BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu Anti-Aging Medicine telah membawa harapan baru untuk memperpanjang umur manusia dengan memperlambat proses penuaan dan menjaga fungsi tubuh tetap optimal. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para dokter klinisi maupun peneliti untuk mengidentifikasi dan mencegah penyebabpenyebab penuaan. Diharapkan proses penuaan dapat dicegah, diperlambat atau bahkan dihentikan sama sekali dengan upaya-upaya mencegah faktor penyebab terjadinya penuaan tersebut, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Salah satu cara untuk mencegah penuaan ialah dengan menjalankan pola hidup sehat, tetapi fakta di masyarakat menunjukkan bahwa 64% penyebab kematian disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat (Sharkey, 2011). Perilaku merokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat yang hingga saat ini masih merupakan perilaku yang umum dapat diamati baik pada orang dewasa maupun remaja. Bahkan belakangan ini merokok sudah menjangkau anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pada tahun 2007, prevalensi merokok usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 34,2% yakni lebih dari 50 juta orang dewasa, meningkat dari 31,5 % pada tahun 2001. Pada tahun 2002, masyarakat Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke 5 konsumsi rokok terbesar di dunia. Selain itu, berdasarkan jumlah
perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Asap rokok mengandung berbagai jenis bahan kimia, sebagian besar diantaranya bersifat toksik seperti nikotin, karbonmonoksida dan tar (Martin, 2008). Asap rokok ini mengandung lebih dari 1017 radikal bebas per gram dan lebih dari 1015 radikal bebas di setiap hisapannya (Valavanidis dkk., 2009). Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida, peroxida, radikal peroksil, dan radikal lain dengan kandungan karbon dalam fase gas (Arief, 2007). Selain itu rokok juga mengandung bahan-bahan yang bersifat karsinogen dan mutagen seperti polonium, benzo-α-pyrene, dan dimethyl benzo(α)anthracene. Senyawa toksik dalam rokok juga akan berinterkasi dengan oksigen membentuk gas-gas beracun seperti NOx, CO dan SOx (Bindar, 2000). Teori radikal bebas mengenai proses penuaan menjelaskan bahwa radikal bebas merusak sel-sel tubuh manusia (Goldman dan Klatz, 2007). Radikal bebas adalah senyawa atau atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat amat reaktif terhadap sel atau komponen sel sekitarnya. Pembentukan radikal bebas berlangsung terus menerus di dalam sel sebagai konsekuensi dari reaksi enzimatik dan non enzimatik (Droge, 2002). Selain itu radikal bebas dapat pula berasal dari luar tubuh seperti sinar UVB, asap kendaraan dan asap rokok. Bila produk radikal bebas melebihi kemampuan adaptasi dari enzim antioksidan, maka terjadi suatu keadaan yang dikenal dengan stres oksidatif (oxidative stress).
Dengan menghirup asap rokok yang merupakan sumber radikal bebas, akan terjadi kerusakan oksidatif yang berujung pada kerusakan berbagai makromolekul dalam sel yang berperan dalam pathogenesis penyakit degeneratif (Winarsi, 2007). Reaksi peroksidasi lipid yang dipicu oleh radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan membran sel yang mengakibatkan munculnya berbagai kondisi patologis (Woolf dkk., 2005). Akibat akhir dari reaksi peroksidasi lipid tersebut yaitu terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, antara lain berbagai aldehida seperti malondialdehid dan bermacam-macam hidrokarbon (Ayala dkk., 2014). Salah satu radikal bebas dalam asap rokok adalah Reactive Oxygen Species (ROS). ROS merupakan salah satu radikal bebas yang paling umum ditemukan dalam tubuh manusia. ROS sebagian berbentuk radikal seperti radikal hidroksil (۰OH), radikal peroksil (۰OOH) dan ion superoksida (O2-). Di antara senyawa radikal yang paling reaktif adalah senyawa hidroksil, sehingga paling berbahaya. Tingginya ROS intraseluler dapat mengakibatkan kerusakan fungsi selular melalui terjadinya mutasi DNA, cleavage of DNA dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh (Lobo dkk., 2010). Sebuah radikal bebas mengambil elektron dari membran lipid sel, memulai serangan radikal bebas pada sel yang dikenal sebagai peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang diinisiasi oleh serangan
radikal bebas pada fosfolipid dan polyunsaturated fatty acid. Serangan ini dimulai dari membran sel yang menghasilkan aldehid, keton dan hasil polimerasi yang bereaksi dan merusak biomolekul, enzim dan asam nukleat yang dapat menyebabkan
penuaan
(aging).
