BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi yang menggantikan Era Orde Baru mempunyai dampak positif dan dampak negatif yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain : semakin transparannya penyelenggaraan pemerintah dipusat dan didaerah. Demikian pula dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah diberikan otonomi yang lebih luas dan lebih nyata kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang dianut dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dibentuk daerah – daerah otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 aat (1),(2) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk daerah otonom baru (baik daerah Provinsi, daerah Kabupaten, maupun daerah Kota) yang terpisah dari induknya akhir – akhir ini banyak muncul seiring dengan dinamika masyarakat pada era reformasi. Dinamika keinginan masyarakat di suatu wilayah untuk menjadikan daerahnya menjadi daerah otonom seperti itu pada dasarnya tidak bertentangan dengan
semangat otonomi daerah yang secara resmi digulirkan pada bulan Januari 2001. Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan menjadi Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan sekarang telah disempurnakan menjadi Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Selanjutnya dinyatakan yang dimaksud dengan daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semangat otonomi daerah dan Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk daerah otonom baru yang terjadi di seluruh nusantara juga terasa pada masyarakat Asahan. Masyarakat Asahan juga menghendaki daerah Kabupaten Asahan saat ini dimekarkan lagi menjadi satu daerah otonom baru, yakni Kabupaten Batubara. Tuntutan masyarakat yang sangat kuat di tingkat bawah (grassroot) tersebut didorong oleh keinginan memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pemerintah daerah. J.Kaloh mengatakan : Dalam konteks pemekaran daerah / wilayah tersebut yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonom baru, bahwa daerah otonom tersebut
diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik. 1 Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan politik lokal. 2 Seperti telah dikemukakan sebelumnya, tujuan pembentukan suatu daerah otonom pada dasarnya adalah untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan. Namun pada sisi lain, harus diantisipasi pula bahwa kelahiran daerah atau wilayah baru ternyata memunculkan pula persoalan – persoalan baru terutama yang menyangkut dimensi sosial budaya berupa perasaan atau efek psikologis sosial bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu didaerah menjadi termarjinalisasi dalam peranan, fungsi, dan kedudukannya dalam turut serta mewarnai dinamika sosial budaya di daerah tersebut. Di samping dampak lain baik dampak politik, ekonomi, kewilayahan, pertahanan dan keamanan dan lain sebagainya Perkembangan daerah dengan adanya otonomi menunjukkan semakin banyak daerah yang terlihat lebih maju dan berkembang sejak diberikan otonomi yang lebih besar terutama daerah yang memiliki sumber daya alam cukup besar. Otonomi ternyata membeikan kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya
1
J.Kaloh, “Mencari Bentuk Otonomi Daerah” , Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.194. H.A.W. Widjaja, “Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia” , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 134-135
2
sesuai dengan kondisi sosial ekonomi, budaya, dan adat masing – masing daerah untuk menunjukkan kebhinekaan. Akan tetapi, perlu disadari pula daerah yang kurang berkembang setelah diberikan otonomi. Hasil peneltian menunjukkan terdapat daerah yang terlihat stagnan perkembangannya atau bahkan terdapat daerah yang kesulitan memenuhi kebutuhannya sebagai daerah otonom. 3 Akhir – akhir ini terdapat kecendrungan terjadinya kehendak untuk pembentukan daerah baru (khusunya melalui pemekaran). Kecendrungan tersebut seringkali kurang memperhatikan berbagai aspek yang diperlukan untuk kepentingan pembentukan daerah sekaligus dan kemungkinan perkembangan dikemudian hari. Oleh karena itu, pembentukan suatu daerah harus memperhatikan berbagai aspek pendukung pengembangan daerah terutama aspek sumber daya alam atau sumber ekonomi suatu daerah dan sumber daya manusia yang akan mengelolanya. Apabila salah satu aspek tersebut tidak dimiliki akan menghambat tujuan utama pembentukan daerah yaitu peningkatan kesejahteraan dan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakatnya. 4 Menurut J.Kaloh : Di balik urgensi pembentukan dan pemekaran wilayah, terdapat pula problematikanya, yaitu:
3
Hamdi Muchlis, Naskah Akademik Tentang Pembentukan dan Penghapusan Daerah, BPHN DEPKUMHAM RI, Jakarta,2008 hlm 1 4 Ibid hlm 3
1.
