1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 28 H Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan, seharusnya menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat, sebab kemampuan masyarakat untuk mencegah sakit dengan cara hidup sehat amat penting. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik tentunya pemerintah mengatur kompetensi tenaga medis melalui mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan kesehatan. Hal ini tertuang dalam Undang – Undang RI No. 29 Th 2004 Tentang Praktek Kedokteran Bab V sumber daya di bidang Kesehatan, bagian kesatu tenaga kesehatan Pasal 21 ayat (1).Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan masyarakat. Kesehatan manusia merupakan suatu kebutuhan mutlak, apabila mendapatkan sehat secara jasmani dan jiwa dan sosial, maka orang akan mendapat hidup yang
2 lebih baik. Pasal 25 Ayat (1) Universal Declaration of Human Right dikatakan bahwa :1 Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatannya serta pelayanan social yang di perlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata pencaharian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya. Tuntutan kebutuhan di bidang pelayanan kesehatan semakin luas dan kompleks. Hak atas perawatan kesehatan (the right to health care ) merupakan hak setiap orang.2 Hak tersebut merupakan hak pasien atas pemeliharaan perawatan medik atau kesehatan yang bertolak dari hubungan antara dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dalam proses pengobatan.3 Sektor pendidikan dan kesehatan harus bersinergi, untuk menciptakan Indonesia Sehat, harus didukung penuh oleh sektor keuangan, infrastruktur, juga sektor lainnya. Peran sentral dalam pencapaian Indonesia Sehat adalah dokter. Dokter mempunyai kewenangan penuh mengambil tindakan yang tepat dan terbaik untuk pasien yang ditangani. Selama ini dokter dididik dan dipersiapkan untuk mampu mengobati dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pendidikan yang ditempuh para dokter di Indonesia membuat mareka ahli dalam mengobati dan menyembuhkan serta melakukan tindakan operasi. Pendidikan mareka sedemikian rupa sehingga semua penyakit yang ada didaerah tropis ini diharapkan dapat disembuhkan. 1
2
3
A.H. Nazif,Soedargo,S., Trisno, K., Iswanti, S., 2007,Bioetika dan Hak Asasi Manusia Menuju Standar Pengaturan Nasional,Universal Declaration of Human Right,Komisi Bioetika Nasional, Jakarta. hlm. 91 Hermien Hadiati Koeswaji., 1998, Hukum Kedokteran Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 6 Hendrojono Soewono., 2007,Batas Pertanggunganjawaban Hukum Malpraktik Dokter Dalam Transaksi Terapeutik, Srikandi, Surabaya. hlm. 43
3 Bahwa dokter Indonesia dipersiapkan untuk melayani masyarakat yang mempunyai beragam masalah kesehatan. Hal ini bahkan diperkuat adanya UndangUndang Pendidikan Kedokteran, yang salah satu tujuannya adalah mempersiapkan dokter layanan primer (DLP). Dengan adanya DLP ini, terjadi peningkatan kesehatan masyarakat sebab dokter mendapatkan pembekalan yang dianggap cukup untuk melayani masyarakat. Jika dicermati, pendidikan kedokteran yang saat ini berlaku di Indonesia dan sudah berjalan puluhan tahun masih bersifat penyembuhan (kuratif) dan hampir tidak ada yang bersifat pencegahan (preventif). Memang pendidikan keahlian pada umumnya bersifat memecahkan masalah dan tidak ada pendidikan yang mengarah kepada pencegahan.4 Proses pengobatan yang terjadi antara dokter dan pasien masih banyak yang berlangsung secara paternalistik. Pasien tunduk pada apa yang sedang diusahakan dokter tanpa harus tahu obat atau tindakan apa yang diberikan, dan mengapa diberikan oleh dokter.5 Hubungan dokter dengan pasien dalam hal perawatan kesehatan secara professional didasarkan atas kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu di bidang kedokteran. Hubungan dokter dengan pasien ini yang lazim disebut transaksi terapeutik.6 Masyarakat percaya sepenuhnya dokter mengetahui cara mengobati dan relatif tidak mungkin melakukan kesalahan Arus informasi yang demikian cepat tentang kesehatan yang mudah didapat membuat kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang derajat kesehatan semakin
