BAB I PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing, dan batu. Seni cadas merupakan salah satu fenomenal dalam dunia arkeologi yang dapat ditemukan di beberapa lokasi di dunia. Seni cadas dapat ditemukan di Benua Amerika, Afrika, Eropa, Australia, serta Benua Asia (Whitley, 2008: 1). Di Benua Asia seni cadas dapat ditemukan di Asia Selatan serta Asia Tenggara. Khusus di wilayah Asia Selatan, tepatnya di India seni cadas tidak ditemukan di dalam gua, namun hanya terdapat di dinding-dinding ceruk yang berkembang sejak masa mesolotikum hingga masa sejarah. Di Asia Tenggara seni cadas dapat ditemukan di Malaysia, Thailand, Filipina, serta Indonesia (Permana, 2005: 161). Gambar-gambar tersebut dapat dibagi menjadi dua berdasarkan bentuknya, yaitu figuratif yang berarti gambaran dalam bentuk tertentu serta dekoratif yang berarti perpaduan dari bentukbentuk geometris. (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 47). Teknik atau cara pembuatan seni cadas terbagi menjadi dua macam, yaitu lukisan dan goresan. Lukisan atau piktograf adalah seni yang dibuat pada dinding gua menggunakan bahan dan warna khusus dengan adanya proses penambahan sehingga menimbulkan perbedaan warna tanpa menimbulkan bekas goresan pada cadas. Cara pembuatan lukisan pun beragam yaitu menggunakan cat basah serta dengan cara kering. Teknik menggunakan cat basah biasanya diaplikasikan menggunakan kuas,
jari-jari tangan, atau dengan cara dicap. Cara pengaplikasian seni cadas dengan cat basah memiliki satu cara yang unik yaitu dengan menitikkan cat dengan ujung jari di atas permukaan batu atau cadas atau cruder (Whitley, 2005: 7). Goresan atau petroglif dibagi menjadi menggores, menggaruk, mengupam, senumbuk, serta menatah berdasarkan cara mengurangi lapisan dinding gua. Menggores dilakukan dengan menggunakan alat dengan ujung runcing seperti batu dan menghhasilkan jejak garis tipis, namun jika hasilnya berupa garis yang memiliki beberapa ujung disebut menggaruk dan biasanya menggunakan kuku. Mengupam merupakan cara menghaluskan atau mengauskan permukaan cadas
dengan menggosokkan benda
diatasnta, menumbuk merupakan cara yang dihasilkan dari membenturkan benda keras ke atas permukaan cadas dan meninggalkan bentuk tertentu. Menatah dapat dikatakan mirip dengan menumbuk namun menggunakan benda ketiga sebagai perantara antara permukaan cadas dan benda yang memukul beda ketiga tersebut (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 48) Disamping kedua macam seni cadas tersebut, terdapat satu jenis lain yaitu cupules. Cupules merupakan seni cadas yang terdapat di atas batu, namun tidak hanya terdapat pada dinding gua atau shelter tapi juga di lantai gua atau bahkan batuan besar di luar gua. Cupules berasal dari bahasa latin yaitu cūpula yang berarti tong kecil dikarenakan bentuknya yang berupa cekungan di atas permukana cadas mirip seperti mangkok atau tong kecil. Cupules dapat diartikan sebagai bentukan mangkok atau ceruk kecil yang dibuat oleh manusia di atas batuan. Cupules banyak ditemukan di beberapa wilayah di Amerika dan Eropa serta diduga berasal dari masa paleolitikum. (Bednarik, 2008: 62).