Dengan adanya dukungan formal melalui UU No.32 Tahun 2004 (saat ini telah diubah dengan UU No.12 Tahun 2008), muncul kecendrungan banyaknya daerah – daerah yang minta dimekarkan, padahal ditinjau khusunya dari syarat teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, dan hankam) tidaklah begitu mendukung
2.
Berdasarkan data yang ada, dari 98 daerah pemekaran kabupaten / kota terdapat 70 daerah yang mengalami going-down (komisi II DPR-RI)
3.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah tidaklah menjamin secara serta merta membawa pada perubahan yang diinginkan.
4.
Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar masyarakat daerah yang bersangkutan, tetapi hanya inisiatif dari kelompok para elit politik maupun birokrat yang cenderung mengejar kekuasaan dengan mengusung “panji” dan corak perimordialisme. 5 Kemungkinan adanya pembentukan daerah baru, pemekaran suatu daerah,
penghapusan dan atau penggabungan darah memerlukan penelitian yang mendalam. Salah satu aspek yang harus dipertimbangkan adalah aspek hukumnya, artinya pembentukan, pemekaran, penggabungan atau penghapusan suatu daerah otonom harus mempunyai paying hukum untuk memperkuat legitimasinya. Pengaturan mengenai hal tersebut harus mampu membuat persyaratan bahwa adanya suatu daerah otonom memungkinkan kemajuan suatu daerah. Mengingat salah satu tujuan hukum merupakan “ sarana pembaharuan masyarakat” yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha
5
J.Kaloh, Op Cit, hlm 196-197.
pembangunan atau pembaharuan itu, maka hukum merupakan suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu. 6 Pemerintah telah mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Di dalam Peraturan ini diatur bagaimana syarat serta ketentuan lain yang harus dipenuhi agar Pembentukan serta Pemekaran Daerah mencapai tujuannya. Persyaratan pembentukan daerah dimaksud agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7
B. Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana Suatu Daerah Memenuhi Syarat Untuk Melakukan Pemekaran? 2. Bagaimana Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas Pembentukan Kabupaten Batubara Sebagai Daerah Baru?
6
L.Sumartini. Peranan dan Fungsi Rencana Legislasi Nasional Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta 1999, hlm 3 7 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
A. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan tulisan ini adalah : Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan gambaran bagaimana pengaturan mengenai pemekaran daerah, khususnya mengenai pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia saat ini, faktor – faktor apa yang melatar belakangi munculnya aspirasi masyarakat dalam pemekaran Kabupaten Asahan , bagaimana keadaan Kabupaten Asahan sebagai daerah induk dan Kabupaten Batubara sebagai daerah baru dalam memenuhi aturan hukum mengenai pemekaran daerah yang saat ini. Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini ilmiah ini adalah : 1. Secara Teoritis a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangan pengetahuan dan pemikiran sebagai salah satu referensi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Tata Negara b. Bagi Penulis sendiri , tulisan ini bermanfaat dalam memenuhi persyaratan guna menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan program Strata Satu (S-1) di Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Secara Praktis a. Dapat digunakan pemerintah sebagai rujukan dalam membuat kebijakan mengenai pemerintashan daerah, khususnya mengenai pemekaran daerah. b. Bagi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara, penelitian ini dapat menjadi suatu saran atau masukan di dalam membangun serta meningkatkan pelayanan bagi masyarakat. c. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi masukan serta menambah wawasan masyarakat
akan pemekaran daerah, terutama bagi
masyarakat Asahan dan Batubara yang saat ini mengalami pemekaran daerah yang nantinya diharapkan dapat mengawasi atau mengadakan proses kontroling bagi proses pemekaran daerah yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.
