BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemenangan Jerman tahun 1940 pada Perang Dunia II di Eropa memicu militer Jepang untuk segera memulai perang di kawasan Asia Pasifik. Hal itu karena Jerman adalah anggota Pakta Tiga Negara (sankoku doumei) 1 yang merupakan Sekutu Jepang. 2 Akhirnya pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang pangkalan militer Angkatan Laut Amerika di Hawai. Serangan ini kemudian membuat Amerika dan Sekutunya menyatakan perang terhadap Jepang. Selama Perang Dunia II, Jepang terlibat perang di wilayah Pasifik yang sering disebut sebagai Perang Asia Timur Raya (dai toua sensou) 3 . Menurut pandangan Jepang, Perang Asia Timur Raya merupakan perang suci. Jepang berambisi memenangkan peperangan di wilayah Pasifik untuk mencapai tujuan mendirikan wilayah Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya (dai toua kyoueiken)4. Jepang beranggapan bahwa perang ini merupakan sebuah misi suci untuk membebaskan Asia dari penjajahan kolonial Barat yang selama ratusan tahun telah menggerogoti kekayaan bangsa-bangsa di Asia.
1
Anggota pakta Tiga Negara adalah Jepang, Jerman, dan Italia. Vivi Farianti, “Tanggung Jawab Toojoo Hideki sebagai Pemimpin Jepang dalam Perang Pasifik”, Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2007, tidak diterbitkan, hlm. 13. 3 Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik merupakan perluasan dari Perang SinoJepang yang ke-2. Perang Sino-Jepang adalah perang antara Jepang dan Manchuria. Perang ini bermula dari insiden dibomnya salah satu gerbong kereta milik Jepang di Manchuria. Amerika mengecam Jepang yang menyerang Manchuria. Kemudian Amerika meng-embargo suplai minyak ke Jepang. Tindakan ini membuat hubungan Amerika dan Jepang memburuk yang kemudian memuncak dengan serangan Jepang ke Pearl Harbor. 4 Dai toua kyoueiken atau konsep wilayah kemakmuran bersama Asia Timur Raya mulai dicetuskan sejak tahun 1940. 2
1
2
Dai toua kyoueiken merupakan pengembangan dari konsep Hakko ichiu yang dikembangkan di Jepang selama era Meiji. Hakkou ichiu berarti 8 negara di bawah satu atap. Jepang bercita-cita untuk membentuk wilayah kemakmuran di Asia Timur di bawah kekuasan Kaisar Jepang sebagai pemimpin puncak. 5 Sejalan dengan konsep tersebut, maka lahirlah ide untuk melakukan ekspansi ke wilayah Selatan (Nan’you) yang kemudian mendapat dukungan dari angkatan laut Jepang. Ide ini dalam bahasa Jepang lazim disebut sebagai Nanshin-ron (Teori Ekspansi ke Selatan). Sementara itu angkatan darat Jepang lebih tertarik untuk melakukan ekspansi ke Utara (Hokushin-ron). Setelah pangkalan militer angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor jatuh, Jepang dengan cepat menguasai wilayah-wilayah jajahan Sekutu di Asia Pasifik. Selama kurun waktu satu tahun, Jepang telah berhasil menduduki wilayah-wilayah jajahan Sekutu di Pasifik. Di Indonesia, Belanda akhirnya menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang yang dinyatakan secara resmi oleh Letnan Jendral H. Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Angkatan Perang Jepang di bawah pimpinan Letnan Jendral Hitoshi Imamura pada tanggal 8 Maret 1942. Maka sejak saat itu berakhirlah Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia dan dengan resmi ditegakkan kekuasaan kemaharajaan Jepang.6 Meskipun pada awalnya yang nampak mendukung ideologi Nanshin-ron adalah angkatan laut Jepang, tetapi pada kenyataannya setelah Jepang resmi
5
Ienaga, Saburo, The Pacific War: World War II and The Japanese 1931-1945, (New York: Pantheon Books, 1978), hlm. 154. 6 Poesponegoro, Marwati Djoened dan Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia edisi VI. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975), hlm. 5.