Objek yang umunya dijadikan gambar dalam seni cadas dibagi menjadi dua berdasarkan bentuknya, yaitu bentuk abstrak berupa bentuk geometris, gabungan dari bentuk geometris, bentuk bebas, serta bentuk yang tidak dapat dikorelasikan dengan dunia nyata, sedangkan bentuk representatif merupakan bentuk yang dibuat berdasarkan benda-benda hidup seperti manusia, hewan, tanaman, serta bentuk simbolis. (Silfer, 2007: 59). Seni yang mengandung makna simbolis memiliki arti khusus dan juga sangat bermakna bagi pembuatnya (Boas, 1955: 39). Dalam kehidupan simbol merupukan salah satu bentuk hubungan yang paling erat dan menyababkan manusia dijuluki sebagai animal symbolicum, yaitu mahluk hidup yang dapat menciptakan, menggunakan, dan mengembangkan simbol-simbol sebagai cara untuk beradaptasi dan melestarikan rasnya (Cassier, 1945 dalam Ahimsa-Putra 2012: 384). Pada kehidupan manusia simbol memiliki arti yang erat dengan pandangan hidupnya semenjak jaman prasejarah. Tanudirjo (1986) mengatakan dalam “Gejala Pleonasme Dalam Kesenian Kuno Indonesia” bahwa lukisan dinding memiliki arti yang dalam. Di sisi lain, seni cadas dapat menjadi bukti bahwa manusia pada masa lampau sudah memiliki cita rasa seni. Hal ini dikarenakan seni cadas berpotensi untuk dapat mengungkapkan prilaku (behavior) dan khasanah pengetahuan (cognition) manusia pembuatnya. (Tanudirjo, 2008). Lukisan dinding gua atau seni cadas dapat dijadikan bukti sebagai gambaran kehidupan masa lalu serta bagaimana pola tingkah laku manusia pada masa itu karena tempat hunian manusia pada masa prasejarah dianggap sebagai tempat hunian pertama (Permana, 2014: ).
Situs yang juga memiliki seni cadas pada dinding gua adalah Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei yang terletak di Desa Wakafsir, Wilayah Pantai Selatan, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Seni cadas yang ditemukan di kedua situs tersebut ditemukan dalam penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada dan Australian National University pada bulan Juni 2014 lalu dengan mengusung tema
“Pleistocene Occupation and Island Use in the
Wallacean Archipelago.” Selain seni cadas, pada Situs Tron Bon Lei juga ditemukan fragmen gerabah, tulang hewan dan manusia, bekal kubur, serta alat batu. Pulau Alor merupakan pulau paling timur dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara astronomis terletak pada 8º - 6º LS sampai dengan 8º - 36º LS dan 123º - 48º BT sampai 125º - 48º BT serta memiliki luas wilayah 2.864,64 km2 dengan ketinggian 6 sampai dengan 1.700 meter diatas permukaan laut. (www.alorkab.go.id). Kampung Lerabaing merupakan sebuah pemukiman kecil di pesisir pantai yang pada mulanya dihuni oleh Suku Kui. Kata Kui berasal dari nama kerajaan yang pernah ada di Desa Lerabaing sebelum Indonesia merdeka. Kerajaan Kui pada masa itu mencangkup masyarakat dari Suku Masin, Hamap, Kelon, dan Abui dan memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan Suku Kui sekarang ini. Setelah Kerajaan Kui hancur, maka Suku Kui hanya digunakan untuk menyebut masyarakat yang tersisa dari kerajaan tersebut dan menjadi kaum minoritas. (Pusat Masyarakat dan Kebudayaan LIPI) Tron Bon Lei merupakan nama lokal yang diberikan oleh masyarakat di Kampung Lerabaing. Tron Bon Lei memiliki arti tempat di mana para wanita pada jaman dulu memasak bahan pewarna yang mereka gunakan untuk benang tenun. Kata
‘Tron’ dapat berarti pewarna pakaian yang digunakan oleh warga untuk mewarnai tenun, sedangkan ‘Bon’ memiliki arti tungku yang mereka gunakan untuk memasak bahan pewarna tersebut, dan ‘Lei’ merupakan bahasa lokal yang berrati gua. Di desa lain ada yang menyebut dengan kata ‘Lou’ hal ini terjadi akibat dipengaruhi oleh percampuran atas banyaknya bahasa lokal yang terdapat di Pulau Alor. Ba Lei merupakan gugusan tiga gua yang bersebelahan antara satu dan yang lainnya dan terdapat jarak sekitar 30 m diantara ketiga gua tersebut. Dari ketiga guagua tersebut, pada Ba Lei II yaitu gua Ba Lei yang berada ditengah, terdapat satu tembikar yang berada di bibir gua dan sebagian besar badan tembikar tersebut masih dalam