345
Perkembangan organ dalam larva kerapu bebek (Yasmina Nirmala Asih)
PERKEMBANGAN ORGAN DALAM LARVA KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis Yasmina Nirmala Asih, Ketut Mahardika, Indah Mastuti, dan Suko Ismi Balai Besar Riset Perikanan Budaidaya Laut Jl. Br. Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak Pos 140 Singaraja, Bali 81101 Email:
[email protected]
ABSTRAK Pembenihan kerapu bebek, Cromileptes altivelis telah berkembang di kalangan masyarakat. Tetapi tingkat sintasan yang didapatkan masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah masa kritis yang terjadi selama proses metamorfosa larva. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan organ dalam larva kerapu bebek melalui pengamatan mikroskopis (histologi). Sampel larva diambil pada umur 1, 2, 3, 4, 5, 7, 10, 13, 15, 17, 20, 25, dan 32 hari setelah menetas masing-masing sebanyak 10-20 ekor. Sampel larva difiksasi dalam larutan bouin’s selama 4-6 jam dan selanjutnya dipindahkan dalam alkohol 70%. Semua sampel kemudian diproses secara histologi dan diwarnai dengan haematoxylin dan eosin. Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa kuning telur telah terserap semua dan larva mulai mengambil makanan dari luar tubuh pada umur 3 hari (D3). Selain itu, lapisan penyusun retina mata pada larva D3 telah terlihat jelas. Sedangkan saluran pencernaan dan organ dalam lainnya telah berkembang seperti organ dalam ikan dewasa pada larva di atas umur 15 hari (D15).
KATA KUNCI:
kerapu bebek, histologi, organ dalam
PENDAHULUAN Pembenihan kerapu bebek, Cromileptes altivelis telah berkembang di kalangan masyarakat pembudidaya ikan. Tetapi benih yang dihasilkan dari pemeliharaan larva kerapu bebek masih belum stabil, karena seringkali tingkat sintasan yang dihasilkan masih rendah. Salah satu penyebab kematian larva adalah masa-masa kritis selama proses metamorfosa larva berlangsung. Kematian pada periode metamorfosis dikarenakan keadaan lingkungan dan ketersediaan sumber energi yang tidak mendukung kebutuhan larva. Selama periode larva, perkembangan organ dan sistem biologi akan mempengaruhi tingkat sintasan, pertumbuhan larva, dan performansi ikan pada periode selanjutnya (Abol-Munafi, 2006; Anonim, 2009a). Menurut Kohno et al. (1997) dalam Tridjoko et al. (2005), kesulitan dalam pemeliharaan awal larva kerapu tikus antara lain karena perkembangannya yang lambat, ukuran bukaan mulut kecil, kurangnya ketersediaan cadangan makanan dalam tubuh dan rendahnya initial feeding rate. Oleh karena itu, pemahaman atas kemampuan organ pada setiap tahap perkembangannya akan menjadi informasi yang penting untuk pemeliharaan larva kerapu bebek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan histologi organ dalam larva kerapu bebek sehingga nantinya dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menentukan waktu pemberian pakan atau nutrisi yang tepat, manipulasi lingkungan, pencegahan penyakit, serta analisis laboratorium lainnya. BAHAN DAN METODE Ikan Sampel Larva kerapu bebek, C. altivelis diambil dari pembenihan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol. Larva kerapu bebek dipelihara dalam bak beton 8 m 3. Pakan alami rotifer mulai ditambahkan dalam air pemeliharaan larva pada umur 2 hari setelah menetas (D2) dengan kepadatan 3-5 individu/mL. Saat larva berumur 8 hari sampai 30 hari, kepadatan rotifer dinaikkan menjadi 10 individu/mL. Nannochloropsis sp. ditambahakan dalam bak pemeliharaan larva pada saat larva umur 2 hari sampai 25 hari sebagai green water dan suplai makanan untuk rotifer. Pakan buatan yang berupa mikro pelet mulai diberikan setelah larva berumur 8 hari (D8) sebanyak 4-6 kali sehari. Ukuran pelet untuk selanjutnya disesuaikan dengan pertumbuhan larva. Artemia diberikan saat larva
