xii
xiii
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui berbagai upaya pembangunan nasional di Indonesia antara lain berupa pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, 1 dan kemudian dalam ketentuan Pasal 34 ayat (3) juga dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan fasilitas umum yang layak.2
1 2
Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1). Ibid, Pasal 34 ayat (3).
i
Adanya unsur kesejahteraan umum di dalam tujuan negara yang berupa terpenuhinya hak setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan tersebut, menunjukan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya terpenuhinya hak-hak pasien di rumah sakit yang diselenggarakan oleh negara. Terpenuhinya hak-hak pasien di bidang pelayanan kesehatan oleh negara melalui institusi rumah sakit menggambarkan bahwa negara harus memberikan perlindungan hukum secara adil terhadap setiap warga negaranya yang di dalamnya termasuk pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dalam hal ini masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan pada rumah sakit selaku pasien. Sikap adil yang menjadi tanggung jawab negara terhadap setiap pasien di rumah sakit yang membutuhkan pelayanan kesehatan, pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan hukum bagi setiap orang (warga negara), sebagaimana diamanatkan oleh Al Qur’an didalam Surat Al- Ma’idah ayat (8), yang artinya : “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil (semena-mena). Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan taqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”3
3
Anwar Abu Bakar, 2009, Al Qur’an dan Terjemahannya, Surat Al-Ma’idah, ayat (8), Sinar Baru Algensindo, hal. 86. Bandung. 4 Ibid, Surat An-Nisa, ayat (135), hal. 79.
ii
Selanjutnya Al Qur’an terutama Surat An-Nisa ayat (135) juga mengisyaratkan perlunya menegakan keadilan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang artinya : 4 Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. Demikian halnya dengan penerapan nilai-nilai keadilan di bidang pelayanan kesehatan terhadap masyarakat (pasien) oleh institusi rumah sakit yang diselenggarakan oleh negara, pada dasarnya negara masih belum mampu memberikan
pemenuhan
rasa
keadilan
bagi
masyarakat
yang
membutuhkannya secara adil dan merata. Fenomena ini antara lain dapat dilihat dari masih banyaknya kasus kualitas pelayanan kesehatan yang cenderung diskriminatif, dengan
dibeda-bedakannya antara pasien yang
mampu dengan pasien yang kurang mampu tingkat perekonomiannya. Kecenderungan yang bersifat diskriminatif ini sudah tentu menggambarkan masih kurang optimalnya tanggungjawab negara dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sebagaimana amanat konstitusi negara. Penerapan nilai-nilai keadilan bagi setiap warga negara di bidang pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam hal
iii
ini rumah sakit berfungsi sebagai salah satu fasilitator pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan kesehatan masyarakat di Indonesia Bentuk pelayanan kesehatan di bidang perlindungan hukum bagi pasien rumah sakit yang diatur di dalam Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 dapat ditelaah melalui penerapan ketentuan Pasal 32, yang mengatur hak-hak pasien rumah sakit sebagai berikut : 5 a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; e. memperoleh layanan yang efektif dan efesien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan; g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan Rumah Sakit; h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit; i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya; j. mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan; k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; m. menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya; n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
5
Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal (32)
iv
o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya; p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya; q. menggugat/menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana;dan r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai konsekuensi pemenuhan hak-hak pasien di atas, maka rumah sakit dalam kedudukannya sebagai institusi negara terikat pada ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, yang mengatur kewajiban rumah rakit sebagai berikut : 6 a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat; b. memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayananannya; e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin; f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan; g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan didalam melayani pasien; h. menyelenggarakan rekam medis; i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu , sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, dan lanjut usia; j. melaksanakan sistem rujukan; k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
6
Ibid, Pasal 29
v
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien; n. melaksanakan etika Rumah Sakit; o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional; q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya; r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws); s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Adanya ketentuan kedua pasal di atas mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat oleh institusi rumah rakit pada prinsipnya merupakan hubungan hukum di bidang pelayanan kesehatan. Hubungan hukum yang dimaksud berupa keterikatan para pihak sebagai subyek hukum, yaitu pihak rumah sakit selaku institusi penyelenggara kesehatan dan pihak pasien selaku konsumen (masyarakat) sebagai pengguna jasa kesehatan. Sedangkan obyek hukumnya berupa jasa pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan para pasien sebagai penggunanya. Hubungan hukum antara rumah sakit dengan pasiennya dilihat dari ketentuan Pasal 29 dan Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menggambarkan bahwa selaku penyelenggara kesehatan rumah sakit berkewajiban memberikan perlindungan hukum kepada setiap pasiennya. Sedangkan pasien selaku pengguna jasa kesehatan memiliki hakhak selaku konsumen yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh pihak pemberi jasa kesehatan (rumah sakit). Dengan demikian pihak rumah sakit sebagai
vi
pemberi jasa pelayanan kesehatan juga terikat pada ketentuan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen yang dimaksud sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.7 Namun demikian dalam praktek penyelenggaraan jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama pasien rawat inap di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal pada dasarnya masih terkendala oleh belum terpenuhinya tingkat
kepuasan
konsumen
(pasien)
secara
merata
dan
optimal.
