BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Hasilnya biasa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan, kosmetika, dan industri sabun. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, karena terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Kebun dan industri kelapa sawit menyerap lebih dari 4,5 juta petani dan tenaga kerja dan menyumbang sekitar 4,5 persen dari total nilai ekspor nasional (Suharto, 2007). Hal ini telah menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Tentu saja pencapaian ini berkat dukungan ketersediaan lahan, tenaga kerja yang murah, serta pertumbuhan permintaan dunia atas pasokan CPO, terutama untuk memenuhi bahan baku energi alternatif (biodiesel). Industri/perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu sektor unggulan Indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap ekspor nonmigas nasional, dan setiap tahun cenderung terus mengalami peningkatan (Tryfino, 2006). Ekspor CPO Indonesia setiap tahunnya juga menunjukkan tren meningkat dengan rata-rata peningkatan adalah 12,97 persen (Tryfino, 2006). Walaupun pemerintah menerapkan tarif pungutan ekspor/pajak ekspor (PE) dan pengenaan kuota untuk komoditas minyak sawit mentah untuk mendorong industri hilir,
Universitas Sumatera Utara
namun sejauh ini sawit tetap menjadi primadona di industri perkebunan, disamping isu kartel yang dihembuskan beberapa negara, rencana pembatasan lahan untuk holding company, kenaikan harga patokan ekspor (HPE) hingga soal pabrik pengolahan tanpa kebun. Perkembangan luas lahan sawit dalam 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa industri sawit masih menjanjikan keuntungan ekonomis. Luas lahan sawit nasional pada tahun 1986 tercatat sebesar 606.780 ha, pada tahun 1996 sebesar 2.249.514 ha, dan pada tahun 2006 tercatat 6.074.926 ha. Dari total luas lahan sawit tersebut, 696.699 ha merupakan milik PT. Perkebunan Nusantara, 2.741.802 ha milik swasta, dan 2.636.425 ha adalah milik rakyat. Di luar isu dan fakta di atas, pengembangan industri hilir CPO perlu diprioritaskan sebagai kebijakan industri, mengingat kita tidak dapat selamanya menjadi Negara pengekspor bahan baku. Apabila kecenderungan mengekspor CPO dipertahankan, ini menunjukkan industri nasional tidak berkembang dan tidak mengalami kemajuan, selain itu tidak memberi nilai tambah dari proses industri secara menyeluruh. Total produksi minyak sawit (palm oil) menunjukkan bahwa produksi di dunia mencapai 44,35 juta ton pada tahun 2010 (Tabel 1). Dari total tersebut, sebanyak 82,86 persen dipasok dari dua Negara penghasil utama minyak sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia dengan produksi masing-masing sebesar 16,99 juta ton (38,31%) dan 19,76 juta ton (44.55%). Dibandingkan dengan pertumbuhan produksi di tingkat dunia, produksi Indonesia menunjukkan nilai tertinggi selama 2006-2010. Pertumbuhan produksi minyak sawit dunia dalam periode tersebut terendah pada tahun 2010 yaitu
Universitas Sumatera Utara
sebesar -1,61 persen dan tertinggi pada tahun 2006, yaitu 14,83 persen. Tingkat pertumbuhan produksi minyak sawit di Indonesia selama 2006-2010 terendah pada tahun 2008, yaitu -0,70 persen, padahal pertumbuhan produksi dua tahun sebelumnya (2006) mencapai 23,31 persen. Tabel 1.1. Volume, Persentase, dan Pertumbuhan Produksi Minyak sawit, 2006-2011 Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
Dunia Produksi (Juta Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
39,42 100 14,83
39,76 100 0,86
43,23 100 8,74
45,08 100 4,26
44,35 100 -1,61
Indonesia Produksi (Juta Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
17,35 44,01 23,31
17,66 44,43 1,80
17,53 40,56 -0,70
19,32 42,86 10,17
19,76 44,55 2,25
Malaysia Produksi (Juta Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
15,88 40,28 6,15
15,82 39,79 -0,35
17,73 41,02 12,07
17,56 38,96 -0,95
16,99 38,31 -3,25
Lainnya Produksi (Juta Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
6,19 15,71 17,02
6,27 15,78 1,35
7,96 18,42 26,92
8,19 18,18 2,86
7,60 17,14 -7,20
Sumber: FAOSTAT 2012 (data diolah)
Meskipun demikian, Indonesia mengalami peningkatan porsi ekspor minyak sawit secara tajam dan konsisten dalam lima tahun terakhir, kecuali tahun 2007 yang mengalami pertumbuhan negatif (Tabel 2). Peningkatan porsi ekspor ini mencerminkan, penyerapan minyak sawit oleh industri domestik relatif rendah, hal ini berhubungan dengan kapasitas industri hilir berbahan baku minyak sawit.
