1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes
melitus
semakin
meningkat
dikarenakan
adanya
faktor
pertumbuhan populasi, usia, urbanisasi, dan peningkatan pravalensi dari obesitas dan kurangnya aktifitas fisik (Wild dkk., 2004). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Menurut WHO (2002), diperkirakan terdapat sekitar 150 juta orang mengalami diabetes melitus di dunia. Kondisi ini dapat meningkat menjadi dua kali lipat di tahun 2025 dan peningkatan terbanyak dapat terjadi di negara berkembang pada usia 45-64 tahun yang telah terkena dampak diabetes melitus pada masa produktif mereka. Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman obat. Terdapat lebih dari 30.000 jenis tanaman di Indonesia dan 9600 jenis diantaranya berkhasiat sebagai tanaman obat. Akan tetapi, hanya 300 tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Departemen Kesehatan RI, 2007). Sambiloto dan mimba merupakan tanaman Indonesia yang mudah diperoleh oleh masyarakat dimana diketahui memiliki potensi sebagai agen antidiabetes. Penelitian membuktikan bahwa kedua ekstrak ini secara signifikan berefek sebagai anti diabetes pada tikus yang diinduksi alloksan tetrahidrat (40 mg/kg) (Nugroho dkk., 2014). Ekstrak kombinasi sambiloto dan mimba lebih besar berefek sebagai hipoglikemik dibandingkan dengan ekstrak tunggal (Nugroho dkk., 2014).
2
Pemanfaatan bahan alam ini banyak dibuat dalam bentuk larutan yaitu sirup. Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan “cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak dimasukkan ke dalam golongan produk lainya” (Ansel, 2005). Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik tersendiri maupun bersama dengan bahan-bahan formulasi merupakan kriteria yg paling penting untuk suatu produk obat. Dalam masing-masing hal, bahan farmasetik yang ditambahkan harus tercampur dengan dan tidak boleh mengurangi kestabilan zat obat dalam bentuk sediaan khusus yang dibuat (Ansel, 2005). Sebagai contoh, jika zat obat adalah asam atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pH. Penyesuaian pH biasanya mempunyai efek kecil terhadap kelarutan nonelektrolit. Pada umunya obat kurang stabil bila berada dalam media cair daripada sediaan padat. Sediaan cair oral, komposisinya lebih kompleks dari pada sediaan parenteral. Oleh karena itu, kemungkinan interaksi akan lebih banyak, dan hal ini akan mempengaruhi stabilitas produk. Stabilitas produk juga kemungkinan dipengaruhi oleh eksipien, seperti pewarna, flavor, pengawet, pensolubilisasi, pengental, dan bahan pemanis (Agoes, 2008). Penyelidikan stabilitas larutan biasanya dimulai dengan percobaan untuk penetapan penguraian pada pH dan temperatur yang ekstrem. Percobaan awal harus diikuti dengan penurunan suatu profil laju-pH untuk mengidentifikasi pH stabilitas maksimum (Lachman dkk., 1989).
3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh variasi pH terhadap kadar relatif terutama sirup dengan bahan aktif campuran ekstrak Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees dan Azadirachta indica A.Juss ? 2. Apakah ada pengaruh variasi pH terhadap viskositas terutama sirup dengan bahan aktif campuran ekstrak Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees dan Azadirachta indica A.Juss ? 3. Apakah ada pengaruh variasi pH terhadap perubahan derajat keasaman (pH) pada setiap formula sirup dengan bahan aktif campuran ekstrak Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees dan Azadirachta indica A.Juss ?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh berbagai pH terhadap kadar relatif terutama sirup dengan bahan aktif campuran ekstrak
Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees dan Azadirachta indica A.Juss. 2. Mengetahui apa pengaruh berbagai pH terhadap viskositas terutama sirup dengan bahan aktif campuran ekstrak
Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees dan Azadirachta indica A.Juss. 3. Mengetahui apa pengaruh berbagai pH terhadap perubahan derajat keasaman (pH) pada setiap formula sirup dengan bahan aktif campuran ekstrak Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees dan Azadirachta indica A.Juss.