Kecenderungan ini dapat dilihat dari adanya sebagian pasien rawat inap yang merasa tidak diperlakukan secara adil oleh pihak rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatannya, seperti dalam memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan bagi pasien, memperoleh hak dan kewajiban pasien, maupun layanan kesehatan yang masih diskriminatif. Fenomena tersebut
merupakan bentuk penerapan pelindungan hukum
terhadap hak-hak pasien rawat inap yang belum merata dan optimal dari pihak penyelenggara jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit selaku institusi negara terhadap pasiennya pada prinsipnya merupakan hubungan hukum di antara keduanya selaku para pihak, sehingga pihak penyelenggara (rumah sakit) terikat untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pengguna jasa 7
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (1).
vii
pelayanan tersebut. Namun demikian dalam praktek perlindungan hukum bagi pasien pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal masih terkendala oleh adanya sebagian pasien rawat inap yang merasa kurang memperoleh pelayanan kesehatan secara memuaskan. Oleh karenanya penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis implementasi
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 di bidang
perlindungan hukum bagi pasien pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 terhadap perlindungan hukum bagi pasien pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal? 2. Bagaimana kendala pelayanan kesehatan pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal? 3. Bagaimana solusi terhadap kendala pelayanan kesehatan pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan implementasi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 terhadap perlindungan hukum bagi pasien pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan kendala pelayanan kesehatan pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. 3. Untuk mengetahui dan menjelaskan solusi dalam mengatasi kendala pelayanan kesehatan pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. viii
D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran di bidang perbendaharaan konsep maupun pengembangan teori-teori studi hukum tata negara, khususnya pengembangan teori hukum kesehatan di Indonesia. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi perumusan kebijakan publik yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien selaku pengguna jasa kesehatan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi para pasien rawat inap di rumah sakit, sehingga memahami atas hakhaknya selaku pengguna jasa kesehatan. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi para petugas kesehatan (perawat), sehingga berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya terhadap para pasien asuhannya. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi masyarakat luas, terutama di bidang perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien rawat inap di rumah sakit.