Universitas Sumatera Utara
Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) mencatat serapan minyak sawit untuk industri minyak goreng domestik yang merupakan industri yang dominan menggunakan minyak sawit di dalam negeri hanya berkapasitas 1,9 juta ton per tahun. Industri hilir yang lain, yang menghasilkan produk turunan minyak sawit belum banyak berkembang dan tidak banyak menyerap bahan baku. Tabel 1.2. Volume, Persentase, dan Pertumbuhan Ekspor Minyak Sawit, 2006-2010 Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
Dunia Ekspor (Ribu Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
29.956,19 26.210,55 33.343,51 35.192,61 35.318,81 100 100 100 100 100 13,06 -12,50 27,21 5,55 0,36
Indonesia Ekspor (Ribu Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
12.100,92 40,39 16,62
Malaysia Ekspor (Ribu Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
14.202,67 13.011,13 14.142,44 13.924,41 14.732,72 47,42 49,65 42,42 39,56 41,72 7,61 -8,39 8,69 1,54 5,80
Lainnya Ekspor (Ribu Ton) Persentase (%) Pertumbuhan (%)
3.652,59 12,19 25,05
8.875,41 14.290,68 16.829,20 16.291,85 33,86 42,85 47,82 46,12 -26,65 61,01 17,76 -3,19
4.324,01 16,49 18,38
4.910,37 14,73 13,56
4.438,99 12,62 -9,6
4.294,24 12,16 -3,26
Sumber: FAOSTAT 2012 (data diolah)
Pada periode 1999-2006, produksi produk turunan minyak kelapa sawit tidak bergerak pada kisaran 60 persen, ekspor minyak sawit mentah sekitar 40 persen (Gambar 1). Produksi minyak sawit Indonesia tahun 2007 mencapai 17,66 juta ton, dengan jumlah sebanyak 8,79 juta ton yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan sisanya, yaitu sebesar 8,87 juta ton diekspor.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.1. Perkembangan Ekspor Minyak sawit Mentah dan Produk Turunannya 1999-2006 (INDEF, 2007) Indonesia boleh berbangga menjadi produsen terbesar minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di dunia. Tahun ini, produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 23 juta ton, dan tahun 2020 ditargetkan menembus 40 juta ton. CPO berikut produk turunannya tahun lalu menyumbangkan devisa tak kurang dari US$ 15 miliar. Minyak sawit juga menyetor bea keluar ke pemerintah sebesar Rp 15 triliun pada tahun lalu atau Rp 50 triliun bila dihitung secara akumulatif sejak kebijakan bea keluar diberlakukan. Perkebunan sawit merupakan tempat bergantung 3,5 juta kepala keluarga. Setidaknya 17 juta tenaga kerja terserap di perkebunan sawit dan industri sawit. Namun, di balik prestasi itu, ada beberapa hal yang merisaukan, terutama bila industri sawit nasional dibandingkan dengan Malaysia, produsen CPO terbesar kedua di dunia. Setidaknya perlakuan yang diberikan pemerintah terhadap industri sawit kedua negara amat jauh berbeda. Meski produsen CPO nasional sudah banyak menyumbang dana ke kas negara, pemerintah tidak memberikan
Universitas Sumatera Utara
perlakuan timbal balik yang sepadan. Praktis, tidak ada dana yang telah disetor itu dikembalikan ke industri maupun perkebunan sawit, untuk pengembangan industri yang bersangkutan. Terkesan pemerintah hanya ‘memerah’ produsen CPO. Hal itu berbeda dengan Malaysia, sebagian dana hasil setoran yang diberikan oleh industri sawit, dikembalikan untuk pengembangan industri sawit. Pemerintah Malaysia juga memberikan keringanan pajak bagi perusahaan sawit yang melakukan research and development (R&D) dan community development dalam kerangka social investment. Sebuah BUMN perkebunan Malaysia, menempatkan research and development (R&D) dan community development sebagai prioritas utama (investor.co.id, 2013). Perusahaan itu menganggarkan 2-3% keuntungan bersihnya untuk kegiatan tersebut, dan untuk tahun ini dianggarkan minimal Rp 150 miliar. Dua kementerian yang membawahkan urusan sawit juga mengembangkan riset tersendiri khusus tentang sawit. Divisi riset perusahaan sawit Malaysia