BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya tanaman holtikultura yang cukup
besar. Salah satu tanaman holtikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah pepaya. Pepaya merupakan buah asal luar negeri (introduksi) dari Meksiko dan Costa Rica yang umumnya digemari sebagai konsumsi buah segar. Buah segar pepaya biasanya dimakan langsung atau diolah dalam berbagai produk seperti manisan, saus, dan jus pepaya. Selain citarasa buah pepaya yang segar dan manis, buah pepaya juga memiliki kandungan gizi yang lengkap (Rukmana, 1995). Sebagai salah satu jenis buah yang digemari, produksi pepaya di Indonesia cukup tinggi. Produksi buah pepaya di Indonesia dalam kurun waktu 2011-2014 mencapai 800-950 ribu ton. Luas panen pepaya sekitar 10,217 ha dan menghasilkan 82,23 ton/ha. Indonesia juga dikenal sebagai negara pengekspor pepaya. Negara yang menjadi tujuan ekspor pepaya Indonesia antara lain negara-negara di Asia Barat, seperti Arab Saudi, Kuwait, Oman, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab serta negara Eropa seperti Austria. (Badan Pusat Statistik, 2014). Ketersediaan pepaya di Indonesia cukup berlimpah, mengingat buah pepaya dapat ditanam sepanjang tahun. Akibat keberlimpahan tersebut, di kebun budidaya pepaya sering ditemukan buah yang tidak memenuhi syarat standar pasar lokal maupun ekspor dan dianggap sebagai limbah. Buah pepaya yang demikian itu
1
seringkali dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut. Jumlah buah pepaya yang dianggap sebagai limbah umumnya tersedia 5-10 % dari jumlah panen. Keberlimpahan limbah pepaya di kebun kemudian memunculkan cara untuk mengolah limbah pepaya untuk menambah nilai jual. Beberapa mengolah limbah buah pepaya sebagai pakan ternak dan bahan baku pupuk organik. Sebagian lainnya mulai mengembangkan pepaya sebagai biomassa bahan baku pembuatan sumber energi terbarukan. Salah satu sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan dari biomassa adalah bioetanol. Kandungan karbohidrat pepaya yang cukup tinggi menjadikan pepaya cukup berpotensi untuk dijadikan bahan baku bioetanol. Bioetanol di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak tanaman berpati dan bergula yang banyak tersebar di berbagai wilayah. Pemerintah juga mulai merancang rencana jangka panjang penggunaan bioetanol sebagai sumber bahan bakar nabati pengganti bensin. Selain itu harga jual bioetanol di pasaran cukup menjanjikan. Harga bioetanol absolut per liter dapat mencapai Rp300.000,00. Selain untuk pengganti bahan bakar bensin, bioetanol juga dapat diperuntukkan sebagai larutan alkohol untuk sterilisasi. Bioetanol yang banyak diteliti dan dikembangkan di Indonesia adalah bioetanol generasi pertama (bahan baku berbasis glukosa). Namun penggunaan bahan baku berbasis glukosa memiliki kelemahan. Hal ini karena biomassa berbasis glukosa umumnya merupakan tanaman sumber pangan, misalnya tebu, singkong, jagung, dan sorgum. Sedangkan untuk bioetanol generasi kedua dengan bahan baku berbasis selulosa, teknologi pembuatannya membutuhkan formula yang lebih
2
kompleks serta relatif lebih sulit dan mahal dibanding pembuatan bioetanol dengan bahan baku berbasis glukosa. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah buah berkabohidrat tinggi sebagai bahan baku bioetanol diharapkan dapat menjadi alternatif agar pemenuhan bahan baku pembuatan bioetanol tidak tumpang tindih dengan kebutuhan pangan masyarakat serta mudah dalam teknologi pembuatannya. Penelitian pembuatan bioetanol menggunakan bahan baku pepaya telah banyak dilakukan sebelumnya. Bioetanol berbahan baku pepaya, seperti kebanyakan bioetanol berbahan dasar lain, dibuat melalui proses fermentasi dan destilasi. Kedua proses tersebut sangat mempengaruhi kualitas bioetanol yang dihasilkan. Enjelita Pasaribu (2015) menyatakan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar alkohol dan kandungan energi bioetanol yang dihasilkan. Selain itu variasi varietas buah pepaya sebagai substrat fermentasi juga turut berpengaruh. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipilih faktor lama fermentasi untuk mengetahui pengaruh terhadap hasil serta waktu optimal fermentasi untuk pembuatan bioetanol dari buah pepaya. Disamping faktor lama waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan bioetanol, suhu juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas fermentasi. Jefri Sagala mengungkapkan bahwa pada saat preparasi bahan, buah pepaya tidak dipanaskan terlebih dahulu, melainkan langsung dicampur dengan ragi serta nutrisi nitrogen NPK dan urea. Disisi lain, penelitian menggunakan metode preparasi bahan dengan pemanasan juga banyak dilakukan. Sebelum difermentasi, buah pepaya dimasak dengan cara dikukus atau direbus.