B. Keaslian Penulisan Bahwa skripsi ini yang berjudul “PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA
PEMBENTUKAN
DAERAH
OTONOM
(STUDI
KASUS
KABUPATEN ASAHAN dan BATUBARA)”. Merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis. Skripsi ini belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan benar skripsi ini dibuat sebagaimana seharusnya dan tidak mengambil contoh
ataupun merekayasa dan meniru dari skripsi yang pernah ada. Penulis menuangkan segala pemikiran dan jerih payahnya untuk kelayakan didalam penulisan skripsi ini dan menjamin bahwa skripsi dengan judul seperti yang telah disebutkan di atas belum pernah dibuat. Kalaupun ada pendapat dan kutipan lain yang berkaitan dengan dengan tulisan ini, semata – mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini, karena hal tersebut sangat dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
C. Tinjauan Kepustakaan 1. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi) Istilah kedaulatan rakyat merupakan perpaduan antara dua kata, yaitu “kedaulatan” dan kata “rakyat”, dimana masing – masing kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Dari segi kaidah bahasa Indonesia kata kedaulatan berasal dari suku kata “daulat” yang bermakna kekuasaan pemerintahan. 8 Kemudian, kata tersebut mendapat imbuhan awalan “ke” dan akhiran “an” (kedaulatan) sehingga mempunyai suatu pengertian kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara. 9
8 9
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1988, hlm.188. Ibid.
Selanjutnya kata “rakyat” berarti segenap penduduk suatu Negara (sebagai imbangan pemerintahan). 10 Edy Purnama mengatakan : Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi sebagai atribut bagi organisasi masyarakat yang paling besar dan rakyat adalah tempat yang melahirkan kekuasaan yang tertinggi itu. Dengan demikian, kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi dalam Negara yang terletak di tangan rakyat. 11 Paham kedaulatan rakyat telah tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat, terutama di pedesaan. Paham dimaksud terbatas pada hak tertinggi rakyat pedesaan untuk menyelenggarakan urusan mereka sendiri, seperti menetapkan dan memilih kepala desa, kepala kampung atau kepala persekutuan hukum lainnya, seperti kepala marga, dan lain sebagainya. Prinsip kedaulatan rakyat di dalam UUD 1945 dimuat baik di dalam Pembukaan (pada aline keempat) juga di dalam batang tubuh UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menetapkan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian ketentuan tersebut dalam amandemen ketiga pada tahun 2001 mengalami perubahan sehingga ketentuan dimaksud berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”. Secara teoritik dan normatif, rakyat sering disebut sebagai pemegang kedaulatan tertinggi atau pemegang mutlak kekuasaan sebuah Negara. Karenanya,
10 11
Ibid. Edy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat, Penerbit Nusamedia, Bandung, 2007, hlm.28 – 29.
rakyat senatiasa konsisten sebagai pihak yang mempercayakan (untuk menyerahkan kekuasaan) kepada Negara. Makmur Amir dan Reni Dwi Purnomowati mengatakan : Dibanyak Negara di dunia saat ini di dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang berarti bahwa Negara tersebut menganut asas kedaulatan rakyat. Dengan demikian menganut asas asas kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan pemerintah bersumber pada kedaulatan rakyat. Prinsip dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi. 12
2. Negara Kesatuan Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua bentuk / susunan Negara yaitu Negara federal dan Negara kesatuan. Secara etimologis, kata “federal” berasal dari bahasa latin yaitu feodus, artinya liga, Liga Negara – Negara kota yang otonom pada zaman Yunani kuno dapat dipandang sebagai Negara federal yang mula – mula. Bentuk pemerintahan federal berasal dari pengalaman konstitusional Amerika Serikat. Bentuk Negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa Negara federal dibentuk oleh sejumlah Negara atau wilayah yang independen, yang sejak awal memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing – masing. Negara atau wilayah – wilayah itu kemudian bersepakat membentuk sebuah federal. Negara dan wilayah pendiri federal itu kemudian berganti status menjadi
12
Makmur dan Reni Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm.5.
Negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan federal. Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaan penuh di bidang moneter, pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri, kesatuan lainnya cenderung tetap dipertahankan oleh Negara bagian atau wilayah administrasi. Kekuasaan Negara bagian biasanya sangat menonjol dalam urusan – urusan domestik, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan keamanan masyarakat. Beberapa segi positif dari konsep Negara federal antara lain: pertama, federalisasi merupakan strategi yang palin tepat untuk membuka kekuasaan yang pada masa lalu amat tertutup. Masyarakat pada umumnya mendambakan keterbukaan. Banyak mekanisme dan lembaga demokrasi yang dikembangkan dalam rangka membuka kekuasaan itu, contohnya adalah perwakilan politik. Kedua, federalisme di pandang sebagai usaha menyeimbangkan kekuatan budaya daerah, suku, atau etnis yang ada dalam suatu Negara. Ketiga, di dalam sistem federal, ada unsur – unsur yang dapat membantu menghindari kecendrungan ke arah intensifikasi ketimpangan ekonomi dan konflik – konflik politik budaya menyertai. Bentuk Negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametric dari Negara federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan sejak kemerdekaan oleh para pendiri Negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari satu Negara. Tidak ada kesepakatan para pengusaha daerah, apalagi Negara – Negara , karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk didalamnya
bukanlah bagian – bagian wilayah yang bersifat independent. Atas dasar itu, Negara membentuk daerah – daerah atau wilayah – wilayah yang kemudian diberi kekuasaan
atau wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai
kepentingan masyarakatnya. Hal ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi sumber kekuasaan. Dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 13, dinyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik 14. Prinsip Negara kesatuan ialah pemegang tampuk keuasaan tertinggi atas segenap urusan Negara adalah pemerintah pusat tanpa ada suatu delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Dalam Negara kesatuan terdapat asas bahwa segenap urusan Negara tidak dibagi antara pemerintah pusat (central government)
dengan pemerintah lokal ( lokal
government) sedemikian rupa, sehingga urusan – urusan Negara dalam Negara kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan dan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di Negara itu adalah pemerintah pusat. Di dalam Negara kesatuan , tanggung jawab pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemeintah pusat. Dalam konteks Negara Indonesia, Negara Indonesia adalah Negara kesatuan. Sebagai Negara kesatuan maka kedaulatan Negara adalah tunggal, tidak tersebar pada Negara – Negara bagian seperti dalam Negara federal / serikat.
13 14
Selanjutnya disebut UUD NRI 1945. Pasal 1 ayat (1) UD NRI 1945.
Pembentukan organisasi – organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah daerah dalam Negara kesatuan tidak sama dengan pembentukan Negara bagian seperti dalam Negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem Negara kesatauan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana Negara bagian dalam sistem Negara federal. Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan subordinat sedangkan hubungan Negara bagian dengan Negara federal / pusat dalam Negara federal adalah independent dan koordinatif. Bentuk Negara kesatuan disebut juga dengan negara unitaris, Negara yang bersusunan tunggal. Negara itu berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan Negara kesatuan. Negara ini berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan beberapa Negara. Di dalam Negara hanya ada satu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan dan wewenangya, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sistem sentralisasi adalah sistem yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah. Pembagian daerah yang dilakukan hanya dalam bentuk daerah – daerah administrasi. Dalam sistem desentralisasi, Negara kesatuan tersebut menyelenggarakan pembagian daerah yang masing – masing daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, seperti Indonesia. Setiap daerah mempunyai pemerintahan sendiri yang disebut pemerintah daerah. Pemerintahan daerah tersebut tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan. Pemerintah pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.
Meskipun suatu pemerintahan menganut sistem desentralsasi, dapat saja dalam pelaksanaan pemerintahan sehari – hari mempraktikkan sistem sentralisasi. Contoh nyata dari kondisi ini dapat dilihat dalam penyelenggaraan pemerintah di Indonesia selama ini. Meskipun secara tertulis melalui perundang – undangan dan merupakan perintah UUD NRI 1945 untuk menjalankan sistem pemerintahan desentralisasi, dalam implementasinya, praktik – praktik sentralisasi yang dominan dilaksanakan. Bentuk Negara kesatuan membawa implikasi kepada sistem pemeintahan suatu Negara apakah akan mengambil sistem pemerintahan sentralisasi ataukah sitem pemerintahan desentralisasi. Suatu sitem pemerintahan sentralisasi memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Dominasi pemerintahan pusat sangat besar terhadap daerah 2. Segala kebijaksanaan diatur secara terpusat, daerah hanya melaksanakan tanpa ada kewenangan apapun 3. Sistem ini menjadi kurang popular karena ketidakmampuan aparat pusat memahami secara tepat nilai – nilai daerah atau aspirasi daerah. 15 Misalnya dalam bidang penddidikan saja, segala sesuatu yang menyangkut masalah pendidikan ditentukan oleh pusat mulai dari kurikulum, anggaran, sistem evaluasi,pengangkatan, dan pembinaan karir guru (selain SD). Masyarakat dan
15
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Gramedia, Jakarta, 2007, hlm 11
pemerintah daerah tidak diberi kewenangan untuk menentukan tujuan pendidikan dan penyelesaian masalah – masalah pendidikannya sendiri. Sedangkan bentuk Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan sentralisasi memiliki karakteristik : 1.