4
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagaimana pengaruh dari berbagai pH terhadap stabilitas sediaan sirup dengan komposisi campuran ekstrak Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees dan Azadirachta indica A.Juss dengan penggunaan melalui rute per oral.
E. Tinjauan Pustaka 1. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.)Ness) a. Taksonomi tanaman Menurut Backer dan Bakhuizen dalam buku Flora of Java (1963) sistematika tanaman sambiloto tertera pada tabel I. Tabel I. Sistematika Tanaman Sambiloto
Sistematika Divisi Anak divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis
Keterangan Spermatophyta Angiospermae Dicotyledonae Solanales Acanthaceae Andrographis Andrographis paniculata (Burm.f.)Nees
b. Morfologi Perbungaan susunan bunga majemuk tandan, sering bercabang-cabang, muncul diketiak daun, tangkai bunga 3-7 mm. Kelopak bunga terdiri dari 5 helai daun kelopak, berlekatan, panjang kelopak bunga 3-4 mm, berambut. Mahkota bunga 5, berlekatan, bentuk tabung, berbibit, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning bagian atasnya, ukuran 7-8 mm, bibir bunga bawah lebar, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan
5
m melebar padda bagian paangkal, panjaang 6 mm. Bentuk B buahh jorong denngan ujung yyang tajam, panjang ± 2 cm, bila tuua akan pecaah terbagi menjadi m 4 kep ping. Daun bbersilang beerhadapan, bentuk b lanseet, ujung daaun dan panngkal dau ruuncing atau aagak runcinng, tepi daunn rata, ukuraan daun 3-112 cm x 1-33 cm, hijau atau hijau ddengan sedikkit warna keemerahan, raasa pahit, pannjang tangkaai daun 5-25 5 mm, daun bbagian atas bentuknya sseperti daun pelindung. Terna tumbbuh tegak, tin nggi 40-90 ccm, percabaangan banyaak dengan letak yang berlawanan, b cabang berrbentuk sgi ssegi empat dan d tidak berrambut (BPO OM RI, 20100). Untukk lebih jelas dapat d dilihatt pada gambaar berikut :
Gambarr 1. Tanaman Andrographiss paniculata (B Burm. f.)Nees
cc. Kandunggan kimia Sambiiloto mengaandung sennyawa diterppenoid, flavvonoid dann polifenol ssebagai kom mponen bioaaktif yang paling p banyaak. Bagian tanaman (b baik batang m maupun daaun) yang diekstraksi dengan menggunakann pelarut etanol atau m methanol akkan diperolleh lebih daari 20 senyyawa diterpenoid dan sekitar 10 ssenyawa flaavonoid (Chaao dan Lin, 2010). Anddrografolid m merupakan diterpenoid d
6
uutama yang terkandung di dalam tannaman sambbiloto, yaitu terkandung sekitar 4% ddari ekstrak tanaman utuuh, 0,8-1,2% % dari ekstraak batang tannaman dan 0,5-6% 0 dari eekstrak dauun tanaman. Senyawa diterpenoid lain yang terkandung di dalam ttanaman addalah deoksiandrografoolid, neoanndrografolid, deoksianddrografolid, 11,12-didehiidro-14-deokksiandrograffolid,androggrafisid,
issoandrografo olid
dan
aandropanosiid (Sundowoo dkk., 2002;; Chao dan Lin, L 2010). Androografolid stabbil pada kisaaran pH 3-55 (Yu dkk., 22008). Rumuus molekul aandrografoliid adalah C200H30O5 denggan berat moolekul 340,466 g/mol. Anddrografolid m merupakan kristal k warnaa putih, larutt dalam etannol, larut dalam air pada suhu 250C llarut 60 mgg/L (Qiang, 2007; Pingg, 2009), daan rasa pahiit (Mishra dkk., d 2007; V Vijaykumar dkk., 2007; Raina dkk., 2007).