4
5 6
Satryo Soemantri Brojonegoro, 2016, Dokter Keluarga dan Indonesia Sehat, Harian Kompas Satu maret 2016, hlm 6 Daldiyono, 2007,Pasien pintar & Dokter Bijak, Buana Ilmu Populer,Jakarta.hlm.192. Veronica Komalawati, 1999, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya Bakti, Jakarta. hlm. 142
4 meningkat. Faktor yang melatarbelakangi dan mempengaruhi perubahan hubungan antara dokter dan pasien adalah faktor ekonomi, perubahan dalam masyarakat tentang pandangan ilmu kesehatan, sikap pribadi pasien terhadap dokter baik terhadap pelayannya maupun dalam hal komunikasi dengan pasien, posisi dokter yang lebih kuat dibanding pasien mempunyai pengaruh terhadap hubungan dokter dengan pasien.7 Perubahan posisi hubungan dokter dengan pasien berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran.8 Tuntutan masyarakat terhadap profesi dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan menjadi semakin tinggi, harus lebih cepat, tepat, mudah dijangkau dan professional. Pasien mempunyai kebebasan memilih prosedur pegobatan atau proses penyembuhan yang dibutuhkan bagi dirinya, tanpa ragu ragu dan pengaruh para professional pelayanan kesehatan. 9 Kedudukan pasien yang semula hanya sebagai pihak yang bergantung pada dokter dalam menentukan cara penyembuhan (terapi), kini berubah menjadi sederajat dengan dokter. Dengan demikian dokter tidak boleh lagi mengabaikan pertimbangan dan pendapat pihak pasien dalam memilih cara pengobatan. Misalnya dalam hal menentukan pengobatan dengan operasi atau tidak. Perubahan pola hubungan ini dapat diamati antara lain dengan banyaknya kasus gugatan terhadap dokter, rumah sakit maupun yayasan yang mengelola rumah sakit, yang diajukan pasien.10 Perubahan yang membuat pasien menjadi lebih kritis
7
Ibid.,hlm.88. Veronica Komalawati, 1989, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter, CV.Muliasari, Jakarta.hlm. 12 9 Benjamin Lumenta, 1989, Pasien Citra, Peran dan Perilaku, Tinjauan Fenomena Sosial,Kanisius,Jogjakarta. hlm.91 10 Siti Ismijati Jenie, 2006, Tanggung Jawab Perdata Di Dalam Pelayanan Medis (Suatu tinjauan Dari Segi Hukum Perdata Materiil), Seminar Aspek Hukum di Bidang Pelayanan Kesehatan, FH UGM, Jogjakarta 8
5 dan ada perasaan ketidakpuasan terhadap pelayanan dokter dan dokter gigi di Indonesia, ditunjukan dengan banyaknya pasien memilih berobat keluar negeri dan munculnya berbagai dugaan akibat tindakan medis yang dilakukan tenaga medis. Penyebab terjadinya sengketa dalam pelayanan kesehatan adalah timbulnya ketidak puasan pasien terhadap dokter dalam melaksanakan upaya pengobatan atau melaksanakan profesi kedokteran dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan adanya dugaan kesalahan atau
keadaan
memaksa dalam melaksanakan profesi kedokteran yang menyebabkan kerugian di pihak pasien.11 Alasan meningkatnya ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan tenaga medis adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Meningkatnya pendidikan dan kesadaran atas hak; Meningkatnya pengharapan atas hasil tindakan medis; Komersialisasi dan deprofesionalisasi upaya layanan kedokteran Peningkatan biaya layanan kesehatan; Promosi ahli hukum dan sosialisasi undang-undang praktik kedokteran12 6. Perbedaan pertimbangan antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
Tidak semua jalan pikiran dan pertimbangan terbaik dari dokter sejalan dengan apa yang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien atau keluarganya. 13 Perbedaan sudut pandang ini dapat terjadi karena pertimbangan yang diberikan oleh dokter umumnya dari segi medis saja. Sudut pandang dari pasien dan keluarganya yaitu pertimbangan dari sisi keuangan, psikis, agama, pertimbangan keluarga dan lain lain. Perbedaan pertimbangan antara sudut pandang dokter dengan sudut pandang
11
