BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lapangan Minyak Duri merupakan salah satu lapangan minyak yang menerapkan sistem injeksi uap sebagai metode eksploitasi kandungan minyak berat terbesar di dunia dalam hal volume produksi harian. Penerapan metode operasi dengan sistem injeksi uap, maka diperkirakan sekitar 60-70% dari 4 milyar barrel dari cadangan minyak akan dapat diambil (C&C Reservoir, 1998). Lapangan minyak Duri terletak di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Indonesia.
Gambar I.1. Peta Lokasi Lapangan Duri dan daerah Penelitian (tanpa skala) Sejak dioperasikannya proyek injeksi uap ini pada tahun 1984, sebagian besar minyak diproduksi dari Formasi Bekasap (reservoir Pertama-Kedua) dan Formasi Duri (reservoir Rindu) pada kedalaman antara 400 - 900 kaki. Reservoir tersebut memiliki rata-rata kolom minyak setebal 300 kaki. Di Lapangan Duri, proses biodegradasi dialami oleh hidrokarbon dan menghasilkan tipe minyak berat dengan API gravity 18-22 (C&C Reservoir, 1998). Lapangan Duri yang terbagi menjadi 15 area produksi dengan urutan pengembangan dari area 1 hingga area 11 dan North Duri Developement. Reservoir Rindu (sepadan dengan Formasi Duri) 1
adalah reservoir minyak terbesar kedua yang dikembangkan di beberapa area pada saat reservoir Pertama-Kedua di area tersebut memasuki periode ramp-down produksi dan injeksi. Area “Z” mengembangkan reservoir Rindu (R1 dan R5) dan reservoir Pertama sejak tahun 2003. Reservoir ini diproses dengan konfigurasi pola injeksi 9 spot steam injection pattern (meliputi luas area sekitar 15.5 acres dengan 8 side producer dan 1 center injector) yang secara keseluruhan daerah studi memiliki 254 sumur injector, 704 sumur produksi dan 52 sumur observasi.
Secara
menyeluruh Area “Z” memiliki konfigurasi pattern yang terdiri atas 76 untuk Rindu dan 92 untuk Pertama dengan luas area 1643 acres, dengan jarak rata-rata dari injektor ke produksi sejauh 125 m. Original oil in place sekitar 346 MMBO dengan kumulatif produksi hingga 85 MMBls dan produksi harian 34.000 – 38.000 bopd yang diperkirakan akan mencapai recovery factor hingga 65% (C&C Reservoir, 1998). Metode perolehan minyak dengan ijeksi uap dirancang untuk memperkecil saturasi minyak tersisa (residual oil saturation) dan menaikkan viskositas minyak melalui pemanasan reservoir batuan dan fluida dengan menggunakan uap panas, serta mendorong minyak agar terproduksi dengan mengkondensasikan uap panas dan gravity drainage (C&C Reservoir, 1998). Pada tahap mature reservoir dari siklus injeksi uap, dimana pergerakan panas pada lapisan reservoir mendorong minyak hingga keluar di sumur produksi.
Gambar I.2. Model skematik sistem injeksi uap dan produksi dari lapangan Duri, menunjukkan uap terinjeksi mengalami aliran menuju bagian atas Rreservoir (overriding) dan pada tahap lanjut terproduksi melalui sumur produksi atau dikenal dengan istilah breakthrough (sumber: modifikasi dari CPI Thermal Surveillance Workshop 2001 unpublished).
