3 ORGAN PENGLIHATAN KERAPU
3.1 Pendahuluan Mata ikan berkembang dengan sangat baik sesuai dengan kebutuhan lingkungannya. Beberapa diantaranya memiliki kemampuan melihat ke arah permukaan air ataupun ke bagian dasar perairan. Ikan yang memilki kemampuan penglihatan dengan resolusi yang baik terhadap ruang dan mampu membedakan warna karena memiliki beberapa tipe sel kerucut yang merupakan fotoreseptor dan mengandung beberapa pigmen. Fotoreseptor merupakan salah satu bagian lapisan sel neural khusus pada retina mata (Myrberg dan Fuiman 2002). Fungsi fotoreseptor menyerap energi cahaya berupa foton yang dipergunakan pada hewan untuk proses penglihatan (Holmes 1991). Fotoreseptor pada kebanyakan mata ikan terdiri atas dua tipe, yaitu sel kerucut (cone cells) dan sel batang (rod cells).
Matsuoka (1999)
menjelaskan bahwa retina ikan umumnya terdiri atas tiga tipe pada lapisan indera penglihat (visual cell layer), yaitu sel kon tunggal (single cone), sel kon ganda (double/twin cone), dan sel rod. Menurut (Anonim 2008) sel kon ganda (double cone) adalah dua sel kon tunggal yang bergabung (tidak berasal dari sel kon tunggal yang membelah) dengan kondisi ukuran yang tidak sama. Ada beberapa spesies ikan yang memiliki sel kon tunggal yang bergabung dengan ukuran yang serupa dan dikenal dengan sel kon kembar (twin cone). Sel kerucut dipakai pada aktivitas siang hari dan sel batang pada aktivitas malam hari. Artinya, sel kerucut bertanggung jawab pada penglihatan cahaya terang (penglihatan fotopik), sel batang bertanggung jawab pada penglihatan cahaya samar (penglihatan scotopik) (Fujaya 2004). Sel kon merupakan reseptor penglihatan untuk color vision dan ketajaman penglihatan (visual acuity). Sel kon ganda (double/twin cone) kebanyakan ditemukan pada kelompok vertebrate tanpa terkecuali hewan mamalia (termasuk manusia), shark dan catfish (Anonim 2008). Jenis teleost yang memiliki jenis retina duplex. Pengertiannya bahwa dalam retina mereka terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan sel rod dan sel kon (cone). Tidak semua jenis ikan memiliki dua reseptor, seperti pada ikan tuna dan
30 mackerel yang hanya memiliki reseptor kon saja. Jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan yang hampir sepanjang hidupnya tinggal di daerah yang hampir tidak dicapai lagi oleh cahaya matahari umumnya hanya memiliki rod saja (Gunarso 1985). Bentuk sel kerucut (cone cells) dan sel batang (rod cells) dan macam pola mosaik fotoreseptor ditunjukkan pada Gambar 7
Keterangan: a) S: single cone, D: double cone pada penampang longitudinal. b-d) Pola mosaic pada single dan double cone. c) Pola mosaik 2 single cone dan double cone. e) Penampang sel double cone dengan menggunakan perbedaan stimulasi kromatik. Gambar 7 Penampang dan pola mosaik fotoreseptor (Sumber: Anonim 2008)
Mosaik sel kon dan rod menunjukkan kepekaan penglihatan pada ikan. Ikan yang memiliki sel kerucut dengan pola mosaik menunjukkan bahwa ikan tersebut sangat intensif menggunakan indera penglihatan, biasanya merupakan ikan yang aktif memburu mangsanya (Yushinta 2002). Menurut Gunarso (1985) bahwa jenis ikan nocturnal demersal, seperti Solea sp dan Lysodes sp pada umumnya memiliki retina tanpa pengkonsentrasian reseptor sehingga tidak tercipta bentuk mosaik dan sel kon sangat minim jumlahnya. Sel kon pada ikan karang, sebagaimana sel kon ikan lainnya berpola seperti mosaik. Susunan mosaik tersebut berbentuk garis atau pola bujur sangkar
31 tunggal maupun ganda. Pada kebanyakan jenis ikan sel kon ganda identik dengan sel kon kembar, sedangkan sel kerucut tunggal hanya satu tipe. Sel kon ganda biasanya mengandung pigmen visual yang sama tetapi bisa juga mengandung pigmen berbeda. Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau objek yang lain (Blaxter 1980). Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari retina mata diketahui dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju titik pusat lensa mata (Tamura 1957). Menurut Tamura (1957), untuk menentukan sumbu penglihatan terlebih dahulu harus mengetahui kepadatan sel kon yang biasanya terletak pada area dorso-temporal, temporal atau ventro-temporal di retina mata ikan. Bidang penglihatan yang dihasilkan dari menarik garis lurus dari bagian retina menuju ke titik lensa mata, biasanya menghadap arah depan menurun (lower-fore), arah depan (fore) atau arah depan-naik (upper-fore). Kepadatan sel kon yang tinggi dimungkinkan untuk mengetahui ketajaman penglihatan dan sumbu penglihatan (Blaxter 1980). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pada daerah retina yang memiliki kepadatan sel kon tertinggi pada bagian dorso-temporal dengan perubahan arah pada diopter ke arah depan menurun (lower-fore), maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan menurun pada sudut berkisar 200. Kepadatan tertinggi sel kon di bagian temporal, menyebabkan dua kemungkinan untuk perubahan arah pada diopter. Jika perubahan arah pada diopter ke arah depan maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan pada sudut 00. Adapun perubahan arah pada diopter ke arah depan-naik (upper-fore) maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan dan depan-naik (fore-upperfore) pada sudut 300. Kepadatan tertinggi sel kon di bagian ventro-temporal, maka perubahan arah pada diopter ke arah depan-naik maka sumbu penglihatan juga akan ke arah depan-naik (upper-fore) pada sudut 300. Herring et al. (1990) menjelaskan bahwa ketajaman penglihatan untuk membedakan warna memerlukan adanya fotoreseptor yang berbeda jenis dan
