1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks, semakin berkembang dan dinamis seiring bergeraknya waktu. Perkembangan dan dinamika itu dapat dilihat dan dirasakan antara lain dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, pariwisata, urbanisasi dan bidang-bidang lainnya. Perkembangan itulah yang melahirkan dan menimbulkan perubahanperubahan sosial di masyarakat. Perubahan-perubahan sosial yang timbul tersebut
berdampak ganda,
pada satu sisi memperlihatkan sebagai
sesuatu yang bermanfaat, sedangkan di sisi lain memperlihatkan atau melahirkan penyakit-penyakit seperti kejahatan, krisis kepercayaan, kerusuhan dan keresahan di masyarakat. Bertolak dari berbagai penyakitpenyakit sosial tersebut, kejahatan merupakan penyakit sosial yang ditemukan di tengah-tengah masyarakat.1 Segala bentuk tingkah laku yang menyimpangi aturan hukum yang menggangu dan merugikan dalam kehidupan bermasyarakat tersebut diartikan oleh masyarakat sebagai sikap dan perilaku jahat, serta 1
Muladi dan Dwidja Priyatno, 2009, Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Prenada Media Group, Jakarta, hlm 3
2
menimbulkan kerugian baik bersifat materiil maupun bersifat imateriil yang menyangkut keamanan dan ketentraman dalam masyarakat. Sikap dan perilaku jahat yang dilakukan bermacam-macam, salah satu bentuknya dengan menyalahgunakan kewenangan atau jabatan yang diamanahkan kepadanya untuk meraih keuntungan-keuntungan tertentu yang dari hasil kejahatan penyalahgunaan kewenangan tersebut maka setiap yang menjadi kebutuhan pelaku terpenuhi dan tanpa memikirkan kepentingan orang lain. Salah satu permasalahan yang besar dan bukan menjadi hal yang langka terjadi di Indonesia adalah masalah korupsi. Korupsi bukan masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi suatu negara, karena sebenarnya korupsi telah ada sejak lama baik di negara maju maupun negara berkembang seperti halnya Indonesia. Korupsi menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah meningkat dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat termasuk di Indonesia.2 Tindak
pidana
korupsi
di
Indonesia
terus
menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara, maupun dari kualitas tindak pidana yang dilakukan
2
Youngky Putra, 2012, “Pertanggung Jawaban Korporasi dalam tindak pidana korupsi”, http://karyatulisa.com/2012/06/12_23.html, diakses tanggal 28 April 2016
3
semakin sistematis dan lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.3 Teori yang menyatakan bahwa hanya masyarakat miskin mudah terjadi kejahatan, sudah tidak berlaku lagi. Hal tersebut karena pada era globalisasi justru muncul kejahatan baru, khususnya di lingkungan birokrasi dan perusahaan-perusahaan termasuk bank-bank.4 Tindak pidana korupsi dilakukan dengan berbagai modus operandi. Bahkan ada istilah korupsi berjamaah, karena terorganisir dengan baik serta melibatkan berbagai pihak. Korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibanding tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur 5. Salah satu bentuk penanggulangan terhadap tindak pidana korupsi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang 3
Ibid., Baharudin Lopa, 2012, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Buku Kompas, Jakarta, hlm 35 5 Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 1 4
4
Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keluarnya Undang-Undang ini terkait dengan didasari pemikiran bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945, serta bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi 6. Potensi tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk jabatan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam kamus besar bahasa Indonesia potensi adalah kemampuan yang
mempunyai
kemungkinan
untuk
dikembangkan,
kekuatan,
kesanggupan, daya, 7 sehingga dalam hal ini Notaris dan PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya mempunyai kemungkinan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sebagaimana diketahui Notaris dan PPAT memiliki peran yang sangat penting dalam menjamin kepastian, 6
Bagian Menimbang Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 7 Tim Penyusun, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi ke 4, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 562
5
ketertiban dan perlindungan hukum melalui produk-produk akta yang dibuatnya. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris berwenang membuat akta otentik dan memiliki posisi yang strategis dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat khususnya bidang perikatan
yang
terjadi
karena
perjanjian.
