BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari skrip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri (Lestari, dkk., 2009: 1). Komik menjadi salah satu bacaan yang digemari oleh anak-anak karena berupa gambar. Dengan banyaknya gambar pada komik, anak-anak akan lebih mudah memahami isi cerita dibandingkan hanya sekedar tulisan. Peran komik berfungsi untuk menyampaikan pesan dari penulis. Secara tidak langsung komik menjadi media pembelajaran yang mudah dipahami oleh anak-anak. Suatu proses pembelajaran sangat memerlukan komunikasi yang jelas, runtut dan menarik. Oleh karena itu, komik menjadi salah satu media bacaan yang sesuai untuk pembelajaran. Di era globalisasi saat ini, edukasi yang bersifat inovatif perlu direalisasikan. Pasalnya manusia kerap sekali bosan dengan metode belajar yang kekunoan misalnya belajar melalui kamus. Kamus merupakan buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad. Kamus berfungsi untuk memudahkan pengguna dalam mencari istilah-istilah yang belum dipahami.
1
2
Di Jepang, komik Doraemon dimanfaatkan sebagai kamus. Komik tersebut berjudul Doraemon no Kotowaza Jiten. Secara harfiah pengertian Kotowaza adalah pepatah atau peribahasa (Tim Kashiko, 1999: 190), sedangkan jiten adalah kamus (Tim Kashiko, 1999: 132). Jadi, pengertian Kotowaza Jiten adalah kamus peribahasa. Sesuai
dengan pengertian kotowaza jiten, komik tersebut berisi peribahasa-peribahasa bahasa Jepang. Dengan menggunakan tokoh-tokoh dalam serial komik Doraemon, komik berbentuk kamus karya Hideo Kuriiwa tersebut bisa menarik perhatian masyarakat terutama anak-anak dalam mempelajari peribahasa Jepang. Komik biasanya berbentuk jalinan cerita yang langsung selesai maupun berlanjut, namun dalam Doraemon no Kotowaza Jiten setiap halamannya terdapat peribahasa yang berfungsi sebagai judul halaman yang disertai dengan penjelasan mengenai peribahasa dan cerita bergambar. Dengan belajar melalui komik berbentuk kamus, pembaca dapat memahami peribahasa dan mengetahui secara langsung penggunaannya. Perpaduan antara kamus dan komik menjadi hal yang unik dan menarik. Kamus yang berfungsi untuk menjelaskan sebuah istilah dapat tertuang dalam sebuah komik yang biasanya berupa cerita. Selain itu, pilihan karakter komik yang dipilih merupakan salah satu karakter komik yang terkenal sehingga anak-anak mudah tertarik. Apalagi kamus tersebut berperibahasa Jepang sehingga pembaca dapat mengetahui peribahasa-peribahasa yang berasal dari Jepang. Di Jepang maupun Indonesia, peribahasa merupakan ungkapan yang tidak langsung namun secara umum tersirat menyampaikan suatu hal yang dapat dipahami oleh
3
pendengarnya atau pembacanya karena sama-sama hidup di ruang lingkup budaya yang sama. Doraemon no Kotowaza Jiten masih berbahasa Jepang sehingga perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan penerjemahan Doraemon no Kotowaza Jiten ke dalam bahasa Indonesia dapat memudahkan masyarakat Indonesia mengetahui peribahasa bahasa Jepang beserta artinya. Peribahasa bahasa Jepang merupakan informasi baru sehingga perlu diberi padanan peribahasa bahasa Indonesia supaya lebih mudah dipahami. Sebagai contoh, dalam kamus tersebut terdapat peribahasa Uma no Mimi ni Nenbutsu yang artinya ‘membacakan kitab suci Budha di telinga kuda’. Pemakaian peribahasa tersebut digunakan ketika ada seseorang berbicara, namun semua perkataannya tidak didengarkan. Peribahasa Uma no Mimi ni Nenbutsu memiliki arti yang mirip dengan peribahasa bahasa Indonesia yaitu masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Contoh peribahasa lain yakni Saru no Ki kara Ochiru yang artinya ‘monyet juga jatuh dari pohon’. Pemakaian peribahasa tersebut menunjukkan bahwa orang sempurna pun pernah berbuat kesalahan, kejahatan atau kegagalan. Peribahasa Saru no Ki kara Ochiru memiliki arti yang mirip dengan peribahasa bahasa Indonesia yaitu sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik menerjemahkan Doraemon no Kotowaza Jiten. Dalam komik berbentuk kamus tersebut terdapat 205 peribahasa tentang binatang, tumbuhan, angka, anggota tubuh, bunga dan lain-lain. Perlu adanya pembatasan tema terhadap pemilihan peribahasa pada Doraemon no Kotowaza Jiten supaya lebih spesifik. Penulis memilih peribahasa tentang
4
binatang. Penerjemahan tersebut lebih diperuntukkan untuk anak-anak sehingga pemilihan tema dalam penerjemahan berdasarkan kesukaan anak-anak yaitu binatang.
