1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu gejala sosial yang berada di dalam suatu masyarakat yang dapat dilihat dari berbagai aspek yang berbeda. Kejahatan dapat timbul disebabkan oleh faktor- faktor penyebab, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Masing- masing kejahatan memiliki faktor penyebab yang berbeda- beda, oleh karena itu cara penanggulangannya akan berbeda pula. Cara penanggulangan suatu kejahatan harus disesuaikan dengan faktor pendorong kejahatan itu timbul sehingga suatu kejahatan dapat ditanggulangi. Ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan yang timbul di masyarakat adalah kriminologi, melalui ilmu ini dapat dipelajari mengenai faktor- faktor penyebab kejahatan sehingga nantinya akan diketahui cara penanggulangan yang terbaik terhadap kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas- luasnya. 1Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sangat diperlukan guna mengetahui bagaimana suatu kejahatan itu dapat terjadi dan juga dapat mengetahui mengenai bagaimana kejahatan tersebut dapat ditanggulangi. Kriminologi pada prinsipnya mempelajari pola kejahatan tertentu sehingga nantinya dapat diketahui mengenai cara penanggulangan
1
Mr. W.A.Bonger diterjemahkan oleh R.A.Koesnoen, 1982, Pengantar Tentang kriminologi, Pembangunan, Jakarta, hlm. 21.
2
yang tepat dan dapat
meminimalisasi serta mencegah terjadinya suatu
kejahatan di masyarakat. Kejahatan adalah perbuatan manusia yang dapat dipidana oleh hukum pidana. Kejahatan bukan semata- mata merupakan batasan undang- undang, artinya ada perbuatan- perbuatan tertentu yang oleh masyarakat dipandang sebagai “jahat”, tetapi undang- undang tidak menyatakan sebagai kejahatan (tidak dinyatakan sebagai tindak pidana), begitu pula sebaliknya.
2
Dilihat dari segi sosiologis, kejahatan merupakan suatu gejala sosial yang dapat dirasakan oleh masyarakat, tidak boleh dibiarkan, berarti masyarakat tidak menghendaki adanya perbuatan tersebut. dilihat dari segi hukum, adanya sarana untuk tidak membiarkan kejahatan dalam masyarakat dengan menuangkannya dalam norma hukum pidana yang disertai ancamanancaman hukuman bila perbuatan itu dilakukan. 3 Kejahatan yang dilakukan oleh anak umumnya disebut dengan kenakalan anak atau juvenile delinquency, yang berasal dari juvenile artinya muda, anakanak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat- sifat khas pada periode remaja; sedangkan delinquency artinya berperilaku menyimpang, terabaikan/ mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain- lain.4
2 3
4
I.S. Susanto, 2011, Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 25. Soedjono Dirdjosisworo, 1977, Pengantar Tentang Amalan Ilmu Jiwa Dalam Studi Kejahatan, Karya Nusantara, Bandung, hlm. 18. Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 25.
3
Salah satu kenakalan anak yang sering timbul di masyarakat akhir- akhir ini adalah adanya tawuran antar pelajar. Tawuran pelajar merupakan perselisihan yang terjadi antar siswa dan umumnya terjadi antar sekolah. Tawuran pelajar umumnya perkelahian secara fisik antar pelajar sekolah. Pelajar sekolah menengah atas pada umunya berumur 16 (enam belas) hingga 18 (delapan belas) tahun. Hal ini termasuk dalam fase ketiga proses pertumbuhan dan perkembangan anak yang digolongkan berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak. Fase ketiga ini dimulai pada usia 14 sampai 21 tahun, yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertas dan adolescent, di mana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. fase ketiga ini terjadi perubahan- perubahan besar. Perubahan besar yang dialami anak membawa pengaruh pada sikap dan tindakan ke arah yang lebih agresif sehingga pada periode ini banyak anak- anak dalam bertindak dapat digolongkan ke dalam tindakan yang menunjukan ke arah gejala kenakalan anak. 5 Seperti dikemukakan diatas, pelajar sekolah menengah atas termasuk dalam kategori masa remaja, sedangkan berdasarkan Undang- Undang no. 35 Tahun 2014 pasal 1 ayat (1) anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa masa remaja termasuk dalam kategori anak.
5
Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, hlm. 8.
