1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bintaro adalah tanaman dengan nama ilmiah Cerbera odallam G. Bintaro berdaun rimbun sehingga cocok sebagai penghijauan, peneduh, dan penghias taman kota. Bunga bintaro memiliki aroma khas yang harum (fragrance) dan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga nilai ekonomisnya masih rendah. Cerbera odallam G. berkerabat sangat dekat dengan Cerbera manghas yang keduanya adalah jenis pohon dari keluarga Apocynaceae yang sangat beracun. Hal ini dinyatakan oleh Gaillard et al. (2004) yang telah melakukan review terhadap tanaman Bintaro bahwa buahnya mengandung racun cerberin. Gaillard et al. (2004) juga melaporkan bahwa Cerbera odallam merupakan 50% dari jenis tanaman yang dapat menimbulkan keracunan. Selain itu, 10% kasus keracunan di Kerla, India disebabkan oleh tanaman Cerbera odallam. Walaupun tanaman bintaro beracun dan belum banyak dimanfaatkan, beberapa bagian dari tanaman bintaro sudah diteliti. Utami (2010) menemukan bahwa ekstrak daun bintaro dapat digunakan untuk pestisida hama Spodoptera litura. Selain itu, Sa’diyah (2013) melaporkan perkembangan ulat grayak (Spodoptera litura F.) terganggu akibat adanya ekstrak bintaro. Berdasarkan penelitian Utami dan Sa’diyah, bintaro dapat digunakan untuk biopestisida. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri (2011) juga menyatakan bahwa ekstrak daun bintaro bermanfaat untuk melawan sel kanker payudara.
1
2
Selain manfaat yang sudah disebutkan sebelumnya, aroma wangi (fragrance) dari bunga bintaro berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber wangi-wangian (fragrance). Jadi, perlu dilakukan usaha ekstraksi yang sesuai untuk mendapatkan fragrance dari bunga Bintaro. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri (2011) juga menyebutkan aroma wangi yang terdapat pada bunga bintaro dapat diekstraksi menjadi minyak atsiri dan sangat berpotensi untuk bahan pewangi. Minyak atsiri mengandung berbagai macam senyawa. Senyawa pada minyak atsiri dapat menghasilkan aroma yang sifatnya khas. Bunga Bintaro memiliki aroma khas yang disebabkan oleh adanya minyak atsiri. Komposisi senyawa pada minyak atsiri mempengaruhi aroma bunga Bintaro. Jadi, sangat penting untuk diketahui komposisi senyawa pada fragrance bunga Bintaro. Bahan pewangi dapat digunakan untuk bahan parfum, kosmetik, dan pangan (bahan tambahan pada makanan maupun minuman). Bahan pewangi tersebut berupa fragrance yang dihasilkan dari berbagai jenis bunga, salah satunya adalah bunga bintaro. Namun, fragrance dari bunga Bintaro tidak digunakan untuk keperluan tersebut karena Bintaro mengandung racun. Karena adanya racun pada Bintaro maka fragrance dari bunga Bintaro berpotensi untuk anti nyamuk. Potensi ini sangat menguntungkan karena akan didapatkan anti nyamuk yang beraroma wangi alami. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan usaha/metode yang efektif untuk mengekstraksi fragrance dalam bunga Bintaro secara optimal. Salah satu metode ekstraksi fragrance yang efektif adalah melalui ekstraksi menggunakan lemak atau enfleurasi. Sani (2012) melaporkan ekstraksi minyak
3
atsiri (wangi-wangian) bunga melati dengan lemak menghasilkan rendemen yang lebih besar jika dibandingkan dengan ekstraksi dengan pelarut menguap. Metode ekstraksi enfleurasi ini juga sangat baik digunakan untuk mengekstraksi bunga yang kandungan fragrance-nya sedikit, seperti bunga melati (Hamid, 2011). Sani (2012) melaporkan lemak hewan dan lemak tumbuhan dapat digunakan sebagai agen penyerap terhadap fragrance yang dilepaskan oleh bunga melati. Selain itu, ekstraksi dengan lemak panas dilaporkan dapat menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan ekstraksi lemak dingin (Rakthaworn, 2009). Untuk itu, metode ekstraksi enfleurasi diharapkan dapat menghasilkan rendemen dalam jumlah banyak. Pelaksanaan