Safitri Hariyani, 2005, Sengketa Medik,Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter Dengan Pasien, Diadit Media, Jakarta.hlm.57 12 Iwan Dewanto, 2007, Biotik, Disiplin Dan Hukum Kedokteran, Seminar Profesionalisme dan Penguasaan Teknologi dalam bidang Kedokteran UMY, Jogjakarta. 13 Anny Isfandyanrie, 2006, Tanggung Jawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter Buku I, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm .127
6 pasien dan keluarganya tentang tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dimungkinkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pasien dan keluarganya. Tindakan medis dari dokter yang tidak sesuai dengan pandangan pasien ini yang sering menimbulkan konflik dan menyebabkan timbulnya kerugian dipihak pasien. Adanya kerugian inilah yang dapat menimbulkan potensi diajukannya gugatan ke depan sidang pengadilan.14 Ketidakmampuan pasien untuk membela kepentingannya sendiri dalam situasi pelayanan kesehatan menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mempermasalahkan hak pasien ketika pasien memasuki dunia pelayanan kesehatan dan menghadapi para professional kesehatan.15. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan para pihak yang bersengketa yaitu dokter dan pasien, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya mahal, tidak responsif dan menimbulkan permusuhan diantara pihak yang bersengketa.16 Proses penyelesaian diluar pengadilan dapat menghasilkan kesepakatan yang bersifat win-win solution, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Penyelesaian sengketa antara dokter dengan pasien melalui pengadilan umum tunduk pada ketentuan umum mengenai penyelesaian sengketa pada peradilan terkait, seperti Herziene Inlandsch Reglement (HIR), Rechtreglement voor de Buitengewesten
14
Sutanto, 2006, Aspek Formil Tanggung Jawab Perdata di Bidang Pelayanan Kesehatan, Seminar Aspek Hukum di Bidang Pelayanan Kesehatan FH UGM, Jogjakarta. 15 Lumenta,B., 1989, Pasien Citra,Peran dan Perilaku, Tinjauan Fenomena Sosial, Kanisius, Jogjakarta. 16 Rachmadi Usman, 2003.,Pilihan Penyelesaian Segketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung.hlm.3
7 (RBg) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).17 dalam pengadilan
18
Mediasi di
, sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (P3EK) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)19. Penanganan atas tuntutan ganti rugi pasien tidak menjadi kewenangan MKDKI atau MKDKI-P. 20 Majelis Pemeriksa Awal, MKDKI atau MKDKI-P melakukan pemeriksaan awal atas aduan yang diterima, Untuk melakukan pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada aduan yang diterima, Ketua MKDKI menetapkan Mejelis Pemeriksa Awal, Majelis Pemeriksa Awal pada MKDKI terdiri dari 3 (tiga) orang yang diangkat dari Anggota MKDKI. Untuk melengkapi berkas dalam pemeriksaan awal dapat dilakukan investigasi oleh Majelis Pemeriksa Awal. Dalam melaksanakan investigasi sebagaimana dimaksud pada pemeriksaan awal, Majelis Pemeriksa awal dapat menunjuk orang untuk pekerjaan tersebut. Majelis Pemeriksa Awal terdiri dari 3(tiga) yang diangkat dari MKDKI-P dan atau MKDKI, Melakukan pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud atas aduan, antara lain keabsahan aduan, keabsahan alat bukti, menetapkan pelanggaran etik atau disiplin atau menolak pengaduan karena tidak memenuhi syarat pengaduan atau tidak termasuk dalam wewenang MKDKI dan melengkapi seluruh alat bukti. Bilamana dari hasil pemeriksaan awal sebagaimana
17
Haryani, S., 2005,Sengketa Medik,Alternatif Penyelesaian Perselisihan antara Dokter dengan pasien,Diadit Media,Jakarta 18 Perma N0.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 19 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 15/KKI/PER/VIII/2006.,Tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi.,Bab I.,Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4). 20 Konsil Kedokteran Indonesia, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 16/KKI/PER/VIII/2006, Tenang Tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan majelis Kehormatan disiplin Kedokteran Indonesia di tingkat provinsi, Pasal 12.