Ruang
lingkup
pertanggungjawaban Notaris meliputi kebenaran formil atas akta yang dibuatnya. Melalui akta yang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa Notaris. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah landasan hukum terhadap keberadaan PPAT. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijelaskan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Suatu tindakan yang keliru dari Notaris dan PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya tidak hanya akan merugikan Notaris dan PPAT itu sendiri, namun juga akan merugikan organisasi, masyarakat
6
dan negara. Pelanggaran pada jabatan Notaris dan PPAT terjadi apabila Notaris dan PPAT melanggar peraturan perundang-undangan, serta etika profesi atau Kode etik Notaris dan PPAT, kesusilaan, dan ketertiban umum. Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh mana seorang profesional mampu menahan godaan atas kepercayaan yang diemban kepadanya padahal godaan untuk menyelewengkan kepercayaan begitu besar 8. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk jabatan Notaris dan PPAT. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai kasus-kasus korupsi yang menjerat Notaris dan PPAT di Indonesia, seperti kasus yang terjadi di Semarang, Jawa Tengah, seorang Notaris dan PPAT berinisial DS ditahan karena memalsukan dan tidak menyetorkan uang pajak dalam sebuah transaksi jual beli rumah. Tindak pidana itu sendiri, bermula ketika Tersangka DS bersama dua tersangka lain yang disidik dalam berkas terpisah, masing-masing SM dan KE melakukan peralihan hak atas tanah di kantor Badan Pertanahan Kota Semarang. Tersangka
diketahui
menggunakan
bukti
pembayaran
bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan pajak pertambahan
8
Abdul Ghofur Anshori,2009,Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm 1.
7
nilai (PPN) palsu dalam proses tersebut. Atas perbuatannya itu, negara dirugikan sekitar Rp 823.000.000,- Perbuatan para Tersangka selanjutnya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP 9 . Berkas perkara kasus ini dilimpahkan ke pengadilan Tipikor Semarang, dan telah sampai pada putusan akhir yakni Terdakwa DS dijatuhi pidana penjara selama 1 Tahun dikarenakan terbukti menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana Korupsi, serta didenda sebesar Rp 50.000.000,(lima puluh juta rupiah), subsider 2 (dua) bulan penjara 10 Kasus selanjutnya terjadi di Pamekasan, seorang Notaris dan PPAT berinisal R ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan karena diduga tersangkut kasus mark up pengadaan tempat pembuangan akhir (TPA) di Desa Bidang Timur Kecamatan Pasean, Pamekasan. Tersangka berperan membantu mempermudah percepatan peralihan atas lahan sehingga terjadi tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah pihak. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jatim, dalam pengadaan lahan tanah untuk TPA ini, kerugian negara mencapai Rp. 437.000.000,- dan Tersangka telah dijatuhi 9
“Seorang Notaris ditahan karena gelapkan pajak” http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/10/28/nwxfj6219-seorang-notaris-ditahankarena-gelapkan-pajak diaskes tanggal 21 Maret 2016 10 “Notaris Damar Susilowati Divonis Satu Tahun” http://nyerah.com/berita/notaris-damar-susilowatidivonis-satu-tahun-33734/” diakses tanggal 25 Juli 2016
8
hukuman selama 4 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Surabaya, karena terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke -1 KUHP 11. Kasus berikutnya terjadi di Riau, seorang Notaris dan PPAT berinisian DF ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus penyaluran kredit fiktif Bank Negara Indonesia (BNI) 46 cabang Pekanbaru senilai Rp 40.000.000.000,- . Notaris dan PPAT ini berperan mengeluarkan "cover note" untuk agunan PT Barito Riau Jaya (BRJ) dalam pengajuan kredit pada 2007 dan 2008, penyidik menjerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus tindak pidana korupsi kredit fiktif BNI sebesar Rp 40.000.000.000,- bermula kredit yang diajukan PT BRJ ke bank yang menjadi salah satu milik Badan Usaha Milik Negara. Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi
Syahputra dan ABC
Manurung menyetujui
kredit.