3
menduduki wilayah Hindia Belanda, ada tiga kekuasaan Jepang yang memerintah di Indonesia. Pertama yakni wilayah Jawa dan Madura berada di bawah komando tentara Angkatan Darat ke-16, wilayah Sumatera berada di bawah komando tentara Angkatan Darat ke-25, dan wilayah Kalimantan serta Indonesia bagian timur lainnya berada di bawah komando militer Angkatan Laut Jepang dengan pusatnya di Makassar.7 Segera setelah Jepang menduduki Indonesia, pemerintah pendudukan melakukan berbagai persiapan untuk melaksanakan pemerintahan selanjutnya di bawah komando militer Jepang. Jepang segera mendirikan badan-badan dalam pemerintahan untuk menjalankan tugas-tugas administrasi pemerintahan yang ditinggalkan orang-orang Belanda. Pemerintah pendudukan mendatangkan tenaga pegawai sipil dari Jepang untuk membantu melaksanakan tugas-tugas ini, akan tetapi jumlahnya masih belum mencukupi. Untuk dapat mengisi jabatan-jabatan yang
ditinggalkan
orang-orang
Belanda,
maka
pemerintah
pendudukan
mengangkat orang-orang pribumi yang terdidik untuk dapat mengisi kekosongan jabatan tersebut.8 Di sisi lain, tugas Jepang tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan dan menjaga kestabilan di wilayah pendudukan. Tugas besar Jepang adalah perang Asia Timur Raya. Jepang harus berfokus diri untuk dapat memenangkan perang Asia Timur Raya, karena bagaimanapun juga perang ini belum selesai. Musuh Jepang yakni Amerika dan sekutunya masih mengintai di luar sana. Maka dari itu, Jepang berusaha mengoptimalkan segala potensi yang ada untuk dapat 7
Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), hlm. 297. 8 Ricklefs, op.cit, hlm. 302.
4
dimanfaatkan Jepang demi memenangkan peperangan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan potensi di wilayah pendudukan. Berbagai usaha dan propaganda dilakukan Jepang untuk memahamkan penduduk di Hindia Belanda akan tujuan mereka memenangkan Perang Asia Timur Raya. Propaganda menarik seperti „Asia untuk bangsa Asia‟, ataupun halhal sensitif untuk menimbulkan sikap anti-Barat (terutama Inggris-AmerikaBelanda) gencar dilaksanakan. Sendenbu atau barisan propaganda dibentuk untuk melaksanakan berbagai tugas indoktrinasi massa. Selain sendenbu, cara yang paling efektif untuk mengindoktrinasi massa adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan cara yang sempurna untuk membangunkan kesadaran rakyat.
Pendidikan
merupakan
sarana
penyeragaman
intelektual
yang
memungkinkan pemerintah pendudukan untuk membentuk dan mencetak generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan mereka untuk membentuk wilayah Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Akira Nagazumi dalam bukunya yang berjudul Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang menyatakan bahwa tujuan pendudukan Jawa diungkapkan sebagai “kelahiran kembali Jepang” di Selatan, negeri leluhur orang Jepang. “Keterbelakangan” dari “saudara-saudara di Selatan” karena politik penjajahan Belanda membiarkan mereka bodoh selama tiga ratus tahun. Mulai saat itu, pendidikan dan penerangan akan menjadi alat orang-orang Jepang untuk
5
membangkitkan potensi masyarakat Indonesia menjadi sama seperti yang dimiliki mereka.9 Selama masa pendudukan Jepang, urusan pendidikan dan pengajaran termasuk ke dalam Bagian Urusan Dalam Negeri atau disebut Naimubu. Naimubu dibentuk pada tanggal 1 Desember 1942 dan berada di bawah komando orang Jepang asli yakni S. Hatakeda. 10 Di tingkat pemerintahan daerah, umumnya dipegang oleh segelintir kecil orang Jepang dan sebagian besar lainnya adalah penduduk pribumi. Sementara itu, Yogyakarta pada masa pendudukan Jepang berganti nama menjadi Djokja kouchi. Wilayah kouchi sama artinya dengan wilayah vorstenlanden pada masa penjajahan kolonial Belanda. Ketika masa pendudukan Jepang berlangsung, ada empat wilayah yang diakui sebagai wilayah Kouchi, yakni Yogyakarta kouchi, Paku Alaman Kouchi, Mangkunegaran Kouchi, dan Surakarta Kouchi.11 Wilayah kouchi artinya bahwa wilayah ini diberi hak untuk mengadakan pemerintahan sendiri dan terikat melalui sumpah setia dengan pemerintah pendudukan Jepang.
