BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang menitikberatkan pada kebenaran dan keadilan. Hukum bertujuan untuk mengatur kegiatan manusia sedangkan kegiatan manusia itu tidak terhitung jumlah dan jenisnya, maka tidaklah mengherankan kalau peraturan hukum itu adakalanya tidak lengkap dan tidak selalu jelas. Oleh karena itu hukum harus dilengkapi dan dijelaskan, yang berarti bahwa hukumnya harus ditemukan dan ditentukan guna memecahkan masalah-masalah hukum tersebut. Menurut bentuknya, hukum dibagi menjadi hukum tertulis dan tidak tertulis. Hukum tertulis adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. Sedangkan hukum tidak tertulis adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Hukum tertulis pada umumnya lahir setelah terjadi suatu permasalahan yang timbul di masyarakat. Hal ini mengakibatkan perkembangan hukum seringkali terlambat. Fenomena ini mengakibatkan
2
penyelesaian masalah hukum tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan, karena banyak hal-hal baru yang muncul, sedangkan pengaturannya belum ada. Artinya, materi hukum yang tertulis itu boleh jadi tertinggal pada saat ia diberlakukan. Dalam perkembangannya, sering terlihat dan terjadi perbedaan antara ketentuan yang berlaku dalam praktik dan apa yang ditentukan dalam teori. Terkadang perkembangan yang baru belum dapat atau belum mampu diikuti oleh perangkat hukum, hal ini terlihat pada praktik notaris dalam pembuatan akta-akta otentik. Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penerapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.5Notaris selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya tidak boleh keluar dari rambu-rambu yang telah diatur oleh perangkat hukum yang berlaku. Akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris dapat dibedakan atas: 1.
Akta yang dibuat “oleh” (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau “akta pejabat” (ambtelijke akten);
2.
Akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan “akta partij” (partij akten);6
5
Sudikno Mertokusumo, “Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris”, Renvoi, Nomor 12, tanggal 3 Mei 2004, hlm. 49. 6 G. H. S. Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 5152.
3
Pengertian akta partij adalah akta yang dibuat untuk bukti dan merupakan keterangan yang diberikan oleh para penghadap, dengan jalan mendatanginya. Selanjutnya, akta relaas adalah akta yang dibuat untuk bukti mengenai perbuatan termasuk keterangan yang diberikan secara lisan, tidak menjadi soal apapun isinya dan kenyataan yang disaksikan oleh notaris di dalam menjalankan tugasnya dihadapan para saksi. Di sini notaris memberikan secara tertulis dengan membubuhkan tanda tangannya, kesaksian dari apa yang dilihat dan didengarnya. Salah satu perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan oleh notaris disamping pembuatan akta otentik adalah pengesahan surat di bawah tangan (legalisasi) dan membukukan surat di bawah tangan di dalam buku khusus (waarmerking). Menerapkan dan menafsirkan mengenai pengertian, cara dan bentuk dari pembuatan pengesahan surat di bawah tangan (legalisasi) dan membukukan surat di bawah tangan di dalam buku khusus (waarmerking), belum ada yang mengaturnya dengan tegas, oleh karena itu dapat menimbulkan perbedaan tata cara mengenai hal tersebut, terutama dalam hal tanggung jawab notaris dalam pembuatan pengesahan surat di bawah tangan (legalisasi) dan membukukan surat di bawah tangan (waarmerking). Notaris dalam melakukan pembukuan surat di bawah tangan dapat menimbulkan masalah karena seringkali penghadap meminta agar surat di bawah tangan yang sudah ditandatangani dianggap menjadi tanggung jawab
notaris
terhadap
keseluruhan
isi
surat
tersebut,
padahal
4
kenyataannya notaris tidak mengetahui orang-orang yang tersebut dalam surat
di
bawah
tangan
tersebut
dan
tidak
tahu
siapa
yang