1.2 Pokok Bahasan Adapun pokok bahasan dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Bagaimana terjemahan peribahasa tentang binatang dalam Doremon no Kotowaza Jiten, dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia? 2. Apa saja peribahasa bahasa Indonesia yang memiliki arti yang mirip dengan peribahasa yang sudah diterjemahkan?
1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini, yaitu: 1. Menerjemahkan peribahasa tentang binatang dalam Doremon no Kotowaza Jiten dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. 2. Menentukan peribahasa bahasa Indonesia yang memiliki arti yang mirip dengan peribahasa bahasa Jepang yang diterjemahkan.
5
1.4 Landasan Teori 1.4.1 Definisi Terjemahan Banyak pendapat mengenai pengertian terjemahan menurut para ahli namun mempunyai makna yang mirip. Menurut Eugene A. Nida dan Charles R. Taber (via Widyamartaya, 1989: 11), menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekatdekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertamatama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya. Widyamartaya (1989: 11) menyimpulkan bahwa penerjemahan adalah proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (bahasa sumber) menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan sewajarnya dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran). Jadi, penulis dapat menyimpulkan penerjemahan sebagai proses menghasilkan kembali makna dan pesan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya.
1.4.2 Metode Terjemahan Dalam
menerjemahkan
Doraemon
no
Kotowaza
Jiten
penulis
menggunakan metode terjemahan komunikatif dan semantik. Menurut Newmark (via Sugeng, 2013), terjemahan komunikatif adalah terjemahan yang berupaya menciptakan ulang efek pada pembaca terjemahan sasaran sedekat mungkin dengan efek yang diperoleh pembaca terjemahan sumber. Metode komunikatif digunakan untuk menerjemahkan penjelasan tentang arti peribahasa dan percakapan antara Doraemon, Nobita dan teman-temannya. Terjemahan semantik
6
menurut Newmark (via Sugeng, 2013) adalah terjemahan yang berupaya menghadirkan makna kontekstual terjemahan sumber sedekat mungkin di dalam terjemahan sumber dalam hal struktur semantik dan struktur sintaksis sepanjang aturan bahasa sasaran mengizinkannya. Metode semantik digunakan untuk menerjemahkan kalimat peribahasa. 1
1.4.3 Langkah-langkah Penerjemahan Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karyanya A Survey of Translation Theory, yang dikutip penulis dari buku Seni Menerjemahkan karya Widyamartaya, mengemukakan tujuh langkah yang ada dalam proses penerjemahan antara lain: 1. Tuning (penjajagan) Sebelum menerjemahkan terlebih dahulu harus melakukan “tuning”, yaitu menjajagi bahan yang akan diterjemahkan. Bahasa terjemahan harus selaras dengan bahasa yang diterjemahkan dalam hal makna dan gayanya, maka terlebih dahulu harus tahu bahan yang hendak diterjemahkan. Ragam bahasa terjemahan yang tepat harus sudah dapat ditentukan sejak permulaan. Sejak awal seorang penerjemah harus dapat menentukan sikap atau pendekatan mental yang tepat, harus dapat membayangkan pilihan kata atau susunan frase dan kalimat yang selaras. Isi bahan yang akan diterjemahkan mungkin belum seluruhnya dipahami pada taraf permulaan, tetapi nadanya harus sudah selaras sejak permulaan di pikiran dan hati penerjemah. Bila perlu, penerjemah berkonsultasi dahulu dengan
1
http://resources.transbahasa.com/2013/10/07/newmark/
7
pengarang, atau seseorang yang ahli, atau membaca suatu karya tulis lain sebagai latar belakang. Dalam proses penjajagan, pertama karena terdapat banyak peribahasa di Doraemon no Kotowaza Jiten, penulis memilah-milah terlebih dahulu peribahasa yang ingin diterjemahkan sesuai dengan tujuan penulis. Penulis memilih peribahasa yang berhubungan dengan binatang. Setelah itu, penulis membaca secara keseluruhan naskah yang sudah dipilih. Kemudian kegiatan penulis adalah mengetik dengan memilah tiap-tiap kalimat. 2. Analysis (penguraian) Setelah penjajagan tiap-tiap kalimat dalam bahasa sumber harus diurai ke dalam satuan-satuan berupa kata-kata atau frase-frase. Kemudian penerjemah harus dapat menentukan hubungan sintaktis antara berbagai unsur kalimat itu. Pada tahap ini, perlu juga penerjemah sudah dapat melihat hubungan antara unsurunsur dalam bagian teks yang lebih besar agar penerjemah mulai dapat berpikir untuk menciptakan konsistensi dalam terjemahannya. Analisis ini masih perlu berlanjut dalam tahap pemahaman dan peristilahan. Dalam proses penguraian, penulis mencari menerjemahkan setiap kata demi kata dan mempelajari tata bahasa dalam kalimat terjemahan. 3. Understanding (pemahaman) Sesudah penerjemah melihat satuan-satuan dalam setiap kalimat dan unsur-unsur dalam bagian teks yang lebih besar, kemudian penerjemah berusaha memahami isi bahan yang akan diterjemahkan. Penerjemah harus menangkap gagasan utama tiap paragraf dan ide-ide pendukung dan pengembangannya serta