4
Tawuran antar pelajar sekolah menengah atas yang terjadi sangat memprihatinkan karena memberikan dampak yang negatif baik bagi pelaku sendiri maupun bagi korban. Contoh dampak yang ditimbulkan dari adanya tawuran antar pelajar di Yogyakarta adalah kematian salah satu pelajar dalam aksi tawuran antara SMA Bopkri II dengan SMA Gama Yogyakarta pada tahun 2011. Hal ini terjadi akibat bacokan di dada kiri dengan senjata tajam yaitu celurit yang dilakukan oleh siswa SMA Bopkri II kepada siswa SMA Gama Yogyakarta. 6 Tawuran antar pelajar semakin lama sangat memprihatinkan, karena dampak yang diciptakan dari tawuran antar pelajar yaitu anak sebagai pelaku dan anak sebagai korban, mengingat anak adalah sebagai penerus bangsa yang akan meneruskan pembangunan bangsa ini.
Ketika anak sebagai
penerus bangsa telah hancur maka dapat dipastikan bangsa tersebut juga akan mengikutinya. Dampak dari adanya tawuran antar pelajar hanya akan menimbulkan dampak negatif saja, sehingga tawuran antar pelajar bukan merupakan hal yang positif dan harus segera ditanggulangi agar tawuran antar pelajar dapat di minimalisasi dan diharapkan tawuran antar pelajar tidak akan terjadi kembali. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengkaji mengenai tawuran pelajar yang sering terjadi agar nantinya tawuran pelajar dapat dihentikan.
6
Prabowo, “Tawuran Pelajar di Yogyakarta, Satu Orang Tewas”, http://news.okezone.com/read/2011/04/22/340/449003/tawuran-pelajar-di-yogyakarta-satuorang-tewas diakses pada tanggal 2 Februari 2015 pukul 12.30 WIB.
5
Penanggulangan tawuran pelajar yang melibatkan anak tentu berbeda dengan penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, mengingat anak tidak sama dengan orang dewasa. Anak memiliki sistem penilaian kanak- kanak yang menampilkan martabat anak sendiri dan kriteria norma sendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakan ciri- ciri dan tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. 7 Adanya perbedaan antara anak dan orang dewasa menyebabkan cara penanggulangan yang berbeda pula dengan orang dewasa. Penanggulangan tawuran antar pelajar dapat dilakukan dengan cara pengkajian, sehingga nantinya dapat diketahui faktor- faktor terkait timbulnya suatu tawuran antar pelajar di masyarakat serta dapat diketahui cara penanggulangan yang terbaik untuk meminimalisasi atau menghilangkan tawuran pelajar yang terjadi tanpa mengurangi hak- hak anak pada umumnya. Pertanyaan demi pertanyaan timbul berkaitan dengan bagaimana cara penanggulangan tawuran antar pelajar yang semakin marak terjadi, tetapi hal ini tentu tidak dapat dijawab jika tidak mengkaji lebih dalam mengenai apa yang menjadi faktor pendorong timbulnya tawuran antar pelajar. Oleh sebab itu diperlukan pengkajian- pengkajian lebih lanjut mengenai faktor- faktor pendorong adanya tawuran antar pelajar agar nantinya dapat diketahui mengenai bagaimana cara penanggulangan tawuran antar pelajar yang tepat yang tentunya akan melindungi hak- hak anak serta dapat menjadikan anak
7
Wagiati Soetodjo, Op.Cit. hlm. 6.
6
menjadi generasi penerus bangsa yang baik yang dapat membawa bangsa untuk menjadi bangsa yang lebih maju. Penulisan hukum ini diharapkan akan memberikan pengetahuan mengenai faktor- faktor pendorong yang dapat menimbulkan tawuran pelajar serta upaya penanggulangan yang sesuai sehingga dapat meminimalisasi adanya tawuran pelajar atau menghilangkan tawuran antar pelajar tersebut. Berbagai alasan di atas akhirnnya mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian dan penulisan hukum yang berjudul “Kajian Kriminologis Terhadap Anak Pelaku Tawuran Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Wilayah Kabupaten Sleman”.
B. Rumusan Masalah 1.
Apa faktor pendorong penyebab terjadinya tawuran pelajar di Kabupaten Sleman?
2.
Bagaimana penanggulangan terhadap tawuran pelajar di Kabupaten Sleman?
3.
Apa kendala yang dihadapi dalam penanggulangan tawuran antar pelajar dan bagaimana cara mengatasinya?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan hal- hal yang telah diuraikan pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian yang diadakan sebagai berikut:
7
1.
Tujuan Objektif Tujuan Objektif dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji masalah yang berhubungan dengan hukum pidana khususnya dalam hukum pidana anak, yang membahas mengenai: a. Mengetahui faktor penyebab adanya tawuran pelajar yang ada di Yogyakarta khususnya di Kabupaten Sleman; a. Mengetahui penanggulangan terhadap tawuran pelajar yang terjadi Yogyakarta khususnya di Kabupaten Sleman.
2.
Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan bahan- bahan yang relevan dengan objek yang diteliti dalam rangka penyusunan suatu Penulisan Hukum sebagai salah satu prasyarat menempuh gelar sarjana huku di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang diharapkan memiliki manfaat untuk beberapa pihak antara lain: 1.