E. Kerangka Konseptual 1. Perlindungan Hukum terhadap Pasien di Rumah Sakit
ix
Dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka pemerintah telah menerbitkan perangkat hukum yang mengatur rumah sakit secara menyeluruh dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Perlindungan hukum yang dimaksud tercermin dalam ketentuan Pasal 2 peraturan tersebut, dalam hal mana
asas pengelolaan rumah sakit
diselenggarakan berdasarkan Pancasila maupun nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.8 Penerapan asas pengelolaan rumah rakit tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam tujuan penyelenggaraan rumah sakit (Pasal 3),yang meliputi: 9 a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
8 9
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, Loc.Cit., Pasal 2. Ibid, Pasal 3
x
Sejalan dengan asas dan tujuan pengelolaan rumah sakit di atas, maka fungsi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit sebagaimana ketentuan Pasal 5 meliputi sebagai berikut : 10 a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Berdasarkan asas, tujuan, tugas dan fungsi rumah sakit di atas dapat diketahui bahwa rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat berkewajiban memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien dan memberikan kepastian hukum kepada setiap pasien yang menjadi pengguna jasanya (Pasal 3 huruf b dan d). Perlindungan hukum terhadap pasien pada dasarnya juga telah diatur di dalam hukum kesehatan yang mengharuskan setiap institusi rumah sakit di haruskan memenuhi kewajiban hukum yang berkaitan dengan : (1). Wajib hukum akreditasi terhadap sumber daya tenaga profesi dan sumber daya upaya kesehatan, (2). Wajib hukum memenuhi hak asasi pasien yang terdiri atas hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat pihak kedua, (3). Wajib
10
Ibid, Pasal 5 huruf b dan d
xi
hukum untuk melaksanakan doktrin kesehatan yaitu pengadaan rekam medik (medical record), pengadaan hak persetujuan tindakan medis (informed conment ), dan penertiban rahasia kedokteran
(medical
secrecy). 11 Dengan demikian aspek perlindungan hukum bagi pasien di rumah sakit pada prinsipnya merupakan kewajiban utama bagi institusi pengelola pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat J.J Leenen dalam Fred Ameln, yang menyatakan bahwa hukum kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana dan hukum administratip dalam hubungan tersebut. Demikian pula pedoman internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu dan literatur, menjadi sumber-sumber hukum kesehatan.12 Sesuai pendapat di atas mengisyaratkan bahwa institusi rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat terikat pada ketentuan hukum kesehatan, yang di dalamnya mencakup penerapan berbagai aspek hukum seperti perdata, pidana, administratip maupun kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.
11
Bambang Poernomo, 1996, Hukum Kesehatan, Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM , hal. 141, Yogyakarta. 12
Fred Arneln, 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, hal. 14. Jakarta.
xii
Adanya keterikatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan terhadap hukum kesehatan, maka pihak institusi kesehatan (rumah sakit) dalam memberikan pelayanannya kepada pasien wajib memenuhi hak asasi pasien, seperti hak untuk memperoleh informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua (second opinion). 13 Keterikatan institusi rumah sakit selaku penyelenggara kesehatan masyarakat terhadap pemenuhan hak asasi pasien tersebut mengisyaratkan bahwa rumah sakit selaku pihak pemberi jasa kesehatan pada prinsipnya berkewajiban memberikan perlindungan hukum terhadap pasien-pasiennya selaku pihak pengguna jasa kesehatan (konsumen). Oleh karenanya dalam praktek pelayanan kesehatan terhadap pasien, pihak rumah sakit juga terikatan pada ketentuan perlindungan konsumen, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan dan kepastian hukum terhadap hak-hak pasien selaku konsumen jasa pelayanan kesehatan dirumuskan dalam ketentuan Pasal 4 peraturan perundang-undangan tersebut, yaitu : 14 Hak konsumen adalah : a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
13 14
Bambang Poernomo, Op. Cit., hal. 141. Undang-Undang R.I. No. 8 Tahun 1999, Op. Cit., Pasal 4.
xiii
b. Hak untuk memilih barangdan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. d. Hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti-rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Namun demikian sejalan dengan ruang lingkup implementasi Undang-Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi pasien, maka titik berat pembahasan pendekatan yuridis-sosiologis di dalam tesis ini hanya terbatas pada implementasi ketentuan hukum administratip (Hukum Tata Negara). Sedangkan sasaran pokok analisisnya di arahkan pada ketentuan yang mengatur kewajiban rumah sakit (Pasal 29)
dan hak-hak pasien
(Pasal 32). 2. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia merupakan bagaian dari sumber daya kesehatan yang sangat di perlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit mempunyai
xiv
karakteristik dan organisasi yang sifatnya sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing saling berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang dewasa ini berkembang sangat pesat sudah tentu harus di ikuti oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan yang memadai dan bermutu, sehingga dapat memberikan kepuasan yang optimal bagi setiap pasien sebagai pengguna jasanya. Sejalan dengan ketentuan Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa setiap orang (warga negara) berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Sesuai amanat konstitusi tersebut, maka Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 di dalamnya juga mengatur tentang hak-hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan secara layak dan memuaskan di rumah sakit. Tolok ukur terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang layak dan memuaskan bagi setiap pasien di rumah sakit terutama dapat di lihat dari sejauh mana pihak rumah sakit mampu memenuhi hak-hak pasien
