1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan bagian tervital dari kehidupan. Hampir seluruh aspek kehidupan melibatkan air dalam prosesnya. Keberadaan air di bumi pun sangat besar jumlahnya, yaitu 1.435.984.510 km3 atau sekitar ¾ luas permukaan bumi (Shiklomanov, 1993). Namun tidak semua dari jumlah ini dapat dimanfaatkan. Hanya sekitar 1 persen dari jumlah tersebut yang dapat dimanfaatkan manusia. Jumlah 1 persen tersebut mencakup airtanah, air sungai dan air danau (USGS, 2012). Namun keterbatasan jumlah air yang dapat dimanfaatkan manusia ini masih harus berkurang dikarenakan adanya sumber-sumber air yang tercemar. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Warlina (2004) menyebutkan bahwa sumber pencemaran air dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu sumber langsung dan sumber tidak langsung. Sumber langsung yaitu buangan yang berasal dari sumber pencemarnya, misalnya limbah pabrik, limbah domestik antara lain buangan tinja dan air cucian serta sampah. Sedangkan sumber tidak langsung adalah kontaminan yang masuk melalui airtanah akibat adanya pencemaran pada air permukaan baik yang berasal dari limbah industri ataupun limbah domestik. Pencemaran air terbagi ke dalam 4 jenis (Darmono, 1995), yaitu pencemaran mikroorganisme dalam air, pencemaran air oleh bahan anorganik nutrisi tanaman,
2
pencemaran air oleh bahan kimia anorganik, dan pencemaran air oleh bahan kimia organik. Umumnya pencemaran oleh bahan kimia anorganik dan bahan kimia organik akan berakibat lebih fatal terhadap kehidupan apabila dikonsumsi secara terus menerus. Terutama pencemaran oleh bahan kimia anorganik, karena pencemaran ini disebabkan oleh masuknya unsur-unsur kimia yang bersifat toksik logam ke dalam air, misalnya Seng (Zn) dan Kromium (Cr) yang sangat sering ditemukan di air sebagai hasil sisa pembuangan bermacam-macam industri. Salah satunya seperti yang ditemukan pada daerah industri batik di Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta. Banyaknya industri batik yang berkembang di daerah tersebut tidak diimbangi dengan sistem pengolahan limbah buangan yang baik sehingga limbah buangan cucian batik masih mengandung bahan kimia berbahaya dalam jumlah yang cukup besar (Lampiran 1). Padahal industri tersebut berkembang menjadi satu dengan daerah pemukiman. Seng dan Kromium merupakan logam berat yang tergolong limbah B3. Logam berat memiliki kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan apabila logam berat ini masuk ke dalam tubuh organisme (Palar, 2008). Efek lanjut yang dihasilkan dari pengonsumsian menerus logam berat (dalam hal ini Zn dan Cr) sangat berbahaya bagi tubuh. Seng tidak dianggap beracun, tetapi jika senyawa ZnO yang baru dibentuk terhirup, penyakit yang disebut oxide shakes atau zinc chills kadang-kadang bisa muncul. Perlu ventilasi yang cukup untuk ruangan yang menyimpan seng oksida untuk menghindari konsentrasi yang
3
lebih dari 5 mg/l. Lain halnya dengan Cr yang berbentuk seperti debu atau partikel yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan, yang terhirup melalui rongga hidung sehingga dapat mengganggu peredaran darah di paru-paru. Untuk mengatasi hal ini, sangat diperlukan adanya sistem pengelolaan limbah yang baik. Namun, umumnya pengelolaan limbah hasil industri yang mengandung logam berat masih belum dilakukan secara maksimal sehingga kadar logam berat yang terkandung dalam limbah buangan masih cukup tinggi. Sekarang ini, telah banyak dikembangkan teknik pengolahan limbah cair berbasis logam berat, antara lain koagulasi-flokulasi, presipitasi kimiawi, reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi, dan pertukaran ion. Namun, teknik-teknik tersebut mempunyai beberapa
kelemahan.
Teknik
koagulasi-flokulasi
membutuhkan
biaya
pengolahannya yang tinggi dan volume sludge yang dihasilkan cukup besar (Mukimin, 2006). Presipitasi kimiawi cenderung tidak ramah lingkungan karena sludge (lumpur) yang dihasilkan mengandung senyawa beracun. Reverse osmosis membutuhkan biaya yang tinggi untuk prosesnya. Elektrodialisis menghasilkan senyawa logam hidroksida yang dapat menyumbat membran (yang dalam teknik ini menjadi bagian terpenting bagi berjalannya proses pengolahan limbah). Kelemahan ultrafiltrasi adalah membentuk sludge. Sedangkan, pertukaran ion memiliki kelemahan pada biaya proses yang mahal (Khasanah, 2009). Salah satu proses yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi kadar logam pada air dengan melakukan proses adsorpsi menggunakan media berupa mineral lempung. Salah satu daerah yang mengandung mineral lempung adalah Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Namun penelitian
4
terhadap mineral lempung daerah ini masih sangat jarang dilakukan, sehingga ketersediaan informasi tentang karakteristik mineral lempung dari daerah Kaloran ini masih sangat terbatas.