32 lebih dari satu tipe sel kon. Ikan-ikan yang dapat melihat warna umumnya memiliki dua tipe sel kon atau tiga tipe pada retina matanya. Ketajaman penglihatan pada ikan adalah kemampuan untuk melihat dua titik dari suatu objek pada satu garis, digambarkan dalam hubungan timbal balik yang diperlihatkan dalam istilah sudut pembeda terkecil/minimum separable angle (MSA) (He 1989). Untuk membedakan dua sasaran penglihatan terdekat, yang dapat diukur melalui pengujian histologi. Ketajaman penglihatan pada ikan bergantung pada dua faktor, yaitu diameter lensa dan kepadatan sel reseptor kon pada retina (Shiobara et al. 1998). Dijelaskan pula bahwa semakin tajam penglihatan karena peningkatan kedudukan jarak fokus lensa daripada kepadatan sel kon-nya. Menurut pendapat Guma’a (1982) panjang fokus lensa mata lebih besar pengaruhnya pada nilai ketajaman penglihatan dibandingkan dengan kepadatan sel kon. Kepadatan sel kon akan tetap selama ikan hidup dan perubahan kekuatannya mungkin akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan lensanya (Tamura 1957). Shiobara et al. (1998) menyatakan bahwa semakin tajam daya penglihatan mungkin diakibatkan oleh hubungan antara panjang fokus lensa yang lebih meningkat daripada kepadatan kon-nya. He (1989) menjelaskan bahwa sudut pembeda terkecil pada ikan berhubungan erat dengan karakteristik pemantulan sinar ke lensa dan ketepatan mengenai retina. Dengan makin bertambah panjang tubuh ikan, maka akan semakin tinggi ketajaman penglihatannya dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin kecil. Diameter lensa ikan akan meningkat dengan bertambahnya ukuran tubuh, sementara itu kepadatan sel kon cenderung menurun dengan meningkatnya pertambahan panjang tubuh (Purbayanto 1999). Jarak pandang maksimum (maximum sighting distance/MSD) adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek benda secara jelas pada jarak tertentu. (Zhang et al. 1993). Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecil/minimum separable angle dalam satuan menit. Dalam perhitungan diasumsikan bahwa keadaan perairan adalah jernih (clear water) dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang (ideal light condition). Menurut Zhang et al. (1993) bahwa
33 kemampuan jarak pandang maksimum ikan akan berbeda seiring dengan perbedaan ukuran panjang tubuhnya. Berkaitan dengan hal di atas dilakukanlah penelitian organ penglihatan ikan kerapu yang bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis organ penglihatan ikan kerapu yang tercermin pada retina mata meliputi jenis dan pola mosaik, kepadatan sel kon, sumbu penglihatan, ketajaman penglihatan, dan jarak pandang maksimum ikan kerapu.
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB pada bulan Juni–Agustus 2007.
3.2.2 Pengambilan sampel retina Metode yang digunakan adalah metode mikroteknik tingkah laku ikan yang dilanjutkan dengan metode histoteknik. Sebanyak enam ekor ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus) dan enam ekor kerapu karet (Epinephelus heniochus) yang berasal dari perairan Jepara Jawa Tengah serta tujuh ekor kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang berasal dari perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, dijadikan objek dalam penelitian ini. Masing-masing ikan yang dijadikan sampel merupakan ikan hidup dan baru saja tertangkap. Ikan sampel kemudian diukur panjang total dan panjang tubuhnya. Ikan sampel kemudian dipotong di bagian kepala untuk diambil matanya dan disimpan ke dalam suatu wadah yang berisi larutan fiksatif (larutan Bouin’s) sekurang-kurangnya selama 24-48 jam. Pengambilan spesimen retina mata mengacu pada optic cleft mata sehingga memudahkan dalam penentuan bagian dorsal, ventral, nasal, dan temporal dari spesimen mata tersebut. Spesimen retina selanjutnya dipotong dalam 25 bagian untuk keperluan pembuatan preparat histologi. Pola pemotongan spesimen mata seperti terlihat pada Gambar 8.
34 Proses histologi diawali dengan proses dehidrasi (pengeringan), yaitu dengan membungkus spesimen retina dengan kain kasa dan diikat dengan benang. Proses pengeringan dengan merendam spesimen retina kedalam larutan alkohol dan xylene dengan konsentrasi berbeda dan waktu perendaman yang berbeda pula. Tahap selanjutnya adalah penanaman spesimen retina kedalam blok-blok parafin. Parafin terlebih dahulu dipanaskan agar mencair sehingga memudahkan ketika dilakukan penanaman spesimen retina. Blok parafin dibiarkan mengeras selama 24 jam selanjutnya dilakukan pemotongan atau penyayatan blok dengan menggunakan alat mikrotom secara tangensial dengan ketebalan 4 μm. Hasil penyayatan berbentuk pita yang selanjutnya ditempelkan pada gelas objek. Tahapan terakhir adalah proses pewarnaan yang bertujuan untuk mempertajam atau memperjelas berbagai elemen jaringan dengan menggunakan bahan pewarna haematoxylene-eosin. Setelah proses pewarnaan dilanjutkan dengan menutup gelas objek dengan cover glass. Terakhir pemotretan dan dapat dihitung sel konnya. Prosedur histologi retina mata dapat dilihat pada Gambar 9.