keadaan utuh. Gua tersebut juga merupakan gua yang ukurannya paling besar dibandingkan dengan gua-gua lainnya di Ba Lei. Pada Ba Lei III, yang memiliki lokasi paling barat diantara gua yang lainnya, terdapat lukisan gua seperti yang ditemukan di Tron Bon Lei. Jika dilihat secara sekilas hanya terlihat seperti coretancoretan berwarna putih yang terdapat di dinding-dinding mulut gua. Akan tetapi jika dilihat lebih seksama, juga terdapat seni cadas berwarna merah di dinding gua tersebut. Berbeda dengan Ba Lei II, gua ini jauh lebih kecil ukurannya, dengan tinggi mulut gua tidak sampai 2m serta lebar mulut gua yang hanya sekitar 4m. Berbeda dengan lukisan dinding di Tron Bon Lei yang mayoritas seni cadas nya memiliki pigmen merah pada lukisan masih dapat dilihat dengan jelas, pada Situs Ba Lei III lukisan-lukisan gua yang berwarna putih terlihat lebih dominan karena terlihat lebih jelas serta pigmennya pun lebih tebal dibandingkan dengan lukisan gua yang berwarna merah yang sebagian sudah terlihat pudar. Juga terdapat beberapa seni cadas di Ba Lei yang memiliki pigmen berwarna putih terletak di atas lukisan yang
memiliki pigmen berwarna merah. Ada dugaan awal bahwa lukisan yang berwarna putih usianya lebih muda dibandingkan dengan lukisan yang berwarna merah yang ada di bawahnya. Dugaan awal ini berasal karena letaknya yang berada diatas lukisan berwarna merah yang warnanya terlihat lebih pudar dibandingkan dengan seni cadas yang berwarna putih karena masih terlihat sangat jelas. Penelitian mengenai seni cadas di Pulau Alor belum pernah dilakukan sebelumnya, walau pun lokasi Pulau Alor sangat dekat dengan Pulau Timor yang memiliki banyak seni cadas karena masih berada dalam satu wilayah yaitu Wallacea. Selain itu, bentuk seni cadas yang terdapat di Situs Tron Bon Lei memiliki kemiripan dengan seni cadas yang ditemukan oleh Ballard di Situs Dudumahan, Pulau Kei Kecil pada tahun 1988. Variasi warna seni cadas yang terdapat di Situs Ba Lei juga merupakan hal menarik karena terdapat beberapa lukisan berwarna putih diatas lukisan yang berwarna merah dan terlihat lebih pudar pigmen nya. Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka penelitian mengenai seni cadas di Pulau Alor perlu dilakukan. Salah satunya dengan menggunakan metode deskripsi atas Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei karena sebelum ini belum pernah dilakukan penelitian khusus mengenai seni cadas di Pulau Alor. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai kehidupan masa prasejarah di Wallacea. Akurasi penulisan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara seni cadas yang terdapat pada Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei III yang selanjutnya akan disebut Ba Lei, antara bentuk, warna, dan gaya melukisnya. Hasil yang didapat dari beberapa variabel tersebut akan dianalisis lebih lanjut. Analisis
lebih lanjut merupakan interpretasi perbedaan dan persamaan seni cadas yang terdapat di Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei.
II.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah variasi seni cadas yang terdapat pada Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei berdasarkan variabel yang dikumpulkan di lapangan?
III.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi seni cadas yang terdapat pada Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei. Hal ini dikarenakan seni cadas yang terdapat pada Tron Bon Lei memiliki keunikan berupa satu gua memiliki dua warna seni cadas yang berbeda, yaitu merah dan putih. Pada Situs Ba Lei juga terdapat beberapa seni cadas yang memiliki pigmen warna putih terletak di atas seni cadas yang berwarna merah. Selain itu penelitian ini merupakan penelitian pertama tentang seni cadas di Pulau Alor, karena sebelumnya belum pernah ditemukan seni cadas di Pulau Alor. Setelah mendapatkan hasil klasifikasi akan dilakukan analisis komperasi antara seni cadas yang terdapat pada masing-masing situs. Kemudian dari identifikasi tersebut maka akan diketahui faktor apa saja yang mengakibat adanya persamaan atau perbedaan dari seni cadas di masing-masing situs.
