BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan
masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya aspek kelezatan (cita rasa dan flavour) kandungan gizi dalam makanan dan aspek kesehatan masyarakat. Dalam Undang – undang kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 disebutkan bahwa penyelenggaraan dan peningkatan upaya kesehatan dilaksanakan melalui 15 macam kegiatan, salah satu diantaranya adalah pengawasan terhadap pengamanan makanan dan minuman agar mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Pengamanan terhadap makanan merupakan upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, peralatan dan membebaskan makanan dari zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan makanan. Dalam Undang – undang kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 109 tentang pengamanan makanan dan minuman disebutkan bahwa Setiap orang atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan oleh jasa boga, rumah makan/restoran dan hotel (Depkes, 2003 ). Salah satu makanan jajanan yang saat ini beredar di masyarakat adalah bakso bakar. Bakso bakar merupakan bakso yang dibakar setelah diolesi oleh bumbu-bumbu seperti kecap dan margarin. Namun, makanan jajanan mengandung resiko penyebab terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan. Oleh sebab itu, makanan jajanan yang kita konsumsi haruslah terjaga kebersihan dan keamanannya. Makanan jajanan yang mengandung resiko ini misalnya adalah adanya penambahan bahan tambahan makanan (BTM) yang tidak diijinkan seperti boraks. Walaupun boraks dilarang digunakan di dalam makanan, tetapi ternyata masih ditemukan dalam beberapa produk makanan seperti mie kuning basah, bakso dan lontong. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan, selain dimaksudkan untuk bahan pengawet juga dimaksudkan untuk membuat bahan menjadi kenyal dan memperbaiki penampilan. Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel yang dikirimkan oleh beberapa
laboratorium Balai POM antara
Februari 2001
hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti boraks. Dari 77 sampel bakso yang diperiksa terdapat 22% sampel yang mengandung boraks (BPOM RI, 2004). Di DKI Jakarta ditemukan 26% bakso mengandung boraks baik di swalayan, pasar tradisional dan pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan
Universitas Sumatera Utara
ditemukan 7 dari 13 pedagang menggunakan boraks dengan kandungan boraks antara 0,01 – 0,6 % (Oliveoile, 2008). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Purnomo tentang boraks pada makanan berupa mie basah, lontong, bakso, pempek dan kerupuk udang yang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung, dari 30 contoh mie basah, 84% positif mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1% mengandung boraks, dan dari 13 sampel pempek, 85% juga positif mengandung boraks dari 12 sampel bakso, 7 sampel cincau hitam dan 12 sampel kerupuk undang, 100% positif mengandung boraks (Nasution, 2009). Dalam penelitian yang dilakukan tentang Pemeriksaan dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso di Kotamadya Medan tahun 2010 didapat bahwa dari 80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks dengan kadar boraks yang di dapat dalam bakso antara 0,08% - 0,29% (Panjaitan, 2010).
Penelitian yang
dilakukan oleh Anisyah Nasution tentang Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, terdapat 62,5% pedagang lontong di Kelurahan Padang Bulan menjual lontong yang mengandung boraks (Nasution, 2009). Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, pedagang bakso bakar biasanya menjajakan bakso bakarnya dengan berkeliling pada tempat-tempat yang strategis dan banyak peminatnya, seperti di pasar tradisional, pinggir jalan raya, hingga ke sekolah-sekolah. Umunya peminat yang paling banyak adalah anak-anak sekolah, khususnya anak SD. Harga bakso bakar yang cukup murah dan rasanya yang enak membuat anak-anak sekolah banyak menggemarinya. Tempat jualan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
terkoordinir dan berpindah-pindah ini menyebabkan dagangan yang dijual tidak memenuhi syarat kesehatan. Dengan keadaan demikian, menyebabkan kemungkinan besar bakso bakar dapat tercemar. Pencemaran dapat terjadi pada setiap tahapan produksi yang dilalui, baik pada proses pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan, penyimpanan bahan jadi, pengangkutan hingga penyajian. Pedagang bakso bakar terkadang tidak memperhatikan hygiene sanitasi dagangannya.
Tempat
penjualan
bakso
bakar
tidak
ditutupi,
sehingga
kememungkinkan terkontaminasi dengan udara yang kotor maupun lalat. Selain itu tekstur bakso bakar yang mereka jual pun sangat kenyal. Untuk itu dalam pemilihan bahan sampai penyajian bakso bakar seharusnya memenuhi
syarat
kesehatan
sesuai
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan
dengan
KepMenKes
No.
Sanitasi Makanan Jajanan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang
Perubahan
atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang Hygiene sanitasi dan penggunaan zat kimia yaitu boraks pada bakso bakar yang dijual di sekitar
Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan.
Mengingat bakso bakar merupakan jajanan yang biasa dijual dan banyak disukai oleh masyarakat, khususnya anak SD.
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Perumusan Masalah Bakso bakar banyak digemari sebagai makanan jajanan yang dalam proses pengolahan sampai penyajiannya kemungkinan terdapat bahan pencemar dan ditambahkan bahan tambahan pangan yang tidak diijinkan oleh pemerintah seperti boraks. Maka perlu dilakukan penelitian terhadap hygiene sanitasi bakso bakar dan ingin mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada bakso bakar tersebut.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran hygine sanitasi pengolahan dan kandungan boraks pada bakso bakar yang dijual di sekitar sekolah dasar di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pemilihan bahan baku bakso bakar. 2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan bahan baku bakso bakar. 3. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengolahan bakso bakar. 4. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyimpanan bakso bakar. 5. Untuk mengetahui hygiene sanitasi pengangkutan bakso bakar. 6. Untuk mengetahui hygiene sanitasi penyajian bakso bakar. 7. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada bakso bakar.
Universitas Sumatera Utara
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi pihak SD dan masyarakat mengenai kebersihan dan kandungan boraks pada bakso bakar. 2. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM untuk lebih memperhatikan bahan pengawet berbahaya yang dilarang di Indonesia seperti boraks pada bakso. 3. Sebagai informasi bagi peneliti lain untuk studi yang lebih mendalam.
Universitas Sumatera Utara