BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berperan sangat besar bagi kelangsungan hidupnya. Dalam kehidupannya setiap masyarakat akan bertemu dengan berbagai kekuatan seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lain yang tidak selalu berdampak baik. Selain itu, manusia dan masyarakat memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik di bidang spiritual maupun materi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi oleh kebudayaan yang ada pada masyarakat itu sendiri. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Semua karya, rasa, dan cipta tersebut dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan seluruh masyarakat (via Soekanto, 1990:189). Pengertian kebudayaan ini menjelaskan bahwa kebudayaan diciptakan oleh masyarakat itu demi memenuhi segala kebutuhan untuk terus dapat menjalani kehidupannya. Kebudayaan memiliki tujuh unsur yang bersifat universal, artinyadapat ditemukan pada semua bangsa. Koentjaraningrat merumuskan ketujuh unsur yang dapat disebut sebagai isi pokok bagi setiap kebudayaan yaitu bahasa, sistem
1
2
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1989:203-204). Jika kita melihat kembali kebudayaan yang memiliki peranan memenuhi kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya, maka setiap unsur kebudayaan juga akan memiliki peranan tersebut. Manusia memiliki berbagai kebutuhan dalam hidupnya seperti kebutuhan untuk dapat berkomunikasi, kebutuhan untuk merasa aman, ingin dihargai atau dihormati, kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan dapat dipenuhi oleh unsur-unsur kebudayaan yang ada. Seni atau kesenian yang merupakan salah satu unsur suatu kebudayaan memiliki peranancukup besar dalam kehidupan manusia. Seperti manusia membutuhkan pangan dan papan untuk bertahan hidup, seni pun sangat penting untuk memenuhi kebutuhan rohani seseorang. Kebutuhan akan kepuasan estetis, hiburan, atau kebutuhan untuk memanfaatkan kemampuan imajinasi dapat dipenuhi oleh adanya kesenian. Seni merupakan suatu wujud yang terindra. Karya seni adalah sebuah benda atau artefak yang dapat dilihat, didengar, atau didengar sekaligus dilihat, seperti lukisan, musik, dan teater (Sumardjo, 2000:45).Kesenian dalam kebudayaan memiliki banyak bentuk di antaranya seni verbal, seni patung, seni tari, seni musik, dan sebagainya. Pengrajin atau pun penikmat seni telah mendapatkan kepuasan tersendiri dengan hadirnya kesenian-kesenian tersebut. Salah satu kesenian yang paling mudah dijumpai adalah seni musik. Di mana pun berada disadari atau tidak musik selalu mengiringi kehidupan manusia,
3
terlebih lagi pada zaman sekarang ini penyebaran musik semakin mudah sehingga kita dapat menikmati musik kapanpun dan di mana pun. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang kaya akan tradisi seperti festival-festival yang rutin diadakan, kesenian beraneka ragam dan unik, serta budaya-budaya unik seperti upacara minum teh, merangkai bunga atau disebut dengan ikebana, dan sebagainya. Pada bidang seni musik juga beragam macamnya yang dimiliki oleh Jepang dari yang tradisional hingga modern. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, wujud kecintaan dan apresiasi orang Jepang terhadap seni musik semakin bertambah. Salah satu wujud kecintaan dan apresiasi orang Jepang adalah dengan berkaraoke. Dalam “Nihon Jijou Handobukku” dijelaskan kata karaoke merupakan singkatan dari kara no ookesutora yang memiliki arti orkestra kosong atau sekarang sering disebut sebagai minus one(Mizutani dkk, 1995:68). Karaoke merupakan produk yang dihasilkan musik di Jepang. Karaoke mengarah pada pertunjukkan instrumental dari sebuah lagu yang telah direkam sebagai pengiring para penyanyi berlatih. Sedangkan karaoke untuk penyanyi amatir lahir pada tahun 1970an. Gabungan penampilan langsung dengan rekaman seperti ini bukan yang pertama di Jepang. Penggabungan ini telah sejak lama digunakan oleh orang Jepang, sebagai contoh, tarian pada festival obon menggabungkan rekaman musik tarian dengan suara taiko yang dimainkan langsung (Wade, 2005: 156). Karaoke merupakan salah satu kegiatan rekreasi dan kegiatan pengisi waktu luang yang lahir di Jepang. Awalnya karaoke populer di kalangan
4
sarariiman. Bermula dari utagoe kissa di mana pihak manajemennya merekam iringan musik tanpa vokal untuk kepentingan berlatih para penyanyinya, karaoke mulai dikenal oleh pengunjung utagoe kissa tersebut yang kebanyakan merupakan sarariiman(Sugimoto,
2010:258).