IV.
Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki batasan berupa wilayah, kajian variabel, serta metode. 1. Wilayah Batasan wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desa Wakafsir, Wilayah Pantai Selatan, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur yang di dalamnya terdapat dua situs yaitu Situs Tron Bon Lei serta Situs Ba Lei. 2. Kajian Variabel Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bentuk, teknik atau cara pembuatan, warna, serta letak seni cadas serta korelasi antara satu seni cadas dan yang lain nya di setiap situs.
V.
Keaslian Penelitian Laporan mengenai adanya seni cadas pada gua-gua yang terdapat di Indonesia sudah banyak ditulis sebelumnya, dan selama ini seni cadas lebih banyak ditemukan pada wilayah timur Indonesia. Pertama kali laporan tentang seni cadas didapatkan sekitar abad ke-19. Pada tahun 1884 D.F. Van Braam Morris menulis tentang tentang seni cadas yang terdapat pada Teluk Berau. Di samping Teluk Berau, masih terdapat banyak situs yang memiliki seni cadas baik yang sudah diteliti maupun belum. Seni cadas juga dapat ditemukan di beberapa wilayah Indonesia seperti Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, serta Irian Barat (Prasetyo dkk, 2004). Di Pulau Papua penelitian mengenai seni cadas pernah dilakukan oleh A. Hahn, KW Galis, Roder, Philip D, Karina Arifin, Goenadi Nh, serta tim dari Balai Arkeologi Jayapura di wilayah Kepala Burung di Teluk Cendrawasih, Sentani, serta Wamena. (Djami, 2008). Penelitian mengenai seni cadas di Pulau Alor belum pernah di lakukan sebelumnya, bahkan sekedar laporan atau catatan mengenai adanya seni cadas di pulau tersebut. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Pulau Alor merupakan penilitian yang dilakukan pada tahun 2013 dan 2014 oleh Balai Arkeologi Bali dan lebih terfokus kepada Situs Ala’ang. Penelitian yang juga dilakukan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI pada tahun 2011 merupakan penelitian mengenai bahasa, materi, dan tradisi lisan terhadap Suku Kui di Pulau Alor. Atmosudiro pernah melakukan penelitian di Pulau Alor tentang mengenai di Desa Ampera, juga dilakukan di wilayah utara Pulau Alor. Kedua penelitian ini sama sekali tidak menyebutkan tentang ada nya seni cadas di Pulau Alor, sehingga penelitian ini merupakan penelitian pertama di Pulau Alor tentang seni cadas. Sehingga ini merupakan penelitian pertama mengenai seni cadas di Pulau Alor.
VI.