menandatanganinya. Dalam hal ini notaris tidak dapat berbuat lain dari memberi tanggal pasti, yaitu waarmerken, walau notaris dalam hal ini tidak membuat kesalahan secara yuridis, kata “disahkan” yang diucapkan oleh penghadap masih menimbulkan tanda tanya tersendiri, apakah dengan adanya tanda tangan dan cap jabatan notaris maka isi surat di bawah tangan itu menjadi sah, yang pastinya tidak, karena sesungguhnya notaris hanya memberikan kepastian mengenai tanggal dibukukannya surat di bawah tangan tanpa bertanggung jawab sedikitpun terhadap isinya. Hal ini sangat bertentangan dengan pandangan masyarakat awam mengenai surat di bawah tangan yang telah dibukukan maupun yang telah dilakukan pengesahan oleh notaris, sebagian besar masyarakat lebih menganggap bahwa dengan dibukukannya suatu surat di bawah tangan maka surat di bawah tangan tersebut telah menjadi akta otentik yang dibuat oleh notaris atau produk dari notaris yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna seperti layaknya akta otentik. Tingginya kepercayaan ditambah dengan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap akta notaris juga sering menjadi celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan pembukuan surat di bawah tangan hanya untuk membuktikan kepada pihak lain bahwa surat di bawah tangan yang telah dibukukan tersebut seolah-olah merupakan akta otentik sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Selain itu
5
perlu diteliti pula mengenai letak kekuatan pembuktian suatu surat di bawah tangan yang dilakukan pengesahan oleh notaris. Akta otentik dengan surat di bawah tangan yang dilakukan pengesahan oleh notaris memang memiliki kemiripan dalam tahapan pengesahannya yang samasama ditandatangani di hadapan notaris, tetapi surat di bawah tangan yang dilakukan
pengesahan
bukanlah
akta
otentik
sehingga
kekuatan
pembuktiannya tidak sempurna. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang tanggung jawab notaris atas pengesahan dan pembukuan surat di bawah tangan. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1.
Apakah Tanggung Jawab Notaris atas Pengesahan dan Pembukuan Surat Di bawah Tangan?
2.
Bagaimana Manfaat Surat Di bawah Tangan yang Dilakukan Pengesahan dan Surat Di bawah Tangan yang Dibukukan oleh Notaris?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab notaris dalam pembuatan pengesahan surat di bawah tangan dan membukukan surat di bawah tangan.
6
2.
Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan manfaat serta kekuatan pembuktian surat di bawah tangan atas pengesahan dan pembukuan surat di bawah tangan oleh notaris serta mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari pengesahan surat di bawah tangan dan membukukan surat di bawah tangan.
D.
Keaslian Peneletian Sepanjang penelusuran dan pengetahuan peneliti, penelitian yang dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul “Tanggung Jawab Notaris atas Pengesahan dan Pembukuan Surat Di bawah Tangan” belum pernah ditulis dan diteliti di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan penelusuran peneliti, ada dua penelitian yang pernah dilakukan yang memiliki sedikit relevansi dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 1.
Penelitian Merry Natalia Sinaga tahun 2007 berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan yang Telah Dilegalisasi dan Waarmerking oleh Notaris7. Ada tiga permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimanakah kekuatan akta di bawah tangan sebagai alat bukti. Kedua, Apakah fungsi legalisasi dan waarmerking atas akta yang dibuat
di
bawah
tangan
memberikan
tambahan
kekuatan
pembuktian dalam sidang di pengadilan. Ketiga, Apakah akta di 7
Merry Natalia Sinaga, 2007, “Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah tangan yang Telah Dilegalisasi dan Waarmerking oleh Notaris”, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7
bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking dari notaris dapat dibatalkan oleh hakim. Hasil penelitian tersebut adalah: Pertama, akta di bawah tangan sebagai alat bukti dipersidangan tidaklah mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik, kecuali akta tersebut diakui oleh para pihak. Kekuatan pembuktian akta
di
bawah
tangan
mempertimbangkannya.
berada
Kedua,
ditangan fungsi
hakim
legalisasi
untuk dalam
pembuktian di persidangan adalah memberikan kepastian bagi hakim mengenai tanggal, isi, identitas, maupun tanda tangan dari para pihak. Sedangkan fungsi waarmerking tidak menambah kekuatan pembuktian akta di bawah tangan. Ketiga, akta di bawah tangan yang dilegalisasi dan di-waarmerking oleh notaris dapat dibatalkan oleh hakim. 2.