Dorsal Dorsal (D) 25
10
11
24
12 2
23 Nasal
9 8
22
3 1
7
21
Nasal (N)
6
14
4 5
20
Temporal (T)
13
15
Temporal Ventral (V)
16 19
18
17
Optic cleft Ventral
Gambar 8 Pola pemotongan spesimen mata
35 3.2.3 Analisis data 3.2.3.1 Analisis sumbu penglihatan (visual axis) Sel kon diamati bentuk dan tipenya berkaitan dengan pola mosaik. Kepadatan sel kon per luasan 0,01 mm2 akan menentukan sumbu penglihatan. Artinya, daerah terpadat (nasal, temporal, dorsal, atau ventral) merupakan titik poin dalam penarikan arah sumbu penglihatan melalui titik pusat lensa mata. Sebelum menentukan sumbu penglihatan, terlebih dahulu dihitung nilai densitas atau kepadatan sel kon. Preparat sel kon difoto dengan fotomikrograf perbesaran 400 kali. Klise foto dicetak kemudian dihitung kepadatan sel kon untuk setiap luasan 0,01 mm2. Cara perhitungan dilakukan dengan menempelkan hasil foto preparat (bagian nasal, temporal, dorsal, dan ventral) pada plastik transparan yang ukurannya seluas foto ukuran 2R kemudian ditandai dengan menggunakan spidol sehingga perhitungan lebih cermat dan akurat. Penandaan dilakukan untuk sel kon, baik tunggal maupun ganda. Sumbu penglihatan diperoleh setelah densitas tertinggi dari sel kon diketahui, yaitu bagian nasal, temporal, dorsal, atau ventral mata ikan kerapu. Densitas terpadat merupakan titik poin ditariknya garis lurus menuju titik pusat lensa mata (Tamura 1957). Penarikan sumbu penglihatan dari bagian retina ditunjukkan pada Gambar 10.
36
Ikan
Pemotongan paraffin berisi retina dengan mikrotom dengan ketebalan 4 m Larutan Bouin selama 24-48 jam
Hasil pemotongan dalam bentuk sayatan disusun pada slide glass Mata ikan dibedah dan retina dipotong-potong Dipanaskan agar menempel kuat pada slide glass Potongan retina dibungkus kain kasa
PROSES PENGERINGAN 1.Alkohol 75% (1 hari) 2.Alkohol 80% (30 min) 3.Alkohol 85% (30 min) 4.Alkohol 90% (30 min) 5.Alkohol 95% (30 min) 6.Alkohol-1 100% (30 min) 7.Alkohol-2 100% (30 min) 8.Xylene-1 (20 min) 9.Xylene-2 (20 min)
PROSES PEWARNAAN 1.Xylene-1 (10 min) 2.Xylene-2 (10 min) 3.Xylene-3 (10 min) 4.Alkohol-1 100% (10 min) 5.Alkohol-2 100% (10 min) 6.Alkohol 95% ( 10 min) 7.Alkohol 80% (10 min) 8.Alkohol 60% (10 min) 9.Air (10 min) 10. Hematoxylene (15 min) 11. Air (10 min) 12. Eosin (15 min) 13. Air (1-2 min) 14. Alkohol 70% (2-3 min) 15. Alkohol 80% (2-3 min) 16. Alkohol 90% (2-3 min) 17. Alkohol-1 100% (2-3 min) 18. Alkohol-2 100% (2-3 min) 19. Xylene-1 (10 min) 20. Xylene-2 (10 min)
Parafin dipanaskan
Retina dibenamkan Dalam blok parafin Ditutup dengan cover glass
Difoto dan dihitung sel konnya
Gambar 9 Prosedur histologi retina mata ikan kerapu
37 D D
DT
Visual axis N
B
B
L
T
VT VT V
V
Keterangan : T : Temporal, DT: Dorso-temporal, VT: Ventro-temporal, D: Dorsal, N: Nasal, V: Ventral, B: Bottom, L: Lensa Gambar 10 Skema pembagian spesimen retina mata dan penentuan sumbu penglihatan (visual axis) (Sumber: Tamura 1957)
3.2.3.2 Analisis ketajaman mata ikan (visual acuity) Nilai ketajaman mata ikan dihitung berdasarkan jumlah sel kon per luasan 0,01 mm2 dan ukuran diameter lensa dengan menggunakan rumus sudut pembeda terkecil yang disimbolkan dengan
radian.
Secara teoritis ketajaman mata adalah
invers atau kebalikan dari perhitungan sudut pembeda terkecil (minimum separable angle/MSA). Formula MSA dihitung berdasarkan kepadatan tertinggi dari sel kon per luasan 0,01 mm2 yang dirumuskan oleh Tamura (1957) sebagai berikut : radian
1 2 0,1 1 0,25 F n
................................... (1)
keterangan: radian
F
= sudut pembeda terkecil; =jarak fokus lensa yang dihitung berdasarkan rasio Matthiensson’s (F = 2,45 r (Myrberg dan Fuiman 2002))(mm);
r
= jari-jari lingkaran dari lensa mata (mm);
0,25
= nilai pengerutan retina akibat proses histologi; dan
n
= kepadatan sel kon tertinggi per luasan 0,01 mm2.
38 Rumus ketajaman mata ikan (visual acuity), merupakan kebalikan dari hasil perhitungan sudut pembeda terkecil (Shiobara et al. 1998), yaitu:
VA
180 rad
1
60
..............................................
(2)
3.2.3.3 Analisis jarak pandang maksimum (maximum sighting distance/MSD) Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek benda dengan jarak terjauh yang didasarkan pada ketajaman penglihatan yang dimilikinya (Zhang dan Arimoto 1993). Adapun rumus dari Zhang dan Arimoto (1993) sebagai berikut:
D=
l
...............................................................