I.2. Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Tlogowungu, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Daerah penelitian terletak pada koordinat 416277,016 E – 419106,135 E dan 9197837,181 S – 9194634,126 S, dengan luas daerah penelitian 3 x 4 km2. Kesampaian daerah penelitian dari kampus Teknik Geologi UGM dapat dicapai melalui jalur darat dengan jarak tempuh kurang lebih 75 km, dengan waktu tempuh 2 jam menggunakan kendaraan bermotor. Dari Kota Jogjakarta, daerah penelitian dapat dicapai dengan perjalanan ke arah utara sejauh 50 km hingga menuju Kota Secang, lalu dilanjutkan ke arah barat sejauh 25 km. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
5
I.3. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang muncul sehubungan dengan mineral lempung bagi pengolahan limbah logam berat adalah: Terbatasnya ketersediaan data tentang karakteristik dan genesa mineral lempung daerah Kaloran bagi kepentingan studi ilmiah khususnya di bidang geologi. Tingginya tingkat pencemaran air oleh limbah berbasis logam berat yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat atau bahkan dapat menimbulkan kematian jika berlangsung secara terus-menerus. Teknik pengolahan limbah berbasis logam berat (dalam hal ini Zn dan Cr) masih kurang efektif dan memiliki beberapa kelemahan. Untuk itu dibutuhkan suatu metode yang dapat memaksimalkan pengolahan limbah tanpa disertai banyak kelemahan.
I.4. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah melakukan pemetaan geologi dan analisa laboratorium terhadap sampel mineral lempung dan sampel limbah industri batik. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui karakteristik dan genesa mineral lempung
Mengetahui kemampuan mineral lempung dalam menurunkan kadar Zn dan Cr dalam air yang tercemar.
6
Mengetahui mekanisme mineral lempung dalam menurunkan kadar Zn dan Cr dalam air yang tercemar.
I.5. Batasan Masalah Penelitian ini mempunyai batasan-batasan masalah sebagai berikut : 1. Sampel lempung dari Desa Tlogowungu, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. 2. Sampel limbah diambil dari pengolahan industri batik di Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta. 3. Pemetaan geologi di Desa Tlogowungu, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. 4. Percobaan dengan metode batch dan metode kolom eksperimen. 5. Analisa karakteristik mineral lempung menggunakan analisa XRD, CEC, BET-BJH, dan FTIR.
I.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk : 1. Memberikan informasi mengenai karakteristik dan genesa mineral lempung Desa Tlogowungu. 2. Memberikan informasi tentang pengolahan limbah Zn dan Cr dengan menggunakan mineral lempung sebagai media remediasi. 3. Memberikan
informasi
tentang
kemampuan
mineral
mengurangi kadar Zn dan Cr dalam air yang tercemar.
lempung
dalam
7
I.7. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai karakteristik dan genesa mineral lempung Desa Tlogowungu, Kec. Kaloran, Kab. Temanggung, Prov. Jawa Tengah serta penurunan kadar Zn dan Cr pada air yang tercemar dengan menggunakan mineral lempung sebagai media remediasi. Dalam penelitian ini dilakukan pemetaan geologi, pengambilan sampel, dan analisa XRD, CEC, BET-BJH, dan FTIR untuk mengetahui karakteristik mineral lempung. Selain itu, digunakan metode batch dan metode kolom eksperimen untuk mengetahui kemampuan penyerapan Zn dan Cr dengan menggunakan mineral lempung. Ini diperoleh dari data perubahan konsentrasi Zn dan Cr dalam interval waktu tertentu melalui analisa kimia air.