yang dilayaninya. Ruang lingkup hak-hak pasien tersebut menurut Fred Ameln terdiri dari: a. Hak atas informasi; xv
b. Hak memberikan persetujuan; c. Hak memilih dokter; d. Hak memilih sarana kesehatan; e. Hak atas rahasia kedokteran; f. Hak menolak pengobatan/perawatan; g. Hak menolak suatu tindakan medis tertentu; h. Hak untuk menghentikan pengobatan/perawatan; i. Hak atas pendapat kedua (second opinion); j. Hak melihat rekam medis. 15 Terpenuhinya hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh rumah sakit pada dasarnya menggambarkan adanya bentuk perlindungan hukum dari pihak rumah sakit terhadap pasiennya maupun terpenuhinya tingkat kepuasan pada pihak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemenuhan tingkat kepuasan pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka Safron menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien
dalam pelayanan
kesehatan merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien yang bersangkutan. Pasien yang merasa puas merupakan aset yang sangat berharga karena bahwa kepuasan tersebut dapat mendorong untuk melakukan pemakaian jasa pilihannya, sedangkan pasien yang merasa tidak 15
Fren Ameln, Op. Cit., hal. 40.
xvi
puas cenderung akan memberitahukan pengalaman buruknya kepada orang lain. Oleh karenanya upaya penciptaan kepuasan pasien oleh pihak rumah sakit sebagai pengelola kesehatan harus dilakukan dalam bentuk penerapan sistim pengelolaan pelayanan kesehatan yang mampu memperoleh jumlah pasien yang lebih banyak dan sekaligus memperbankan sistim tersebut.16 Pendapat di atas menggambarkan bahwa tingkat kepuasan pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan dari
pihak penyelenggara atau
pengelola kesehatan merupakan indikator penting
dalam menilai kinerja
rumah sakit. Hal ini dapat dipahami mengingat terpenuhinya kepuasan pasien merupakan gambaran yang dapat mengidikasikan bahwa rumah sakit mampu memenuhi
hak-hak
pasiennya
dan
sekaligus
mampu
memberikan
perlindungan hukum terhadap pasien yang bersangkutan. Tingkat kepuasan pasien selaku konsumen jasa pelayanan kesehatan, menurut pendapat Poerwadarminta dapat diartikan sebagai pasien yang puas, merasa puas (perihal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan, dan sebagainya). Kepuasan itu sendiri dapat pula diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang yang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa tertentu.17
16
http//purnaegisfron 22.blogspot. Co.id/2014/10/kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit, hal. 1. 17 Poerwadarminta, 2010, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, hal. 770.
xvii
Sementara itu pemenuhan kepuasan pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan di rumah sakit, menurut Griffith (dalam Safron) pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek sebagai berikut : a. Sikap pendekatan staf pada pasien, yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang di rumah sakit. b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien, yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit. c. Prosedur administrasi, yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, sampai keluar dari rumah sakit. d. Waktu menunggu, yaitu berkaitan dengan waktu yang diperbolehkan untuk berkunjung maupun untukmenjaga dari keluarga maupun orang lain, dengan memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standar-standar rumah sakit, antara lain; ruang tunggu yang nyaman, tenang, fasilitas yang memadai seperti tersedianya televisi, kursi, air minum, dan sebagainya. e. Fasilitas umum yang lain, seperti; kualitas pelayanan berupa makanan dan minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini berupa bagaimana pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan minuman yang disediakan dan privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-orang yang berkunjung di rumah sakit.
xviii
f. Fasilitas rung inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap ini disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap yang dikehendakinya. g. Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien,
yaitu
perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit yang diderita pasien baik berupa operasi, kunjungan dokter, maupun perawat.18 Dengan demikian ruang lingkup pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit yang dapat memberikan kepuasan optimal bagi pasien yang bersangkutan pada dasarnya tidak hanya terbatas pada tercapainya kesembuhan pasien dari penyakit yang dideritanya, melainkan di dalamnya termasuk terpenuhinya kualitas pelayanan administratif, keperawatan, maupun kelengkapan sarana dan prasarananya. F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam penelitian ilmu hukum dapat dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan yuridis-normatif dan yuridissosiologis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan Yuridis-Sosiologis non-doktrinal
yang
dengan
penekanannya mendasarkan
lebih pada
kepada data
aspek-aspek
sekunder,
serta
menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatifkualitatif. Sementara itu, penelitian hukum sosiologis (socio-legal research)
18
Safron, Op. Cit., hal. 4.