Selanjutnya, hanya dengan agunan kebun sawit fiktif seluas 1.004 hektar dengan mudah sukses membobol uang Negara dan nasabah atau masyarakat sebagai penabung di BNI Cabang Pekanbaru dan berpotensi
11
“Terlibat Korupsi, Pejabat Pembuat Akta Tanah di Pamekasan di Tahan” http://www.tribunnews.com/regional/2015/01/29/terlibat-korupsi-pejabat-pembuat-akta-tanah-dipamekasan-di-tahan diakses tanggal 28 April 2016
9
merugikan keuangan Negara. Dalam perkara ini, enam tersangka telah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Peka
Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit fiktif ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp 17.000.000.000,-
dan
tahun 2008 Rp.23.000.000.000,-. Penetapan Notaris menjadi Tersangka berinisial DF ini baru ditetapkan pada tanggal 21 April 2016 lalu, dan masih dalam proses pengadilan.12 Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ANALISIS POTENSI TINDAK PIDANA
KORUPSI
DALAM
PELAKSANAAN
TUGAS
DAN
JABATAN NOTARIS DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. B. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
latar
belakang
masalah
yang
telah
dipaparkan tersebut di atas penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
12
“Polda Riau Tetapakan Oknum Notaris dan Eks Pegawai BPN sebagai Tersangka Baru Kasus Kredit Fiktif BNI Rp 40 Miliyar” http://www.potretnews.com/berita/baca/2016/04/21/polda-riautetapkan-oknum-notaris-dan-eks-pegawai-bpn-sebagai-tersangka-baru-kasus-kredit-fiktif diakses tanggal 1 Juni 2016
10
1. Perbuatan-perbuatan apa saja yang berpotensi sebagai tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris dan PPAT? 2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh Notaris dan PPAT dalam mencegah perbuatannya agar tidak berpotensi sebagai tindak pidana korupsi?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji
dan
menganalisis
perbuatan-perbuatan
yang
dilakukan oleh Notaris dan PPAT yang berpotensi sebagai tindak pidana Korupsi. 2. Mengetahui dan mendeskripsikan upaya yang dapat dilakukan oleh Notaris dan PPAT dalam mencegah perbuatannya agar tidak berpotensi sebagai Tindak Pidana Korupsi.
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Kegunaan akademis
11
Manfaat akademis yang diharapkan adalah bahwa hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan ilmu hukum, dan berguna juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian terhadap potensi tindak pidana korupsi khususnya di bidang kenotariatan. Disamping itu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Notaris dan PPAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi Notaris dan PPAT untuk lebih berhati-hati dalam bertindak, cermat, dan teliti, serta jujur, dan bertanggungjawab.
b. Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta bahan pertimbangan bagi para anggota
INI
dan
IPPAT
agar
dapat
mengontrol
12
anggotanya dalam menjalankan tugas dan jabatannya sehingga tidak berpotensi sebagai tindak pidana korupsi.