Banyak
pengunjung
merasa
gembira
mengalihkan pikirannya dari segala beban dalam hidupnya dengan minum-minum sambil memegang mikrofon dan bernyanyi. Ini merupakan awal dari kepopuleran karaoke. Melihat peluang yang dibuka oleh kegiatan ini, banyak pihak yang mulai mengembangkan alat karaoke dengan tujuan mencapai sasaran pengguna alat yang lebih luas dan tidak hanya dapat digunakan di utagoe kissa saja. Hal ini menyebabkan terjadinya karaoke boom tidak lama setelah karaoke muncul. Seperti yang telah dikatakan oleh Itasaka (1986:80-81), orang-orang mulai menggunakan mikrofonuntuk menyanyikan lagu-lagu populer dengan rekaman iringan musik saat pesta. Selain itu, karaoke tidak hanya dapat dilakukan di utagoe kissa, bar atau di sebuah pesta saja, karaoke dapat dilakukan di rumah, klub malam, atau pada saat perkumpulan sosial di seluruh Jepang. Klub-klub karaoke yang dibangun di banyak tempat untuk pertemuan atau bernyanyi bersama menandakan bahwa karaoke telah menjadi fenomena sosial baru di Jepang. Karaoke terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan di bidang teknologi. Pada tahun 1976, sebuah perusahaan elektronik mulai memperkenalkan mesin dengan sebutan Karaoke 8, yang kemudian berkembang
5
menjadi laser-disk karaoke, VHD karaoke, CD karaoke, DVD karaoke (Sugimoto, 2010:258).
Tahun 2006 Peringkat
Sub-sektor
1
Servis makanan dan minuman
2 3 4 5
Perjalanan liburan dalam negeri (perjalanan musim panas,musim dingin, musim semi, dll) Mengemudi Undian Karaoke
Tahun 2007 Pelaku (dalam juta) 71,6
Peringkat
Sub-sektor
1
Servis makanan dan minuman
57,2 2
Pelaku (dalam juta) 72,0
Perjalanan liburan dalam negeri (perjalanan musim panas,musim dingin, musim semi, dll) Mengemudi Karaoke Menonton video (termasuk menyewa) Undian
57,0
41,6
51,1 46,0 42,9
3 4 5
41,6
6
7
Menonton video (termasuk menyewa) PC(game, hobi,komunikasi)
40,8
7
8
Film (tidak termasuk TV)
38,7
8
Kebun binatang, aquarium, musium PC (game, hobi, komunikasi)
9
38,2
9
Film (tidak termasuk TV)
40,1
10 11 12
Kebun binatang, aquarium, musium Mendengarkan musik Bar, kedai minuman Berkebun
36,9 33,7 32,6
10 11 12
Mendengarkan Musik Bar, kedai minuman TV game (di rumah)
38,0 34,4 31,8
13
TV game (di rumah)
31,1
13
Berkebun
30,5
14
Papan permainan
27,9
14
Taman hiburan
28,6
15
Taman hiburan
27,6
15
Papan permainan
28,1
16
Piknik, jalan-jalan
26,2
16
Piknik, jalan-jalan
26,3
17
Bowling
25,1
17
Bowling
25,1
18
Acara musik, konser, dll
24,4
18
Acara musik, konser, dll
24,4
19
Pulang kampung
24,2
19
Pulang kampung
23,2
20
Jogging, maraton
23,9
20
Jogging, maraton
22,8
6
51,3 43,1 42,4 42,3
40,5
Tabel 1. Top 20 sub-sektor hiburan Sumber : White Paper of Leisure 2008. www.jpcnet.jp/eng/research/2008_07.html Karaoke merupakan salah satu rekreasi yang digemari oleh masyarakat Jepang.Berdasarkan tabel diatas, hasil survey white paper of leisure 2008 dalam Top 20 sub-sektor hiburan di Jepang,karaoke mendapat peringkat 5 dengan jumlah pengunjung 42,9 juta orang pada tahun 2006 dan naik satu peringkat pada
6
tahun 2007 dengan jumlah pengunjung 43,1 juta orang. Selanjutnya berdasarkan The All-Japan Karaoke Industrialist Associationjumlah orang yang menggunakan fasilitas karaoke pada tahun 2011 sampai akhir maret 2012 diperkirakan mencapai 46,4 juta (www.japantimes.co.jp). Ini membuktikan bahwa karaoke merupakan salah satu tempat yang menjadi tujuan saat masyarakat Jepang memiliki waktu luang, atau setidaknya orang Jepang dalam satu tahun akan pergi ketempat karaoke lebih dari satu kali. Karaoke tidak hanya digemari oleh masyarakat Jepang saja, tetapi digemari juga dijadikan kegiatan rekreasi di banyak negara lain, seperti di negaranegaraAsia Tenggara, Australia, New Zeland, Amerika, dan beberapa negara di Eropa. Bill Kelly melalui Martinez (1998:76) menyebutkan karaoke merupakan contoh unik dari kegiatan rekreasi modern buatan Jepang yang terdapat di negara luar Jepang. Karaoke telah menjadi bagian kehidupan orang Jepang.Hal inilah yang menarik penulis untuk membahas karaoke dalam masyarakat Jepang. Karaoke merupakan salah satu produk musik Jepang digemari oleh hampir seluruh Orang Jepang. Bahkan karaoke telah menjadi sarana rekreasi di negara-negara lain.Hal ini tidak dapat dilepaskan dari inovasi dan perkembangan pada karaoke. Bertahannya karaoke hingga saat ini bukan tidak beralasan. Sebagai kegiatan yang sangat di gemari pasti karaoke memiliki kontribusi khusus terhadap kehidupan orang Jepang. Selain inovasi dan perkembangan yang terjadi pada industri hiburan karaoke, peranan yangkaraokeberikan dalam kehidupan orang Jepang juga menyebabkan karaoke terus dapat bertahan hingga saat ini. Hal ini