xix
atau penelitian hukum non-doktrinal yang cenderung bersifat kuantitatif (menggunakan angka-angka) dengan mendasarkan pada data primer, serta lebih menekankan pada langkah-langkah observasi dan analisis yang bersifat empiris-kualitatif.19 Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis-sosiologis
(socio-legal
research),
sehingga
langkah-langkah
penelitiannya lebih menekankan pada pola penelitian ilmu-ilmu sosial lain khususnya ilmu sosiologi. Oleh karenanya disain teknis penelitian hukum sosiologis ini lebih menekankan pada aspek-aspek non-doktrinal yang bersifat kualitatif dan mendasarkan pada data primer.20 Demikian halnya dengan penelitian terhadap perlindungan hukum bagi pasien di rumah sakit yang menjadi fokus kajian penelitian ini, maka obyek pembahasannya didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan para pasien maupun kegiatan observasi terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit terhadap pasiennya. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Metode deskriptif yang dimaksud berupa prosedur
19
Ronny Hanitijo Soemitro, 1999, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, hal. 35. 20 Supranto, J., 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta : Rineka Citra, hal. 2.
xx
pemecahan masalah dengan cara menggambarkan atau mendeskripsikan obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada secara obyektif.21 Sementara itu, metode deskriptif-analisis merupakan suatu penelitian yang berusaha menemukan gejala-gejala maupun informasi-informasi baik yang bersifat ungkapan monografis maupun pendapat responden penelitian, kemudian didiskripsikan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan maupun bahan hukum lainnya. 22 Mengenai spesifikasi penelitian deskriptif ini juga dirumuskan oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, yaitu berupaya mendeskripsikan obyek yang akan diteliti atau gejala-gejala secara lengkap di dalam aapek yang akan diselidiki agar lebih jelas keadaan dan kondisinya, tanpa membuat kesimpulan secara umum.23 Dalam penelitian ini, deskriptif-analisis yang dimaksud berupa penggambaran (pendiskripsian) implementasi Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 terutama Pasal 32 yang berkaitan dengan perlindungan hukum atas hak-hak pasien di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. Adapun obyek sasaran pembahasannya terbatas pada ketentuan Pasal 2 huruf (a), (b), (c), dan (d) peraturan perundang-undangan yang dimaksud. 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data 21
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, hal. 169. Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit., hal. 98. 23 Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Rajawali Press, hal. 14. 22
xxi
Sesuai dengan pendekatan yuridis-sosiologis yang diterapkan di dalam penelitian ini, maka jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang merupakan jenis data yang diperoleh secara langsung dari nara sumbernya (responden) terutama berupa hasil observasi terhadap pelayanan kesehatan maupun hasil wawancara dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan pegawai administrasi) dan pasien rawat inap yang ditunjuk sebagai responden penelitian. Adapun data sekunder yang merupakan jenis data yang diperoleh tidak secara langsung dari nara sumbernya melainkan dalam bentuk bahan-bahan pustaka, terutama berupa bahan-bahan hukum kesehatan, peraturan perundang-undangan, dokumen, maupun bahan pustaka lainnya yang erat kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap hakhak pasien di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. b. Sumber Data Sesuai jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, maka sumber datanya berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berupa hasil observasi dan wawancara dengan responden penelitian, sedangkan sumber data sekunder berupa bahanbahan pustaka yang erat kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak pasien di rumah sakit. Adapun sumber data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum kesehatan terdiri atas :
xxii
1) Bahan hukum primer, yang berupa : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). b) Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. c) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. d) Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Kesehatan. e) Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No:
340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. f) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah sakit dan Kewajiban Pasien. 2) Bahan hukum sekunder, yang berupa bahan-bahan pustaka di bidang ilmu hukum kesehatan, baik dalam bentuk buku-buku karya ilmiah para ahli hukum, makalah-makalah hukum, artikel, referensi, pemberitaan media maupun bahan lainnya yang berfungsi melengkapi bahan hukum primer. 3) Bahan hukum tersier, yang berfungsi melengkapi dan mendukung bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti buku-buku karya ilmiah di luar ilmu hukum (sosiologi, politik, administrasi),