9
Nagazumi, Akira, Pemberontakan Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang. ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988), hlm. 12. 10 Kan Poo No.8 Bulan 12 Tahun 2602 (1942). 11 Pada zaman Hindia Belanda di Jawa Tengah terdapat 4 sellf besturende landschappen yaitu Kasultanan Yogyakarta, Pakualaman, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegaran. Pada zaman Jepang wilayah-wilayah ini dipertahankan statusnya, hanya namanya saja yang diubah menjadi kouchi. Para raja di keempat wilayah tadi diambil sumpah dan pelantikan baru untuk memutus hubungannya dengan Kerajaan Belanda. Mereka kemudian disebut Kou. Kedudukan Kou dianggap sebagai anggota keluarga dari raja Jepang. Sutrisno Kutoyo (ed.), Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978) hlm. 271-274.
6
Yogyakarta kouchi dipimpin oleh seorang kou, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX 12 yang dinobatkan sebagai Yogya Kou. Pada masa pendudukan Jepang, Sri Sultan HB IX sebagai Yogya Kou dikenal sebagai pembaharu atas peran dan keberaniannya mengubah prinsip-prinsip dasar birokrasi pemerintahan kraton yang semula feodal dan eksklusif menjadi lebih demokratis dan merakyat. Sri Sultan memanfaatkan keadaan pendudukan Jepang di Indonesia untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam struktur dan sistem pemerintahan menjadi lebih pro rakyat. Pada tahun 1943, Sri Sultan HB IX mendapat keistimewaan dengan diberikannya keleluasaan kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya yang diberikan secara terhormat oleh kaisar Jepang di Tokyo. Pemerintah Jepang memberikan kekuasaan kepada Yogya kou untuk mengatur enam bagian dalam pemerintahan, pemerintahan tersebut antara lain bagian paniteraan, bagian penerangan dan propaganda, bagian urusan umum, bagian pengajaran, bagian ekonomi, dan bagian yayasan umum. Keenam urusan dalam pemerintahan ini dikepalai oleh pembesar pribumi dengan berada di bawah pimpinan Sri Sultan HB IX. Atas dasar hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah keadaan pendidikan di wilayah Yogyakarta dengan statusnya sebagai wilayah kouchi. Dengan adanya fakta bahwa bidang pengajaran merupakan bidang yang berada di bawah kekuasaan Sri Sultan HB IX, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah pendidikan di Yogyakarta ini diarahkan 12
Untuk selanjutnya, penyebutan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam skripsi ini akan disingkat menjadi Sri Sultan HB IX atau Sri Sultan saja.
7
kepada tujuan perang Jepang serta bagaimanakah sikap Sultan dalam menyikapi keadaan tersebut. Penelitian mengenai sejarah zaman pendudukan Jepang selama ini masih banyak yang berpusat pada sudut pandang Indonesia (Indonesia-sentris). Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumber-sumber data yang tersedia serta kalaupun ada, sumber tersebut tersedia dalam bahasa Jepang yang merupakan salah satu masalah bagi para peneliti Indonesia untuk memahami sumber-sumber berbahasa Jepang. Para peneliti berkebangsaan Jepang telah banyak menghasilkan karyakarya mengenai sejarah Indonesia pada zaman pendudukan Jepang. Karya-karya para peneliti Jepang ini sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana pendudukan Jepang ditinjau dari sudut pandang orang Jepang. Sesuai dengan pemikiran tersebut maka penulis juga tertarik untuk memahami kondisi pendudukan Jepang di Indonesia bila ditinjau dari sudut pandang yang ada pada sumber-sumber berbahasa Jepang dengan tetap tidak mengabaikan aspek-aspek penting dalam pendudukan Jepang dari sudut pandang Indonesia. Dengan adanya dua sudut pandang yang berbeda tersebut, tentu akan menambah referensi dalam karya penelitian sejarah yang berfokus pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Atas dasar hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti topik mengenai sejarah pendidikan pada zaman pendudukan Jepang selama kurun waktu 1942-1945 di Yogyakarta.
