1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan adalah
keluhan
utama
yang
terdapat
pada
penderita-
penderita yang datang ke bagian Penyakit Mata. Salah satu penyebab penurunan ketajaman penglihatan adalah kelainan
refraksi
yang
terdiri
dari
miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma (Hamurwono, 1984). Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan di Indonesia. Diperkirakan kelainan refraksi di Indonesia akan banyak dijumpai pada penderita dengan umur antara 10-20 tahun. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa
pada
umur-umur
tersebut
seseorang
akan
lebih
banyak membutuhkan penglihatan dekat terutama pada anak sekolah, yaitu murid-murid SD, SMP, kemudian meningkat lagi pada murid SMA. Frekuensi kelainan refraksi tentu akan meningkat sejalan dengan kemajuan masyarakat dan ilmu
pengetahuan
dengan
banyaknya
buku
dibutuhkan masyarakat (Soemarsono, 1986).
bacaan
yang
2
Menurut Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996 kelainan setelah
refraksi katarak
adalah dengan
penyebab
kebutaan
persentasi
ketiga
9,5%(Depkes
RI,
1997). Miopia adalah kelainan refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina dan saat mata tidak dalam kondisi berakomodasi, yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung (Sidarta, 2007). Miopia, terutama pada anak-anak, akan berefek pada karir,
sosial
tingkat
ekonomi,
kecerdasan
pendidikan
(Holden,
bahkan
2002).
juga
Seiring
pada
dengan
perjalanan penyakit ini, semakin bertambah miopia pada anak juga akan meningkatkan berbagai risiko komplikasi kebutaan, seperti glaukoma dan ablasi retina (Fredrick, 2002). Faktor riwayat
resiko
keluarga
yang yang
menyebabkan menderita
miopia
miopia,
yaitu
kelainan
refraksi, fungsi akomodasi yang menurun, kelengkungan kornea, dan faktor yang memepengaruhi tingginya miopia pada
anak
karena
keberadaan
againts
the
rule
astigmatism (American Optometric Association, 2010). Penyebab yang tersering miopia adalah bertambah panjangnya aksis bola mata (Vaughan & Asbury, 1980).
3
Kelengkungan kornea ternyata faktor paling kuat dalam pembiasan sinar yang masuk ke dalam bola mata, sehingga kornea
memegang
peranan
yang
paling
besar
dalam
terjadinya kelainan refraksi (Soemarsono, 1984). Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea (Sidarta,
2010).
astigmatisma
Berdasarkan
dibagi
menjadi
letak 2
titik
yaitu
fokusnya
astigmatisma
regularis dan astigmatisma iregularis. Astigmatisma regularis apabila perbedaan daya bias dari setiap meridian teratur, dari meridian dengan daya bias
paling
kecil
sampai
meridian
dengan
daya
bias
terbesar (Wijaya, 1993). Pada astigmatisma regularis, meridian
utama,
terbesar
dan
terletak
saling
yaitu
meridian tegak
meridian dengan lurus.
dengan
daya
daya
bias
bias
terkecil,
Astigmatisma
regularis
dapat dikoreksi dengan kacamata silinder (Sloane, 1979) Berdasar
aksis
regularis
dapat
with
rule,
the
astigmatisma
dari
dibagi
meridian menjadi
astigmatisma
oblique
(AAO,
3
utama,
astigmatisma
yaitu
astigmatisma
against 2003-2004;
the
rule
Lang,
dan
2000).
4
Astigmatisma with the rule apabila meridian vertikal mempunyai horizontal
daya
bias
(Wijaya,
yang
lebih
1993).
besar
dari
Astigmatisma
meridian
againts
the
rule apabila meridian horisontal mempunyai daya bias yang lebih besar dari meridian vertikal (Wijaya, 1993). Astigmatisma oblique apabila kedua meridian utama lebih 0
30 dari meridian vertikal atau horizontal (Grosvenor, 1989). Astigmatisma
againts
the
rule
terjadi
akibat
kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan
kornea
vertikal
(Sidarta,
2010). Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian tentang hubungan astigmatisma dengan progresivitas miopia ini, diharapkan
dapat
mendeteksi
dini
untuk
mencegah
pertambahan miopia pada anak Sekolah Menengah Pertama.
B. Perumusan Masalah Masalah utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara aksis astigmatisma dengan progresivitas miopia.
5
C. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang telah dilakukan : • Goss et al. (1998). Hubungan pertambahan miopia pada anak usia 6-12 tahun dengan perbedaan program pendidikan
yang
di
evaluasi
selama
6
bulan.
Pertambahan miopia pada semester dengan liburan sebesar - 0,39 D dan tanpa liburan sebesar - 0,72 D. • Lam
et.al. (1999). Studi longitudinal selama 2
tahun pertambahan miopia dan perubahan pertumbuhan komponen
optikal
Hongkong.
pada
Kesimpulan
anak
rereta
sekolah
dasar
pertambahan
di
miopia
sebesar - 0,46 dioptri. • Saw et al. (2000). Faktor yang berhubungan dengan pertambahan miopia pada anak-anak di Singapura. Mendapatkan rerata pertambahan miopia sebesar 0,59
D
per
tahun
pada
anak-anak
berusia
6-12
tahun. •
Suhardjo prevalensi
et
al.
kelainan
(2002). refraksi
Meneliti pada
tentang
anak
usia
sekolah dasar di daerah perkotaan dan pedesaan di Yogyakarta. Prevalensi miopia di daerah pedesaan sebesar 3,69 %, dan 6,39 % di daerah perkotaan
6
• Zhaou et al. (2002). Pertambahan kelainan refraksi pada anak usia sekolah di Distrik Shunyi Cina. Rerata pertambahan miopia pada anak usia sekolah dasar di daerah pedesaan di Distrik Shunyi sebesar - 0,42 dioptri per tahun. • Fan et al. (2004), meneliti prevalensi, insidensi, dan progresivitas miopia pada anak sekolah dasar di Hongkong. Rerata pertambahan miopia pada anak usia
6-15
tahun
di
Hongkong
sebesar
-
0,63
dioptri. Saw
et
al.
(2005),
meneliti
insidensi
dan
progresivitas miopia pada anak usia sekolah dasar di Singapura. Rerata pertambahan miopia pada anak usia 6-15 tahun di Hongkong sebesar – 2,40 dioptri selama follow-up 3 tahun. Perbedaan terdahulu
antara
adalah
penelitian
dalam
ini
penelitian
dengan ini
penelitian
akan
mencari
adanya hubungan aksis astigmatisma dengan progresivitas miopia pada siswa Sekolah Menengah Pertama di Daerah Istimewa Yogyakarta.
7
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ada hubungan antara aksis astigmatisma dengan progresivitas miopia. E. Manfaat Penelitian Manfaat gambaran
penelitian
kepada
ini
masyarakat
adalah pentingnya
untuk
memberi
deteksi
dini
tajam penglihatan dalam mencegah progresivitas miopia dan penglihatan mata ganda. Koreksi miopia menggunakan kacamata untuk mencegah tingkat progresivitas miopia.