Manfaat bagi ilmu pengetahuan Hasil
dari penelitian diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
mengenai penanggulangan tawuran pelajar yang ada di Kabupaten Sleman, menambah ilmu pengetahuan mengenai faktor pendorong adanya tawuran pelajar.
8
2.
Manfaat bagi pengembangan hukum di Indonesia Hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
dapat
berpengaruh
bagi
pengembangan hukum di Indonesia dalam hal memberi masukan bagi pemerintah maupun instansi terkait untuk mengambil suatu kebijakan hukum terutama mengenai masalah tawuran pelajar yang semakin sering terjadi sehingga dapat meminimalisasi dampak negatif yang dapat timbul.
E. Keaslian Penelitian Penulisan mengenai “Kajian Kriminologis Terhadap Anak Pelaku Tawuran Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Wilayah Kabupaten Sleman”belum pernah ada sebelumnya, tetapi penelitian mengenai tawuran antar pelajar sekolah menengah atas pernah dibahas sebelumnya oleh Muhammad Syukri 8 dalam penulisan hukumnya yang berjudul “Upaya Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Wilayah Kota Bogor” yang mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi tawuran pelajar?
2.
Bagaimana kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi tawuran pelajar? Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang pernah dibahas oleh
Muhammad Syukri terletak pada tempat penelitian dan permasalahan yang menjadi pokok bahasan. Penelitian penulis dilaksanakan di Yogyakarta 8
Muhammad Syukri, 2013, Upaya Penanggulangan Tawuran Antar Pelajar Sekolah Menengah Atas Di Wilayah Kota Bogor, Skripsi, Perpustakaan Fakultas Hukum UGM.
9
sedangkan penelitian oleh Muhammad Syukri dilaksanakan di Bogor. Permasalahan yang menjadi pokok bahasan penulis mengenai bagaimana tawuran pelajar dapat terjadi atau kajian kriminologi tawuran pelajar yang meneliti mengenai faktor pendorong penyebab terjadinya tawuran pelajar dan bagaimana upaya penanggulangan yang sesuai terhadap tawuran antar pelajar sehingga nantinya dapat meminimalisasi atau menghilangkan tawuran pelajar serta diharapkan menjadi upaya preventif terhadap terjadinya tawuran pelajar, sedangkan penelitian Muhammad Syukri menitikberatkan pada upaya penanggulangan dan kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi tawuran pelajar. Penelitian mengenai tawuran pelajar di Yogyakarta juga pernah dilakukan oleh Nadya Amira 9
dalam penulisan hukum yang berjudul
“Pencegahan Dan Penegakan Hukum Terhadap Tawuran Pelajar Di Kota Yogyakarta” yang mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana upaya yang dilakukan Dinas Pendidikan, Sekolah Menengah Atas/ Kejuruan dan Kepolisian untuk mencegah tawuran pelajar di Kota Yogyakarta?
2.
Bagaimana penegakan hukum yang dilakukan kepolisian terhadap tawuran pelajar yang terjadi di Kota Yogyakarta?
3.
Kendala apa saja yang dihadapi dalam upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap tawuran pelajar yang terjadi di Kota Yogyakarta?
9
Nadya Amira, 2013, Pencegahan dan Penegakan Hukum Terhadap Tawuran Pelajar di Kota Yogyakarta, Skripsi, Perpustakaan Fakultas Hukum UGM.
10
Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nadya Amira adalah terletak dari objek penelitian, penulis meneliti di Kabupaten Sleman sedangkan Nadya Amira meneliti di Kota Yogyakarta. penulisan hukum penulis menitik beratkan pada faktor- faktor pendorong terjadinya tawuran, cara penanggulangan dan kendala dari menanggulangi tawuran pelajar, sedangkan penulisan hukum Nadya Amira menitik beratkan pada upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelaku tawuran pelajar di Kota Yogyakarta. Perbedaan penelitian penulis dengan penulisan hukum Muhammad Syuri dan Nadya Amira yang berkaitan dengan Upaya penanggulangan dan kendala dalam menanggulangi tawuran pelajar adalah berkaitan dengan lokasi tempat penelitian atau wilayah tempat terjadinya tawuran antar pelajar. Upaya penanggulangan dan kendala yang dihadapi masing- masing aparat penegak hukum tentunya akan berbeda tergantung pada kasus tawuran antar pelajar yang terjadi di wilayah tertentu. Bentuk tawuran antar pelajar di wilayah yang satu berbeda dengan wilayah yang lainnya sehingga upaya penanggulangan dan kendala dalam menanggulangi tawuran antar pelajar akan berbeda pula.