8 dimaksud pada investigasi, ditemukan bahwa pengaduan yang diajukan adalah pelanggaran etik maka MKDKI atau MKDKI-P melanjutkan pengaduan tersebut kepada organisasi profesi. Bilamana pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada investigasi ditemukan bahwa pengaduan tersebut adalah dugaan pelanggaran disiplin maka ditetapkan Majelis Pemeriksa Disiplin oleh Ketua MKDKI. Setiap keputusan Majelis Pemeriksa Awal dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari kerja harus disampaikan kepada Ketua MKDKI atau ketua MKDKI-P.21 Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.22 Dapat ditarik suatu kesimpulan dari Pasal 66 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004, publik23 bisa ikut mengawasi jalannya praktik kedokteran yang dijalankan oleh dokter maupun dokter gigi. Pengaduan dari masyarakat sekurang kurangnya harus memuat : identitas pengadu, nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan alasan pengaduan, dengan demikian memudahkan masyarakat umum yang mengetahui ada tindakan dokter atau dokter gigi yang merugikan pasien, bisa segera dilaporkan ke MKDKI pusat atau provinsi. Untuk pengaduan tidak menghilangkan hak setiap orang yang merasa dirugikan oleh dokter, untuk menggugat kerugian yang dilakukan
21
Konsil Kedokteran Indonesia Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006,Tentang Tata Cara penanganan kasus dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Di Tingkat Provinsi, BAB III, Majelis Pemeriksa Awal, Pasal 6, ayat (1) sampai dengan (10). 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, pasal 66 ayat (1). 23
Undang Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004,Tentang Praktik Kedokteran pasal 66 ayat ( 2).
9 dokter secara perdata ke pengadilan24 sehingga kerugian perdata ini jelas MKDKI tidak mempunyai wewenang untuk penyelesaian. Pada praktek dokter swasta termasuk pelayanan kesehatan perseorangan.25 Apabila seseorang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan / atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya tidak dituntut .26 Perlu penulis jelaskan batasan Dokter Praktek Swasta dan Dokter Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut : Dokter Pegawai Negeri Sipil (PNS) : Adalah Dokter yang bekerja di institusi/ Rumah sakit pemerintah27, Dokter praktek swasta : Adalah dokter yang bekerja di rumah sakit swasta , dokter praktek pribadi, dan dokter pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Rumah Sakit Swasta atau praktek pribadi diluar jam pegawai negeri sipil. Praktek dokter swasta sama dengan Praktek dokter partikelir sama dengan Praktek dokter pribadi sama dengan Praktek dokter Mandiri. Pengobatan yang diberikan dokter praktek swasta kepada pasien, bisa menimbulkan suatu reaksi hipersensitifitas
(Adverse Reaction Drug) terhadap pasien yang
diberikan terapi, dan ini merupakan suatu resiko medik dan tindakan dokter dalam memberikan obat tidak bisa di prediksi apa yang terjadi (unpredictable). Salah satu penyakit kulit yang tidak bisa diduga sebelumnya, yaitu Sindrom Stevens Johnson.
24
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran Pasal 66 ayat (3). 25 Undang Undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pemberian Pelayanan, Pasal 52 ayat (1) a. 26 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 58 ayat (1). 27 Undang – Undang Nomor 5 tahun 2014, Tentang Aparatur Sipil Negara
10 Sindroma Stevens Johnson28, merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis. Sindroma Stevens Johnson umumnya melibatkan kulit dan membrane mukosa. Ketika bentuk minor terjadi,keterlibatan yang signifikan dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran mukosa saluran pernapasan bawah dapat berkembang menjadi suatu penyakit. Keterlibatan saluran pencernaan dan saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi nekrosis. Syndroma Stevens Johnson dan Toxic Epidermal Necrolysis dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat, multiformis mayor berbeda dari Syndroma Stevens Johnson dan Toxic Epidermal Necrolysis pada dasar penentuan yang diajukan tersebut adalah untuk memisahkan spectrum eriten Syndrome Stevens Johnson / Toxic Epidermal Necrolysis. Eritem multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum rekuren namun morbiditas rendah. Syndroma Stevens Johnson / Toxic Epidermal Necrolysis adanya maculopapupular,biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh kematian yang tinggi dan prognosisnya buruk. Dalam konsep ini sama sama merupakan proses yang diinduksi obat yang berbeda keparahannya. Terdapat 3 derajat klasifikasi yang diajukan : 1.) Derajat 1 : erosi mukosa Syndroma Stevens Johnson dan pelepasan epidermis kurang dari 10%. 2.) Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30% . 3.) Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%. Syndroma Stevens Johnson atau dalam bahasa inggris Stevens Johnson Sindrom adalah suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh 28
Djuwari .M.,1970, Dermato Venereologi, Staf Bagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin FK UI,Jakarta, hlm 108- 110.