Terjadi transfer kewenangan atau otoritas pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi daerah dan masyrakat di daerah.
2.
Sistem lebih demokratis karena lebih mengikut sertakan rakyat dalam mengambil keputusan.
3.
Implementasi sistem pemerintahan desentralisasi adalah terbentuknya daerah otonomi seperti kabupaten dan kota.
4.
Memberi keleluasaan desentralisasi dan otonom kepada daerah tidak akan menimbulkan disintergrasi dan tidak akan menurunkan derajat / wibawa pemerintah pusat, bahkan sebaliknya akan menimbulkan respek daerah pada pemerintah pusat sehingga memperkuat pelaksanaan pemerintahan. 16
Jerry M. Silverman dan Dennis A. Rondinelli dan Jhon R. Nellis menyatakan bahwa suatu Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan yang desentralisasi dapat mengambil bentuk : 1. Deconsentration, yaitu pelimpahan wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pejabat (kantor) daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah (desentralisasi fungsi) 2. Delegation, yaitu pemindahan (penyerahan) tugas dan tanggung jawab manajerial kepada pejabat / pemerintah di luar struktur pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas tertentu. Pemerintah hanya melakukan pengawasan secara tidak langsung. 3. Devolution, yaitu pemerintah pusat membentuk unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dan menyerahkan tugas termasuk wewenang pembuatan keputusan secara mandiri (otonomi – independen). Pemerintah pusat tidak melakukan secara langsung. Unit pemerintahan tersebut mempunyai batas wilayah yang jelas dan legal (desentralisasi politik).
16
Ibid
4. Privatization, yaitu penyerahan (pemindahan) tugas kepada institusi nonpemerintah (non governmental institution) untuk melaksanakan pengelolaan suatu bentuk tugas secara mandiri baik bersifat bisnis maupun non bisnis. 17
3. Konsep Pemerintahan Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia Undang – Undang Dasar telah mengatur secara rinci hal – hal yeng berkaitan dengan penyelenggara pemerintahan di daerah, seperti yang telah tertulis dalam ketentuan pasal 18, 18 A, dan pasal 18 B UUD NRI 1945. Pembagian wilayah daerah menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) menyatakan : “Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, hak asal – usul dalm daerah – daerah yang bersifat istimewa” Pada tanggal 18 agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang tahunan menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan / atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18B. Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar dari gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998. Tuntutan perubahan UUD 1945 menjadi kenyataan dengan
17
Ibid, hlm 22.
dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR). 18 Ketentuan di dalam pasal 18 diubah dan ditambah menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 18 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupten dan kota, dan tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang – undang. (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya, kecuali urusan pemeintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah (6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang. Pasal 18A
18
Mirza Nasution, Mempertegas Sistem Presidensial, dalam Gagasan Amandemen UU 1945Suatu Rekomendasi, Penyunting Mohammad Fajru Falaakh. Penerbit Komisi Hukum Nasional RI, Jakarta, 2008, hlm.206.
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat degan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang – undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang. Pasal 18B (1) Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat isimewa yang diatur dengan undang – undang. (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena terjadi perubahan terhadap pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan UUD 1945 yang selama ini juga menjadi acuan dalam mengatur Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu – satunya sumber konstitusional Pemerintah Daerah adalah Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B. selain meniadakan kerancuan, penghapusan Penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penaatan UUD. Selain tak lazim UUD mempunyai penjelasan, selama ini penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping (bukan sederajat dengan) ketentuan batang tubuh UUD. Perubahan pasal 18 (yang baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota.