Tinjauan Pustaka Pustaka yang berkaitan dengan penelitian tentang seni cadas sudah banyak diterbitkan. Ada pun artikel yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah artikel oleh Tanudirjo yang berjudul ‘Problem dan Prospek Kajian Seni Cadas Prasejarah di Indonesia’ dalam buku Prasejarah Indonesia Dalam Lintasan Asia Tenggara-Pasifik
yang diterbitkan pada tahun 2008. Dalam artikel ini Tanudirjo menjelaskan adanya lima kajian seni cadas yang pada umumnya sudah cukup banyak dilakukan oleh arkeolog yang meniliti seni cadas hanya saja belum maksimal hasilnya. Analasis komperatif yang dilakukan atas seni cadas di Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei atas variabel yang ditemukan kemudian akan dikaitkan dengan aspek sintatik yang merupakan salah satu aspek yang diungkapkan oleh Tanudirjo dalam artikelnya. Buku yang akan menjadi referensi utama dalam penelitian ini adalah buku yang ditulis oleh David Whitley yang berjudul Rock Art Research yang diterbitkan pada tahun 2005. Dalam buku ini Whitley mengungkapkan penelitiannya terhadap seni cadas yang ada di Amerika dan Eropa. Walau pun ia tidak menyinggung penelitian seni cadas di Indonesia secara spesifik, namun dalam buku tersebut ia mengungkapkan tentang bagaimana melakukan penelitian terhadap seni cadas. Seperti perkembangan penelitian seni cadas dari awal, kekurangan dan kelebihan suatu metode, pentingnya penelitian mengenai seni cadas dalam merekonstruksi system religi dan simbol, menjelaskan hubungan dan status gender dalam kehidupan manusia pada masa lampau, menjelaskan batasan budaya, dan mempelajari asal usul seni dan system kepercayaan, hingga analisis etnografi terhadap seni cadas yang diteliti. Penelitian ini juga menggunakan artikel yang ditulis oleh O’Connor ‘Nine New Painted Rock Art Sites From East Timor in the Context of the Western Pacific Region’ tentang seni cadas yang ditemukan pada pesisir utara Timor Leste. Hal ini dilakukan karena lokasi Pulau Timor yang dekat dengan Pulau Alor dan penulis dapat mencari kemiripan atau perbedaan antara seni cadas yang ditemukan di Timor Leste
dengan di Pulau Alor. Sehingga seni cadas yang telah ditemukan di Situs Lene Hara akan dibandingkan dengan seni cadas yang ditemukan di Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei. Artikel A Rock Art Site in Kai Kecil, Southest Mollucas oleh Ballard juga akan dijadikan acuan oleh penulis karena dalam artikel tersebut Ballard juga melakukam deskripsi mengenai seni cadas di Desa Dudumahan, Pulau Kei, Maluku serta melakukan identifikasi bentuk yang terdapat dalam seni cadas di Dudumahan. Ballard dalam artikel ini membuat beberapa tipe seni cadas berdasar apa yang ditemukannya, maka penelitian ini akan mengacu untuk membuat tipe seni cadas berdasar yang Ballard lakukan di Situs Dudumaham, lalu akan dilihat apakah ada kemiripan antara seni cadas yang terdapat di Situs Dudumaham dengan seni cadas yang terdapat di Situs Dudumaham. Artikel ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagaimana melakukan identifikasi seni cadas.
VII.
Metode Metode
yang
dilakukan
merupakan
metode
survei
langsung
dengan
mengumpulkan data variabel yang dibutuhkan. Aspek keruangan, kronologi, asintatik, semantik, serta pragmatik adalah lima aspek yang selama ini dianggap penting oleh para pakar seni cadas prasejarah dalam mengungkap seni cadas. (Tanudirjo, 2008). Penelitian ini akan menggunakan aspek semantik. Yaitu aspek yang meliputi teknis cara pembuatan, motif, teknik, serta tata letak yang semuanya
masih berhubungan dengan seni cadas itu sendiri. (Tanudirjo, 2008). Variabel yang nantinya akan digunakan untuk melakukan klasifikasi adalah : A.
Bentuk
B.
Teknik Pembuatan
C.