7
lah yang akan penulis kaji lebih dalam mengenaiperanankaraoke dalam kehidupan masyarakat Jepang.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya karaoke telah menjadi salah satu kegiatan rekreasi saat orang Jepang memiliki waktu luang. Sebagai produk dari musik dan kegiatan rekreasi yang bertahan hingga saat ini, karaoke pasti memiliki peranan khusus dalam kehidupan orang Jepang. Hal ini lah yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini. Apa saja kah peranan yang dimiliki karaoke dalam kehidupan orang Jepang?
1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah disebutkan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah dapat menjelaskan peranan-peranan yang dimiliki karaoke dalam kehidupan Orang Jepang.
1.4 Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas karaoke sebagai objeknya. Skripsi mahasiswa Universitas Indonesia dengan judul “Karaoke : Sebuah Kebudayaan Populer Jepang”yang ditulis oleh Frieda Risqi Agustin tahun 2008 merupakan acuan bagi penulisan skripsi ini. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi yang ditulis oleh Agustin adalah mengapa karaoke dapat menjadi
8
kebudayaan massa dan apa sajakah ciri dari karaoke sehingga dapat digemari oleh massa. Dalam tulisannya Agustin menjelaskan alasan karaoke sebagai salah satu kebudayaan massa sesuai dengan teori kebudayaan massa yang digunakan sebagai landasan analisanya. Karaoke dapat menjadi salah satu kebudayaan massa di Jepang karena dikonsumsi massa secara besar-besaran dan penyebarannya menggunakan media massa seperti televisi dan media cetak yang ada di Jepang. Selain skripsi yang ditulis oleh Agustin, tesis yang ditulis oleh Donovan Reuel Perry yang terbit pada tahun 2012 dengan judul “Coming Age in The Box : Social Function and Japanese Karaoke” juga menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini. Dalam tesisnya ini Perry memfokuskan penelitiannya pada salah satu tempat berkaraoke yaitu karaoke box dan para pelaku kegiatan berkaraoke dengan batasan pada kelompok anak muda Jepang. Permasalahan yang diangkat oleh Perry adalah fungsi sosial dari karaoke box sebagai salah satu tempat yang memiliki fungsi tempat anak muda Jepang bertumbuh menjadi orang dewasa. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa karaoke box menjadi tempat untuk anak muda Jepang bertumbuh. Dalam kegiatannya di karaoke box para anak muda Jepang dapat mempelajari bagaimana cara berkomunikasi, memperkuat tali persahabatan, atau mempengaruhi proses transisi menjadi dewasa. Selain skripsi Agustin dan tesis Perry, terdapat beberapa jurnal yang menjadikan karaoke sebagai objek penelitiannya. Yang pertama adalah jurnal pendidikan musik yang berjudul “Using Karaoke in The Classroom” yang disusun oleh Michael J. Wagner dan John S. Brick tahun 1993. Jurnal ini menjelaskan
9
kegunaan dari karaoke dalam mengajar musik di kelas. Karaoke digunakan oleh para guru untuk memotivasi muridnya dalam belajar musik. Hasil dari survey pada para siswa dalam penelitian ini, para siswa tidak hanya menikmati karaoke tapi juga sebagian besar siswa merasa lebih mudah dan lebih cepat dalam mempelajari musik. Jurnal ini memiliki fokus penelitian pada kegunaan karaoke di bidang pendidikan musik yang sangat membantu para guru dalam mengajar musik di Dade Country School, Miami. Yang kedua adalah jurnal Etnomusikologi dengan judul “Kouta and Karaoke in Modern Japan : a bluring of the distinction between Umgangsmusic and Darbietungsmusic” yang ditulis oleh Nathan Hesselink tahun 1994. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan kriteria baru untuk menilai sejauh mana suatu budaya musik non Barat telah beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat yang dibawa oleh modernisasi. Penelitian ini dianalisis melalui analisa perilaku yang berdasarkan pada perbandingan dua kategori musik yang dikembangkan
oleh
Heinrich
Besseler.
