BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama dari penyakit Demam Dengue dan merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Demam Dengue atau lebih dikenal dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta (KemenKes RI, 2012). Tahun 2011 terdapat 65.725 kasus dan pada tahun 2012 terdapat 90.245 kasus DBD di Indonesia (DepKes RI, 2012). Penyakit DBD di Provinsi Bali pertama kali dilaporkan pada tahun 1974 di Kabupaten Badung. Tahun 2011 terdapat 3.003 kasus dan pada tahun 2012 terdapat 2.653 kasus serta pada periode bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2013 jumlah kasus DBD sebanyak 4.733 kasus di Bali. Kota Denpasar merupakan daerah endemis dan padat penduduk sehingga kasus DBD dilaporkan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 terdapat 994 kasus, tahun 2012 terdapat 1.012 kasus dan periode bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2013 jumlah kasus DBD sebanyak 1.482 kasus di Kota Denpasar (DinKes Provinsi Bali, 2012). Melihat angka tersebut, semakin banyak upaya yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan baik secara individu maupun kelompok. Upaya yang dilakukan untuk mencegah penyakit DBD adalah dengan pengendalian vektornya. Pemerintah telah mengeluarkan program pencegahan dan penanggulangan penyakit
DBD
yang
didasarkan
pada
1
Keputusan
Menteri
No.
2
581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Program ini dikenal dengan 3M yaitu menguras bak mandi, bak wc, menutup tempat penampungan air rumah tangga dan mengubur barang-barang bekas yang berpotensi sebagai genangan air (Kemenkes RI, 2010). Namun upaya ini belum dapat menurunkan angka kejadian DBD di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan suatu pendekatan dalam pengendalian penyakit yang ditular oleh vektor adalah mencegah terjadinya kontak langsung antara manusia dengan nyamuk dengan kata lain mencegah terjadinya gigitan nyamuk (DepKes RI, 1997). Upaya yang dilakukan terhadap pencegahan terjadinya gigitan nyamuk di tingkat rumah tangga, umumnya mengunakan semprotan (spray) maupun obat nyamuk bakar (coil). Upaya pencegahan gigitan nyamuk secara pribadi, umumnya menggunakan repelan. Repelan adalah suatu senyawa yang beraksi secara local, atau pada jarak tertentu yang mempunyai kemampuan mencegah antropoda termasuk nyamuk untuk terbang, hinggap atau menggigit pada permukaan kulit manusia (Nerio dkk.,2010). Penggunaan repelan dianggap praktis karena cukup diaplikasikan pada permukaan kulit tubuh yang memerlukan perlindungan dari gigitan nyamuk. Repelan dikatakan baik bila nyaman digunakan di kulit tubuh, tidak menimbulkan rasa panas atau terasa lengket di kulit, dapat melindungi kulit lebih lama sebagai repelan karena bahan aktifnya terurai secara perlahan, praktis dalam penggunaannya sehingga mudah digunakan saat indoor maupun outdoor, berbahan alami, aman, bebas racun, tidak menyebabkan iritasi, ramah lingkungan dan tidak menimbulkan efek samping serta dibuat dari bahan yang berkualitas baik (Yuliani, 2005).
3
Repelan dapat dibuat dari bahan kimia maupun bahan alami. Repelan yang berbahan dasar kimia mengandung bahan aktif DEET (N.N-diethyl-3methylbenzamide). DEET mempunyai daya repelan yang sangat baik tetapi dalam penggunaannya dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas dan iritasi. Data menunjukkan 55 dari 100 responden mengalami hipersensitivitas dan iritasi berupa batuk-batuk, kemerahan dan bintik-bintik pada kulit dalam penggunaan obat anti nyamuk sebagai repelan (Admin, 2011). Untuk mencegah terjadinya reaksi hipersensitivitas dan iritasi ini perlu dilakukan penelitian jenis repelan yang aman dan ramah lingkungan untuk menggantikan DEET yaitu repelan yang berasal dari tanaman yang mengandung minyak atsiri (Depkes RI, 1985). Minyak atsiri dikenal dengan nama lain volatile oil atau essential oil, merupakan istilah yang digunakan untuk minyak yang mudah menguap yang diperoleh dari bagian tanaman. Minyak atsiri dalam bahasa daerah sering disebut minyak terbang, banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau penyedap sejak berabad-abad lalu, selain itu minyak atsiri juga digunakan dalam bidang kesehatan (Kardinan, 2003). Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman, terbentuk karena reaksi antara berbagai senyawa kimia dengan air. Minyak tersebut di sintetis dalam sel tanaman. Minyak atsiri dapat ditemukan pada bagian tanaman, misal pada akar (akar wangi), pada batang (kayu manis), pada kulit kayu (kayu putih), pada daun (kemangi), pada bunga (kenanga) dan pada buah (buah pala) (Swastika, 2007). Fungsi minyak atsiri pada tanaman adalah memberi bau, misalnya pada buah untuk media distribusi ke biji, sementara pada bunga, daun dan batang minyak atsiri berfungsi