Ketentuan pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang. Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah ini langsung menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan dimana kedaulatan Negara berada di tangan pusat. Hal ini konsiten dengan kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk Negara kesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri atas” yang lebih menunjukkan substansi federalism karena istilah itu menunjukkan kedaulatan berada di tangan Negara – Negara bagian. Prinsip – prinsip yang terkandung dalam pasal – pasal baru, yaitu pasal 18 Amandemen II UUD 1945 adalah sebagai berikut : 1.
Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (2))
2.
Prinsip menjalankan otonomi seluas – luasnya (pasal 18 ayat (5))
3.
Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (pasal 18 ayat (1))
4.
Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tardisionalnya (pasal 18 B ayat (2))
5.
Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa (pasal 18 ayat (2))
6.
Prinsip hubungan pusat dan daerah dan harus dilaksanakan secara selaras dan adil (pasal 18 ayat (2)). 19 Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas supaya daerah dapat mengoptimalkan dan sebagai upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan professional.
D. Metode Penulisan Didalam proses pencapaian tujuan sebuah karya tulis, yaitu suatu tulisan yang baik dan benar baik itu dari segi bobot ilmiahnya maupun dari segi isinya yang terarah, dalam hal ini penulis berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada. Sebagai bagian dari realisasi dalam pencapaian tujuan seperti yang disebutkan di atas, penulis telah mencoba menempuh beberapa langkah – langkah yang dianggap baik dalam pengumpulan data dan bahan tulisan, yaitu : 1. Penelitian Lapangan
19
Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan, dan Problematika, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2005, hlm 20 – 23.
Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian di lokasi yang menjadi objek bahan skripsi ini, yaitu Kabupaten Asahan. Melalui penelitian tersebut , penulis mengadakan pengamatan (observasi) keadaan Kabupaten Asahan dalam memenuhi syarat serta keadaan masyarakat Asahan dalam menghadapi pemekaran daerah. 2. Penelitian Kepustakaan Penulisan skripsi ini terwujud tidsak terlepas dari bahan – bahan tertulis, baik itu buku – buku yang penulis peroleh di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ataupun tempat lain, media massa, data – data tertulis dilingkungan kantor pemerintah kabupaten Asahan, dan peraturan perundang – undangan yang menyangkut pemerintahan daerah, serta karya ilmiah dan bimbingan perkuliahan yang penulis peroleh selama ini, menjadi sumber yang sangat penting artinya dalam menyajikan skripsi.
E. Sitematika Penulisan Untuk memudahkan memahami materi skripsi ini dalam upaya ke arah pemahaman masalah, penulis menguraikan secara garis besar sistematikanya yang bertujuan agar tidak terjadi kesimpang siuran pemikiran / penafsiran dalam menguraikan lebih lanjut. Pada bagian ini penulis membuat ringkasan garis besar dari lima BAB, yang dimulai dengan kata pengantar dan dilanjutkan dengan daftar isi.
Setiap BAB akan terdiri dari beberapa sub BAB yang akan mendukung keutuhan topic dari setiap BAB.
BAB I PENDAHULUAN Yang terdiri dari Latar belakang penulisan, Perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penulisan, Keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, Metode penulisan, dan Sistematika penulisan adalah bab pendahuluan yang memberikan gambaran secara singkat ke arah mana skripsi ini mau diangkat dan metode – metode atau cara – cara yang digunakan penuluis dalam menulis skripsi ini. BAB
II
KEDUDUKAN
PEMERINTAHAN
DAERAH
DALAM
MENJALANKAN OTONOMI DAERAH Asas – asas Pemerintahan Daerah, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Kewenangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NOMOR 78 TAHUN 2007 Yang terdiri dari Latar belakang dan Dampak dari Pemekaran / pembentukan daerah, Syarat – syarat dan tata cara pemekaran kabupaten / kota.
BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN
MENJADI
KABUPATEN
ASAHAN
DAN
BATUBARA
SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM Yang terdiri dari Gambaran Umum tentang Kabupaten Asahan, Sejarah dan perkembangan Kabupaten Asahan, Wacana dan aspirasi masyarakat asahan atas pembentukan satu (1) daerah baru, dan Batubara sebagai daerah baru. BAB V
PENUTUP
Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran sebagai penutup dari skripsi ini. Penulis merangkum intisari dari penulisan skripsi dan member saran terhadap permaslahan yang terdapat pada penulisan skripsi ini.