terusmenerus berusaha menemukan bibit unggul yang mampu memberikan produktivitas tinggi, cepat panen, dan tahan terhadap hama-penyakit. Bukan hanya itu, seluruh pemangku kepentingan di Malaysia bersatu untuk memajukan perkebunan dan industri sawit. Dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat Malaysia satu sikap dalam soal sawit. LSM setempat tidak mau menjadi perpanjangan Green Peace, yang terkadang menjadi corong negara maju lantaran takut produk minyak nabatinya tersaingi minyak sawit. Tak mengherankan bila industri hilir sawit Malaysia sangat maju. Malaysia berhasil membuat bermacam produk derivatif yang memberikan nilai tambah tinggi, tidak sekadar mengekspor minyak sawit mentah. Negeri jiran itu bahkan melebarkan sayap di 15 negara
Universitas Sumatera Utara
untuk membangun pabrik produk derivatif sawit, meski lahan sawitnya hanya berada di tiga negara. Kegiatan research and development (R&D), community development, serta dukungan penuh pemerintah, membuat produktivitas sawit Malaysia jauh lebih tinggi dibanding Indonesia. Produktivitas sawit Malaysia 3,5 ton per ha, sedangkan Indonesia 2,5 ha per tahun. Akibat perbedaan produktivitas, Malaysia dengan luas lahan sawit hanya 61,5% dari luas lahan sawit Indonesia mampu memproduksi CPO hingga 17 juta ton atau 85,3% dari produksi CPO Indonesia. Saat ini, lahan yang sudah ditanami sawit baru 7,8 juta ha, sekitar 16,5% dari wilayah pertanian dan perkebunan atau 8,3% dari total wilayah hutan. Masih ada 7 juta ha lahan yang bisa ditanami sawit. Di sinilah perlunya komitmen penuh dari produsen CPO dan para pemangku kepentingan, terutama pemerintah. Berangkat dari data di atas, Indonesia memiliki kebutuhan untuk merevitalisasi industri minyak kelapa sawit. Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) seperti dirilis okezone.com, menjadikan investasi untuk merevitalisasi industri sawit sebagai fokus utama menuju sustainable industry. Investasi yang mencakup ekspansi lahan dan teknologi terbarukan yang ramah lingkungan dalam pengolahan minyak kelapa sawit tentu membutuhkan kemampuan finansial yang besar, untuk itu pelaku usaha yang bergerak di sektor ini, sangat mengharapkan peran pemerintah melalui insentif kebijakan maupun diskresi adminstrasi.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian tersebut penulis berusaha untuk membahas masalah ini menjadi sebuah tesis dengan judul “Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak Terhadap Produktivitas Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Wilayah Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I”.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis membatasi perumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1.
Apakah kebijakan insentif pajak berpengaruh langsung terhadap produktivtas sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
2.
Apakah kebijakan insentif pajak berpengaruh secara tidak langsung terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial di sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktitas sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
2.
Menganalisa pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial di sektor industri
Universitas Sumatera Utara
pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Menambah literatur penelitian mengenai pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit dan pengaruh kebijakan insentif pajak terhadap produktivitas sektor industri pengolahan kelapa sawit melalui investasi sosial di sektor industri pengolahan kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
2.
Informasi bagi stoke holder dalam upaya peningkatan produktivitas sektor industri pengolahan minyak kelapa sawit di wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.
3.
Sebagai informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan penulis.
Universitas Sumatera Utara