Dalam
pendekatannya
terhadap
komunikasi dalam musik dari sudut pandang sosiologi, Heinrich tertarik pada dua jenis komunikasi musikal yang sangat berbeda yaitu Umgangsmusic, komunikasi musikal yang semua pesertanya sering dari grup sosial yang saling bertalian, yang kedua adalah Darbietungsmusic dimana semua tampilan musiknya diselesaikan oleh yang profesional dibidangnya, menyebabkan pesertanya lebih pasif. Dan dua jenis komunikasi musikal yang akan dikaji adalahMusik Jepang abad 20anyaitu, kouta yang berarti lagu pendek pada komunitas geisha, dan fenomena “juxbox” karaoke.
10
Dari skripsi yang ditulis oleh Agustin, tesis yang ditulis oleh Perry, dan kedua jurnal di atas, walaupun memiliki objek yang sama dengan skripsi ini yakni karaoke, namun skripsi “Peran Karaoke dalam Kehidupan Orang Jepang” ini memiliki tujuan dan fokus yang berbeda. Skripsi ini lebih memfokukan pada sejarah dan perkembangan karaokedi Jepang, serta peranannya dalam kehidupan orang Jepang.
1.5 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan landasan teori struktural fungsionalisme. Saifudin menyebutkan (2005:156) teori ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem dari struktur-struktur sosial. Struktur yang dimaksud adalah pola-pola nyata hubungan atau interaksi antar berbagai komponen masyarakat. Dalam masyarakat terdapat rangkaian struktur yang saling berkaitan untuk membentuk masyarakat. Fungsionalisme dalam tafsir para fungsionalis, merupakan metodologi dalam mengeksplorasi saling ketergantungan. Di samping itu para fungsionalis menyatakan pula bahwa fungsionalisme merupakan teori tentang proses kultural. Selain mencari keterkaitan yang beragam antara unsur-unsur suatu budaya, para fungsionalis berpandangan bahwa mereka telah menciptakan sosok teori yang menjelaskan alasan unsur-unsur itu berhubungan secara khusus, dan mengapa terjadi pola budaya tertentu atau setidaknya mengapa pola itu bertahan (Kaplan, 1999:77).