(3)
rad
keterangan: D
= jarak pandang maksimum (maximum sighting distance) (m);
l
= diameter atau ketebalan objek (mm); rad
= minimum separable angle (radian).
Penggunaan rumus di atas dengan asumsi: (1) Kondisi perairan dalam keadaan jernih (clear water); (2) Ketajaman penglihatan ( ) yang digunakan adalah dalam satuan sudut derajat (minimum seperable angle in degrees); (3) Objek yang menjadi sasaran penglihatan merupakan diameter dari ukuran objek benda tersebut; dan (4) Objek dianggap berbentuk titik (dot).
39 3.3 Hasil 3.3.1 Hubungan diameter lensa dan panjang tubuh Hasil pengukuran panjang tubuh (body length) dan dihubungkan dengan hasil pengukuran diameter lensa mata ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan ikan kerapu karet (Epinephelus heniochus) diperlihatkan pada Gambar 11, 12, dan 13.
Diameter lensa (mm)
7 6 R 2 = 0,6648
5 4 3 2 1 0 0
100
200
300
400
Panjang tubuh (BL )(m m )
Gambar 11 Hubungan antara diameter lensa mata dan panjang tubuh pada ikan kerapu sunu
Diameter lensa (mm)
7 6
R 2 = 0,7314
5 4 3 2 1 0 0
50
100
150
200
250
Panjang tubuh (BL )(m m )
Gambar 12 Hubungan antara diameter lensa mata dan panjang tubuh pada ikan kerapu macan
40
Diameter lensa (mm)
7 6 R 2 = 0,9056
5 4 3 2 1 0 0
50
100
150
200
250
300
Panjang tubuh (BL )(m m )
Gambar 13 Hubungan antara diameter lensa mata dan panjang tubuh pada ikan kerapu karet Gambar 11-13 menunjukkan hubungan diameter lensa mata dan panjang tubuh pada ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan ikan kerapu karet (Epinephelus heniochus) yang menggambarkan hubungan antara pertambahan panjang tubuh kerapu sampai ukuran tertentu akan diikuti dengan meningkatnya ukuran diameter lensa. Pertambahan panjang tubuh menyebabkan bertambahnya ukuran anggota tubuh lainnya secara proporsional termasuk lensa mata ikan (Shiobara et al. 1998).
3.3.2 Tipe fotoreseptor ikan kerapu Berdasarkan pengamatan preparat histologi jaringan retina menunjukkan bahwa tipe fotoreseptor pada ikan kerapu terdiri atas sel kon kembar dan sel kon tunggal (Gambar 14) dengan pola satu sel kon tunggal dikelilingi oleh empat sel kon kembar, sehingga berbentuk bujursangkar. Pola reseptor tersebut dinamakan dengan pola mosaik. Hasil fotomikrograf retina mata ikan kerapu memperlihatkan tidak adanya sel rod.
41
Sel kon tunggal
Sel kon kembar
Gambar 14 Fotomikrograf sel kon tunggal dan sel kon kembar ikan kerapu sunu Kehadiran sel kon pada fotoreseptor retina mata pada ikan kerapu, baik sel kon tunggal maupun sel kon ganda memperlihatkan bahwa ikan kerapu memiliki kemampuan untuk membedakan warna. Pola fotoreseptor retina berbentuk mosaik mengindikasikan bahwa ikan kerapu intensif menggunakan organ penglihatannya untuk melakukan aktivitas. Menurut Blaxter (1980), ketidakteraturan pola fotoreseptor akan berpengaruh pada ketajaman penglihatan ikan.
3.3.3 Densitas fotoreseptor Hasil perhitungan kepadatan atau densitas sel kon ikan kerapu disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 15. Kepadatan sel kon dari retina mata pada luasan per 0,01 mm2 ikan kerapu sunu sebanyak 93-329 sel, kerapu macan 32-84 sel, dan ikan kerapu karet 51-99 sel. Densitas sel kon tertinggi ditemukan pada ikan kerapu sunu, yaitu sebanyak 329 sel per luasan 0,01 mm2 pada ukuran panjang tubuh (BL) 195 mm. Densitas sel kon terendah pada ikan kerapu karet, yaitu sebanyak 70 sel per luasan 0,01 mm2 pada ukuran panjang tubuh (BL) 230 mm. Berdasarkan Tabel 3 dapat
42 diketahui bahwa sel kon terpadat pada ikan kerapu terletak pada bagian ventrotemporal. Hasil perhitungan densitas sel kon pada bagian retina mata menjadikan dasar untuk dapat menentukan sumbu penglihatannya (visual axis). Tabel 3 Densitas sel kon (0,01 mm2) pada area retina mata ikan kerapu. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Area Retina P. maculatus-1 P. maculatus-2 P. maculatus-3 P. maculatus-4 P. maculatus-5 P. maculatus-6 E. fuscoguttatus-1 E. fuscoguttatus-2 E. fuscoguttatus-3 E. fuscoguttatus-4 E. fuscoguttatus-5 E. fuscoguttatus-6 E. fuscoguttatus-7 E. heniochus-1 E. heniochus-2 E. heniochus-3 E. heniochus-4 E. heniochus-5 E. heniochus-6
D 98 103 201 159 200 122 64 43 32 48 34 43 50 51 57 55 57 54
V 93 146 259 152 252 61 66 37 58 23 59 41 89 49 64 61 49 50
N 255 274 272 254 177 81 73 34 45 44 37 60 90 81 72 68 63 68
T 301 295 261 253 239 261 79 70 37 43 41 51 94 81 79 73 68 68
VT 329 300 298 288 279 275 84 75 70 69 65 63 62 99 89 86 78 71 70
Ket: D = dorsal, V = ventral, N = nasal, T = temporal, VT = ventro-temporal
Densitas sel kon (0.01 mm2)
350 R 2 = 0,8343
300
kerapu sunu
P. maculatus
250 kerapu macan E.fuscoguttatus
200 150
karet E.kerapu heniochus
R 2 = 0,9572
100
R 2 = 0,9413
50 0 0
100
200
300
400
Panjang tubuh (BL) (mm) Panjang tubuh standar (mm)
Gambar 15 Hubungan antara panjang tubuh (BL) dan densitas sel kon ikan kerapu sunu, ikan kerapu macan, dan ikan kerapu karet.