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
346
berumur 20 sampai D45 hari pada pagi dan sore hari. Suhu dan DO selama pemeliharaan larva antara 27,7°C-29°C dan 4,9-6,0 mg/L. Sampel larva diambil sebanyak 10-20 ekor pada umur 1, 2, 3, 4, 5, 7, 10, 13, 15, 17, 20, 25, dan 32 hari. Pengamatan Histologi Metode histologi yang digunakan mengikuti metode Gunarso (1989) yang telah dimodifikasi. Sampel larva difiksasi dalam larutan Bouin’s (formalin 25 mL, asam pikrat 75 mL, asam asetat glasial 5 mL) selama 4-6 jam, selanjutnya dipindahkan dalam alkohol 70%. Semua sampel didehidrasi dalam larutan alkohol secara bertingkat dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, dijernihkan dalam xylene dan diresapkan dalam paraffin. Sampel ditanam dalam paraffin dan dipotong menggunakan microtome dengan ketebalan 4-5 μm. Pewarnaan dilakukan dengan haematoxylin dan eosin (HE). HASIL DAN BAHASAN Setelah larva menetas (D1), yolk sac yang merupakan cadangan makanan masih terlihat dan organ mata belum sempurna karena penyusun lapisan retina (germinal retina) belum dapat dibedakan dengan jelas (Gambar 1a). Lapisan retina mata larva sudah mulai terlihat pada saat larva berumur 2 hari dan telah berkembang dengan baik pada umur 3 hari (D3). Perkembangan retina mata larva ikan kerapu sama seperti perkembangan retina mata larva kakap merah, Lutjanus argentimaculatus (Mahardika et al., 2009). Akan tetapi, retina mata larva kakap merah, red sea bream baru dapat dibedakan dengan jelas pada umur 4 hari (Miyazaki et al., 1991).
(a) Irisan membujur larva D1. Retina mata belum terbentuk sempurna. (b) Irisan membujur dari kepala larva D2. Lapisan penyusun retina mata sudah mulai terbentuk. B: bulbus olfaktorius, E: rongga telinga dalam, F: membran kulit, Gr: germinal retina, M: medulla oblongata, O: lobus optikus, R: retina (1: epitel pigmen, 2: lapisan fotosreseptor, 3: pleksiform dalam), Y: kuning telur, Pewarnaan HE, 20 dan 40x
Gambar 1. Irisan histologi larva kerapu bebek, C. altivelis D1 dan D2 Lapisan retina terdiri atas 10 lapisan yaitu epitel pigmen, lapisan sel fotoreseptor, membran luar (outer limiting membrane), lapisan inti luar (external nuclear layer), plexiform luar, lapisan inti dalam, plexiform dalam, lapisan sel ganglion, syaraf fiber dan membran dalam (Anonim, 2009b; Slomianka, 2009). Pada Gambar 1b terlihat lapisan pigmen, lapisan sel fotoreseptor dan lapisan pleksiform dalam. Lapisan sel fotoreseptor terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel batang dan sel kerucut. Sel batang berfungsi untuk melihat dalam keadaan gelap sedangkan sel kerucut untuk melihat dalam keadaan terang (Johnson, 1994 dalam Mahardika et al., 2009). Kelengkapan sel-sel penyusun retina tersebut menunjukkan kesempurnaan dari larva ikan dalam melihat lingkungan sekelilingnya. Organ pencernaan larva kerapu bebek sudah mulai terlihat pada umur 2 hari (Gambar 2a). Saluran pencernaan pada larva D2 masih sederhana yang berupa 2 tabung dan dalam rongga perutnya masih terdapat kuning telur dan butir minyak. Pada Gambar 2a juga dapat dilihat rongga telinga dalam, mulut yang sudah mulai terbuka, dan jaringan otak yang sudah mulai berkembang, seperti medulla oblongata, lobus optikus dan hyphothalamus. Lengkung insang yang merupakan pangkal lamina insang juga terlihat pada umur 2 hari.