11
Malinowski mengemukakan (via Saifuddin, 2005:167-168) kebudayaan dan organisasi sosial merupakan reaksi terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia dalam masyarakat. Malinowski juga berpendapat bahwa segala sesuatu memiliki fungsi. Struktural fungsionalisme tidak hanya mengkaji mengenai fungsi, tetapi juga implikasinya terhadap struktur sosial dalam masyarakat. Struktur-struktur yang ada pada masyarakat berujung pada tingkat analisis mendasar, yakni pada pelaku sosial individu. Dalam struktural fungsionalisme juga memasukkan norma dan nilai yang mengatur interaksi-interaksi pelaku sosial. Dalam teori struktural fungsionalisme terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam mengaji pola sebuah budaya. Petama, pelaku budaya tersebut, hal ini berhubungan dengan struktur sosial yang akan mempengaruhi pola budaya tersebut. Kedua, norma-norma, nilai, dan institusi dalam masyarakat yang akan mempengaruhi pola tindakan dari pelaku. Dalam mengkaji peranan karaoke dalam kehidupan orang Jepang maka aspek-aspek yang disebutkan sebelumnya akan menjadi data yang dianalisis. Malinowski memiliki fokus utama pada individu dan pentingnya kebutuhan, hasrat, dan keadaan individu dalam masyarakat (Malinowski, 1939:275). Fokus Malinowski ini akan termasuk dalam fokus penelitian ini untuk menemukan peranan karaoke dalam kehidupan orang Jepang. Selain menfokuskan aspek individu, aspek sosial dari peranan karaoke juga akan menjadi fokus penelitian ini. Diperlukan pengertian kata peranan yang digunakan dalam pnenelitian ini. Dalam KamusSosiologi peran atau dalam bahasa Inggris role, mengacu pada perilaku seseorang yang menempati posisi tertentu. Perilaku orang tersebut akan
12
ditentukan terutama oleh apa yang diharapkan ketika seseorang berada dalam posisi atau status tersebut dari pada karakteristik yang ada pada diri mereka. Peran adalah perpaduan sifat dan pengharapan yang didefinisikan secara sosial atas berbagaimacam posisi sosial (Abercrombie dkk, 2010:479). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran memiliki arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan di masyarakat. Peranan berarti bagian yang dimainkan oleh seseorang dan tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa (2005:854). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, peranan memiliki arti fungsi dan tugas (Badudu & Zain, 1994:1037). Dalam The Oxford English Dictionary, roleis the typical or characteristic function performed by someone or something, peranan adalah adalah fungsi khas atau sifat fungsi yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu (1989:42). Dari pegertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan adalah sifat dan fungsi khas yang dilakukan oleh seseorang atau sesuatu sesuai dengan pengharapan sosial terhadap posisi seseorang atau sesuatu tersebut. Peranan karaoke dalam kehidupan orang Jepang mengacu pada sifat dan fungsi khas karaoke sesuai dengan pengharapan orang Jepang. Karaoke juga sesuatu yang memiliki kedudukkan dalam kehidupan orang Jepang, menyebabkan karaoke sifat dan fungsi khusus dalam kehidupan orang Jepang. Sejak telah disebutkan bahwa kebudayaan memiliki peranan memenuhi kebutuhan dasar manusia, maka konsep kebutuhan dasar itu akan sangat diperlukan dalam penelitian ini. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini
13
adalah konsep kebutuhan dasar Abraham Maslow. Jenjang kebutuhan yang dibuat oleh Maslow tersusun seperti anak tangga, dimana kita harus memenuhi kebutuhan yang paling dasar terlebih dahulu dan setelah itu dapat beranjak untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan-kebutuhan itu ialah (Alwisol, 2005:257-261), pada tingkat pertama kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan biologis lainnya seperti istirahat, seks, dan sebagainya. Kebutuhan biologis ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh. Pada tingkat kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman, sesudah kebutuhan fisiologis terpenuhi secukupnya muncul kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Tingkat ketiga yaitu kebutuhan dimiliki dan cinta, adalah kebutuhan dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta kasih yang didapat dari sesama. Keempat yaitu kebutuhan harga diri, kepuasan kebutuhan harga diri untuk menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, perasaan bahwa dirinya berharga dan mampu, serta bermanfaat bagi lingkungannya. Namun sebaliknya jika kebutuhan harga diri ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan perasaan lemah, canggung, pasif, penakut, dan tidak mampu mengatasi tuntutan hidup. Tingkat kelima yaitu kebutuhan yang terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri. Setelah kebutuhan dasar lainnya telah terpenuhi kemudian akan muncul kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk dapat menjadi sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya, keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensinya,
14
untuk menjadi apa saja yang dia dapat lakukan, dan untuk menjadi bebas dan kreatif. Kebutuhan ini dapat berupa mengekspresikan diri, bakat, hobi, ide-ide, pemikiran, dan kemampuan. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut
sedapat
mungkin
harus
terpenuhi.