2
I.2. Perumusan masalah pada Operasi Injeksi Uap Lapisan reservoir Rindu (Rindu01 dan Rindu05) dan reservoir Pertama (P2 – P5) merupakan lapisan reservoir yang kaya akan kandungan minyak dan dalam proses pangambilannya dengan menggunakan metode injeksi uap. Pada kondisi sekarang menunjukkan periode ramp-up thermal dan setelah dilakukan injeksi selama 1.5 - 3 tahun pertama, kemudian mengalami periode stabil (hingga awal mature reservoir stage) selama sekitar 5 tahun, dan akhirnya mengalami periode ramp-down. Sekarang, setelah melewati masa tiga tahun pertama, kondisi Reservoir menunjukkan early-middle ramp-up reservoir stage yang tidak seragam diseluruh area. Sehingga secara umum dapat diidentifikasi bahwa performa reservoir untuk memberikan respon termal terhadap injeksi uap tidaklah optimal. Selama kegiatan produksi berlangsung diidentifikasi beberapa pattern mengalami semburan liar yang tidak terkontrol dan berdasarkan data pengukuran fluida banyak dijumpai sumur-sumur produksi yang memiliki low fluid entry. Kondisi lapisan reservoir yang tersekat sekat oleh bidang patahan menjadi bahan kajian yang penting untuk memahami lebih mendalam dikarenakan memberi pengaruh dan mengontrol kinerja produksi dan performa respon reservoir terhadap injeksi uap. Lapisan reservoir yang dangkal dan tersekat oleh zona patahan memberikan implikasi terhadap besarnya injection rate yang disuntikan kedalam reservoir. Pemahaman mengenai reservoir compartmentalization di suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang kritikal dalam perencanaan strategi manajemen reservoir. Sebagai contoh dapat diambil kasus di lapangan Duri Area “Z” yang menerapkan metode injeksi uap dalam perolehan minyaknya dengan kondisi reservoir yang tersekat sekat oleh zona patáhan, sering dijumpai fenomena dimana injecksi uap tidak memberikan respons yang merata di beberapa tempat dan kondisi mengindikasikan bahwa metode injeksi uap pada pattern tertentu belum bekerja dengan optimal. Tidak optimalnya metode ini menyebabkan injeksi uap belum mencapai sasaran yakni mendorong minyak ke target sumur produksi. Pengusulan suatu infill well juga merupakan hal salah satu cara untuk meningkatkan perolehan minyak berat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh konsep
3
pemahaman kompartemen reservoir ini khususnya yang berhubungan dengan suatu jebakan struktural. Selama ini telah terjadi suatu fenomena dimana kebanyakan pengusulan infill well berdasarkan asumsi adanya jebakan struktural akibat patahan yang bersifat sealing. Namun ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa asumsi ini terkadang tidak benar dimana hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan usulan dan harapan semula. Dengan demikian asumsi mengenai karakter patahan ini sering menimbulkan ketidakpastian dalam pengusulan infill well. Secara umum reservoir Duri dikontrol oleh zona patahan besar yang dikenal dengan Patahan Sebanga dan keberadaannya sebagai pengontrol aspek reservoir compartmentalization. Hal ini dikarenakan patahan tersebut dapat bersifat sealing atau leaking. Apabila bersifat sealing maka patahan tersebut berfungsi sebagai pembatas reservoir dan demikian sebaliknya. Reservoir di lapangan Duri terdiri dari beberapa zona lapisan dimana patahan menembus zonazona tersebut. Patahan yang menembus zona tersebut dapat bersifat leaking di salah satu zona sekaligus bersifat sealing di zona lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sifat sealing atau leaking tidak akan seragam di sepanjang zona patahan dan sifat patahan tersebut dipengaruhi oleh sebaran sifat fisis batuan dalam hal ini permeabilitas dan volume serpih. Kurangnya pemahaman mengenai aspek reservoir compartmentalization tentunya akan menimbulkan tidak optimalnya manajemen reservoir yang berimplikasi sulitnya mencapai keseragaman tekanan reservoir dan
produksi
minyak tidak bisa menunjukkan kinerja maksimumnya melalui teknik perolehan sekunder (injeksi uap) dan juga infill well yang tidak ekonomis seperti yang diharapkan. Aliran fluida dalam suatu reservoir bergantung kepada parameterparameter seperti: permeabilitas, gradien tekanan dan ada tidaknya lapisan penghalang (barrier). Salah satu contoh lapisan penghalang yang dapat menyebabkan tidak berhubungan aliran fluida reservoir satu dengan lainnya adalah adanya patahan. Penerapan sistem injeksi uap dengan konfigurasi 9 spot yang dirasakan kurang optimal dengan penyebaran tekanan reservoir yang tidak seragam
4