c. Majelis Pengawas Notaris Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi Notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. d. Mahasiswa Kenotariatan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan
yang
bermanfaat
bagi
mahasiswa
kenotariatan yang nantinya akan memangku jabatan sebagai seorang Notaris dan PPAT agar dalam mejalankan tugas dan jabatannya lebih jujur dan bertanggungjwab, serta memegang teguh pada peraturan yang berlaku.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran pustaka yang penulis lakukan, sebenarnya penelitian tentang perbuatan pidana yang dilakukan oleh Notaris dan PPAT telah diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum
13
khususnya yang menempuh program studi Magister Kenotariatan. Penulis
menemukan
beberapa
hasil
penelitian
yang
hampir
menyerupai dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu: 1. Tesis karya Dwi Apriliyani Wiyana pada tahun 2010 yang berjudul
“TANGGUNG
JAWAB
PPAT
TERHADAP
TITIPAN PAJAK BPHTB DARI KLIEN” (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana No. 181/Pid.B/2009/PN.Btl), yang merupakan penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun masalah yang diteliti adalah tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari klien. Permasalahan dalam penulisan ini adalah: a. Bagaimana tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari klien (studi kasus Putusan Perkara Perdata Reg. No. 181/Pid.B/2009)? b. Bagaimana pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional terhadap PPAT yang melakukan penggelapan pajak BPHTB?13
13
Dwi Apriliyani Wiyana, 2010, “Tanggung Jawab PPAT Terhadap Titipan Pajak BPHTB dari Klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana No. 181/Pid.B/2009/PN.Btl”, Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
14
Perbedaan yang terlihat yaitu dalam penelitian ini menitikberatkan pada tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari klien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab PPAT terhadap titipan pajak BPHTB dari Klien (Studi Kasus Putusan Perkara Pidana Reg.No.181/Pid.B/2009/PN.Btl)
dan
untuk
mengetahui
pembinaan yang dilakukan oleh Badan pertanahan Nasional terhadap PPAT yang melakukan penggelapan pajak BPHTB, sedangkan dalam penelitian penulis lebih mengangkat masalah tentang potensi tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris dan PPAT. 2. Tesis karya Dyah Restu Nurlita Dewantari yang berjudul “PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK”. Magister
Kenotariatan
Dari Program Studi
Pascasarjana
Fakultas
Hukum
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun masalah yang diteliti
adalah
mengenai
pertimbangan
hakim
dalam
menjatuhkan sanksi terhadap PPAT yang melakukan tindak pidana, dengan rumusan masalah sebagai berikut :
15
a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana kaitannya dengan pembuktian, pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan terhadap PPAT yang didakwa melakukan perbuatan pidana dalam perkara penggelapan pajak? b. Bagaimana tindakan Majelis Kehormatan Wilayah dengan adanya putusan pidana dari Pengadilan Negeri Yogyakarta terhadap
PPAT
yang
bersalah
melakukan
tindakan
penggelapan pajak?14 Perbedaan yang terlihat yaitu dalam penelitian ini adalah menitikberatkan pada dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim Pengadilan Negeri Bantul dalam menjatuhkan sanksi pidana
kepada
Pejabat
Pembuat
Akta
Tanah
dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pejabat publik di Kabupaten Bantul, serta tindakan Majelis Kehormatan Daerah dengan adanya putusan pidana dari Pengadilan Negeri Bantul terhadap PPAT yang bersangkutan. Penelitian ini hanya membahas sanksi pidana pada PPAT. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui potensi tindak pidana korupsi yang 14
Diah Restu Nurlita, 2015, ”Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik”, Tesis,Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
16
dilakukan oleh Notaris dan PPAT dalam menjalankan tugas dan jabatannya. 3. Tesis karya Heri Kiswanto yang berjudul “ANALISIS YURIDIS HAK INGKAR NOTARIS DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI”
dari
Program
Studi
Magister
Kenotariatan Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Adapun masalah yang diteliti adalah mengenai penerapan hak ingkar Notaris terhadap proses penegakan hukum tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: a.
Bagaimana penerapan hak ingkar terhadap Undangundang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004?
b. Bagaimana penerapan Hak ingkar Notaris pada proses penegakan hukum tindak pidana korupsi berdasarkan putusan Nomor : 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST. ?15 Perbedaan yang terlihat adalah dalam penelitian ini menitikberatkan pada penerapan hak ingkar Notaris dalam proses penegakan hukum tindak pidana Korupsi, serta meneliti kebenaran hukum menyangkut pengaturan hak ingkar Notaris
15
Heri Kiswanto, 2015, “Analisis Yuridis Hak Ingkar Notaris Dalam Tindak Pidana Korupsi”, Tesis, Program Studi, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
17
dalam praktek dunia Notaris di Indonesia dan bagaimana seharusnya penerapan hak ingkar Notaris pada proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah menganalisis potensi tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris dan PPAT. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis ini asli karena belum pernah dilakukan penelitian terhadap rumusan masalah tersebut.