3
Seperti yang dilakukan oleh Azmi (2015) yang menggunakan metode perebusan untuk memanaskan bubur dari tepung singkong, bioetanol yang diperoleh menghasilkan kadar yang relatif tinggi yaitu 50-70 %. Tujuan pemasakan sebelum difermentasi adalah untuk melunakkan tekstur daging buah agar ragi lebih mudah memfermentasi substrat. Pengaruh pemanasan pada bahan antara lain untuk mereduksi jumlah bakteri non spesifik yang ada pada bahan sehingga pada proses hanya melibatkan beberapa bakteri spesifik untuk fermentasi (monobacterial). Pada penelitian ini digunakan pula beda perlakuan preparasi bahan dengan pemasakan dan tanpa pemasakan untuk mengetahui pengaruh keduanya terhadap bioetanol yang dihasilkan.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum Mengetahui potensi limbah pepaya sebagai bahan baku bioetanol.
1.2.2
Tujuan Khusus a) Mengetahui kondisi operasi terbaik dari perlakuan lama fermentasi dan perlakuan panas agar diperoleh hasil bioetanol dari pepaya yang paling optimal. b) Mengetahui pengaruh antara lama fermentasi dan perlakuan panas terhadap parameter-parameter berupa: kadar dan volume hasil bioetanol, waktu optimum destilasi, kadar dan volume sisa pipa fraksinasi, kapasitas bietanol yang dapat dihasilkan per kilogram bahan, serta nilai kalor bahan.
4
1.3
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain menambah
nilai guna limbah pepaya sekaligus menjadikan salah satu alternatif solusi untuk pendayagunaan energi terbarukan pengganti bahan bakar bensin. Selain itu, sebagai sarana acuan bagi masyarakat dan penelitian lain untuk mengembangkan kondisi proses yang optimal dalam pembuatan bioetanol dari limbah buah dengan menggunakan metode fermentasi dan destilasi bertingkat untuk pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi alternatif dan terbarukan.
1.4
Batasan Masalah Batasan – batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Pepaya yang digunakan merupakan jenis pepaya California yang diperoleh dari Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. 2. Ragi yang digunakan untuk fermentasi dalam penelitian ini adalah ragi tape merek dagang NKL dengan komposisi pemberian ragi 2% per kilogram bahan. 3. Urea dan NPK yang digunakan sebagai penyuplai nutrisi nitrogen bagi ragi adalah Urea Kujang dan NPK komposisi 25-7-7 dengan komposisi pemberian urea dan NPK 0,67% per kilogram bahan. 4. Toples yang digunakan sebagai wadah fermentasi adalah toples plastik dengan ukuran volume 8 L. 5. Destilator yang digunakan untuk proses destilasi merupakan destilator bertingkat dengan dua pipa fraksinasi yang berisikan kelereng dan ring alumunium.
5
6. Pengaturan suhu destilasi sebesar 83 oC dan debit air kondensor sebesar 0,5 L/detik. 7. Destilasi hanya dilakukan satu kali siklus dalam waktu dua jam terhitung sejak destilator dihidupkan. 8. Pengukuran kadar alkohol dilakukan dengan alat alkoholmeter hidrometri.
6