43 Gambar 15 menunjukkan bahwa ketiga ikan kerapu memiliki densitas sel kon yang cenderung menurun dengan semakin bertambahnya ukuran panjang tubuh.
3.3.4 Sumbu penglihatan (visual axis) Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasikan untuk mengetahui kebiasaan ikan untuk melihat objek atau melihat makanan (Blaxter 1980). Menurut Tamura (1957), sumbu penglihatan ditentukan dengan mengetahui kepadatan sel kon tertinggi, yang biasanya terletak pada bagian dorso-temporal, temporal dan ventro-temporal. Berdasarkan letak densitas, sel kon tertinggi pada retina mata ikan kerapu pada bagian ventro-temporal, dengan sumbu penglihatannya ke arah depan-naik (upper-fore) (Gambar 16).
Visual axis
Visual axis
Kerapu sunu (P. maculatus)
Kerapu macan (E. fuscoguttatus)
Visual axis
Kerapu karet (E. heniochus) Gambar 16 Sumbu penglihatan (visual axis) ikan kerapu.
3.3.5 Ketajaman mata ikan (visual acuity) Nilai ketajaman ketiga jenis ikan kerapu berdasarkan hasil perhitungan densitas tertinggi, pengukuran diameter lensa mata, dan perhitungan rumus sudut pembeda terkecil, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
44 ketajaman penglihatan dari ketiga jenis ikan kerapu berkisar antara 0,0548 – 0,1465. Nilai ketajaman penglihatan tertinggi pada ikan kerapu sunu 0,1465 dengan panjang tubuh (BL) 300 mm, sedangkan ketajaman penglihatan terendah pada ikan kerapu macan 0,0548 pada panjang tubuh (BL) 140 mm. Hubungan antara densitas sel kon dengan ketajaman penglihatan ikan kerapu menunjukkan bahwa ketajaman mata ikan akan meningkat seiring dengan menurunnya kepadatan sel kon. Hubungan keduanya dapat dilihat pada Gambar 17. Ikan kerapu sunu memiliki nilai ketajaman penglihatan tertinggi dibandingkan dengan ikan kerapu macan dan kerapu karet. Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan kerapu sunu (P. maculatus) dengan panjang tubuh 300 mm memiliki densitas sel kon 275 per luasan 0,01 mm2, diameter lensa 6,2 mm dan jarak fokus 7,76 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan kerapu sunu memiliki MSA terkecil 6,83 menit dan ketajaman penglihatan tertinggi 0,1465. Nilai ketajaman penglihatan ikan kerapu tidak berbeda jauh dari nilai ketajaman penglihatan ikan karang jenis lain, Sebastes schlegeli memiliki kisaran 0,093-0,106 (Torisawa et al. 2002), ikan beronang dan kakap merah berkisar 0,058-0,059 dan 0,055-0,077 (Salma 2008), demikian pula untuk jenis ikan karang ekonomi berkisar 0,065-0,238 (Tamura 1957). Apabila dibandingkan dengan ikan pelagis predator, seperti ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang memiliki ketajaman penglihatan 0,14-0,19 dengan panjang total (TL) 285-350 mm (Alatas 2003), maka ikan kerapu sunu termasuk dalam kelompok ikan yang memiliki nilai ketajaman penglihatan yang rendah dibandingkan ikan tongkol dengan ukuran panjang tubuh yang sama.
45 Tabel 4 Ketajaman penglihatan (visual acuity) mata ikan kerapu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Spesies ikan kerapu P. maculates-1 P. maculatus-2 P. maculatus-3 P. maculatus-4 P. maculatus-5 P. maculatus-6 E. fuscoguttatus-1 E. fuscoguttatus-2 E. fuscoguttatus-3 E. fuscoguttatus-4 E. fuscoguttatus-5 E. fuscoguttatus-6 E. fuscoguttatus-7 E. heniochus-1 E. heniochus-2 E. heniochus-3 E. heniochus-4 E. heniochus-5 E. heniochus-6
Panjang tubuh (mm) 195 210 233 250 270 300 140 172 195 200 210 210 205 110 150 165 225 230 265
Densitas sel kon 329 300 298 288 279 275 84 75 70 69 65 63 62 99 89 86 78 71 70
Diameter lensa (mm) 4,2 5,6 5,7 6,0 6,13 6,2 4,2 4,5 4,7 4,9 5,6 5,6 5,8 4,7 5,5 5,6 6,0 6,25 6,25
Jarak fokus (mm) 5,1 6,9 7,0 7,4 7,5 7,6 5,1 5,5 5,8 6,0 6,9 6,9 7,1 5,8 6,7 6,9 7,4 7,7 7,7
MSA (rad) 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 0,005 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004
MSA (min) 9,21 7,24 7,13 6,89 6,86 6,83 18,24 18,01 17,85 17,25 15,55 15,79 15,37 15,01 13,53 13,52 13,25 13,33 13,42
Pola mosaik ikan kerapu sunu, kerapu macan, dan kerapu karet membentuk seperti bujur sangkar, dimana pola mosaik ikan kerapu sunu lebih teratur dibandingkan dengan kerapu yang lain (Gambar 17). Densitas sel kon mengalami penurunan dengan bertambahnya panjang tubuh. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya volume sel kon pada area pengamatan 0,01 mm2, karena pada prinsipnya jumlah sel kon cenderung relatif konstan sepanjang hidup ikan. Perubahan hanya terjadi dengan bertambahnya volume sel kon karena pertumbuhan (Gambar 18).