Warna
Setelah semua variabel terkumpul lalu akan mengaplikasi software D’Stretch untuk membantu melihat seni cadas yang sudah pudar. Hal ini dilakukan agar dapat melihat gambar-bambar seni cadas tersebut dengan lebih jelas dan diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengenai variasi seni cadas di Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei di bagian selatan Pulau Alor. Penalaran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penalaran induktif, berupa penalaran induktif dapat menghasilkan teori dan memberikan informasi-informasi baru (Endraswara 1996: 52). Berikut tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini: 1. Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini. Pengumpulan data kemudian akan dibagi menjadi dua, yaitu survei lapangan serta pengumpulan data pustaka. Akan dilakukan studi pustaka mengenai situs-situs yang memiliki seni cadas dan sudah pernah dilakukan penelitian sebelumnya di wilayah Indonesia bagian timur serta Timor Leste untuk mengumpulkan informasi. Pengumpulan data survey dilakukan untuk mendapatkan variabel yang akan digunakan untuk melakukan analisis komperatif dengan aspek sintatik. Variabel yang digunakan adalah: a. Bentuk
b. Teknik Pembuatan c. Warna d. Tinggi lukisan dan korelasinya dengan lukisan lain 2. Perekaman Data Proses perekaman data sangat penting dalam penelitian ini. Satu per satu seni cadas yang terdapat pada Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei didokumentasikan dengan cara diambil gambar nya yang sebelumnya sudah diberi skala standard IFRAO (International Federation of Rock Art Organization). Dalam perekaman data penelitian seni cadas terdapat dua cara, yaitu metode penggambaran langsung serta metode pemotretan (Puslit Arkenas, 2008). Penelitian ini menggunakan metode pemotretan dengan cara memotret seni cadas. Sistemasi perekaman data juga dilakukan secara sistematis mulai dari bagian barat gua atau shelter ke bagian timur dan dilakukan beruntun dari atas ke bawah. Ketika akan melakukan pengambilan gambar oleh kamera, setiap seni cadas yang terdapat panda dinding gua dan shelter akan ditandai dengan nomor yang sudah diurutkan dari barat ke timur dan dari bawah ke atas. Dapat dikatakan dalam tahap perekaman data penulis menggunakan system grid. Selesai dilakukan perekaman data menggunakan kamera, maka penulis akan mengukur tinggi dari setiap seni cadas, warna seni cadas, serta bentuknya ke dalam catatan. Kemudian dipindah ke dalam Micosoft Excel dan kemudian diberi keterangan pada setiap lukisan gua yang sudah diberi nomor.
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
Gambar 1.VII. Skema cara perekaman seni cadas di dinding gua (gambar oleh penulis)
3. Analisis Data-data yang sudah didapatkan di lapangan dari variabel yang dicari kemudian akan dilakukan analisis mengenai variasi seni cadas di Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei. Tahap analisis ini dilakukan untuk mendeskripsi seni cadas pada masing-masing situs yang masih terdapat pada suatu wilayah yang sama maka dapat dikatakan ini juga meupakan analisis regional. Setelah dilakukan deskripsi seni cadas pada masingmasing situs berdasarkan variabel yang didapat yaitu bentuk, gaya, warna, serta letak seni cadas dari permukaan tanah kemudian akan dapat terlihat persamaan dan perbedaan seni cadas yang terdapat pada Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei. Terdapat beberapa analisis yang akan dilakukan: 1.
Sebelum melakukan analisis mengenai atribut seni cadas, akan dilakukan pengamatan warna dan bentuk dengan menggunakan software D’Stretch supaya setiap lukisan dapat terlihat bentuknya dengan lebih jelas. Hal ini
dikarenakan kondisi seni cadas yang tidak semuanya terlihat dengan mata telanjang, dan juga terdapat banyak seni cadas yang sudah dalam keadaan pudar atau pun terkelupas dinding gua dan shelter nya. Tahap yang akan dilakukan dalam menggunakan software D’Stretch adalah sebagai berikut : a. Buka software ImageJ, ini merupakan software yang nantinya memiliki fitus D’Stretch dan dapat digunakan untuk mengedit foto seni cadas yang dimiliki.
Gambar I.1 Software ImageJ (Gambar oleh penulis)
b. Setelah software ImageJ keluar, tekan tombol Plugins, lalu pilih D’Stretch
Gambar I.2 Software ImageJ (Gambar oleh penulis)
c. Setelah itu tekan tombol D’Stretch Run
Gambar I.3 Software ImageJ (Gambar oleh penulis)
d. Setelah D’Stretch terbuka, akan terbuka jendela untuk memilih foto yang nantinya akan diedit kontras nya oleh D’Stretch, kemudian pilih salah satu foto yang akan digunakan.