347
Perkembangan organ dalam larva kerapu bebek (Yasmina Nirmala Asih)
Saluran pencernaan usus dan rektum terlihat jelas pada umur D3. Kuning telur telah terserap habis dan sudah terlihat mengambil makanan dari luar tubuh yang ditandai dengan adanya jaringan pakan alami di dalam usus (2b). Hal ini berbeda dengan perkembangan pada larva ikan clown yang bisa mulai mengambil makanan dari luar sesaat setelah menetas, sedangkan kuning telur terserap habis pada saat larva berumur 5-7 hari (Onal, 2008).
(a) Irisan membujur larva D2. Saluran pencernaan mulai terbentuk. Kuning telur dan butir minyak masih terlihat. (b) Irisan membujur larva D3. Volume usus semakin besar dan ditemukan jaringan pakan alami dalam usus. E: rongga telinga dalam, G: lengkung insang, H: hyphothalamus, I: usus, K: ginjal depan, L: hati, M: medulla oblongata, O: lobus optikus, OG: butir minyak, R: rektum, Rt: retina, Y: kuning telur. Pewarnaan HE, 10 dan 40 x
Gambar 2. Irisan histologi larva kerapu bebek, C. altivelis D2 dan D3 Menurut Kamler (1992) dalam Makrakis (2005), periode yang paling rentan pada tahap perkembangan larva adalah masa transisi antara habisnya kuning telur dengan mulai mengambil makanan dari luar tubuh. Pemberian pakan alami sangat penting pada periode ini, karena mempunyai kriteria yang diperlukan pada periode perkembangan larva, yaitu: dapat dicerna sebagian maupun seluruhnya, mengandung enzim yang dapat digunakan untuk autolisis dan dapat memenuhi nutrisi yang diperlukan oleh larva (Abol-Munafi, 2006). Pada larva umur 5 hari (D5), gelembung renang sudah mulai berkembang, dibatasi oleh sel-sel kuboid yang akan mensekresi gas (gas secreting cell) (Gambar 3b). Dalam perkembangannya sel-sel ini akan berubah menjadi kelenjar pensekresi gas (Miyazaki et al., 1991). Gelembung renang larva kerapu bebek telah sempurna pada umur 15 hari (Gambar 3d). Menurut Tridjoko et al. (2005), larva kerapu bebek pada umur 7 hari akan mengambil udara dan memasukkannya ke dalam gelembung renang. Kegagalan dalam pengambilan udara ini akan menyebabkan ketidaksempurnaan pada kolom tulang belakang. Salah satu penyebab kegagalan adalah intensitas aerasi. Aerasi yang terlalu kuat akan menyebabkan larva terhalang naik ke permukaan. Pelipatan epitel saluran pencernaan mulai terlihat pada larva umur 5 hari (Gambar 3a) dan akan semakin jelas terlihat dan kompleks bersamaan dengan pertumbuhan larva. Pada Gambar 3b, 3c, 3d, 3e, dan 3f berurutan dapat dilihat bahwa semakin tua umur larva semakin tebal dan dalam lipatan epitel pada saluran pencernaan. Lipatan-lipatan epithelium ini disebut dengan vili. Menurut Johnson (1994) dalam Mahardika et al. (2009), vili merupakan tonjolan seperti jari-jari atau tonjolan gepeng seperti daun yang terdapat di sepanjang usus dan berperan dalam meningkatkan permukaan absorbsi mukosa pembatas. Liver, pankreas, dan ginjal depan yang berupa tubule juga mulai berkembang pada umur 3 hari (Gambar 2b), sedangkan ginjal belakang terlihat jelas pada larva umur 7 hari (Gambar 3b). Liver dan pankreas merupakan penghasil enzim pencernaan yang berguna dalam proses pencernaan dan penyerapan makanan selama metamorfosis. Liver akan menghasilkan enzim lipase, sedangkan pankreas memproduksi enzim tripsin dan chymoptrypsin (Govoni et al., 1986 dalam Abol-Munafi et al., 2006). Saluran pencernaan dan organ dalam larva kerapu bebek telah lengkap dan menyerupai ikan dewasa saat larva berumur di atas 15 hari. KESIMPULAN Larva kerapu bebek, Cromileptes altivelis menyerap habis kuning telur dan mulai mengambil makanan dari luar tubuh pada umur 3 hari (D3). Selain itu, larva D3 juga sudah mempunyai retina