Visual acuity 0,1085 0,1382 0,1402 0,1451 0,1459 0,1465 0,0548 0,0555 0,0560 0,0580 0,0643 0,0633 0,0651 0,0666 0,0739 0,0740 0,0755 0,0750 0,0745
46
(B)
(A)
(C) Gambar 17 Mosaik bujursangkar sel kon. (A) ikan kerapu sunu, (B) kerapu macan, (C) kerapu karet
Ketajaman penglihatan
0.1600 0.1400 0.1200 R 2 = 0,8985
0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200 0.0000 270
280
290
300
310
320
330
340
2
Densitas sel Densitas selkon kon(0,01 (0.01mm m m)2)
Gambar 18 Hubungan antara densitas sel kon dan ketajaman penglihatan ikan kerapu
47 Gambar 19 menunjukkan hubungan antara diameter lensa dengan nilai sudut pembeda terkecil. Dengan semakin besarnya ukuran diameter lensa maka akan semakin kecil sudut pembeda terkecilnya karena kemampuan lensa mata yang semakin kuat untuk memfokuskan bayangan yang diterima pada lensa untuk
Sudut pembeda terkecil (radian)
diteruskan pada retina mata.
0.003 R 2 = 0,9779
0.003 0.002 0.002 0.001 0.001 0.000 4
4.5
5
5.5
6
6.5
Diam eter lensa (m m )
Gambar 19 Hubungan antara diameter lensa dan MSA
Gambar 20 menunjukkan meningkatnya nilai ketajaman penglihatan seiring pula dengan bertambahnya panjang tubuh. 7
Diameter lensa (mm)
6 R 2 = 0,6648 5 4 3 2 1 0 150
175
200
225
250
275
300
325
Panjang tubuh (mm)
Gambar 20 Hubungan antara panjang tubuh dan diameter lensa mata ikan kerapu
Indeks ketajaman penglihatan
48 0.1600 0.1400 0.1200
R 2 = 0,389
0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200 0.0000 100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
Panjang tubuh (mm)
Gambar 21 Hubungan antara panjang tubuh dan ketajaman penglihatan kerapu sunu, kerapu macan dan kerapu karet. Berdasarkan Tabel 4, ikan kerapu sunu memiliki ketajaman penglihatan tertinggi disebabkan nilai densitas sel kon yang tinggi, diameter lensa, dan pola mosaik yang teratur. Ikan kerapu macan menempati nilai ketajaman penglihatan dengan urutan paling rendah karena nilai densitas sel kon yang rendah, diameter lensa serta pola mosaik yang tidak teratur. Tabel 4 menunjukkan pula bahwa densitas sel kon, diameter lensa, dan pola mosaik fotoreseptor berpengaruh pada ketajaman penglihatan pada ikan kerapu.
3.3.6 Jarak pandang maksimum (maximum sighting distance/ MSD) Hasil perhitungan jarak pandang maksimum ketiga jenis ikan kerapu disajikan pada Tabel 5. Data tabel tersebut memberikan informasi bahwa jarak pandang maksimum (MSD) terjauh pada ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus) sebesar 12,59 m, kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sebesar 5,59 m, dan kerapu karet (Epinephelus heniochus) sebesar 6,41 m.
49 Tabel 5 Jarak pandang maksimum (MSD) ikan kerapu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Spesies Ikan Kerapu P. maculates-1 P. maculatus-2 P. maculatus-3 P. maculatus-4 P. maculatus-5 P. maculatus-6 E. fuscoguttatus-1 E. fuscoguttatus-2 E. fuscoguttatus-3 E. fuscoguttatus-4 E. fuscoguttatus-5 E. fuscoguttatus-6 E. fuscoguttatus-7 E. heniochus-1 E. heniochus-2 E. heniochus-3 E. heniochus-4 E. heniochus-5 E. heniochus-6
Panjang Total (mm) 240 265 275 300 325 350 200 250 255 260 270 280 300 150 200 210 252 270 300
Diameter Objek (mm) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
MSD (m) 9,33 11,88 12,05 12,47 12,54 12,59 4,72 4,77 4,82 4,99 5,53 5,44 5,59 5,73 6,36 6,36 6,49 6,45 6,41
Ikan kerapu sunu memiliki MSD terjauh 12,59 m pada ukuran panjang total 350 mm, karena kepadatan sel kon tertinggi 275 per luasan 0,01 mm2, MSA radian terkecil 0,002 dan nilai ketajaman penglihatan (visual acuity) yang tertinggi yaitu 0,1465. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kerapu sunu memiliki jarak pandang maksimum terjauh (Gambar 22).
50 14.00
R 2 = 0,609
12.00 sunu P.kerapu maculatus
MSD (m)
10.00 8.00
macan E.kerapu fuscoguttatus
R 2 = 0,6159
6.00 4.00
karet E.kerapu heniochus
R 2 = 0,6666
2.00 0.00 50
100
150
200
250
300
350
400
Panjang (mm) Panjangtotal total(TL) (mm)
Gambar 22 Hubungan antara panjang total (TL) dan jarak pandang maksimum ikan kerapu sunu, kerapu macan, dan kerapu karet. Ada kecenderungan pertambahan panjang total meningkatkan angka jarak pandang maksimum (MSD), namun pada E. heniochus adanya kecenderungan pada panjang total 200-260 mm kemampuan jarak pandang maksimum relatif sama yaitu 4,72-4,99 m. Susunan sel kon ganda/kembar yang teratur dengan bentuk bujur sangkar pada kerapu sunu dan kerapu karet (Gambar 12) menyebabkan meningkatnya ketajaman penglihatan.