1.8. Peneliti Terdahulu dan Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut: Giyatmi dkk., (2008) melakukan penelitian mengenai penurunan kadar Cu, Cr, dan Ag dalam limbah cair industri perak di Kotagede setelah diadsorpsi dengan tanah liat dari daerah Godean. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah mampu mengadsorpsi logam-logam yang terkandung dalam limbah perak. Banyaknya kandungan logam adsorbent dalam hal ini tanah liat akan mempengaruhi kemampuan adsorpsi. Penurunan kadar Cu dan Cr terbesar terlihat dalam tanah bawah dengan pengadukan cepat dan dalam waktu 15 menit, untuk kadar Ag yang paling efektif penurunannya terlihat dalam tanah bagian bawah dengan pengadukan lambat dan dalam waktu 15 menit. Semakin lama waktu kontak yang digunakan semakin meningkat penurunan kadar Cu, Cr, dan Ag
8
karena proses penempelan adsorbat lebih baik. Setelah dilakukan proses adsorpsi pada limbah, terjadi penurunan kadar Cu dan Cr sampai di bawah baku mutu yang ditetapkan sehingga limbah akan aman bila dibuang ke lingkungan. Slamet dkk., (2005) melakukan penelitian tentang pengolahan limbah organik (fenol) dan logam berat (Cr6+ atau Pt4+) secara simultan dengan fotokatalis TiO2, ZnO-TiO2, dan CdS-TiO2. Dari penelitian tersebut ditunjukan bahwa limbah organik (fenol) dan logam berat (Cr6+ atau Pt4+) dapat diolah secara simultan dengan proses fotokatalitik, bahkan saling sinergis karena konversi pengolahan masing-masing limbah meningkat. Hasil uji kinerja katalis menunjukkan bahwa dopan CdS dengan loading optimal sebesar 1% dan dopan ZnO dengan loading optimal sebesar 0,5% dapat meningkatkan kinerja fotokatalis TiO2 baik dalam mereduksi Cr(VI) maupun Pt(IV). Penambahan 1% CdS atau 0,5% ZnO pada TiO2 dapat meningkatkan konversi reduksi Cr(VI) dan konversi degradasi fenol secara signifikan pada sistem limbah biner krom dan fenol yang diolah secara simultan. Reduksi fotokatalitik terhadap 40 ppm Pt(IV) menunjukkan hasil yang baik pada pH 2, konsentrasi katalis 1 g/l, dan penambahan metanol 10% dengan konversi sebesar 99,7% pada dua jam pertama. Proses recovery krom dengan metode presipitasi menunjukkan hasil yang optimum pada kondisi pH 9 dengan efisiensi recovery sebesar 91%. Recovery Pt yang dilakukan dengan metode leaching menggunakan aqua regia mencapai hasil optimum pada suhu 100oC, dengan efisiensi recovery sebesar 86%. Muljadi (2009) melakukan penelitian tentang efisiensi instalasi pengolahan limbah cair industri batik cetak dengan metode fisika-kimia dan biologi terhadap
9
penurunan parameter pencemar (BOD, COD, dan logam berat Krom (Cr)). Dari penelitian ini didapatkan bahwa besarnya efisiensi instalasi pengolahan limbah industri batik cetak dengan metode fisika, kimia dan biologi berdasarkan penurunan parameter pencemar COD, BOD dan logam berat Krom (Cr) rata-rata 80-84 %. Besarnya konstanta Freundlich didasarkan atas tebal zeolit dalam unit filtrasi terhadap penurunan COD yaitu KF = 5,202x 10-3 dan n = 9,99. Sedangkan terhadap penurunan BOD yaitu KF = 3,432x10-5 dan n = 2,323. Slamet dkk., (2003) melakukan penelitian mengenai pengolahan limbah logam berat Kromium (VI) dengan fotokatalis TiO2. Penelitian tersebut menunjukan bahwa semua katalis yang dipreparasi mempunyai struktur kristal anatase. Penambahan dopan tembaga 1% tidak mempengaruhi terhadap struktur kristal tersebut, akan tetapi dapat menurunkan luas permukaan katalis dan memperkecil ukuran agregat katalis. Katalis TiO2 murni yang dipreparasi dari bahan awal TiCl4 memiliki aktivitas tertinggi dalam mereduksi limbah Cr(VI) menjadi Cr(III), dengan konversi sekitar 80%. Hal ini disebabkan oleh tingginya luas permukaan dan kristal anatase yang terbentuk. Penambahan dopan Cu sebesar 1 % pada katalis TiO2 yang dipreparasi dari TiCl4 diperkirakan berlebih sehingga dapat mengakibatkan tertutupnya sebagian permukaan TiO2 yang merupakan tempat terjadinya reaksi reduksi Cr(VI). Akibatnya aktivitas fotoreduksi Cr(VI) menurun. Penambahan EDTA sebagai holescavenger dapat meningkatkan aktivitas fotokatalisis dalam mereduksi Cr(VI) sekitar 10%. Laju reduksi Cr(VI) lebih cepat terjadi pada pH rendah dan pada konsentrasi awal Cr(VI) yang rendah. Penambahan karbon aktif sebagai adsorben dapat meningkatkan aktivitas
10