Gambar 2. Struktur S molekul andrograffolid
Stabiliitas androgrrafolid terggantung padda bentuk kristalnya. Degradasi aandrografoliid terjadi kkarena adannya reaksi hidrolisis h seehingga cinncin lakton m menjadi terbbuka (Wonggkittipong dkkk., 2000). Hidrolisis H anndrografolid akan lebih llambat terjaddi pada pH dibawah d 7 (H Hidalgo dkkk., 2013). Anndrografolid d pada suhu 7700C dapat terdegradasii menjadi 144-deoxy-11,112-didehydrroandrografo olid dengan ccara terhidro olisis, sedanngkan pada suhu s 250C anndrografolidd mempunyaai nilai t90% ssebesar 0,877 tahun (Lom mlim dkk., 20003). 14-deooxy-11,12-diidehydroanddrografolid,
7
yang diisolasi dari ekstrak etanolik akar sambiloto, diketahui berefek lebih besar daripada andrografolid dalam memperbaiki diabetes nefropati (Lee dkk., 2010). Andrografolid diketahui dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas dengan cara sebagai antioksidan dan menstimulasi transport glukosa subtipe 4 (GLUT 4) pada translokasi membran di sel otot (Zhang dkk., 2009). Kerusakan sel beta pankreas diakibatkan oleh efek radikal bebas dari peroksida sehingga perlu antioksidan untuk menghambat proses kerusakan tersebut. Mekanisme andrografolid pada diabetes adalah dengan mengaktivasi reseptor angiotensin II untuk meningkatkan sekresi beta endorfin yang dapat menstimulasi mikroreseptor opioid. Mikroreseptor opioid berfungsi untuk mereduksi glukoneogenesis hepar (sintesis glukosa yang berasal dari zat bukan karbohidrat) dan meningkatkan uptake glukosa kedalam otot soleus (Yu dkk., 2008).
2. Mimba (Azadirachta indica A.Juss) a. Taksonomi tanaman Tabel II. Sistematika Tanaman Mimba
Sistematika Devisi Anak divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis
Keterangan Spermatophyta Angiospermae Dicotyledonae Rutales Melieceae Azadirachta Azadirachta indica A.Juss.
Sistematika mimba menurut Backer dan Bakhuizen dalam buku Flora of Java (1963) tertera pada tabel III.
8
bb. Morfologi j Meliecceae, tinggi batangnya mencapai m 20 0 mdengan Mimba termasuk jenis ddiameter ±1 m. kulit battangnya tebaal dan kasar, panjang buuahnya ± 1 cm. c apabila ssudah masakk daging buaah mimba berwarna kunning dan bijiinya ditutupii oleh kulit kkeras berw warna coklatt dan didaalamnya meelekat kulitt ari berwaarna putih ((Soegihardjoo, 2007). Tanam man Azadiraachta indicca A.Juss merupakan pohon yaang tinggi, bbatangnya dapat d mencaapai 20 m. Kulitnya K tebbal, batang agak a kasar, sedangkan bbuahnya meerupakan buuah batu denngan panjanng 1 cm. T Tanaman mim mba mulai bberbunga daan menghasiilkan buah pada p umur 4-5 4 tahun. Buah B mimba dihasilkan ddalam satu sampai s dua kali setahunn, berbentukk oval, bila m masak daginng buahnya bberwarna ku uning, biji ditutupi kulit keras k berwarrna coklat daan didalamn nya melekat kkulit buah berwarna b puttih. Batangnnya agak benngkok dan ppendek, olehh karena itu kkayunya tidaak terdapat dalam d ukurann besar (Heyyne, 1987).
G Gambar 3. Tanaman Azadirrachta indica A A.Juss
cc. Kandunggan kimia Tanam man mimba mempunyaii komponenn yang dapaat dibagi menjadi m dua kkelas yaitu isoprenoid i d non isopprenoid. Isopprenoid terdiiri dari diterppenoid dan dan
9
ttriterpenoid yang terkanndung di dallamnya azaddiron dan turrunannya, geedunin dan tturunannya, dan C-secom meliacins yaang termasukk didalamnyya nimbin, salanin, dan aazadirachtin n. Nimbin merupakan m seenyawa yanng berasa paahit yang diiisolasi dari nneem oil. Nonisoprennoid termassuk didalam mnya ada protein, karbohidrat, k kkomponen sulfur, s poliffenol sepertii flavonoid dan glikosiidanya, dihiidrokalkon, kkumarin daan tanin, komponen alifatik, a dann lain-lain (Biswas dk kk., 2002). K Kuersetin dan d β-sitosteerol merupakkan polifenool flavonoidd yang terdaapat dalam ddaun mimbaa segar terpuurifikasi (Govvindachari dkk., d 1998) Kuerseetin merupaakan salah satu s flavonoid yang berrperan pentinng sebagai aantioksidan. Kuersetin dapat melinndungi dari radikal bebbas yang muuncul pada m metabolismee normal ataau kerusakann oksigen (Paandey dkk., 2014). Sitottoksik pada ssel beta pannkreas dapat diakibatkann karena penngaruh oksiddasi dari raddikal bebas sscavenger teerhadap enziim (Ihara dkkk., 1999). K Kuersetin maampu melind dungi tikus ddiabetes yan ng diindukssi streptozossin dan berffungsi sebaggai antioksidan enzim ddalam pankreas sehinggga dapat meelindungi seel beta dari oksidasi adda diabetes m melitus tipe 2 (Abdelmooaty dkk., 20010). Menuruut Hii dan H Howel (1984)), kuersetin m meningkatkaan pelepasann insulin seebesar 44-700%. Pada livver juga terrlihat lebih bbanyak kanddungan glikoogen setelah penggunaann ekstrak ini (Das dkk., 2014). 2
Gambar 4. Sttruktur molek kul kuersetin
10
Rumus kimia dari kuersetin adalah C15H10O7 dengan berat molekul sebesar 302,24 g/mol. Titik lebur kuersetin adalah 3160C. Kuersetin termasuk dalam aglikon, apabila berikatan dengan glikonnya akan menjadi glikosida rutin. Kuersetin memiliki 3 cincin dan 5 hidroksi grup (Sharma dan Gupta, 2010). Kuersetin berbentuk serbuk berwarna kuning pucat. Kuersetin larut dalam air, dietil eter, etanol, metanol dan aseton (IARC, 1999).
3. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Ekstrak merupakan sediaan yang memiliki potensi 2-6 kali berat bahan mentah obat yang dipakai sebagai bahan pada proses awal pembuatan obat (Ansel, 2005). Pembuatan ekstrak bertujuan agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia tersebut mempunyai kadar yang tinggi dan untuk memudahkan dalam pengaturan dosisnya (Anief, 1999). Pemilihan pelarut dan cara ekstraksi ditentukan berdasarkan senyawa aktif yang dicari dalam simplisia (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ekstrak dengan pelarut organik lebih banyak dilakukan untuk memisahkan senyaw aktif dari tanaman (Kumoro dan Hasan, 2006). Metode ekstrak dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut atau destilasi uap (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ekstraksi menggunakan pelarut dibagi
11
menjadi dua cara yaitu cara dingin dan cara panas. Ekstraksi dingin antara lain maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain refluks, soxhlet, digesti, infus dan dekok. Remaserasi menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruanganyang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depertemen Kesehatan RI, 2000).
4. Sirup Larutan dapat berisi obat yang diberi gula dan disebut sirup dengan tujuan memudahkan pemberian obat pada anak-anak (Djamhuri, 1995). Sirup dapat dibuat dengan menggunakan air mendidih, atau lebih baik tanpa menggunakan pemanasan. Sukrosa ditempatkan ke dalam perkolator yang cocok, leher yang berdekatan diisi dengan kapas secara longgar, pembasahan dilakukan sesudah pengepakan menggunakan sedikit tetes air. Selanjutnya dituangkan 450 mL air murni pada sukrosa dan aliran diatur kearah tetesan tetap perkolat. Bila perlu, perkolat dikembalikan sampai semua sukrosa larut. Volume perkolat dijadikan 1000 ml dengan penambahan air murni (Anonim, 2005). Di samping air murni dan semua obat yang ada, kandungan sirup yaitu : (1) gula, biasanya digunakan sukrosa atau pengganti gula supaya memberikan rasa manis dan kental, (2) pengawet, anti mikroba, (3) penambahan aroma, dan (4) pewarna. Banyak sirup terutama yang terdapat dalam perdagangan, mengandung pelarut-pelarut khusus pembantu kelarutan, pengental, dan stabilisator (Voigt, 1984).
12
Gula yang digunakan untuk menambah rasa manis larutan oral antara lain glukosa dan sukrosa. Sukrosa mampu meningkatkan viskositas cairan dan memberikan bentuk yang menyenangkan untuk mulut. Penggunaan jangka lama dari obat cair yang mengandung gula akan menimbulkan kerusakan gigi yaitu karies gigi terutama pada ank-anak. Perusaan memberikan alternativ dengan membuat larutan oral tanpa gula namun sebagai agen pemanis digunakan sorbitol, manitol, xylitol, sakarin, dan aspartam (Winfield dkk., 2004). Derajad keasaman (pH) dapat pula mempengaruhi kelarutan, terutama untuk obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah. Bentuk terionisasi dari senyawa akan menyebabkan obat mudah larut dalam air. Oleh karena itu, obat basa lemah akan menjadi mudah larut dalam larutan air yang bersifar asam. Zat yang bersifat asam atau basa dapat ditambahkan guna memanipulasi kelarutan. Sebagian besar senyawa lebih mudah larut dalam suhu tinggi. Pengurangan ukuran partikel juga akan meningkatkan kecepatan pelarut (Winfield dkk., 2004). Sediaan farmasi yang tidak disterilkan selama pembuatan tetapi rentan terhadap pertumbuhan mikroba harus dilindungi dengan bahan pengawet antimikroba. Zat-zat yang cocok dapat ditambahkan ke dalam suatu sediaan farmasi untuk menambah kepermanenan atau kegunaannya. Penambahan bahan pengawet hanya sesuai jika penambahan tersebut tidak toksis, tidak berbahaya dalam jumlah yang diberikan serta tidak mengganggu kemanjuran terapi. Contoh pengawet yang biasa digunakan dalam sediaan sirup antara lain asam benzoat (0,1-0,2%), natrium benzoat (0,1-0,2%) dan berbagai campuran metil-, propil- dan butil-paraben (total ± 0,1%) (Ansel, 2005).
13
Sifat fisik sirup antara lain : a. Organoleptis Organoleptis meliputi warna, bau dan rasa dapat digunakan sebagai indikator kualitatif sifat fisis sediaaan yang bersifat subjektif, yang berhubungan dengan kenyamanan sediaan oleh konsumen. Pengukuran sacara kuantitatif tidak dapat dilakukan untuk menilai rasa dan penampilan (Lachman dkk., 1989). b. Viskositas Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas semakin tinggi tahanannya (Sinko, 2006). Pada penentuan viskositas, penentuan suhu adalah penting karena viskositas dapat berubah sesuai suhu. Viskositas cairan akan menurun jika temperatur dinaikan. Fluidisitas dari suatu cairan yang merupakan kebalikan dari viskositas akan meningkat dengan makin tingginya temperatur. Cairan merupakan susunan dari molekul-molekul yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Pada temperatur yang lebih tinggi, ikatan ini akan dipecah oleh perpindahan panas dan energi pengaktifan yang dibutuhkan untuk memulai aliran antar molekul-molekul tersebut akan menurun dengan nyata. Uji sifat alir perlu dilakukan untuk mengetahui viskositas sirup. Viskositas cairan Newton bisa ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat di antara dua tanda ketika mengalir karena pengaruh gravitasi melalui suatu tabung kapiler vertikal.
14
Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu cairan yang viskositasnya diketahui (biasanya air). Contoh viskositas kapiler adalah viskositas Ostwald (Sinko, 2006). c. Mudah tidaknya sirup dituang Uji kemudahan tuang bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan sejumlah volume sirup untuk tertuang habis dari botolnya. Uji ini berkaitan erat dengan uji viskositas, karena semakin kental suatu sediaa maka waktu yang dibutuhkan sejumlah volume sirup untuk tertuang habis dari botol juga semakin lama. Uji mudah tidaknya suatu larutan untuk dituang dilakukan dengan cara mengukur lama waktu yang dibutuhkan sejumlah volume sirup untuk tertuang habis dari suatu botol yang diletakkan pada kemiringan 45 derajat. d. Derajat keasaman (pH) Uji derajat keasaman dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar keasaman dari larutan, terutama untuk obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah. Bentuk terionisasi dari senyawa akan menyebabkan obat mudah larut dalam air. Oleh karena itu, obat asam lemah akan menjadi mudah larut dalam larutan air yang bersifat asam. Zat bersifat asam atau basa dapat ditambahkan guna memanipulasi kelarutan.
5. Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti
15
senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks, anorganikorganik, dan bahkan ion anorganik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal (Gritter dkk., 1991). Bila dibandingkan dengan kromatografi kertas, metode kromatografi lapis tipis ini mempunyai keuntungan yang utama, yaitu membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang lebih baik. Waktu rata-rata untuk kromatografi lapisan tipis dengan panjang gelombang 10 cm pada silika gel adalah sekitar 20-30 menit (tergantung dari fase geraknya). Untuk pemisahan-pemisahan secara kualitatif pada plat yang kecil memerlukan waktu sekitar 5 menit (Stahl, 1969). Pada hakikatnya, KLT melibatkan dua hal yaitu sifat fase diam atau sifar lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Empat penjerap yang paling umum dipakai : silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome) dan selulosa. Fase gerak dapat berupa hamper segala macam pelarut atau campuran pelarut (Gritter dkk., 1991). Fase gerak yang digunakan harus berupa pelarut murni, mudah didapatkan, mudah diuapkan agar tidak selalu ada dalam lapisan lempeng, mantab di udara, mudah tercampur dengan pelarut lain, tidak toksik dan mudah dipisahkan dari linarut untuk pemurnian. Bila fase gerak sulit dipisahkan dari linarut akan menggangu dalam analisis selanjutnya, seperti analisis spektrofotometri (Sumarno, 2000).
16
Bejana perlu dijenuhkan dengan pelarut sebelum proses kromatografi untuk memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan bercak yang lebih baik. Caranya adalah dengan melapisi bejana dengan kertas saring (minimal setengah dari keliling bejana dan hamper mencapai bagian atas bejana) yang telah dibasahi dengan pelarut. Bejana yang tertutup harus dibiarkan sebentar sebelum plat diletakkan didalamnya (Gritter dkk., 1991). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf disajikan pada persamaan (1). Rf
Jarak titik pucat bercak dari titik awal 1 Jarak garis depan dari titik awal
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal, sedangkan hRf ialah angka Rf dikali faktor 100 dan menghasilkan nilai berjangka 0-100. Karena Rf merupakan fungsi sejumlah faktor, angka ini dianggap sebagai petunjuk sajaa. Inilah yang menjadi alasan mengapa harga hRf yang dicantumkan untuk menunjukan letak suatu senyawa pada kromatogram (Stahl, 1969). Densitometer adalah alat pelacak kuantitatif yang sangat terkenal. Alat ini dilengkapi dengan spektrofotometer yang panjang gelombangnya dapat diatur dari 200-700 nm. Alat tersebut dinamakan TLC scanner. Teknik penggunaannya didasarkan pada pengukuran sinar yang diteruskan, diserap, dipantulkan atau yang dipendarkan. Sinar yang dipantulkan mengalami hambatan oleh pendukung lempeng dan keseragaman fase diamnya. Sinar dipantulkan dengan arah yang sudah pasti menuju bercak, maka arah pantulan pun sudah pasti sehingga dapat dipantau jumlah sinar yang diserap. Sinar ini sangat efektif dan sensitiv, maka
17
untuk setiap senyawa dapat dicari panjang gelombang maksimumnya. Susunan optik densitometer ini tidak banyak berbeda dengan speltrofotometer tetapi pada densitometer ini digunakan alat khusus yaitu reflection photomultifier, sebagai pengganti photomultifier pada spektrofotometer yang dapat memperbesar tenaga beda potensial listrik sehingga mampu menggerakkan intregator (Sumarno, 2000).
6. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam formulasi (Ansel dkk., 2005). Suatu usaha untuk penstabilisasian yang terpenting dari sistem yang dirusak oleh hidrolisa terletak pada pengaturan suatu nilai-pH optimal (Voigt, 1984). Laju reaksi dalam larutan encer seringkali dipengaruhi pH sebagai dampak dari proses katalisis. Untuk dapat mengetahui pengaruh pH maka faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ion dan komposisi pelarut harus dibuat tetap. Pengaruh pH dapat diketahui dari bentuk profil pH-laju degradasi dari hubungan antara pH dan log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut dapat diketahui pH stabil suatu obat, katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi. Tiga bentuk profil dikenal, yaitu bentuk V, S (sigmoid), bentuk parabola (bell shape), atau kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut (Connors dkk., 1986). Bentuk profil yang dihasilkan tergantung pada sifat zat dan reaksi yang terjadi. Profil V umum terjadi pada senyawa ester, seperti yang ditunjukkan oleh pH-laju degradasi streptovitacin A pada suhu 700C (Connors dkk., 1986).
18
Pengaturan pH umumnya terjadi dengan larutan dapar. Pada pemilihannya untuk diperhatikan adalah, bahwa reaksi hidrolisa dapat mengalami suatu katalisa umum-asam-basa. Di bawah katalisa umum diartikan, bahwa tidak hanya ion hidroksil dan ion hidronium efektif secara katalitik, melainkan bahwa juga tentang itu komponen garam dari dapar, yaitu menggambarkan asam dan basa dalam pengertian teori Bronstedt, yang dapat memiliki efek mengkatalisasi. Katalisa umum karenanya dikenali, bahwa penguraian pada nilai-pH konstan dan kekuatan ion sama pada keberadaan garam yang berlainan atau campuran garam (dapar) menunjukkan nilai kecepatan yang berbeda (Voigt, 1984).
7. Stabilitas Obat Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau bahan atau senyawa untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (Connors dkk., 1986). Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik tersendiri maupun bersama-sama dengan bahan merupakan kriteria yang paling penting untuk berhasilnya suatu produk obat (Ansel, 2005). Proses kimia yang umum menyebabkan obat tidak stabil adalah: hidrolisis, rasemisasi, epimerisasi,dekarbosilasi, rearrangement, dehidrasi dan oksidasi. Mekanisme degradasi yang terjadi dipengaruhi struktur kimia obat dan kondisi
19
reaksi (Martin dkk., 1993). Terjadi dekomposisi akibat hidrolisis atau solvolisis dari sediaan farmasi cair adalah hal yang umum terjadi oleh karena kelembaban atau pelarut yang digunakan (Sanyude dkk., 1991). Untuk obat-obat tertentu, satu bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih stabil dari pada lainya dan mungkin juga lebih disukai. Hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum diprakarsai percobaan uji stabilitasnya. Suatu ketidakmurnian mungkin merupakan katalisator kerusakan obat atau mungkin menjadikan dirinya tidak stabil, mengubah penampilan fisik bahan obat dari kestabilan obat yang sempurna (Ansel, 2005). Sterilisasi obat harus diselidiki berkali-kali pada suhu penyimpanan (seperti pada 500C, 600C, 700C) dan dengan adanya kelembapan, cahaya, oksigen dan pengaruh-pengaruh potensial lainnya yang mengganggu. Penyelidikan stabilitas obat dengan macam-macam bahan farmasetikanya juga penting untuk menentukan
stabilitas
kima
dan
fisika
serta
mempersatukan
sebelum
memformulasikannya dalam bentuk-betuk sediaan (Ansel, 2005). Suhu mempengaruhi laju degradasi obat, karena peningkatan suhu menyebabkan peningkatan jumlah tabrakan antar molekulnya. Peningkatan tersebut setara dengan jumlah tabrakanyang terjadi tiap satuan waktu. Tiap peningkatan 100C reaksi bertambah sampai tiga kali (Connors dkk., 1986). Atas dasar tersebut maka harga tetapan stabilitas atau waktu kadaluwarsa suatu zat pada suhu ruangan dapat ditentukan dengan cepat yaitu dengan peningkatan suhu
20
(elevated temperature test), seperti yang dilakukan Arrhenius (Connors dkk., 1986). Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif. Ketidakstabilan formulasi obat dapat di deteksi dalam beberapa hasil dengan suatu perubahan fisik meliputi warna, rasa dan bau dari formulasi tersebut, sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak dibuktikan dan hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia (Ansel, 2005).