menimbulkan suatu dugaan bahwa ada beberapa kompartemen reservoir yang bersifat sealing. Permasalahan lain yang timbul adalah ketidakpastian dalam penentuan lokasi infill well yang berdasarkan pada adanya jebakan struktural. Beberapa contoh infill well yang didasarkan anggapan bahwa patahan bersifat sealing menunjukkan hasil yang bervariasi, dimana akan mempengaruhi nilai ekonomis untuk dikembangakan. Reservoir di lapangan Duri, khususnya di Area “Z” yang terdiri dari beberapa zona lapisan, memungkinan terjadi kondisi bahwa patahan menjadi pembatas reservoir untuk semua zona, dan juga bisa terjadi kondisi dimana patahan hanya berpengaruh signifikan pada zona-zona reservoir tertentu saja. Pemahaman mengenai karakter patahan dalam hal ini dirasakan perlu untuk mengetahui kompartemen reservoirnya yang akan berguna dalam manajemen reservoir dan memperkecil resiko kegagalan dalam pengusulan infill well. Integrasi data sifat fisis batuan dari karakter bidang patahannya dengan data tekanan akan merupakan masukan yang penting untuk mengetahui apakan patahan yang ada dapat berfungsi sebagai pembatas reservoir atau tidak. I.3 Obyek Penelitian Studi karaketrisasi struktur zona patahan ini dilakukan bertujuan untuk memahami karakter zona patahan pada Formasi Bekasap dan Formasi Duri melalui analisis penentuan karakter sealing atau leaking serta memprediksi sebaran sifat fisis permeabiltas pada bidang dan zona patahan yang kemudian dilanjutkan dengan analisis transmitibilitas dari reservoir yang dikontrol oleh adanya patahan tersebut. Objek penelitian adalah kompleks reservoir Rindu dan Pertama, dengan fokus analisis dan interpretasi secara detil pada Area “Z” (populasi titik data lebih rapat) yang dibatasi oleh Area 9NE; 8; 12; 11 dan 13 sebagai perluasan wilayah penelitian dan area pembanding dengan populasi titik data lebih renggang. Penelitian merupakan pemodelan compartementalization of unit reservoir berdasarkan interpretasi kerangka struktur yang akan diaplikasikan untuk memahami karakater reservoir secara lebih mendalam baik mengetahui sebaran
5
sifat petrofisis pada unit reservoir dan kualitasnya, terutama perannya dalam mengontrol performa panas injeksi uap dan produksi di Area “Z”. Zona patahan pada Formasi Bekasap dan Formasi Duri yang terdapat pada bagian tengah Lapangan Minyak Injeksi Uap Duri diinterpretasikan berdasarkan data-data log sumur, penampang seismik, data produksi serta data tekanan reservoir. Area 10 Fault Mitigation Approach
Gambar I.3. Lokasi daerah penelitian, Area “Z” DSF yang ditampilkan dengan menggunakan data satelite InSar dan ditampalkan dengan posisi zona patáhan yang dipetakan secara terintegrasi. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui variasi sealing dan non-sealing pada bidang patahan di Formasi Bekasap dan Formasi Duri lapangan minyak injeksi uap Duri Area “Z”. 2. Mengetahui faktor pengontrol variasi sealing dan non-sealing tersebut ditinjau dari aspek geometri dan karakter zona patahannya. 3. Mengetahui sebaran sifat petrofisis (transmissibility) dari masing-masing unit reservoir compartementalization
yang dikontrol oleh zona patahan
berdasarkan data sumur terdekat. 4. Mengkalibrasi angka SGR treshold yang selama ini dijadikan acuan di lapangan minyak Duri.
6
I.5 Ruang Lingkup dan Sasaran Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengintegrasikan interpretasi struktur beberapa zona patahan utama yang dibatasi pada patahan yang menembus reservoir Formasi Bekasap dan Formasi Duri, dalam hal ini di lokasi penelitian meliputi Rindu 1; 2; 3; 4; 5 dan Pertama 1, ;2; 3; 4; dan 5. Luas daerah penelitian adalah 1643 acres atau 6.64906 km2. Penelitian difokuskan hanya Lapangan Minyak Duri Area “Z” pada beberapa patahan utama yang ada di daerah penelitian (Gambar III.4). Penelitian juga memfokuskan untuk mengetahui variasi sealing dan nonsealing bidang patahan di Formasi Bekasap dan Formasi Duri yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan karakterisasi dari zona patahan yang meliputi: kecenderungan apakah patahan akan bersifat leaking atau sealing yang didasarkan kepada data lithology juxtaposition pada kontak bidang patahannya, data atribut patahan (angka shale gouge ratio/SGR) dan sifat fisis dari zona patahan terhadap sebaran unit reservoir dalam hal ini adalah aspek transmissibility dengan menggunakan data permeabilitas, selain itu juga akan dimasukkan parameter tekanan reservoir serta divalidasi berdasarkan data produksi dan injeksi.
I.6. Hipotesis kerja Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Formasi Duri dan Formasi Bekasap tersusun atas perselingan serpih dan batupasir halus sampai sedang. Keberadaan lapisan serpih cukup dominan dijumpai pada Formasi Duri sehingga pembentukan material pada zona patahan berkaitan dengan gesekan variasi litologi yang berbeda (Yielding dkk, 1997). Batuan serpih yang kaya akan mineral berukuran lempung cenderung membentuk seal yang lebih baik karena mengandung material yang berukuran halus dan memiliki lubang pori yang sangat kecil (Gibson, 1998). Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa zona patahan pada daerah penelitian bersifat sealing. 2. Pergeseran atau throw patahan diduga merupakan pengontrol utama variasi sealing atau non-sealing bidang patahan pada sand-sand juxtaposition Formasi Bekasap dan Duri.
7
3. Aliran fluid yang dikontrol oleh zona patahan secara khusus tergantung kepada aspek permeabilitas dan ketebalan dari zona patahan. 4. Tingkat resistensi aliran fluida selama kegiatan produksi berlangsung besar kemungkinannya dijumpai pada kondisi pada zona patahan tebal dengan karakter permabilitas yang rendah (zona patahan yang memiliki harga displacement yang besar dan nilai Shale Gauge Ratio tinggi).