kamus
hukum,
kamus
ensiklopedia, dan bahan pendukung lainnya 4. Teknik Pengumpulan Data
xxiii
bahasa
Indonesia,
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi, wawancara, dan kepustakaan. Adapun ruang lingkup dari masing-masing teknik pengumpulan data tersebut meliputi : a. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan kegiatan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian, yang dalam hal ini berupa pengamatan terhadap aktivitas pemberian pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. b. Wawancara Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data dalam bentuk komunikasi secara verbal atau berupa percakapan, sehingga memerlukan kemampuan responden ( dokter, perawat, pegawai administrasi, dan pasien rawat inap) dalam merumuskan pemikiran maupun perasaannya secara tepat. Dalam kegiatan wawancara ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin atau wawancara terarah (directive interview), yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan atau pedoman wawancara.24 Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik non random sampling, yaitu dengan tidak memberikan kesempatan yang sama pada setiap populasi sebagai sampel terpilih. Sementara itu teknik samplingnya berupa purposive non random sampling, yaitu dengan menunjuk responden yang didasarkan pada cirri-ciri atau sifat-
24
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, hal. 80.
xxiv
sifat tertentu yang dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan obyek penelitian, yaitu terdiri dari : 1) dokter. 2) perawat. 3) pegawai administrasi. 4) pasien rawat inap pada ruang VIP (very important person). 5) pasien rawat inap pada ruang Kelas I. 6) pasien rawat inap pada ruang Kelas II. 7) pasien rawat inap pada ruang Kelas III. Adanya pedoman wawancara tersebut diharapkan teknis kegiatan wawancaranya
dapat
dikontrol
dan
diatur
dimensi
jawaban
respondennya, sehingga data primer yang dikumpulkan dari masingmasing responden dapat mendukung obyek kajian yang dirumuskan di dalam penelitian ini. Adapun ruang lingkup materi pertanyaannya terutama berkisar tentang tanggapan responden terhadap penerapan ketentuan Pasal 32 (hak-hak pasien) khususnya huruf (a), (b), (c), dan (d) Undang-Undang R.I. No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. c. Kepustakaan
Kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data sekunder, dengan cara mempelajari bahan-bahan pustaka yang erat kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap pasien di rumah sakit, seperti peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, buku-buku ilmu xxv
hukum kesehatan, dokumen, maupun bahan-bahan pustaka lain yang terkait. 5. Metode Analisis Data Analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini berupa metode analisis deskriptif kualitatif,25 yaitu dengan cara mendiskripsikan data hasil penelitian lapangan yang dikumpulkan melalui observasi maupun wawancara, yang selanjutnya dianalisis dengan menerapkan konsep dan teori-teori
hukum
kesehatan,
sehingga
dapat
disimpulkan
yang
menggambarkan implementasi Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit terhadap penerapan perlindungan hukum bagi pasien pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. G. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Pendahuluan yang merupakan kerangka tesis ini, di dalamnya menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Tesis. Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang merupakan kerangka teori, di dalamnya membahas referensi bahan pustaka yang erat kaitannya perlindungan hukum terhadap pasien di rumah sakit. Adapun garis besar tinjauan teoritisnya berupa
25
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bhakti, hal. 50.
xxvi
Perlindungan Hukum terhadap Pasien, Hak dan Kewajiban Pasien, Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, dan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Kesehatan. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan inti kajian di dalam tesis ini, di dalamnya menganalisis tentang Implementasi Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal, Kendala Pelayanan Kesehatan pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal, dan Solusi terhadap Kendala Pelayanan Kesehatan pada RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. Bab IV Penutup Bab penutup yang merupakan bab terakhir, di dalamnya menyajikan Kesimpulan pembahasan dan memberikan beberapa Saran untuk mengatasi kendala yang ada.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum terhadap Pasien
xxvii