan yang ampuh dalam pemilihan khususnya pemilukada. Sikap sebagian masyarakat Indonesia yang masih primordial dan cenderung kedaerahan tentu akan memberikan pengaruh dalam pemilukada. Seperti dua sisi mata koin yang tidak dapat dipisahkan itulah politik dan adat budaya dimana kedua aspek tersebut berkaitan sehingga terjadi proses mutualisme yang menimbulkan fenomena saling menguntungkan antara kedua belah pihak bila terjadi proses interaksi. Hal itu dibuktikan dari terdapatnya anggota Punguan Parna yang maju dalam pemilukada tahun 2016 sebagai pasangan calon bupati di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Sebagai salah satu Punguan Batak dengan jumlah marga terbanyak, Punguan Parna yang berada di Kabupaten Simalungun dapat dipastikan memiliki posisi strategis dalam setiap pemilukada. Dengan demikian menjadi hal yang relevan untuk menjadikan Punguan Parna sebagai subjek studi kasus dalam penelitian ini. Adapun kasus yang diambil yaitu pengaruh Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. Penelitian ini akan membahas lebih jauh tentang bagaimana pengaruh Punguan Parna yang masih menjaga eksistensinya sampai saat ini dalam pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. Dengan hadirnya Punguan
7
Parna di pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016, kita dapat melihat sejauh apa Punguan Batak dalam hal ini Punguan Parna mengambil perannya pada konstelasi demokrasi di tingkat lokal. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah pada latar belakang usulan penelitian di atas, penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu: “Bagaimana pengaruh Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016?” 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini hanya akan mengkaji tentang politik identitas dengan pendekatan primordialisme Punguan Batak pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016 dimana peneliti membahas Punguan Parna sebagai studi kasus. Peneliti juga akan membahas mengenai politik identitas dengan pendekatan primordialisme dan pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. Berdasarkan tinjauan yang telah dilakukan peneliti juga hanya akan mengkaji tentang pengaruh Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. 1.4 Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini ingin mengetahui pengaruh Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016.
8
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Berguna untuk memperkaya khasanah ilmu politik dan menambah pengetahuan khususnya terkait Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. 2. Menunjukan secara ilmiah mengenai keterkaitan Punguan Parna dalam pemilukada. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pengaruh Punguan Batak dalam hal ini Punguan Parna terhadap pemilukada. 2. Memberikan informasi bahwa adat budaya Indonesia, dalam hal ini suku Batak harus tetap dijaga dan dilestarikan keutuhannya di tengah era globalisasi. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab, masing-masing bab diuraikan sebagai berikut : Bab I: PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
9
Bab II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian pustaka, kerangka konseptual dan kerangka pemikiran. Penulis menggunakan tiga penelitian serta dua buah buku terkait tema yang penulis bahas dan teori-teori yang mendukung penelitian mengenai pengaruh Punguan Parna dalam pemilukada. Bab III: METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai jenis penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian data dan keterbatasan penelitian. Bab IV: PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang bagaimana pengaruh Punguan Parna pada pemilukada Kabupaten Simalungun tahun 2016. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai gambaran umum kabupaten simalungun dengan hasil temuan yaitu profil Punguan Parna, pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Simalungun tahun 2016, politik identitas Punguan Parna yang kemudian di analisis dari penelitian yang peneliti laksanakan. Bab V: PENUTUP Bab ini akan berisi kesimpulan mengenai penelitian yang telah dilaksanakan serta saran yang dapat digunakan.