3.4 Pembahasan 3.4.1 Hubungan diameter lensa dan panjang tubuh Pertambahan diameter lensa pada ketiga jenis ikan kerapu sesuai dengan bertambahnya umur. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Purbayanto (1999) yang menyatakan bahwa diameter lensa mata ikan meningkat seiring dengan bertambahnya panjang tubuh. Diameter lensa mata yang meningkat berakibat pada bertambah baiknya ketajaman mata ikan (Guma’a 1981).
3.4.2 Tipe fotoreseptor ikan kerapu Berdasarkan gambar preparat histologi ikan kerapu, pada retina mata diketahui bahwa tipe sel kon yang merupakan fotoreseptor utama bagi ikan kerapu adalah sel kon ganda (twin cone) yang terbanyak ditemukan pada bagian ventro-
51 temporal retina. Sel kon tunggal (single cone) juga ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Menurut pendapat Matsuoka (1999), pada ikan bertulang sejati ditemukan sel kon ganda dan sel kon tunggal. Ada hubungan antara kedalaman dan kepadatan relatif sel kon ganda dan sel kon tunggal (Tamura 1957). Kebanyakan ikan-ikan yang telah diteliti yang hidupnya relatif dekat dengan permukaan perairan memiliki separuh jumlah sel kon ganda dan separuh jumlah sel kon tunggal. Pada ikan-ikan yang hidup pada kedalaman 100-300 m seperti Helicolenus, Malakichtys, Zenion, Argentina dan Chloropthalmus tidak memiliki sel kon tunggal. Pada ikan layang (Decapterus macrosoma) yang mendapatkan sel kon ganda yang membentuk mosaik yang menyebar merata (Fitri 2002). Ikan yang hanya memiliki sel kon ganda saja yang ditemukan pada retina mata merupakan petunjuk bahwa ikan tersebut merupakan ikan predator. Ikan yang memiliki fotoreseptor sel kon, baik tunggal maupun ganda/kembar dan membentuk susunan mosaik ataupun tidak mengindikasikan bahwa ikan tersebut mampu untuk membedakan warna. Pada ikan cucut Leoprad (Triakis semifasciata), fotoreseptor dominan yang dimiliki adalah sel rod dengan 1 per 9,3 1,2
m2 sedangkan sel kon sangat jarang ditemukan (Sillman et al.
1996). Selanjutnya dijelaskan pula rasio sel rod dan sel kon pada cucut bervariasi, pada Squalus acanthias 50:1, ikan cucut Putih 4:1 dan ikan cucut Sandbark 13:1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ikan cucut tidak mampu membedakan warna dan memiliki kemampuan hanya untuk membedakan kondisi terang dan gelap. Penelitian yang telah dilakukan oleh Razak (2005) pada kelompok ikan karang Chaetodontidae memiliki fotoreseptor yang terdiri atas sel kon ganda dominan yang tersusun membentuk mosaik bujur sangkar. Kondisi ini menunjukkan ketajaman mata yang kuat sehingga mampu menangkap invertebrata kecil yang menjadi makanannya di samping polip koral. Hal tersebut menunjukkan
bahwa
Chaetodontidae
sangat
intensif
menggunakan
penglihatannya dan hidup pada kedalaman kurang dari 100 m. Berdasarkan uraian di atas, jika dihubungkan antara tipe sel kon ikan kerapu dan kedalaman tempat hidupnya maka dapat dikatakan bahwa ikan kerapu hidup pada kedalaman kurang dari 100 m. Selain itu dominannya sel kon ganda
52 berhubungan dengan kebisaan makan. Ikan kerapu memiliki sel kon ganda yang dominan yang tersusun membentuk mosaik memiliki ketajaman mata yang kuat agar mampu menangkap makanan dan menandakan ikan ini sangat intensif menggunakan penglihatannya dan mampu membedakan warna. Susunan mosaik dapat berubah pada satu individu bergantung habitatnya (Fujaya 2002; Herring et al. 1990).
3.4.3 Densitas fotoreseptor Data mengenai densitas sel kon dihubungkan dengan panjang tubuh (BL) secara regresi (Gambar 10) menunjukkan bahwa semakin panjang ukuran tubuh maka densitas sel kon cenderung menurun. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tamura (1957) yang menyatakan bahwa densitas sel kon akan tetap sama sepanjang hidupnya dan yang berubah adalah diameter lensa mata yang mengikuti pertumbuhan tubuh. Sel kon menurun jumlahnya karena volume sel kon membesar seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Apabila dibandingkan dengan ikan karang lain yang hidup pada kedalaman 100 m, seperti ikan kakap merah (Lutjanus sebae) yang memiliki densitas sel kon berkisar antara 80-112 per luasan 0,01 mm2, ikan beronang (Siganus javus) yang memiliki densitas sel kon berkisar 99-125 per luasan 0,01 mm2 (Salma 2008), ikan kepe-kepe yang memiliki densitas sel kon berkisar 200-541 per luasan 0,12 mm2 (Razak 2005) dan Sebastes schlegeli yang memiliki densitas sel kon berkisar 92-172 per luasan 0,1 mm2 (Torisawa et al. 2002), maka ikan kerapu merupakan ikan karang yang memiliki densitas sel kon yang berada pada kisaran ikan kakap merah, beronang, kepe-kepe, dan Sebastes schlegeli. Berdasarkan hasil penelitian Tamura (1957), kelompok Serranidae (E. septemfasciatus, E. chlorostigma, Lateniabrax japonicus dan Malakichthys wakiyae) memiliki kisaran nilai densitas sel kon 242-1050 per luasan 0,1 mm2 untuk panjang tubuh 90-180 mm. Kisaran nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran densitas sel kon pada ikan kerapu macan dan kerapu karet. Densitas sel kon pada ikan karang menggambarkan kondisi adaptasi ekologi mata. Ikan karang diurnal memiliki kisaran densitas sel kon yang lebih besar dibandingkan ikan karang nokturnal. Sebagai contoh pada ikan karang diurnal ,
53 ikan kepe-kepe dan beronang memiliki kisaran nilai densitas sel kon 200-541 per luasan 0,12 mm2 dan 99-125 per luasan 0,01 mm2, ikan karang nocturnal ikan kakap merah dan Sebastes schlegeli memiliki kisaran densitas 80-112 per luasan 0,01 mm2 dan 92-172 per luasan 0,1 mm2. Ikan kerapu termasuk kelompok crepuscular memiliki kisaran densitas paling kecil dibandingkan kelompok ikan diurnal dan nokturnal. Kelompok ikan crepuscular mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari, namun lebih aktif lagi pada waktu fajar dan senja hari atau ikan yang aktif di antara waktu siang dan malam hari (Indonesian Coral Reef Foundation 2004 dan Herring et al. 1990).
