BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Nugroho, 2012). Luka bakar merupakan luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan di diami oleh bakteri patogen, mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer & Suzanne C, 2002). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012, secara global, trauma luka bakar termasuk kedalam peringkat ke 15 penyebab utama kematian pada anak-anak dan dewasa muda yang berusia 5-29 tahun. Angka mortalitas akibat trauma luka bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun. Lebih dari 95% trauma luka bakar yang serius terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Asia Tenggara merupakan wilayah penyumbang terbesar kasus luka bakar di dunia dengan angka kematian tertinggi adalah perempuan dan anak-anak dibawah usia 5 tahun serta orang tua yang berusia lebih dari 70 tahun.
1 Universitas Sumatera Utara
2
Berdasarkan data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 insiden tentang luka bakar di Amerika Serikat sejak Januari 2001 hingga Juni 2010 diperkirakan lebih dari 163.000 kasus, dimana 70% pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun, 18% anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan 12% kasus berusia lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area (TBSA) sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat flame burn (44%) dan tingkat kejadian paling sering di rumah (68%). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah 2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39% pertahun sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, ratarata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien dengan luka bakar akut yang dirujuk pada tahun 2010 sebanyak 143 orang pasien. Dari 50 orang pasien, 24 orang pasien (48%) meninggal dan 26 orang pasien (52%) dapat diselamatkan. Menurut Yovita (2014), akibat komplikasi luka bakar adalah syok. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak
elektrolit.
Hal
itu
menyebabkan
berkurangnya
volume
cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
Universitas Sumatera Utara
3
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler (Effendi, 2005). Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema yang dapat menyebabkan kematian pada pasien luka bakar. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Rumus yang sering digunakan adalah formula parkland/baxter, yaitu larutan ringer laktat 4 ml x kg BB x luas luka bakar (%) dimana jumlah cairan tersebut separuh diberikan selama 8 jam pertama, separuh dalam 16 jam berikutnya (Yovita, 2014). Pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan tersebut merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan yang tepat pada proses penyembuhan pasien luka bakar. Dengan adanya pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
4
seorang perawat dapat mengaplikasikan kemampuan untuk menggunakan materi rumus, metode, prinsip yang dalam konteks pemberian cairan pada pasien luka bakar (Notoadmojo, 2003). Hasil penelitian Lisnawati (2008), di Irna B RS DR.M. Djamil Padang diperoleh bahwa 52,4% perawat masih memiliki pengetahuan yang rendah dalam hal pemberian cairan pada pasien luka bakar, 57,1% memiliki sikap positif, 52,4% perawat bekerja sesuai Formula Baxter. Secara stastistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan pemberian cairan yang tepat pada pasien luka bakar. Luka bakar sangat membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius, tidak hanya dokter tetapi juga oleh seluruh pihak, baik itu tenaga kesehatan yang salah satunya adalah perawat, rumah sakit, masyarakat maupun pemerintah terutama dalam memuwujudkan suatu unit luka bakar yang baik (Nugroho, 2012). Berdasarkan uraian-uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian yang berjudul “Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin mengidentifikasi “Bagaimana pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan?”.
Universitas Sumatera Utara
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengindentifikasi pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2.
Untuk mengindentifikasi sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti sebagai profesi perawat dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap yang benar tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. 1.4.2 Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dan untuk terus mempertunjukan sikap yang tepat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar.
Universitas Sumatera Utara
6
1.4.3 Instutusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan ilmu keperawatan tentang pentingnya pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. 1.4.4 Tempat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk mendapatkan informasi tentang perawatan luka bakar sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan. 1.4.5 Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sebagai data tambahan bagi penelitian selanjutnya tentang perawatan luka bakar.
Universitas Sumatera Utara