Tesis Muhammad Aji Budi Nugroho berjudul Peranan dan Tanggung Jawab Notaris dalam Legalisasi Akta Di Bawah Tangan 8 (2010) pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan rumusan masalah: pertama, bagaimana peranan notaris dalam legalisasi akta di bawah tangan terkait pembacaan isi akta kepada para pihak; kedua, letak kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang di-
8
Muhammad Aji Budi Nugroho, 2010, “Peranan dan Tanggung Jawab Notaris dalam Legalisasi Akta Di bawah Tangan”, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
8
legalisasi notaris; ketiga, bagaimana batasan pertanggungjawaban notaris terhadap akta di bawah tangan yang dilegalisasi olehnya. Kesimpulan penelitian Nugroho adalah sebagai berikut: Pertama, peranan notaris dalam legalisasi akta di bawah tangan adalah mengesahkan tanda tangan dan memberikan kepastian tanggal penandatanganan akta dengan mendaftar dalam buku khusus; notaris dalam melaksanakan kewenangannya melegalisasi akta di bawah tangan tidak diwajibkan untuk membacakan dan menjelaskan isi akta yang dilegalisasi olehnya kepada para pihak, dengan kata lain, pembacaan isi akta bukan syarat sahnya legalisasi. Kedua, akta di bawah tangan merupakan alat bukti tertulis yang sempurna seperti akta otentik jika tanda tangan yang ada pada akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuatnya. Apabila salah satu pihak ada yang mengingkari tanda tangan dalam akta tersebut, maka diperlukan bukti tambahan untuk menentukan kebenaran materiel yang dimuat dalam akta tersebut. Legalisasi notaris memberikan tambahan kekuatan pembuktian terhadap akta di bawah tangan, yaitu memberikan kepastian di muka hukum bahwa akta tersebut benar-benar ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya, dan telah ada dan ditandatangani pada tangan tertentu sebagaimana tercantum dalam kalimat legalisasi yang dibuat notaris. Ketiga, tanggung jawab notaris terhadap akta di bawah tangan yang dilegalisasi tidak seperti pada akta otentik yang
9
dibuat oleh notaris, yang juga berkaitan dengan formal legalistik, isi akta, dan kepastian waktunya. Dalam legalisasi, batasan tanggung jawab notaris seiring dengan kewenangan yang diberikan kepadanya, yaitu terbatas mengenai pengesahan tanda tangan dan tanggal penandatangannya. Jadi notaris hanya bertanggung jawab dan memberikan jaminan terhadap kebenaran bahwa akta tersebut benar-benar ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan dan penandatanganan tersebut dilakukan pada tanggal sebagaimana tertulis pada kalimat legalisasi yang dibuat oleh notaris tersebut. Mengenai isi dari akta bukanlah tanggung jawab dari notaris. Perbedaan pokok antara penelitian ini dengan kedua penelitian di atas adalah fokus yang akan dibahas dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada tanggung jawab dalam pembuatan pengesahan surat dibawah tangan dan membukukan surat di bawah tangan oleh notaris, manfaat beserta akibat hukumnya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan terdahulu sebagaimana disebutkan di atas yang menitikberatkan pada kekuatan pembuktian dari akta yang dilegalisasi dan di-waarmerking notaris. E.
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-
10
pihak terkait termasuk pihak legislatif pada umumnya, serta khususnya bagi seorang notaris dalam pelaksanaan jabatannya selaku pejabat umum. 2.
Manfaat Teoritis Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi yang berharga bagi pengembangan ilmu hukum perdata khususnya dibidang kenotariatan.