3.4.4 Sumbu penglihatan (visual axis) Berkaitan dengan kebiasaan makan, ikan kerapu sunu, macan, dan karet adalah ikan yang bersifat karnivora. Sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di kolom air (Nybakken 1988). Ikan kerapu biasanya mencari makan dengan cara menyergap mangsa dari tempat persembunyiannya (Sale 2002). Menurut Gufran dan Kordi (2005), bahwa ikan kerapu yang dipelihara pada kolam pemeliharaan akan mempunyai kebiasaan makan dengan menyergap pakan yang diberikan satu per satu sebelum pakan itu sampai ke dasar. Kerapu dalam keadaan lapar di keramba terlihat siaga dan selalu menghadap ke permukaan air dengan mata bergerak-gerak siap memangsa pakan. Kerapu tidak pernah mau mengambil atau mencaplok pakan yang diberikan apabila sudah jatuh sampai ke dasar, meskipun kerapu dalam keadaan lapar. Berdasarkan kebiasaan makan dan posisi densitas sel kon tertinggi ikan kerapu di atas maka sumbu penglihatannya adalah mengahadap arah depan ke atas. Menurut Blaxter (1980) jika kepadatan tertinggi sel kon di bagian ventro-temporal, maka perubahan arah pada diopter ke arah depan-naik (upper-fore) dan sumbu penglihatan juga akan ke arah depan-naik (upper-fore) pada sudut 300. Analisis sumbu penglihatan ikan kerapu menjadi dasar untuk melakukan penangkapan dengan menggunakan umpan dengan meletakkan umpan pada posisi sesuai dengan kisaran arah pandang ikan kerapu (sumbu penglihatan).
54 3.4.5 Ketajaman mata ikan (visual acuity) Ketajaman penglihatan dipengaruhi oleh diameter lensa, sebagaimana dijelaskan oleh He (1989) bahwa ketajaman penglihatan meningkat karena sudut pembeda terkecil (MSA) semakin kecil karena diameterater lensa semakin besar. Diameter lensa yang besar akan berpengaruh pada jarak fokus yang semakin jauh sehingga berpengaruh pada semakin kecilnya nilai MSA. Hal tersebut dijelaskan pula oleh Shiobara et al. (1998) bahwa ketajaman penglihatan meningkat disebabkan oleh hubungan panjang fokus lensa. Pada ketiga jenis ikan kerapu memiliki diameter lensa yang semakin besar dengan semakin panjang ukuran tubuh, hal tersebut berpengaruh pula terhadap jarak fokus lensa yang semakin jauh. Jarak fokus yang semakin jauh berpengaruh terhadap semakin kecilnya sudut pembeda terkecil, yang artinya bahwa kemampuan ketajaman penglihatan ketiga jenis ikan kerapu semakin tinggi.
3.4.6 Jarak pandang maksimum (maximum sighting distance/ MSD) Ada kecenderungan pertambahan panjang total meningkatkan angka jarak pandang maksimum (MSD), namun pada E. heniochus adanya kecenderungan pada panjang total 200-260 mm kemampuan jarak pandang maksimum relatif sama, yaitu 4,72-4,99 m. Susunan sel kon ganda/kembar yang teratur dengan susunan berbentuk bujur sangkar pada P. maculatus dan E. heniochus menyebabkan meningkatnya ketajaman penglihatan yang akhirnya berpengaruh pada semakin jauhnya jarak pandang maksimum terhadap suatu objek benda.
3.5 Kesimpulan Fotoreseptor ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus), kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus),
dan
kerapu
karet
(Epinephelus
heniochus)
menunjukkan sebagai organ yang intensif digunakan dalam melakukan aktivitasnya. Densitas sel kon terkonsentrasi pada daerah ventro-temporal yang mengindikasikan bahwa arah pandang ikan (sumbu penglihatan) ke arah depannaik (upper-fore).
55 Nilai indeks ketajaman penglihatan ketiga jenis kerapu berkisar 0,05-0,16 yang relatif sama dengan jenis ikan karang lainnya (seperti kepe-kepe, beronang, sersan mayor, kakap merah). Nilai ketajaman penglihatan ikan kerapu sunu (P. maculatus) tertinggi dibandingkan kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan kerapu karet (E. heniochus). Ketajaman penglihatan tersebut lebih dipengaruhi oleh diameter lensa dan kepadatan jumlah sel kon. Jarak pandang maksimum terhadap objek benda/umpan berdiameter 25 mm yang tertinggi adalah P. maculatus sejauh (9,33-12,59) m diikuti E. heniochus sejauh (5,73-6,41) m dan yang terendah adalah E. fuscoguttatus (4,47-5,59) m.