BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latarbelakang Manusia dalam kehidupannya akan melalui proses perkembangan. Dalam
proses tersebut ada masa dimana pria dan wanita akan menjalin hubungan, memilih teman hidup, belajar bersama dengan suami atau isteri dan mengelola rumah tangga. Agar tugas tersebut dapat terealisasi maka cara yang ditempuh adalah dengan melakukan perkawinan. Perkawinan memiliki arti sebagai mating arrangement jangka panjang yang memiliki sanksi sosial dan biasanya melibatkan unsur ekonomi, sosial, dan kerjasama dalam hal reproduksi antar kedua individu yang terlibat di dalamnya (Regan, 2003). Setiap pasangan yang akan menikah, tentunya ingin membina rumah tangga yang baik, mendambakan kehidupan yang membahagiakan dan mampu mengisi satu dengan yang lain serta bertujuan menciptakan perkawinan yang sakinah mawadah warohmah. Nick, dkk (Baros, 2005) menyatakan bahwa pada umumnya pasangan yang melakukan perkawinan menginginkan terciptanya keluarga yang bahagia, saling mencintai dan mampu menjadi keluarga yang harmonis.Namun pada kenyataannya tidak semua pasangan mampu merasakan kebahagiaan dan kenyamanan dalam pernikahannya seperti yang diharapkan. Di beberapa
media
massa,
terlihat
banyak suami istri yang merasakan 1 ketidakharmonisan dalam kehidupan bersama pasangannya hal ini dapat di picu
1
2
karena adanya konflik dalam perkawinannya (Robbianto, 2013). Di dalam rumah tangga terdapat dua aspek utama yang merupakan pemicu konflik yang paling sering terjadi yakni, pertama ketika merumuskan atau menetapkan tujuan dan kedua ketika ingin mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Jika terdapat perbedaan ide, gagasan, konsep, pandangan, emosi, atau pikiran dalam merumuskan atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pasti timbul konflik yang sulit dielakkan (Surbakti, 2008)
Konflik merupakan “bumbu“ dalam kehidupan rumah tangga. Jika bisa dikelola dan diselesaikan dengan baik, konflik malah bisa lebih mengakrabkan hubungan suami isteri.Namun, bila kurang hati - hati konflik bisa menjadi bumerang yang mengancam keutuhan rumah tangga.Tujuan dari perkawinan bukanlah untuk menghindari konflik, karena sebenarnya konflik adalah hal yang tidak dapat dihindarkan.Karena konflik tidak dapat terelakkan, maka muncul pertanyaan bagaimana menyelesaikan konflik, bukan bagaimana menghindari konflik.Menurut Mahfudz (2006) kunci mengatasi konflik rumah tangga salah satunya terletak di pihak isteri. Kesediaan isteri untuk mengalah akan sangat membantu untuk meredakan emosi suami. Namun tidak selamanya isteri harus mengalah.Pada suatu titik tertentu, ketika mengalah ternyata tidak bisa menyelesaikan persoalan, seorang isteri harus berani melawan.Pengelolaan konflik yang baik, akan membawa pasangan suami isteri untuk saling mempertahankan hubungan perkawinan dan mendewasakan masing-masing pribadi. Dengan pengelolaan konflik yang sehat dan baik, diharapkan mampu mempertahankan kualitas hubungan perkawinan.Pasangan perkawinan sering
3
belajar peran yang khusus dalam mengatasi masing-masing pasangan selama berada dalam konflik. Apabila mereka tidak fleksibel dalam memainkan perannya yang tepat dan konstruktif dalam mengatasi masalah, mereka akan menemukan diri mereka dalam keadaan ”buntu”. Secara emosional, berkonflik dengan orang yang paling dekat dan paling disayangi adalah suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan.Apalagi jika tidak terselesaikan.Tidak heran bila orang menjadi takut untuk berkonflik dan berusaha sedapat mungkin menghindarinya (http://.perempuan.com/love/konflikbisa-mendewasakanlho/, tanggal 23 November 2014 jam 13.40 WIB). Padahal konflik selalu akan terjadi bila dua orang yang memiliki kepentingan masing masing, salah satu pihak memiliki anggapan bahwa pihak yang lain akan merugikan dirinya. Serangkaian penelitian telah dilakukan oleh Isaac, seorang ahli masalah perkawinan di Amerika (Lukman, 2001) dengan menggunakan subyek