I.7. Asumsi dan Dasar Teori Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah patahan sebagai pengontrol utama aspek reservoir compartementalization yang menjadi pembatas (penghalang) permeabilitas zona reservoir yang berada pada bagian upthrown ataupun downthrown dari patahannya. Variasi litologi yang berada pada zona patahan akan menentukan apakah patahan tersebut bersifat sealing atau leaking. Patahan akan bersifat sealing apabila tipe litologi yang kontak pada bidang patahan tersebut memiliki tekanan reservoir yang berbeda (Smith, 1980). Jika pada zona patahan kontak litologinya sand-shale, maka diasumsikan patahan bersifat sealing. Apabila kontak litologinya bersifat sand-sand, secara teoritis patahan akan bersifat leaking (Smith, 1980). Namun, kontak sand-sand pada bidang patahan dapat juga bersifat sealing pada kondisi tertentu (Allan, 1989). Variasi litologi yang dijumpai pada Formasi Bekasap dan Formasi Duri di lapangan minyak injeksi uap Duri, sandsand juxtaposition secara umum bersifat leaking, namun di beberapa tempat akan bersifat sealing karena memiliki throw yang besar ( > 90 m). Jika throw kecil namun bersifat sealing maka diduga mekanisme patahannya berbeda dimana dihasilkan suatu smear yang terbentuk sebagai akibat ductile deformation dari lapisan shale (Chalik, 2001). Asumsi dalam perhitungan volume serpih dimana reservoir Bekasap dan Formasi Duri memiliki persentase mineral feldspar yang relatif rendah, sehingga nilai Gamma ray dapat digunakan dalam perhitungan volume serpih dengan menggunakan Duri formation evaluation procedure (McNaboe, G.J., 1996). Prosedur ini juga dijadikan referensi dalam menghitung data permeabilitas. Dalam penentuan kualitas reservoir, analisis karaketrisasi zona patahan menggunakan
8
parameter dimana, reservoir yang dikategorikan bagus adalah memiliki harga PHIE lebih dari 0.24 dan permeabilitas lebih dari 1 darcy. Parameter ini mendasari dari karaketerisasi zona patahan pada kondisi juxtaposition dengan variasi lithotype dan reservoir type. Pembahasan lebih lanjut mengenai mekanisme terjadinya patahan serta pemahaman konsep juxtaposition litologi pada zona patahan dapat berfungsi sebagai indikator sealing atau leaking
dan hanya bisa berlaku pada tipe
mekanisme patahan yang merupakan suatu brittle deformation. Pada kondisi dimana kontak litologi sand-sand bersifat sealing, maka konsep juxtaposition litologi sudah tidak berlaku. Kontrol utama untuk kontak seperti ini adalah bagaimana karakter zona patahannya. Dalam hal ini pendekatan yang dilakukan adalah dengan konsep SGR (Shale Gauge Ratio) (Yielding, et.al, 1997). Shale Gouge Ratio (SGR) mengindikasikan adanya ductile clays yang terseret ke zona patahan dapat menghasilkan seal kapiler yang mencegah komunikasi sand-sand juxtaposition. Zona patahan yang diasumsikan bersifat sealing tentunya membentuk kenampakan seperti shale smear yang menjadi lapisan penghalang permeabilitas. Sifat sealing pada suatu zona patahan dapat terjadi karena dua hal, yaitu juxtaposition fault seal dan fault seal sensu stricto (Watts, 1987). Juxtaposition fault seal adalah sealing akibat bertemunya litologi dengan kualitas reservoir bagus dengan litologi non reservoir (seal). Smith (1966) menyatakan bahwa zona patahan bersifat sealing karena terbentuknya material yang memiliki porositas dan permeabilitas yang rendah sebagai akibat proses mekanik dan kimia yang terjadi disepanjang zona patahan.
(a)
(b)
Gambar I.4. Algoritma yang digunakan untuk memprediksi sifat zona patahan, (a) perhitungan SGR dalam suatu aliran fluida (Doughty, P.T., 2003), (b)
9
Perhitungan SGR dengan mempertimbangakn porsi material serpih dalam 3.zona patahan yang mengontrol aspek permeabilitas (Yielding, 1997)
Gambar I.5. Diagaram ilustrasi yang menggambarkan proses pengisian oleh material serpih disepanjang zona patahan yang disebabkan oleh proses ductile flow. (Berg, et al, 1995)
(a)
(b)
Gambar I.6 (a). Model tampilan harga trasmissibilitas dengan menggunakan diagram triangle dengan menggunakan metode Sperrevik, et al, 2002 yang dilakukan dalam penelitian ini; (b). Model juxtaposition dengan variasi lithotype yang mendasari analisa karakterisasi zona patahan.
10