8
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka disusunlah rumusan masalah yang akan menjadi inti dari skripsi ini, antara lain: 1. Mengapa pemerintah pendudukan Jepang perlu menyelenggarakan pendidikan di Yogyakarta? 2. Bagaimana tujuan penyelenggaraan pendidikan tersebut di atas terwujud dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab berbagai pertanyaan dalam rumusan masalah di atas, yakni: 1. Memaparkan maksud dan tujuan pemerintah pendudukan Jepang menyelenggarakan pendidikan di Yogyakarta. 2. Memaparkan pelaksanaan pendidikan di sekolah pada masa Jepang di Yogyakarta. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Dalam pembahasan mengenai penelitian ini, maka diperlukan suatu batasan atau ruang lingkup penelitian yang mampu membatasi penelitian ini nantinya agar tidak terlalu jauh melenceng keluar dari permasalahan yang ada. Ruang lingkup penelitian ini meliputi tiga hal yakni lingkup temporal, lingkup spasial, dan lingkup tematis. Lingkup temporal merupakan batasan penelitian dari segi cakupan waktu. Dalam penelitian ini lingkup temporal yang digunakan mulai dari tahun 1942
9
dimana pada tahun tersebut pendudukan Jepang di Indonesia secara resmi dimulai. Dengan resminya pendudukan Jepang di Indonesia maka mulai berlaku pula kebijakan-kebijakan pemerintah pendudukan dalam bidang pemerintahan tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Batasan akhir dari pembahasan ini adalah tahun 1945 saat pendudukan Jepang di Indonesia secara resmi berakhir yang ditandai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tangal 17 Agustus 1945. Sementara itu lingkup spasial dari penelitian ini adalah wilayah Yogyakarta yang pada waktu pendudukan Jepang berstatus sebagai wilayah Kouchi. Lingkup Yogyakarta dipilih karena dinilai memiliki kedekatan emosional dengan penulis. Lingkup tematis penelitian ini berkisar pada jenis pendidikan di sekolah yang ada di Yogyakarta pada masa pendudukan Jepang. Bidang pendidikan dinilai masih terlalu luas karena meliputi pendidikan informal dan formal. Maka dari itu, penelitian ini dibatasi ke dalam pendidikan formal. Pendidikan formal sendiri masih dinilai terlalu luas yakni meliputi sekolah negeri dan swasta. Oleh karena keterbatasan akses data, penulis memilih untuk membatasinya ke dalam pendidikan formal dengan mendasarkan pada data tentang sekolah negeri yang didirikan oleh pemerintah Jepang di Yogyakarta. 1.5 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian mengenai pendidikan pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta ini melalui beberapa tahap. Tahap awal dalam penelitian sejarah adalah pengumpulan data. Pengumpulan data awal dilakukan dengan membaca banyak literatur mengenai kota Yogyakarta pada masa pendudukan
10
Jepang. Buku-buku mengenai kota Yogyakarta tersebut berfungsi untuk mengetahui gambaran awal mengenai kota Yogyakarta pada masa pendudukan Jepang. Setelah itu data-data yang berkaitan dengan pendidikan pada masa pendudukan Jepang di Yogyakarta juga dikumpulkan. Data-data ini berupa artikel maupun koran-koran yang terbit di Yogyakarta selama pendudukan Jepang berlangsung. Koran tersebut antara lain: 1. Koran Sinar Matahari (Djokjakarta) yang merupakan koran lokal yang terbit di wilayah Yogyakarta. 2. Koran Djawa Baroe terbitan Jakarta yang merupakan koran dwi bahasa (berbahasa Jepang dan berbahasa Melayu). 3. Koran Soeara Asia terbitan Surabaya. 4. Koran Pandji Poestaka terbit di Jakarta. Mengenai koran-koran yang terbit selama pendudukan Jepang di Yogyakarta ini dapat diakses melalu situs resmi milik NIOD Instituut voor Oorlogs-Holocaust en Genocide Studies yang bisa ditemukan di alamat http://niod.xcago.com/maleise_kranten/page.do?code=Niod009&date=19451000 . Data lainnya yakni arsip dari majalah Kan Poo yang didapat di perpustakaan St. Ignatius Yogyakarta. Selain data-data tersebut, ada pula data primer yang berasal dari sumber berbahasa Jepang, yakni yang terdapat dalam buku Jawa ni Okeru Bunkyou no Gaikyou yang disusun oleh Profesor Aiko Kurasawa. Tentunya kumpulan data dan informasi yang melimpah ini perlu disaring karena tidak semuanya dapat dipakai. Maka penelitian memasuki tahap