4
sebagai penolak serangga (Harris, 1990). Minyak atsiri merupakan bahan aktif yang mempunyai kemampuan untuk menolak serangga khususnya nyamuk yang mendekati manusia, mencegah terjadinya kontak langsung antara nyamuk dan manusia, sehingga manusia terhindar dari penularan penyakit akibat gigitan nyamuk (Depkes RI. 1985). Sejumlah tanaman yang ada di beberapa belahan dunia dilaporkan mengandung bahan aktif minyak atsiri sebagai penghalau nyamuk (WHO, 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang dimanfaatkan sebagai insektisida seperti Akar wangi (Vertiver zizanoides), Zodia (Evodia suaveolens, Scheff), Geranium (Geranium homeanum, Turez), Selasih (Ocimum spp), Lavender (Lavandula latifolia), Bunga Kenanga (Cananga odorata), Tai kotok/Marigold (Tagetes patula L.), Tembelekan (Lantana camara L.), Liligundi (Vitex trifolia L) (Trongtokit, 2005; Swastika, 2007). Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudjari (2010) dengan judul penelitian Uji potensi ekstrak bunga kenanga (cananga odorate) sebagai repellent terhadap nyamuk culex sp. Menurut Sudjari (2010) tanaman Bunga Kenanga (Cananga odorata) mempunyai potensi sebagai insektisida hayati, karena mengandung senyawasenyawa toksik di antaranya mengandung saponin, flavanoid dan minyak atsiri. Komponen penyusun minyak atsirinya adalah eugeniol, linalool dan geraniol. Bunga kenanga semula tumbuh di hutan-hutan tetapi kini mudah ditemukan di tengah-tengah masyarakat (Sudjari, 2010). Bunga kenanga di Bali sangat mudah dijumpai, hampir setiap rumah memiliki tanaman bunga kenanga. Bunga kenanga sering dimanfaatkan sebagai alat persembahyangan dan sebagai tanaman hias
5
serta dipergunakan dalam pembuatan minyak rambut.
Bunga kenanga juga
berkhasiat sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti pereda nyeri haid, bahan kosmetik, obat anti malaria dan sebagai penolak nyamuk (Arisandi dan Yovita, 2000). Pada penelitian Sudjari (2010) menggunakan konsentrasi 5%, 15%, dan 25% dengan kelompok kontrol positif menggunakan DEET dan kelompok control negatif tanpa perlakuan dalam waktu enam jam. Jumlah sampel keseluruhan 500 ekor nyamuk culex sp, dengan pelarut air gula. Hasil penelitian ini yaitu ekstrak kenanga (Cananga odorate) mempunyai efek sebagai penolak hinggapan nyamuk Culex sp dan semakin besar konsentrasi maka semakin besar potensinya dalam menolak hinggapan nyamuk (Sudjari, 2010). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata ) sebagai repelan terhadap gigitan nyamuk aedes aegypti dengan konsentrasi 5%, 15%, 25%, dengan kelompok kontrol positif menggunakan DEET dan kelompok kontrol negatif tanpa perlakuan dalam waktu enam jam.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana Perbedaan Efektifitas Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) Sebagai Repelan Terhadap Gigitan Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Konsentrasi 5%, 15% dan 25%,?“.
6
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Perbedaan Efektifitas Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) Sebagai Repelan Terhadap Gigitan Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Konsentrasi 5%, 15% dan 25%
1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) sebagai repelan terhadap gigitan nyamuk Aedes Aegypti dengan konsentrasi 5% b. Mengidentifikasi efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) sebagai repelan terhadap gigitan nyamuk Aedes Aegypti dengan konsentrasi 15% c. Mengidentifikasi efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) sebagai repelan terhadap gigitan nyamuk Aedes Aegypti dengan konsentrasi 25% d. Menganalisis perbedaan efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) sebagai repelan pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 5%, 15% dan 25% e. Menganalisis perbedaan efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) sebagai repelan pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol positif
7
f. Menganalisis perbedaan efektifitas minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) sebagai repelan pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh perawat sebagai peran primer dalam penanggulangan terhadap gigitan nyamuk untuk menurunkan angka kejadian DBD.
1.4.2 Manfaat Teoritis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan pustaka terutama dalam bidang keperawatan primer, sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya. b. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi intervensi yang bisa diaplikasikan untuk mencegah gigitan nyamuk terutama gigitan nyamuk Aedes aegypti
8