8
hubungan gagasan satu sama lain dalan tiap paragraf dan antar paragraf. Seorang penerjemah perlu menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diterjemahkan. Selain itu, penerjemah harus mengkonsultasikan sebuah kalimat atau ungkapan yang tidak diketahui maksudnya. Dalam proses pemahaman, penulis memahami hubungan setiap kata yang sudah diterjemahkan dan merangkai kalimat untuk mengetahui gagasan utama dan ide-ide pendukung dalam kalimat. Ketika terdapat kalimat yang susah dipahami dan terjemahan tidak bisa dicari di kamus, penulis bertanya ke orang Jepang. 4. Terminology (peristilahan) Penerjemah berpikir tentang pengungkapannya dalam bahasa sasaran (bahasa terjemahan) terutama akan mencari istilah-istilah, ungkapan-ungkapan dalam bahasa sasaran. Konsultasi dengan orang lain yang ahli dapat sangat berguna untuk membantu penerjemah dalam menghadapi masalah-masalah kebahasaan. Dalam proses peristilahan, penulis selain menerjemahkan secara perkata juga mencari padanan kosakata dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia, seperti tai (ikan kakap merah), nishiki (kain brokat), namazu (ikan lele), yanagi (pohon dedalu), shako (udang mantis), dan mizutori (burung titian jambul). Setelah selesai merangkai terjemahan, penulis selalu meminta koreksi kepada Dosen Pembimbing Tugas Akhir mengenai hasil terjemahan. Ketika ada terjemahan yang masih membutuhkan perbaikan, penulis akan menerjemahkan kembali kalimat yang dianggap salah.
9
5. Restructuring (perakitan) Selanjutnya, penerjemah menyusun unsur-unsur tersebut di atas menjadi kalimat-kalimat yang selaras dengan norma-norma dalam bahasa sasaran. Penerjemah juga harus menerjemahkan secara tepat makna dan gaya sumber. Setelah kalimat-kalimat yang diterjemahkan dianggap sudah benar oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir, dalam proses perakitan penulis kemudian merangkai kalimat-kalimat tersebut ke dalam sebuah paragraf, sedangkan kalimat yang berupa percakapan dalam panel akan digabungkan dan disesuaikan dengan percakapan. Kegiatan penulis dalam perakitan adalah dengan men-scan naskah terjemahan, menghapus tulisan bahasa Jepang di photoshop dan menggantinya dengan tulisan bahasa Indonesia. 6. Checking (pengecekan) Sebuah terjemahan dikatakan berhasil jika sudah mengalami revisi berkalikali. Penerjemah harus memeriksa kesalahan-kesalahannya dalam penulisan kata, pemakaian
tanda
baca
dan
memeperbaiki
susunan
kalimatnya
supaya
menghasilkan kalimat yang efektif. Dalam proses ini sering kali memerlukan bantuan orang lain untuk mengecek dan menyarankan perubahan. Meskipun setiap kalimat sudah mengalami pengecekan dan perbaikan berkali-kali, namun setelah perakitan penulis juga melakukan pengecekan berkali-kali. Dosen Pembimbing Tugas Akhir mengecek secara detail penulisan kata, diksi, dan tanda baca.
10
7. Discussion (pembicaraan) Cara yang baik untuk mengakhiri proses penerjemahan ialah penerjemah mendiskusikan hasil terjemahannya mengenai isi maupun bahasanya. Dalam hal ini tidak perlu berdiskusi dengan banyak orang karena banyak pendapat hanya akan membuat terjemahan menjadi rancu. Setelah melakukan langkah dari penjajagan sampai pengecekan, penulis mengakhirinya dengan berdiskusi dengan Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
1.5 Sistematika Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari empat bab yang disusun secara sistematis. Bab I yaitu pendahuluan, berisi tentang latar belakang, pokok bahasan, tujuan penulisan, landasan teori dan sistematika penulisan. Bab II berisi teks terjemahan perkalimat dan hasil terjemahan dalam bahasa sasaran. Bab III berisi tentang peribahasa bahasa Indonesia yang memiliki dan tidak memiliki arti yang mirip dengan peribahasa bahasa Jepang yang diterjemahkan. Dalam bab IV yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan kendala penulis dihadapi dalam proses penerjemahan.