11
selanjutnya yaitu verifikasi sumber data. Data-data dari koran-koran maupun arsip dipilih kembali mana yang relevan dengan penelitian ini. Informasi-informasi yang didapat dari koran-koran terbitan selama pendudukan Jepang akan membantu penulis dalam memperoleh gambaran mengenai aturan-aturan pemerintah pendudukan Jepang yang seringkali dimuat dalam koran-koran dan majalah. Data-data yang telah melewati proses penyaringan ini kemudian dikumpulkan dan disusun kembali dan dianalisis. Tahap ini merupakan tahap interpretasi data. Penelitian memasuki tahap akhir yaitu historiografi sejarah dimana penulis merekonstruksi ulang kejadian sejarah sesuai dengan data-data yang telah melalui proses tersebut. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian ini merupakan sejarah pendidikan di wilayah lokal Yogyakarta, maka penulis menggunakan beberapa buku sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian ini. Di antaranya yang pertama adalah buku yang berjudul Perubahan Sosial di Yogyakarta yang ditulis oleh Profesor Selo Soemardjan. Buku ini lengkap membahas mengenai kondisi kota Yogyakarta sejak awal mula berdirinya hingga ke masa pasca kemerdekaan. Buku ini sangat membantu penulis dalam mengetahui kondisi sosial kota Yogyakarta dan masyarakatnya pada masa pendudukan Jepang. Di dalamnya terdapat pembahasan mengenai pendidikan pada masa pendudukan Jepang dan perubahan sosial yang diakibatkannya dilihat dari sudut pandang ilmu sosiologi.
12
Literatur selanjutnya adalah buku berjudul Jawa ni Okeru Bunkyou no Gaikyou karya Profesor Aiko Kurasawa. Dalam bahasa Indonesia artinya Kondisi Umum Pendidikan di Jawa, terbitan tahun 1991. Dokumen asli pemerintah militer Jepang tahun 1943 yang dibahas Profesor Aiko Kurasawa dalam buku ini boleh dikatakan satu-satunya dokumen terlengkap yang menuliskan dan merekam kondisi pendidikan pada tahun itu. Dokumen itu diperoleh dari seorang sejarawan di Belanda, Dr. Leonard Blusse pada tahun 1989. Dr. Blusse menerima dokumen tersebut dari seorang tentara Belanda yang melawan Indonesia pada era perang kemerdekaan (1945-1949). 13 Buku ini menyajikan banyak sekali data primer berupa data statistik jumlah sekolah, jenis-jenis sekolah di berbagai daerah, jumlah murid, jumlah guru, hingga mata pelajaran apa saja yang diajarkan dengan disertai jumlah jam pelajaran tiap harinya. Data-data yang diambil dari buku ini hanya yang berhubungan dengan Yogyakarta saja. Literatur terakhir adalah buku dengan judul Shitte Okitai Sensou: Nihon Senryouka Indoneshia no Kyouiku oleh Yuuko Momose. Buku ini membahas tentang keadaan pendidikan di Indonesia dengan lebih menekankan pada pembahasan tentang pendidikan bahasa Jepang di Indonesia. Di samping menggunakan data-data dari literatur-literatur berbahasa Jepang, beliau juga mengambil data dari hasil wawancara dengan narasumber yang pada jaman pendudukan Jepang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Putri di Solo untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dari pendidikan sekolah pada masa
13
Murni Ramli, “Dokumen Pendidikan pada Masa Pendudukan
, diakses pada tanggal 11 September 2013, puku 12.58 WIB.
Jepang”
13
pendudukan Jepang di Indonesia dilihat dari sudut pandang orang-orang yang mengalaminya dahulu. 1.7 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembaca dalam memahami alur pembahasan, maka penelitian akan dijabarkan dalam beberapa bab pembahasan dengan sistematika sebagai berikut: Bab I berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Kemudian pada bab II akan dijelaskan mengenai kondisi umum kota Yogyakarta dan ketika Jepang datang. Bab III akan dijelaskan mengenai tujuan diselenggarakannya pendidikan di Yogyakarta. Bab IV akan dipaparkan pelaksanaan pendidikan sekolah di Yogyakarta pada masa pendudukan Jepang yang dikaitkan dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan oleh Jepang. Kemudian Bab V yang merupakan bab terakhir dari penelitian ini merupakan kesimpulan dari pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.