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
348
(a) Irisan kepala larva kerapu bebek D5. Otak sudah berkembang dengan baik. (b) Irisan histologi larva kerapu bebek D5. Pelipatan epitelium saluran pencernaan mulai terlihat (c). Irisan histologi larva kerapu bebek D7. Ginjal depan dan belakang telah berkembang. (d) Irisan histologi larva kerapu bebek D10. (e) Irisan histologi larva kerapu bebek D15. Gelembung renang telah terbentuk sempurna. (f) Irisan histologi larva kerapu bebek D20. Lipatan epitel saluran pencernaan semakin kompleks. G: lengkung insang, GB: kantung empedu, GG: kelenjar pensekresi gas, H: hyphothalamus, I: usus, K: ginjal depan, L: hati, LO: lobus olfaktorius, M: medulla oblongata, N: tulang belakang, O: lobus optikus, P: pankreas, PK: ginjal belakang, R: rektum, RM: rete mirabelle, SB: gelembung renang, St: lambung. Pewarnaan HE, 20x
Gambar 3. Irisan histologi larva kerapu bebek, C. altivelis D5-D20 mata yang sempurna. Saluran pencernaan dan organ dalam lainnya terbentuk lengkap dan menyerupai ikan dewasa ketika larva berumur di atas 15 hari (D15). DAFTAR PUSTAKA Abol-Munafi, A.B., Liem, P.T., Van, M.V., Ambak, M.A., Effendy, A.W.M., & Awang Soh, M. 2006. Histological ontogeny of the digestive system of marble goby (Oxyeliotris marmoratus) larvae. J. of Sustainability Science and Management, (I)2: 79-86. Anonim. 2009a. The fish larva: a transitional life form, the foundation for aquaculture and fisheries, report on research on early life stages of fish. The Research Council of Norway. www.forkningsradet.no/publikasjoner [09-02-2010]. Anonim. 2009b. Sensory organs: eye. Atlas of Fathead Minnow Normal Histology. Aquatic Pathobiology Center. aquaticpath.umd.edu.htm [05-03-2010]. Gunarso, W. 1989. Mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, 117 hlm. Mahardika, K., Melianawati, R., & Zafran. 2009. Studi histologi perkembangan organ dalam larva kakap merah, Lutjanus argentimaculatus. J. Ris. Akuakultur. No. naskah: 1128. Inpres.
349
Perkembangan organ dalam larva kerapu bebek (Yasmina Nirmala Asih)
Makrakis, M.C., Nakatani, K., Bialetzki, A., Sanches, P.V., Baumgartner, G., & Gomez, L.C. 2005. Ontogenic shift in digestive tract morfology and diet of fish larvae of the Itaipu Reservoir, Brazil. Enviromental Biology Fishes, 72: 99-107. Miyazaki, T., Fujiwara, K., Oka, H.P., & Yoshikawa, M. 1991. Histological studies on development of tissue and organs of larval and juvenile red sea bream. The Bulletin of the Faculty of Bioresources, MIE University, Tsu, Japan, 5: 97-116. Önal, U., Langdon, C., & Çelik, I. 2008. Ontogeny of the digestive tract of larval percula clownfish, Amphiprion percula (Lacépède 1802): a histological perspective. Aquaculture Research. 39: 1,0771,086. Slomianka, L. 2009. Blue histology-the eye. School of Anatomy and Human Biology–The University of Western Australia. teaching.unhb.uwa.edu.htm [05-03-2010]. Tridjoko, Slamet, B., Aslianti, T., Wardoyo, Ismi, S., Hutapea, J.H., Setiawati, K.M., Rusdi, I., Makatutu, D., Prijono, A., Setiadharma, T., Hirokazu, M., & Shigeru, K. 2005. Research and Development: The seed production technique of humpback grouper, Cromileptes altivelis. JICA and Gondol Research Station for Coastal Fisheries, 55 pp.