11 trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : Sindrom de Friessinger-Rendu, Eritema Eksudativum Multiform Mayor, Eritema Poliform Bulosa, Sindrom Muko-kutaneookular, Dermatostomatitis, Selain nama Sindrom Steven Johnson, ada Toksic Epidermal Necrolisys dimana ketika lesi kulit kurang dari 10 % total dari tubuh disebut Sindroma Stevens Johnson. 10-30 % kerusakan kulit disebut transisi, sementara jika lebih dari 30 % disebut Toksic Epidermal Necrolisys. Penyebab Syndroma Stevens Johnson sukar ditentukan dengan pasti karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya Syndroma Stevens Johnson diantaranya infeksi (virus, jamur, bakteri, parasite) , obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif) , makanan (coklat) , Fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain lain (penyakit collagen, keganasan, kehamilan).29 Sindroma Stevens Johnson kasusnya jarang dijumpai pada praktek dokter swasta, dapat dijelaskan bahwa dokter praktek swasta yang sudah praktek selama 20 tahun, belum tentu dokter praktek swasta, mendapat satu pasien sindrom Stevens Johnson , atau sama sekali tidak ada pasien sindrom Stevens Johnson, reaksi allergi yang hebat sulit untuk diprediksi oleh seorang dokter. Kondisi ini bisa dilihat dari praktek dokter swasta di Kota Jogjakarta dimana pasien Sindrom Stevens Johnson, dari populasi dokter praktek dokter swasta jumlahnya 78 dokter praktek swasta, hanya ditemukan 3 dokter praktek swasta yang mendapat pasien Sindrom Stevens Johnson. 29
Anonym., 2010., Doctorlogy Indonesia Steven Johnson Syndrome. http.www. Steven Johnson Syndrom.,diakses tanggal 21 Agustus 2010.
12 Peristiwa dimana dokter praktek swasta memberikan obat allopurinol kepada pasien yang menderita asam urat yang berlebihan, dan pasien mengalami reaksi allergi yang hebat dan menderita Sindrom Stevens Johnson, terkadang masyarakat awam beranggapan bahwa dokter setelah memberikan obat, pasien menderita Sindrom Steven Johnson, dokter melakukan tindakan malapraktek atau tindakan kesalahan medik. Dalam bidang kedokteran suatu keadaan memaksa (unpredictable), dapat menimbulkan akibat berupa kerugian besar, perkembangan selanjutnya dari akibat tersebut, masyarakat banyak yang ingin membawa dokter praktek swasta ke pengadilan, untuk diadili secara hukum. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang merupakan kasus pelanggaran etik (Beroepsplicht) dan mana yang dikategorikan pelanggaran hukum, tidak semua pelanggaran etik merupakan malapraktik, sedangkan malapraktik sudah pasti merupakan pelanggaran etik profesi medik
30
. Sebelum dilakukan
tindakan medik, kewajiban dokter untuk mematuhi standar profesinya, juga kewajiban untuk menghormati hak pasien 31 Pada setiap tindakan medik yang dilakukan oleh dokter baik bersifat diagnostik maupun terapeutik akan selalu mengandung resiko yang melekat (risk of treatment), jadi dapat timbul dapat pula tidak suatu keadaan memaksa (overmacht), jika dokter sudah bertindak dengan sangat hati hati teliti, (zorgvuldigheid) berdasarkan pada standar profesi medik, maka dokter praktek swasta tidak dapat dipersalahkan, jika timbul suatu akibat yang tidak diduga atau tidak diinginkan (unpredictable). Dikatakan dalam Pasal 1245 KUHPerdata, sebagai suatu perkecualian untuk membayar ganti kerugian karena adanya keadaan memaksa. 30 31
Guwandi,1991,Medical ethics,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta, 66-67 Undang - Undang Nomor 23 tahun 1992. Tentang Kesehatan, pasal 53 ayat (2)