Kepuasan kebutuhan hirarkis ini menjadi dasar dari kesehatan fisik dan psikis seseorang. Seseorang akan frustasi dan tertekan jika salah satu dari kebutuhan dasar tersebut tidak dapat terpenuhi. Selanjutnya untuk memahami karaoke yang merupakan kegiatan mengisi waktu luang maka diperlukan pemahaman mengenai konsep waktu luang itu sendiri. Dalam buku Work, Unemployment, and Leisure, Rosemary Deem menjelaskan mengenai konsep dari leisure atau waktu luang. Dalam memahami waktu luang ini Deem membandingkannya dengan work atau bekerja karena kedua hal tersebut merupakan suatu yang berlawanan. Bekerja adalah sesuatu yang harus dilakukan, atau sesuatu yang mau tidak mau harus dikerjakan seperti belajar bagi seorang pelajar dan melakukan pekerjaan untuk dapat melanjutkan kehidupan. Sedangkan waktu luang adalah saat kita dapat memilih untuk melakukan sesuatu dan mendapatkan kesenangan di dalam melakukannya seperti menonton TV, mendengarkan musik, atau seperti dalam penelitian ini adalah berkaraoke. Kemudian Deem juga menjelaskan bahwa gender, golongan atau status, dan umur seseorang sangat mempengaruhi waktu luang yang dimiliki, apa yang dilakukan pada saat waktu luang, dan seberapa berharga waktu tersebut (Deem, 1988:2-3).
15
Selain Deem, Cordes dan Ibrahim menjelaskan mengenai leisure atau waktu luang dan rekreasi. Definisi waktu luang menurut Cordes dan Ibrahim adalah bebas dari pekerjaan dan kewajiban. Ditambahkan lebih jelas lagi, waktu luang adalah kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan dengan caranya sendiri, kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pilihannya sendiri, dan meninggalkan kegiatan sesuai dengan keinginan (1999:45).Kemudian pengertian rekreasi yang dijelaskan oleh Cordes dan Ibrahim adalah keikutsertaan secara sukarela dalam kegiatan-kegiatan saat waktu luang yang bermakna dan menyenangkan bagi orang yang melakukannya. Istilah rekreasi ini termasuk dalam kegiatan di dalam atau di luar ruangan, termasuk olah raga yang merupakan kegiatan fisik, dan dalam rekreasi termasuk juga di dalamnya kegiatan nonfisik (1999:7).
1.6 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (via Moleong, 2005: 4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.Kemudian setelah mendapatkan data-data tersebut penulis akan menganalisa dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya (Nawawi, 1998:63).
16
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data-data yang sesuai penulis menggunakan metode studi kepustakaan.Sumber data-data penelitian ini dapat diperoleh dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal dan internet sesuai dengan objek penelitian yakni karaoke.Alasan penulis memilih metode ini adalah karena tidak memungkinkan bagi penulis untuk dapat meneliti langsung objek pebelitian yang berada di Jepang. Selain itu dengan memanfaatkan buku-buku dan penelitianpenelitian sebelumnya sudah dapat melengkapi kebutuhuhan data penulisan penelitian ini. Kendala yang dihadapi penulis dalam mengumpulkan data adalah masih minimnya sumber yang berkaitan dengan karaoke di perpustakaan yang berada di Yogyakarta. Oleh karena itu penulis mencari sumber buku yang berada di perpustakaan di luar Yogyakarta yaitu perpustakaan Japan Foundation yang berada di Jakarta. Selain sumber buku penulis juga mengambil data yang berasal dari internet. Data yang diambil melalui media internet ini berupa jurnal-jurnal dan data-data lain yang berasal dari situs resmi. Kemudian data-data yang telah diperoleh dianalisis dan dijabarkan dalam bentuk deskriptif.
1.7 Sistematika Penulisan Penelitian Peran karaoke dalam kehidupan masyarakat Jepang disajikan ke dalam empat bab dengan susunan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan,. Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian mengenai karaoke, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
17
Bab IISejarah dan Perkembangan Karaoke di Jepang. Dalam bab ini berisi mengenai penjelasan mengenai karaoke, sejarah kemunculan karaoke di Jepang, perkembangan karaoke di Jepang yang termasuk di dalamnya perkembangan teknologi karaoke dan perkembangan tempat karaoke, dan yang terakhir adalah perkembangan fasilitas-fasilitas yang tersedia pada tempat karaoke. Bab III
PeranKaraoke dalam kehidupan orang Jepang, untuk dapat
menjabarkan peranan karaoke dalam bab ini akan membahas karaoke sebagai kegiatan mengisi waktu luang, peserta karaoke berdasarkan usia dan jenis kelamin, karaoke dilihat dari peserta dan tempat karaoke, alasan berkaraoke, pelaksanaan karaoke yang termasuk di dalamnya karaoke bersama-sama dan hitokara, dan yang terakhir adalah pemanfaatan karaoke pada bidang kesehatan. Bab IV:
kesimpulan, bab ini merupakan bagian terakhir yang berisi
kesimpulan terhadap analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya.