1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini terjadi dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian gunungapi aktif dunia. Adanya gunungapi aktif ini menyebabkan banyaknya batuan yang mengalami alterasi menjadi lempung. Morfologi yang tinggi didukung dengan adanya lapisan lempung dan curah hujan yang tinggi menjadi perpaduan kompleks terjadinya bencana longsor di Indonesia. Longsor yang terjadi di setiap daerah berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kerentanan tanah ataupun batuannya. Kondisi geomorfologi seperti kelerengan dan kondisi litologi seperti jenis batuan penyusun, sifat keteknikan dan tebal akumulasi tanah atau batuan akan mempengaruhi tingkat kerentanan suatu daerah terhadap gerakan tanah ataupun batuan. Selain itu longsor juga dipengaruhi oleh jenis dan luas penyebaran vegetasi, pemukiman serta kandungan air dalam tanah. Kabupaten Magelang merupakan salah satu daerah yang sering mengalami bencana longsor. Beberapa daerah di wilayah ini sering mengalami bencana longsor mulai dari dimensi kecil sampai dengan dimensi besar. Wilayah ini mempunyai daerah berbukit –bukit dengan lapisan tanah yang tebal. Kabupaten Magelang mempunyai sekitar 375 desa rawan longsor yang tersebar di sembilan kecamatan
di
Kabupaten
Magelang,
Jawa
Tengah
2
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diynasional/13/01/07/mg9fzt-ratusan-desa-di-magelang-rawan-bencana-longsor diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 22.07). Pada tahun 2010, Bukit Sumurarum yang berada di Dusun Kupen, Desa Baleagung, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang terancam longsor. Namun, ratusan
rumah
enggan
direlokasi
(diakses
dari
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/20/54939/232-RumahTerancam-Tanah-Longsor-Bukit-Sumurarum pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 22.13). Pada tahun 2014, ada sekitar 240 rumah yang sudah ambles dan roboh akibat longsoran kecil di kawasan Bukit Andong, Dusun Kupen, Desa Baleagung, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Selain longsoran terdapat rekahan tanah yang semakin memanjang setiap tahun. Saat ini rekahan sudah mencapai 800 meter, sedangkan di bawah bukit juga muncul rekahan sekitar 600 meter. Pemerintah daerah khususnya BPPTKG dan BPBD Kabupaten Magelang telah memasang alat Early Warning System (EWS) sebagai pencegahan bertambahnya
korban
jiwa
dan
kerugian
material
(http://regional.kompas.com/read/2014/12/23/17105141/BPBD.Magelang.Datang kan.Tim.Ahli.untuk.Teliti.Tanah.Retak diakses pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 22.17). Kemungkinan pergerakan tanah di Desa Baleagung dan Desa Banaran masih dapat terjadi dalam skala yang lebih besar. Hal ini mengingat masih tercatatnya pergerakan tanah yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu
3
perlu untuk dilakukan penelitian tentang pergerakan tanah di Desa Baleagung dan Desa Banaran, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah guna meminimalisir resiko bahaya akibat bencana tanah longsor tersebut.
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui permasalahan yang muncul sehubungan dengan zona kerentanan gerakan massa adalah: 1) Terbatasnya ketersediaan data tentang kerentanan daerah rawan longsor 2) Terbatasnya ketersediaan data tentang kondisi geologi di daerah penelitian 3) Tingginya intensitas longsor yang terjadi di daerah penelitian
I.3. Maksud Dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai gerakan massa tanah dan batuan di daerah penelitian sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui kondisi geologi di daerah penelitian 2) Membuat peta zona kerentanan gerakan massa tanah dan batuan
I.4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Baleagung, Banaran, dan Klegen, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian terletak pada koordinat 423007 BT - 9183713 BT dan 427088 LS - 9181035 LS, dengan luas daerah penelitian 4 x 3 km2. Kesampaian daerah penelitian dari kampus
4
Teknik Geologi UGM dapat dicapai melalui jalur darat dengan jarak tempuh kurang lebih 65 km, dengan waktu tempuh 1,5 jam menggunakan kendaraan bermotor. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
I.5. Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan dalam pembuatan zona kerentanan gerakan massa berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi aktivitas gerakan massa. Pembobotan zona kerentanan dilakukan dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) dalam zonasi daerah kerentanan. Parameter yang digunakan dalam penelitian berhubungan dengan morfologi, berupa kelerengan, struktur geologi yang mempengaruhi area penelitian, litologi daerah penelitian, tata guna lahan, dan titik-titik longsor serta persebarannya. Deskripsi dari tipe gerakan massa dilakukan di lapangan melalui pengamatan langsung pada titik gerakan massa dan sebarannya. Pembuatan masing-masing peta menggunakan skala 1:25.000.
I.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang zona longsor dan kondisi geologi daerah penelitian sehingga diharapkan mampu menjadi rujukan dalam pencegahan dan mitigasi bencana tanah longsor.
5
Gambar 1. Lokasi Penelitian
6
I.7. Peneliti Terdahulu Setyaningsih dan Sholeh (2010) melakukan pemetaan daerah rawan bencana gerakan tanah di wilayah Grabag, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode metode survei dengan pengamatan (deskriptif) dan pengukuran di lapangan serta analisa sample batuan di laboratorium. Metode yang dipakai dalam penentuan tingkat bahaya gerakan tanah di daerah penelitian adalah cara kualitatif (menafsirkan kondisi geologi, geomorfologi, dan curah hujan dengan data primer maupun sekunder) dan cara kuantitatif (pengharkatan). Analisis data dilakukan dengan bantuan SIG (Sistem Informasi Geografi) yaitu dengan mengoverlay peta geologi, topografi, penggunaan lahan dan, curah hujan. Berdasarkan hasil overlay akan diperoleh peta satuan medan. Analisis medan menggunakan SIG bertujuan untuk mewujudkan informasi keruangan yang menunjukkan tingkat bahaya gerakan tanah yang selanjutnya dapat digunakan untuk dasar penyusunan manajemen bencana gerakan tanah berbasis komunitas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa daerah penelitian terdiri dari 12 satuan medan. Satuan medan dengan potensi gerakan tanah tinggi adalah satuan medan dengan batuan penyusun berupa batuan vulkanik. Terdapat tiga kelas tingkat bahaya gerakan tanah di daerah penelitian, yaitu tingkat rendah, sedang dan tinggi. Tiga puluh delapan persen wilayah Kecamatan Grabag memiliki tingkat bahaya rendah, 60 % tingkat bahaya sedang dan 2 % sisanya mempunyai tingkat bahaya tinggi. Empat desa dengan tingkat bahaya tinggi yaitu Baleagung, Ngasinan, Tirto dan Tlogorejo.
7
Haryanto (2003) melakukan pemetaan zona tingkat kerentanan gerakan tanah daerah Gunung Selagender – Gunung Andong dan sekitarnya, Kecamatan Grabag – Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Pemetaan ini dilakukan dengan menerapkan metode statistik. Titik-titik gerakan tanah tersebut diplotkan pada peta topografi sebagai peta distribusi gerakan tanah, kemudian ditumpangsusun dengan peta – peta parameter (peta kelerengan, peta geologi, dan peta penggunaan lahan) yang diolah dengan program arcView dan arcInfo yang menghasilkan nilai kerapatan dan bobot pada setiap parameter. Nilai bobot setiap peta parameter, kemudian saling ditumpangsusunkan sehingga didapat nilai bobot total. Nilai bobot total ini kemudian dibedakan menjadi empat kelas tingkat kerentanan gerakan tanah, yaitu sangat rendah, rendah, menengah, dan tinggi. Kelas zona tingkat kerentanan gerakan tanah sangat rendah, sangat jarang dijumpai titik longsoran yang meliputi Redjasari, Sumurbandung, Gabahan, Bandungrejo, dan sekitarnya. Kelas zona tingkat kerentanan gerakan tanah rendah, pada zona ini gerakan tanah jarang terjadi yang meliputi Gunung Andong dan sekitarnya. Kelas zona tingkat kerentanan gerakan tanah menengah, gerakan tanah banyak dijumpai, gerakan tanah lama masih mungkin aktif kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi, yang meliputi Purwaganda, Ketawang, Semampir, Kleteran, Kanigara, dan sekitarnya. Kelas zona tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi, sering terjadi gerakan tanah dengan ukuran besar sampai kecil, yang meliputi sebagian Selagender, Tirta, Madyaganda, dan sekitarnya.