sejumlah pasangan suami isteri yang telah menjalani pernikahan selama 15 tahun. Dari penelitian tersebut, diperoleh data bahwa pasangan suami isteri tersebut tidak memiliki perbedaan dengan pasangan suami isteri pada umumnya. Pasangan suami isteri ini tetap mengalami pula pasang surut dalam kehidupan perkawinannya, baik itu suka maupun duka.Hanya saja pasangan ini berusaha mengembangkan kemampuan mengelola konflik yang tepat, diiringi pula dengan adanya niat yang kuat untuk mempertahankan perkawinannya, sehingga dapat menjalankan kehidupan perkawinan dengan baik. Salah satu strategi umum untuk mensukseskan perkawinan adalah tidak menfokuskan perhatian pada masalah-masalah tertentu seperti pendidikan anak,
4
seks, uang, pekerjaan rumah tangga.Melainkan fokus di dalam membina kecerdasan emosional bersama pasangan, sehingga memperbaiki peluang untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Dalam kehidupan rumah tangga kedewasaan dan kecerdasan emosi akan mempunyai arti penting dalam kebahagiaan perkawinan, karena suami istri bisa saling memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bila masing-masing pihak memiliki kecerdasan emosi, maka konflik yang ada dapat mereka hadapi dengan baik dan secara dewasa. J.P Du Preez (Anthony Dio Martin, 2003) emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu.Sifat dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi.Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Agus Efendi, 2005).Gottman dan DeClaire (2003) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan dan kesadaran emosional untuk menangani perasaan, menyadari perasaan orang lain, mampu berempati, menghibur, membimbing, kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati, menunda pemuasan, memberi motivasi diri mereka sendiri, membaca isyarat sosial orang lain dan menangani naik turunnya kehidupan. Kecerdasan emosional sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Masing - masing faktor terdiri dari beberapa bagian yang saling mempengaruhi dan penting.
5
Dalam sebuah penelitian yang dilansir Daily Mail yang melibatkan 1.953 orang dewasa di Inggris, disebutkan bahwa mayoritas partisipan (79%) mengatakan bahwa mereka dan mantan pasangannya sangat aktif di media sosial.Interaksi di media sosial inilah yang kemudian menyebabkan retaknya hubungan suami-istri hal ini merupakan indikasi dimana gagalnya pengelolaan konflik dalam perkawinan.Di Indonesia fenomena ini juga terjadi angka perceraian
meningkat
naik
secara
signifikan
dalam
dua
tahun
terakhir.(https://www.selasar.com/gaya-hidup/media-sosial-memicu-perceraian. tanggal 28 januari 2015). Data yang di rilis oleh Kementerian Agama kantor wilayah Propinsi Jawa Barat menyebutkan angka perceraian tahun 2013, sebanyak 285.184 pasutri memilih bercerai. Dan ironisnya sekitar 70% perceraian diajukan oleh pihak isteri sebagai penggugat (http://www.pa-bekasi.go.id/.Tanggal 28 januari 2015). Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul pertanyaan apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan pengelolaan konflik perkawinan pada istri? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “ Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Pengelolaan Konflik Perkawinan Pada Istri “.
1.2
Masalah Penelitian Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan pengelolaan
konflik perkawinan pada istri ?
6
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
antara kecerdasan emosional dengan pengelolaan konflik perkawinan padaistri.
1.4
Manfaat penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat,
antara lain: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan terkait dengan cara mengelola kecerdasaan emosional dengan pengelolaan konflik perkawinan dan mengelola kecerdasaan emosi. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau dasar bagi para pasangan suami isteri untuk mengetahui betapa pentingnya pengelolaan konflik dalam perkawinan guna menciptakan keluarga yang harmonis.