13 “Tiadalah biaya, rugi dan bunga harus digantinya apabila lantaran keadaan memaksa (Overmacht) atau lantaran suatu kejadian tak disengaja (toeval) siberhutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”32 Keadaan darurat (noodtoestand, dalam arti mutlak atau nisbi, absolute, relative, overmacht), didalam hukum perdata bersifat “wettelijk”. Selain pasal 1245 KUH Perdata dengan alasan overmacht, karena keadaan memaksa, maka tercakuplah pasal 1244 KUHPerdata , yang dimasukkan dalam kategori Overmacht33 atau Force majeure ( keadaan memaksa ). Hal yang dalam hakekatnya mendekati faktor kejujuran dalam hukum adalah faktor yang dinamakan keadaan memaksa dalam hukum (overmacht in het recht) . Ada hubungan erat antara dua faktor itu, bahwa kejujuran dalam hukum mengakibatkan, apabila ada keadaan memaksa, maka ini mempengaruhi hal berlangsung atau tidaknya pelaksanaan hak-hak dan kewajiban pada suatu perhubungan hukum. Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga yaitu : a). Adanya suatu hal yang tidak terduga sebelumnya. b). Terjadinya secara kebetulan. c). Keadaan memaksa. Pengertian keadaan memaksa, Istilah keadaan memaksa berasal dari bahasa Inggris, yaitu Force majeure ,dalam bahasa Belanda disebut dengan overmacht. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur , yang disebabkan adanya kejadian yang berada diluar kekuasaannya, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan lain lain, keadaan
32
33
Rutten, L.E.H., Derde Deel-Verbintenissenrecht Stuk De overeenkomst en de verbintenis uit de wet bewerkt door Mr.L.E.H Rutten . J.G.M Lurvink. Scematisch overzicht verbintenissenrecht
14 memaksa dalam hukum adalah keadaan yang menyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu perhubungan hukum tidak dapat dilaksanakan.34 Agar diingat bahwa hubungan antara dokter dan pasien lebih merupakan hubungan kekuasaan, yaitu hubungan antara pihak yang aktif memiliki wewenang dengan pihak yang pasif dan lemah serta menjalankan peran ketergantungan.35 hubungan antara dokter dan pasien merupakan suatu kontrak terapeutik, yaitu suatu perjanjian usaha yang prestasinya atau disebut juga sebagai inspannings verbintenis. Di dalam kontrak atau perjanjian semacam ini dokter praktek swasta tidak selalu menjamin akan keberhasilan dalam pemberian pengobatannya, yang dilihat dalam hal ini adalah, apakah dokter dalam melaksanakan tugasnya tersebut telah berbuat berdasarkan legeartis, maka dokter tidak akan dipersalahkan terhadap suatu akibat negatif yang mungkin timbul dari suatu tindakan medis yang tidak diduga sebelumnya (unpredictable). 36 Adalah kewajiban dokter praktek swasta untuk memberikan informasi atau penjelasan kepada pasiennya, jika ada risiko semacam itu. Dalam memperoleh persetujuan tindakan medik (informed consent), karena keadaan memaksa bisa terjadi pada dokter praktek swasta, untuk lebih jelasnya apakah batasan dokter praktek swasta. Praktek dokter swasta adalah jenis pelayanan kesehatan yang terdiri dari seorang dokter dan atau didampingi beberapa tenaga kesehatan yang bekerja dalam praktek dokter swasta, sebagian praktek dokter swasta tersebut juga memberikan obat
34
Wiryono Prodjodikoro,1995., Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit :Sumur, Bandung. Veronica Komalawati.,2002.,Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik (Persetujuan Dalam hubungan Dokter dan Pasien) suatu tinjauan Yuridis,P.T.,Citra Aditya Bakti.,Bandung., hlm 43. 36 Hermien Hadiati Koeswadji, 1998.,Hukum Kedokteran (Studi tentang Hubungan Hukum Dalam mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak)., P.T. Citra Aditya Bakti., Bandung ,.hlm 84. 35
15 secara langsung, pertanggungan jawab hukum dokter praktek swasta adalah, dokter yang mengajukan ijin praktek dokter swasta di Dinas Kesehatan Kota. Pada praktek dokter swasta, Dokter praktek swasta memberikan obat pada pasien, sesuai dengan diagnose yang ditegakkan, dan diberikan sesuai dengan terapi yang tepat, tiba tiba dua hari atau seminggu kemudian pasien menderita Stevens Johnson Sindrom, siapakah yang bertanggung jawab secara hukum perdata dengan pasien yang menderita Stevens Johnson Syndrome. Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah , maka
rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini meliputi : 1) Apakah dokter praktek swasta menurut hukum perdata dapat dinyatakan bersalah karena pasien yang menderita Sindrom Stevens Johnson 2) Bagaimana pertanggungjawaban hukum perdata dokter praktek swasta di Jogjakarta terhadap pasien yang menderita Sindrom Stevens Johnson C.
Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh French LE, menulis tentang gambaran
gejala gejala Steven Johnson Sindrom dan terapi yang diberikan. 37 Perbedaan dengan disertasi ini, penulis meneliti kesalahan dokter yang memiliki pasien Sindrom Stevens Johnson, pada penelitian French, menulis gambaran gejala dan terapi yang diberikan kepada pasien Stevens Johnson.
37
French LE. 2006. Toxic epidermal necrolysis and Stevens Johnson Syndrome our current, Allergol int. 9-16
16 2. Penelitian yang di lakukan oleh Roujeau JC, KerllynJP,38
adalah
pengobatan yang menimbulkan risiko Sindrom Steven Johnson, Penulis meneliti obat apa saja yang bisa menimbulkan risiko timbulnya Sindrom Steven Johnson, Perbedaan dengan disertasi ini, penulis tidak meneliti obat yang diberikan menimbulkan Sindrom Steven Johnson , tetapi menganalisis kesalahan dokter yang mempunyai Sindrom Stevens Johnson . 3. Penelitian yang ditulis oleh Arevalo JM, Lorente JA,39 meneliti pasien dengan Sindrom Stevens Johnson yang berlanjut menjadi Toxic epidermal necrolysis dengan pengobatan Cyclosporin, perbedaan dengan disertasi ini, Arevalo JM dan Lorente JA, meneliti pengobatan dengan Cyclosporin sedang disertasi ini tidak meneliti tentang pemberian obat.
D.Manfaat Penelitian Penelitian ini bisa manfaat praktis dan teoritis,1. manfaat teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan hukum kesehatan khususnya hukum kedokteran maupun bagi pembangunan hukum nasional Indonesia, melalui teori teori baru yang dihasilkan tersebut dapat memantapkan berlakunya hukum kedokteran, 2.manfaat praktis bagi pembangunan hukum Indonesia dapat bermanfaat untuk memperbaiki dan melengkapi perancangan norma hukum positif nasional. a.Bagi dokter merupakan satu hukum kedokteran yang baru dan bisa dipelajari jika mendapat pasien Syndrom Stevens Johnson. b.Bagi Rumah Sakit bisa membuat regulasi apabila dokter yang bekerja di Rumah Sakit jika mendapat pasien Syndrom 38
Roujeau JC,Kelly Jp, dkk,1995. Medication use and the Risk of Stevens Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis.N Engl J Med: 1600-7 39 Arevalo JM, Lorente JA, dkk, 2000. Pengobatan untuk Steven Johnson Syndrome dan Toxic Necrolysis Epidermal, J trauma. 473-8.
17 Stevens Johnson tidak akan dipermasalahkan oleh masyarakat. c.Bagi masyarakat/ pasien bisa mendapat pengetahuan tentang Syndrom Stevens Johnson jika terjadi pada keluarganya bisa mengetahui regulasinya.
E.Tujuan Penelitian. Penelitian ini mempunyai 2 macam tujuan, yaitu 1.
Menentukan dapat tidaknya dokter praktek swasta menurut hukum perdata dinyatakan bersalah karena pasiennya menderita Sindrom Stevens Johnson.
2.
Meneliti dan menganalisis hukum pertanggunganjawaban perdata dokter praktek swasta di Jogjakarta terhadap pasien yang menderita Syndrom Stevens Johnson.