Salah
satu
konversi
oksidatif
dari
polyunsaturated fatty acid adalah malondialdehid (MDA) atau lipid peroksida (Gawel dkk., 2004). MDA juga ditemukan pada manusia sehat, yang mengindikasikan bahwa radikal bebas juga diproduksi dalam metabolisme tubuh normal (Pasupathi, 2009). Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa perokok kronis memiliki peningkatan risiko untuk penyakit arteri serebral dan koroner. Hal ini karena pada perokok kronis terjadi stress oksidatif yang diakibatkan oleh superoksida dan sejumlah besar spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) yang berujung pada akumulasi kerusakan oksidatif pada berbagai macam sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel (Tsuchiya dkk., 2002). Telah banyak diketahui hubungan antara merokok dan penyakit pembuluh darah, dan telah diketahui secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel endotel vaskular. Integritas endotel sangat penting untuk fungsi homeostatis pembuluh darah dan untuk menjaga keadaan nontrombotik dan nonatherogenic (Guo dkk., 2006). Sel endotel arteri pada tikus yang terpapar asap rokok mensekresi lebih banyak
plasminogen
activator
inhibitor-1
(PAI-1)
yang mempermudah
munculnya trombosis. Disamping itu, pada arteri hewan yang terpapar asap rokok ini terjadi peningkatan dari endotelin dan vasoconstructing growth factors yang diproduksi oleh sel endotel, antara lain Angiotensin II. Sebaliknya faktor
vasodilatasi, seperti NO, prostacyclin dan endothelium hyperpolarising factor menurun. Perubahan yang terjadi di pembuluh darah karena penuaan ini memberikan suasana aktif baik secara enzimatis maupun metabolik terhadap terjadinya penyakit pembuluh darah seperti aterosklerosis (Najjar dkk., 2005) Nitric Oxide (NO), sebuah molekul kecil reaktif, merupakan bioregulator penting dalam tubuh mamalia. NO telah dikenal sebagai biomessenger yang ada di berbagai macam jenis organisme. NO diketahui merupakan regulator utama otot polos. NO adalah salah satu faktor relaksasi tergantung endotel yang berperan dalam relaksasi sel otot polos pembuluh darah. Penurunan bioavailabilitas NO diakibatkan oleh disfungsi endotel pada pembuluh darah (Tousoulis dkk., 2012). NO ternyata memiliki berbagai peran fisiologis yang melibatkan hampir semua jaringan tubuh. Sebagai ringkasan, penelitian beberapa dekade terakhir telah menunjukkan bahwa NO memiliki peran yang penting dalam proses fisiologis dan patologis (Bescós dkk., 2012). Pada manusia, NO digunakan untuk beberapa fungsi sinyal interseluler dan intraseluler, seperti transmisi sinyal neuron, sitotoksik terhadap patogen dan tumor, koordinasi irama jantung, dan pengaturan aktivitas respirasi seluler (Grove dan Wang, 2000). NO dalam hubungannya dengan pembuluh darah dapat menyebabkan relaksasi otot polos, sehingga berfungsi sebagai regulator aliran dan tekanan darah dan mencegah agregasi dan adhesi platelet. NO juga membantu transpor oksigen dengan melebarkan dinding pembuluh darah sehingga mempermudah perpindahan gas ke jaringan dan sebaliknya (Idhayu, 2006)
Sel-sel endotel merupakan sel yang secara konstitutif mensintesis nitrit oxide (NO) dari L-arginin oleh enzim endogen, NO synthase, untuk meregulasi pembuluh darah, aliran darah lokal, dan perfusi jaringan. Konsentrasi NO yang rendah dalam plasma merupakan gejala terjadinya disfungsi endotel dan sangat terkait dengan kebiasaan merokok jangka panjang (Tsuchiya dkk., 2002). Kondisi ini bisa mempercepat insufisiensi arteri koroner dan vasokonstriksi di banyak jaringan yang berbeda. NO merupakan vasodilator kuat yang menghambat perputaran matriks ekstraselular dan dengan demikian dapat memodifikasi sifat mekanik dinding arteri (Van Hove dkk., 2009). Penelitian melaporkan bahwa sekresi NO pada vena saphena pada manusia yang tidak merokok secara signifikan lebih tinggi daripada yang dari vena perokok berat (Rahman dan Laher, 2007). Dengan menggunakan antagonis NO, NG-monomethyl-l-arginin, beberapa peneliti telah menemukan penurunan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah pada perokok (Vleeming dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri femoral dan karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang memberikan bukti bahwa rokok mengurangi bioavaibility NO. Selanjutnya, kadar NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo dkk., 2006). Gangguan sekresi NO diduga terkait dengan berkurangnya sintesis atau aktivitas endothelial NO synthase (eNOS) (Burnett, 2004). Belakangan diketahui, baik peningkatan dan penurunan ekspresi mRNA eNOS telah dilaporkan berhubungan dengan paparan asap rokok dalam berbagai model eksperimental.
Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis (Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa penghentian paparan asap rokok akan mengembalikan ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk., 2006). Telah dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk., 2006; Arief, 2007). Nitric oxide dibentuk dari oksidasi L-Arginin bersama kofaktor NADPH dan oksigen dengan katalisis enzim NOS. Konsentrasi fisiologis L-Arginine pada orang sehat yang cukup untuk membentuk endotel NOS, yaitu sekitar 3 μmol/L. Oleh karena itu, L-Arginin disebut sebagai asam amino semi esensial karena tubuh bisa memproduksi asam amino ini dalam jumlah yang mencukupi (Appleton, 2002). Beberapa penelitian menjelaskan efek biologis terkait suplementasi LArginine terhadap peningkatan kadar NO (Bode-Böger dkk., 2007) Proses penuaan dapat disebabkan oleh Pola hidup yang tidak sehat salah satunya merokok, asap rokok dan berbagai zat kimia radikal bebas yang terkandung dalam rokok masuk ke dalam tubuh
dapat menyebabkan stress
oksidatif sehingga dapat menyebabkan berbagai kerusakan sel terutama dalam penuruna jumlah endotel pembuluh darah, penurunan kadar nitric oxide dan menyebabkan penyakit degeneratif lain yang dapat mempercepat proses penuaan.
Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi L-Arginine dapat membantu mengobati orang dengan faktor risiko aterosklerosis, seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, kondisi penuaan yang semuanya berkaitan dengan penurunan biosintesis NO (Loscalzo, 2003; Gokce, 2004; Stapleton dkk., 2010). Namun, meskipun teori mengenai suplementasi L-Arginine yang dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah akibat peningkatan produksi NO telah diterima secara luas, mekanisme yang mendasari peningkatan produksi NO ini belum banyak diketahui (Alvares dkk., 2011). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh (Alvares dkk. 2012) membuktikan bahwa suplementasi L-Arginine akut tidak meningkatkan kadar NO pada orang sehat. Berdasarkan latar belakang di atas, dilakukan penelitian untuk melihat dampak pemberian L-Arginine oral terhadap kadar NO serum dan jumlah endotel pada tikus yang diberi paparan asap rokok.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagi berikut. 1. Apakah pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok? 2. Apakah pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan jumlah endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok. 1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum Untuk membuktikan efek proteksi dari L-Arginine terhadap stress oksidatif yang diinduksi paparan asap rokok dimana hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah dan menurunkan kadar NO. 1.3.2 Tujuan Khusus 1
Untuk membuktikan bahwa pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok.
2
Untuk membuktikan bahwa pemberian L-Arginine oral dapat mencegah penurunan jumlah endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar asap rokok.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait penyakit pembuluh darah dan pengobatan
yang diakibatkan oleh paparan asap rokok
khususnya dengan menggunakan L-Arginine. 1.4.2 Manfaat Praktis Sebagai acuan bagi masyarakat untuk memahami manfaat L-Arginine bagi pencegahan dan pengobatan terkait penyakit pembuluh darah terutama yang di sebabkan oleh asap rokok.