fotokatalisis sekitar 5%. Fotoreduksi limbah Cr(VI) yang dilakukan dengan katalis film dalam reaktor sirkulasi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi sistem reaktor yang lebih efektif untuk katalis bentuk film. Kristanto (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh pembuangan limbah cair industri batik komunal terhadap kualitas airtanah bebas. Penelitian ini menunjukan bahwa beberapa parameter sampel airtanah ditemukan kandungan yang melebihi baku mutu. Temperatur suhu menunjukkan bahwa kandungan suhu airtanah berkisar antara 24,6-25,4°C, yaitu masih di bawah baku mutu. Kandungan TSS berkisar antara 1–5 mg/l dengan baku mutu 0 mg/l dan sembilan sampel melebihi baku mutu. Kandungan TDS berkisar antara 177–380 mg/l dengan baku mutu 1000 mg/l. Kandungan TDS masih di bawah baku mutu. Sedangkan kandungan pH pada kondisi normal, yaitu 6,8-7,6 dengan baku mutu 6-9. BOD berkisar antara 2,3–3,5 mg/l dengan baku mutu 2 mg/l. COD berkisar antara 8–17mg/l dengan baku mutu 10 mg/l. Kandungan BOD semua sampel melebihi baku mutu, sedangkan kandungan COD terdapat 2 sampel yang dibawah baku mutu. Kandungan Cu (tembaga) pada sampel airtanah berkisar < 0,00980,036 mg/l dengan baku mutu 0,02 mg/l, terdapat 4 sampel yang melebihi baku mutu. Kandungan Pb (timbal) pada sampel airtanah berkisar < 0,0093-0,042 mg/l dengan baku mutu 0,03 mg/l. Kandungan Cd (kadmium) pada sampel airtanah berkisar < 0,0015-0,024 mg/l dengan baku mutu 0,01 mg/l. Kandungan Cr Total (kromium) pada sampel airtanah berkisar < 0,0126-0,054 mg/l dengan baku mutu 0,05 mg/l. Terdapat 2 sampel airtanah yang melebihi baku mutu dengan tercemar
11
kandungan Pb, Cd, dan Cr Total. Sedangkan parameter sulfida tidak terdeteksi pada seluruh sampel airtanah. Amelya (1991) melakukan penelitian tentang pemanfaatan khitosan sebagai pengikat ion logam krom dalam limbah cair industri penyamakan kulit dengan metode kolom dan sentrifugasi. Hasil penelitian didapatkan dosis khitosan 3 gram sebagai dosis terpilih untuk digunakan penelitian utama. Persen penurunan kandungan krom diperoleh dengan metode kolom yaitu 90.36 persen untuk khitosan udang putih dan 72.49 persen untuk khitosan rajungan. Pada penelitian utama ternyata metode yang digunakan berpengaruh terhadap penurunan COD, BOD, warna, kekeruhan, TDS, dan SS. Sedangkan, sumber khitosan hanya mempengaruhi penurunan BOD, kandungan khrom, dan TDS. Sentrifugasi dengan khitosan padatan selama 20 menit merupakan metode terbaik untuk menurunkan COD, khrom, dan kekeruhan, sedangkan sentrifugasi dengan khitosan padatan selama 60 menit adalah metode terbaik untuk menurunkan BOD, warna, dan SS. Penurunan TDS terbaik diperoleh secara sentrifugasi dengan khitosan larutan selama 40 menit. Sumber khitosan terbaik adalah udang putih untuk penurunan COD, warna, kekeruhan, dan khrom. Sedangkan khitosan rajungan terbaik untuk penurunan BOD, TDS, dan SS. Kombinasi perlakuan yang memberikan rataan persen penurunan terbaik adalah metode sentrifugasi dengan khitosanrajungan padatan selama 60 menit. Kombinasi ini menghasilkan penurunan COD 63.60 persen, BOD 84.60 persen, kandungan khrom 77.23 persen, warna 58.40 persen, kekeruhan 90.59 persen, TDS 12.39 persen, dan SS 85.29 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa limbah hasil olahan telah memenuhi
12
baku mutu limbah cair untuk industri penyamakan kulit menurut Rancangan Keputusan Menteri KLH tahun 1991. Susanawati dkk., (2011) melakukan penelitian tentang penurunan kandungan logam berat pada air lindi dengan media zeolit menggunakan metode batch dan metode kontinyu. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa limbah cair yang diadsorbsi dengan media zeolit tak teraktivasi dengan menggunakan metode batch mengalami penurunan kandungan logam berat kromium (Cr) dan timbal (Pb) cukup tinggi. Besarnya penurunan nilai kandungan logam berat Kromium dan timbal menggunakan metode batch dengan media zeolit tak teraktivasi mengalami penurunan 47,89% untuk Cr dan 73,75% untuk Pb, dari parameter tersebut telah memenuhi baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 pasal 8 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Metode yang paling efektif yaitu metode batch dengan media zeolit tak teraktivasi. Karena terbukti bahwa penurunan kandungan logam berat pada limbah cair lindi tersebut relatif tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sehingga limbah tersebut dapat dibuang ke lingkungan secara aman.