BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di negara berkembang seperti Indonesia banyak sekali faktor-faktor pencetus penyebab terjadinya penyakit, penyebab utamanya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat dan faktor ekonomi yang menyebabkan masyarakat yang kurang mampu tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup ditempat yang bersih dan layak untuk ditinggali, serta ketidakmampuan masyarakat untuk membeli obat seiring dengan meningkatnya harga obat modern (Sundari, dkk., 2005). Salah satu penyakit dengan tingkat kasus tinggi pada negara berkembang adalah tetanus. Tetanus merupakan salah satu penyebab yang berpotensi fatal yang ditandai dengan meningkatnya kekakuan dan kejang pada otot rangka. Salah satu bentuk manifestasi kejang adalah kontraksi yang terus menerus pada otot disebagian atau seluruh tubuh. Tetanus disebabkan oleh perubahan bentuk spora bakteri Clostridium tetani. Kekakuan otot biasanya pertama melibatkan rahang (lockjaw) dan leher kemudian menjadi keseluruh tubuh (Tiwari, 2011). Mekanisme kerja tetanus adalah dengan menghambat pelepasan inhibitory transmitter yaitu glysin pada sinaps sehingga excitatory transmitter akan lebih mendominasi pada sinaps, tingginya excitatory transmitter pada sinaps inilah yang akan meningkatkan kontraksi terus menerus sampai mengakibatkan kejang (goodman dan gilman, 2008; lullmann, 2000). Keseimbangan antara inhibitory transmitter dan excitatory transmitter pada transmisi sinaps sangat penting untuk
1
Universitas Sumatera Utara
menjaga fungsi yang normal dari sistem syaraf. Adanya ketidakseimbangan antara inhibitory transmitter dan excitatory transmitter pada sinaps akan memunculkan masalah dalam tubuh. Contoh inhibitory transmitter adalah GABA, glysin, nitrit oxide dan excitatory transmitter adalah asetilkolin, histamine, norepinefrin. Pada penelitian ini, untuk memperoleh peningkatan kontraksi pada otot adalah dengan pemberian excitatory transmitter yaitu asetilkolin klorida. Metode penelitian yang digunakan adalah metode organ terisolasi dan organ yang digunakan adalah otot polos ileum marmut. Reseptor asetilkolin klorida yang berperan dalam kontraksi otot polos ileum adalah muskarinik. Reseptor muskarinik telah diketahui memiliki lima subtype reseptor, yaitu M1 – M5 walaupun lokasi tepatnya dan seluruh fungsinya belum diketahui. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui tentang perbedaan subtype reseptor muskarinik. Pada saluran pencernaan usus terdapat kelima subtype reseptor (Abrams, et al., 2006). Meningkatnya motilitas usus sebagai akibat kontraksi pada otot polos usus yang terjadi adalah akibat dari stimulasi asetilkolin yang mengaktifkan reseptor muskarinik (M1 dan M3) (Nugroho, 2012). Li, et al,. (2002); Matsui, et al., (2002) melaporkan bahwa data dari hasil penelitian pada hewan mengerat (rodentia) dan anjing menunjukkan bahwa reseptor muskarinik M3 paling menonjol untuk meningkatkan motilitas usus walaupun perbandingan jumlah reseptor M2 dan M4 adalah 4 : 1. Salah
satu
pengobatan
kejang
otot
adalah
dengan
pemberian
antikonvulsan. Atropin sulfat adalah salah satu obat yang bekerja dengan antagonis muskarinik. Atropin sulfat digunakan sebagai preanestetik medikasi,
2
Universitas Sumatera Utara
antispasmodik, antidotum untuk insektisida golongan organofosfat (Ditjen POM RI, 2012) Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki jumlah tanaman obat yang beraneka ragam. Tanaman obat sudah dikenal sejak lama sebagai bahan pengobatan herbal (Suparni, 2012). Salah satu contoh tanaman obat ini adalah daun titanus (Leea aequata L.). Tumbuhan ini digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk luka dan antitetanus di daerah Tanah Karo, Provinsi Sumatra Utara. Bagian tumbuhan titanus yang digunakan sebagai antitetanus didaerah Karo adalah daunnya. Khare (2007) mengatakan batang dan