F. Landasan Teori Diabetes yang tidak ditangani dengan baik atau diawasi dengan baik akan menimbulkan efek merugikan dala jangka panjang dan dapat menyebabkan krisi metabolik dan koma diabetik. Sediaan yang dibuat pada obat anti diabetes pada penelitian ini adalah sediaan sirup. Dua ekstrak itu sudah terbukti efeknya. Sambiloto mempunyai khasiat dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan kandungan senyawa andrografolid (Yu dkk., 2008), sedangkan mimba dengan kandungan kuersetin (Abdelmoaty dkk., 2010). Kombinasi kedua ekstrak itu lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa dibandingkan dengan ekstrak tunggalnya (Nugroho dkk., 2014). Daun sambiloto mempunyai kandungan senyawa aktif yaitu golongan senyawa flavonoid dan diterpen lakton. Flavonoid tersebut berkhasiat sebagai
21
antioksidan, yang efektif mengikat radikal bebas di dalam tubuh yang bisa memperparah kerusakan sel b Langerhans pankreas dan terjadinya komplikasi. Daun sambiloto mengandung diterpen lakton yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid,neoandrografolid,
14-deoksi-didehidroandrografolid
dan
homoandrografolid. Daun sambiloto mempunyai kandungan androfolid tertinggi (>2,39 %). Andrografolid dilaporkan sangat poten dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes melitus. Mekanisme utamanya melalui peningkatan kadar protein GLUT 4, pembawa transport glukosa menembus sel, aktivitas antioksidan dan penghambatan NF-kappa B. Andrografolid juga dapat menghambat enzim alfa-amilase dan alfa-glukosidase secara poten. Pengkajian stabilitas merupakan kuantitatif stabilitas kimia dari suatu obat baru. Pengkajian ini harus meliputi efek pH, kekuatan ion, pelarut tambahan, cahaya, temperatur dan oksigen. Kelarutan dalam suatu obat yang bersifat asam atau basa tergantung pada pKa dari gugus fungsional yang mengion dan kelarutan intrinsik untuk bentuk terion dan bentuk tidak terion (Ansel, 2005). Penentuan konstanta disosiasi bagi suatu obat yang mampu mengion dalam rentang pH 1-10 penting karena kelarutan, dan akibatnya absorpsi dapat berubah dengan besarnya perubahan pH tersebut. Persamaan Henderson-Hansselbach memberikan suatu perkiraan konsentrasi obat yang terionkan dan yang tidak terionkan pada suatu pH tertentu (Lachman dkk., 1989).
22
Penyelidikan stabilitas larutan biasanya dimulai dengan mengadakan percobaan untuk menetapkan penguraian pada pH dan temperatur yang ekstrem. Percobaan awal harus diikuti dengan penurunan suatu profil laju-pH untuk mengidentifikasi pH stabilitas maksimum (Lachman dkk., 1989). Untuk menghasilkan suatu profil laju-pH, data stabilitas yang dihasilkan pada masingmasing pH dan kondisi temperatur dianalisis secara kinetik untuk menghasilkan konstanta laju penguraian yang tampak. Semua konstanta laju tersebut pada suatu temperatur tunggal kemudian dplotkan sebagai fungsi pH. Suatu plot Arrhenius dibentuk dengan memplot logaritma dari konstanta laju penguraian yang tampak terhadap kebalikan dari dari temperature absolut, dimana masing-masing larutan dapar tertentu disimpan selama uji stabilitas (Lachman dkk., 1989). Temperatur penyimpanan stabilitas harus dipilih secara penambahan sedikit-sedikit mendekati temperaturpenggunaan yang diharapkan.
G. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori di atas, dapat diusulkan hipotesis sebagai berikut : 1. Variasi berbagai pH mempengaruhi kadar relatif sirup kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba dengan metode kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan semakin cepat juga proses degradasi.
23
2. Variasi berbagai pH mempengaruhi viskositas sirup kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba dengan metode kenaikan suhu. 3. Variasi berbagai pH mempengaruhi perubahan derajat keasaman sirup kombinasi ekstrak herba sambiloto dan ekstrak daun mimba dengan metode kenaikan suhu.