ekstraksi enfleurasi juga dipengaruhi oleh perbandingan massa bunga dan lemak yang digunakan. Ekstraksi enfleurasi dengan variasi perbandingan massa bunga dan lemak telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Punjee et al. (2009) mendapatkan perbandingan massa bunga Micheila alba dan lemak untuk ekstraksi enfelurasi paling baik dilakukan dengan perbandingan 1500 gram/200 mL dengan rendemen sebesar 0,3511%. Selain itu, Rakthaworn et al. (2009) juga menemukan perbandingan terbaik untuk ekstraksi enfleurasi bunga melati adalah perbandingan 2500 gram bunga/200 g lemak dengan rendemen 0,3137 %. Berdasarkan penelitian tersebut, perbandingan bunga dan lemak yang digunakan sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk mendapat rendemen yang banyak perlu diteliti tentang perbandingan bunga dan lemak. Pelaksanaan
ekstraksi
enfleurasi
tidak
hanya
dipengaruhi
oleh
perbandingan bunga dan lemak tetapi juga dipengaruhi oleh lamanya ekstraksi.
4
Ekstraksi enfleurasi dapat dilakukan dengan waktu kontak 24 jam untuk tiap siklusnya (Sani, 2012). Hamid (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa enfleurasi dilakukan selama satu hari atau beberapa jam hingga semua fragrance terserap oleh lemak. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa enfleurasi dapat dilakukan selama 24 jam atau semalam sehingga berbau harum yang ditandai dengan bunga layu (Pansuk, 2007). Waktu enfleurasi diduga dapat mempengaruhi hasil fragrance yang diperoleh. Oleh karena itu, perlu pula pengujian terhadap lamanya waktu enfleurasi. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai optimasi proses ekstraksi enfleurasi fragrance dari bunga bintaro untuk memperoleh rendemen yang maksimal. Optimasi ekstraksi enfleurasi dilakukan terhadap perbandingan bunga dan lemak serta lamanya waktu enfleurasi. Selain itu, peneliti juga tertarik untuk mengetahui komposisi senyawa yang ada pada fragrance dari bunga Bintaro.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Apakah perbandingan lemak dan massa bunga yang digunakan dalam metode enfleurasi berpengaruh terhadap jumlah fragrance yang dihasilkan? (2) Apakah waktu kontak bunga dan lemak pada metode enfleurasi berpengaruh terhadap jumlah fragrance yang diperoleh?
5
(3) Berapakah perbandingan lemak dan massa bunga serta lamanya ekstraksi enfleurasi untuk mendapatkan fragrance terbanyak? (4) Senyawa apakah yang terkandung pada fragrance bunga bintaro?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum enfleurasi agar diperoleh fragrance dengan rendemen yang tinggi serta untuk mengetahui komposisi senyawa kimia pada fragrance bunga bintaro.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Untuk mengetahui perbandingan lemak dan massa bunga yang digunakan dalam metode enfleurasi berpengaruh terhadap jumlah fragrance yang dihasilkan. (2) Untuk mengetahui waktu kontak bunga dan lemak pada metode enfleurasi berpengaruh terhadap jumlah fragrance yang optimum. (3) Untuk mengetahui kondisi optimum (perbandingan lemak dan bunga serta lamanya ekstraksi) untuk mendapatkan fragrance yang banyak. (4) Untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada fragrance dari bunga bintaro.
6
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat secara teori atau akademik dalam penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai kondisi optimum enfleurasi dan mengetahui komposisi senyawa yang ada pada fragrance hasil ekstraksi. Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah: (1) Memberikan informasi tentang penggunaan metode enfleurasi untuk memperoleh fragrance dari bunga bintaro. (2) Memberikan informasi ilmiah tentang komposisi senyawa kimia yang terdapat pada fragrance bunga bintaro. (3) Memberikan sumbangan ilmiah tentang kondisi optimum proses ekstraksi enfleurasi fragrance bunga bintaro yang memberikan hasil optimal.