akarnya digunakan sebagai astringen, antelmentik, gangguan pencernaan, sakit kuning, demam kronis dan malaria. Daun dan rantingnya digunakan sebagai antiseptik dan mengobati luka. Cara penggunaan obat tradisional daun titanus di Tanah Karo adalah dengan memasukkan serbuk daun ± 2 gram kedalam satu botol minuman beralkohol 20% yaitu samsu putih 250 ml. Penggunaannya adalah dengan mengambil satu sendok teh ekstrak daun tersebut dan dimasukkan kemulut penderita kejang akibat tetanus. Bila terkena luka akibat kecelakaan benda tumpul, ekstrak daun juga dapat dioleskan disekitar daerah yang terluka. Berdasarkan hasil skrining fitokimia, tanaman Leea aequata L mengandung metabolit sekunder yaitu alkaloid, glikosida, steroid/terpenoid, flavonoid dan tanin. Ekstrak etanol daun titanus memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan pseudomonas aeruginosa yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas (Malinda, 2015). Menurut Raihan, dkk., (2011) bahwa Leea indica yang
3
Universitas Sumatera Utara
memiliki family yang sama yaitu leaceae memiliiki efek sedative yang kuat pada tikus. Aktivitas farmakologi daun titanus dalam menurunkan kontraksi otot polos belum pernah diuji secara ilmiah dan dengan adanya penggunaan daun titanus secara tradisional sebagai antikejang secara turun temurun serta penelitian sebelumnya tentang karakterisasi dan pengujian antibakterinya. Peneliti tertarik untuk menguji aktivitas antikejang ekstrak etanol daun titanus terhadap ileum marmut terpisah secara in vitro mengggunakan alat organ bath.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah ekstrak etanol daun titanus memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin klorida? b. Apakah ekstrak etanol daun titanus pada konsentrasi tertentu memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat pada konsentrasi tertentu dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang di induksi dengan asetilkolin klorida?
4
Universitas Sumatera Utara
1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut: a. Ekstrak etanol daun titanus memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetil kolin klorida. b. Ekstrak etanol daun titanus
pada konsentrasi tertentu memiliki
kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin klorida.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui bahwa ekstrak etanol daun titanus memiliki efek relaksasi terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin klorida. b. Untuk membandingkan efek relaksasi ekstrak etanol daun titanus dengan atropin sulfat dalam menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin klorida.
5
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Hasil penelitian ini memberikan informasi berupa bukti ilmiah tentang antikejang ekstrak etanol daun titanus terhadap kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi secara in vitro yang diinduksi dengan asetilkolin klorida. b. Hasil penelitian ini memberikan informasi perbandingan konsentrasi ekstrak etanol daun titanus dengan atropin sulfat dalan menurunkan kontraksi otot polos ileum marmut terisolasi yang diinduksi dengan asetilkolin klorida.
6
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema dibawah ini : Variabel Bebas
Variabel Terikat
Karakteristik simpplisia
Serbuk simplisia
Parameter - Mikroskopik - Makroskopik - Kadar air - Kadar sari yang larut dalam etanol - Kadar sari yang larut dalam air - Kadar abu total - Kadar abu yang tidak larut dalam asam
daun titanus - Alkaloid - Flavonoid - Saponin - Tanin - Glikosida - Antrakuinon - Steroid/Triterpenoida
Golongan senyawa Ekstrak etanol daun titanus dengan konsentrasi 0,5 - 4 mg/ml
Kontraksi atau relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi
Nilai tegangan kontraksi atau relaksasi otot polos ileum marmut terisolasi
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian
7
Universitas Sumatera Utara