Gambar I.4 Bagaimana penampilah D’Stretch
(Gambar oleh penulis)
e. Setelah itu, pengguna dapat memilih fitur yang disediakan oleh D’Stretch untuk mengganti kontras pada foto yang dianggap paling dapat menampilkan pigmen merah pada foto yang sebelum nya tidak dapat terlihat dengan jelas. Terdapat beberapa pilihan untuk mengedit kontras pada foto dalam D’Stretch, yaitu : 1. LDS : Digunakan untuk melihat pigmen warna kuning. 2. YRD : Digunakan untuk melihat pigmen warna merah. 3. LAB : Digunakan untuk melihat pigmen berwarna putih dan hitam. 4. YYE : Digunakan untuk melihat pigmen berwarna kuning menjadi berwara cokelat. 5. LRE : Digunakan untuk melihat pimen berwarna merah. 6. YRE : Digunakan untuk melihat pigmen berwarna merah yang sudah sangat pudar. 7. CRGB : Digunakan untuk melihat pigmen berwarna merah. 8. YBK : Digunakan untuk melihat pigmen berwarna biru atau hitam. Terdapat delapan pilihan dalam D’Stretch yang dapat digunakan untuk merubah kontras foto, dan walau pun setiap fitur memiliki keunggulan untuk mencari suatu warna pigmen tertentu, namun setiap foto memiliki hasil yang berbeda-beda, sehingga dalam mengedit kontras tidak hanya terikat oleh satu aplikasi.
Gambar I.5 Hasil menggunakan D’Stretch dengan aplikasi YRD 16,7% (Gambar oleh penulis)
f. Setelah mendapatkan hasil yang diinginkan dengan kontras yang sesuai dan hasil yang dapat memperlihatkan pigmen merah pada dinding gua atau shelter, tekan tombol save untuk menyimpan hasil yang sudah dikerjakan. 2. Setelah mendapatkan gambar dari setiap seni cadas yang sudah di dokumentasikan sebelumnya, kemudian masing-masing bentuk seni cadas di kedua situs akan dikategorikan menjadi dua, yaitu bentuk lukisan abstrak atau bentuk representatif. 3. Kemudian dilakukan analisis untuk melihat gaya atau cara penggambaran seni cadas. Melukis, mencap, dan stensil merupakan cara-cara yang dilakukan untuk menggambar seni cadas. Melukis adalah warna yang dihasilkan pada permukaan cadas dari alat yang digunakan untuk menggambar dan sebelumnya telah diberi bahan pewarna. Mencap adalah bentuk atau gambar yang didapatkan di atas cadas atau media seni cadas dengan membubuhkan bahan pewarna terhadap benda yang akan dilukis. Stensil adalah cara yang
dilakukan dengan menyemprotkan bahan pewarna disekitar benda diatas cadas dan menghasilkan gambar negatif. (Tanudirjo dan Mahirta 2008). Namun, nantinya akan dikategorikan menjadi seni cadas piktograf atau petroglif. 4. Setelah itu akan dilakukan identifikasi warna. Analisis warna yang dilakukan adalah melihat warna dari seni cadas yang ada dan dikomparasikan dengan skala standar warna seni cadas yang dikeluarkan oleh IFRAO (International Federation of Rock Art Asosisation) setelah seni cadas diproses menggunakan software D’Stretch sebelumnya. 5. Analisis yang terakhir merupakan klasifikasi untuk melihat topologi atas seni cadas yang ditemukan di Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei yang sudah dianalisis berdasar bentuk, gaya, serta warna nya. Melakukan tipologi adalah kunci untuk melakukan klasifikasi (Whitley, 1987). Penulis akan mengikuti cara klasifikasi atas seni cadas berdasar bentuk, warna, serta gaya seni cadas seperti yang dilakukan oleh Ballard di Situs Dudumahan, Pulau Kei Kecil, Maluku. 4. Kesimpulan Kesimpulan merupakan tahap identifikasi akhir setelah semua data yang terkumpul dianalisis dan disintesiskan. Tahap kesimpulan digunakan untuk pertanyaan dalam permasalahan yang sudah diajukan di atas diharapkan dapat dijawab. Pada tahap ini akan diperoleh data mengenai deskripsi seni cadas pada Situs Tron Bon Lei dan Ba Lei serta persamaan dan perbedaan pada kedua situs serta tipologi seni cadas pada masing-masing situs.