1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemandirian dalam beraktifitas menjadi kebutuhan utama pada pasien pasca stroke, kemampuan dalam transfer dan ambulasi sering menjadi prioritas yang pertama ingin dicapai baik dari pasien sendiri maupun dari keluarganya. Sehingga, banyak pasien pasca stroke yang mencari dan mencoba berbagai pengobatan dengan segala cara baik pengobatan medis dan alternatif. Kemampuan beraktifitas membutuhkan stabilitas, fleksibilitas, kekuatan dan kontrol gerak serta kemampuan menerima dan merespon input sensorik yang akhirnya dieksekusi sebagai sebuah gerakkan yang bertujuan oleh tubuh. Untuk mewujudkannya perlu konsep recovery yang komprehensif dengan partisipasi aktif dari pasien, caregiver dan keluarganya (Harwood et al., 2010). World Stroke Organization menyatakan dalam kampanye stroke dunia adalah 1 diantara 5 untuk wanita dan 1 diantara 6 untuk laki-laki. Setiap 2 detik 1 orang di dunia teserang stroke. Setiap 6 detik, kehidupan dan kualitas seseorang akan berubah akibat stroke. Prevalensi penderita stroke di Indonesia meningkat dari 8,3 per 1.000 populasi penduduk pada tahun 2007 menjadi 12,1 per 1000 populasi penduduk pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan, 2013).
1
2
Penderita stroke membutuhkan pengobatan jangka lama dan biaya pengobatan sangat tinggi, hal ini ditambah masalah produktifitas pasien menurun. Kemandirian merupakan sesuatu yang sangat bernilai baik dari aspek pemenuhan kebutuhan maupun dari aspek finansial sebagai kompensasi biaya perawatan atau biaya caregiver, terutama di negara-negara maju dimana biaya tenaga kerja sangat tinggi, sehingga pasien pasca stroke sangat diharapkan untuk dapat mandiri dalam beraktifitas, terutama aktifitas duduk, berdiri dan berjalan (Harwood, 2010). Kualitas aktifitas duduk, berdiri dan berjalan ditentukan oleh postural stability, postural stability dicerminkan pada tumpuan yang optimal mendekati pembebanan yang seimbang antara kaki kanan dan kaki kiri. Tumpuan optimal akan mengaktifasi otot-otot gravitasi untuk membuat tubuh menjadi tegak dan stabil. Tumpuan menjadi dasar untuk melakukan gerakan yang dinamis dan fungsional. Masalah postural stability dan tumpuan belum banyak mendapat perhatian, perhatian dalam hal ini masih banyak dalam hal kekuatan otot dan fleksibilitas otot. Postural stability didefinisikan sebagai kemampuan tubuh dalam mempertahankan postur saat beraktifitas (Raine, 2009). Gangguan postural stability menurunkan keseimbangan pada kondisi pasca stroke yang secara langsung berimplikasi pada kemampuan dalam aktifitas keseharian, mobilitas dan risiko jatuh. Penelitian tentang kemampuan berjalan menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan kemampuan berjalan dengan
3
perbaikan kualitas tumpuan. Pada kondisi tersebut juga dijumpai distribusi berat badan yang tidak seimbang dimana pada sisi lemah mendapatkan pembebanan yang lebih ringan, menjadikan base of support pada kaki lemah menjadi kecil hal ini menyebabkan fase menumpu pada sisi lemah menjadi lebih singkat. Pola tersebut merupakan aspek dasar yang penting dalam bergerak dan keseimbangan. Bahkan kondisi tersebut masih sering dijumpai pada pasien pasca stroke yang sudah memiliki kemampuan fungsional pada level yang tinggi. Dengan demikian hubungan antara tumpuan dengan postural stability, keseimbangan, mobilitas dan aktifitas fungsional sangat jelas dan mempunyai korelasi yang kuat (Kim, 2014). Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi (PERMENKES RI No 80 Tahun 2013). Modalitas atau teknologi Fisioterapi yang dapat digunakan untuk meningkatkan postural stability pada pasca stroke dapat menggunakan pemberian stimulasi elektrik, penerapan terapi latihan strengthening serta pelatihan dengan pendekatan neuroscience (Raine, 2009). Pelatihan dengan pendekatan neuroscience pada pasien pasca stroke untuk meningkatakan postural stability bisa menggunakan
4
metode Bobath, Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF), Brunnstrøm, Motor Relearning Programme (MRP), Constraint Induce Movement Therapy (CIMT), Functional Strength Training (FST), Feldenkrais (Batson, 2005). New Bobath Concept adalah suatu pendekatan problem solving untuk melakukan suatu assessment dan treatment kepada individu dengan gangguan fungsi, gerak dan postural kontrol karena adanya suatu lesi pada sistem saraf pusat (SSP) dengan konsep postural kontrol dan gerak selektif melalui fasilitasi dan dapat diterapkan pada individu-individu dari segala usia dan semua derajat cacat fisik dan fungsional (Raine, 2006; IBITA, 2008). Aktifasi otot postural dan meningkatkan selective movement pada anggota gerak, terutama pada anggota gerak bawah akan memperbaiki distribusi berat badan pada tumpuan ke dua kaki, dengan tumpuan yang seimbang maka postural stability akan meningkat (Raine, 2006). Feldenkrais adalah sebuah integrative approach untuk memberikan pembelajaran dan peningkatkan fungsi pada individu dari berbagai kemampuan mereka selama rentang kehidupan. Penekankan pada self-awarness melalui suatu proses pelajaranan dengan memberikan stimulasi pada penginderaan (sensing), gerakan (moving), perasaan (feeling), dan pikiran (thinking). Metode Feldenkrais bertujuan untuk meningkatkan kemampuan manusia self-organize behavior (Buchanan & Ulrich, 2001; Ginsburg, 2010). Pelatihan Feldenkrais akan meningkatkan gambaran tubuh dan anggota geraknya di otak (internal
5
representation). Dengan meningkatnya self awareness maka kontrol anggota gerak akan meningkat dan rasa tubuh terhadap ketidakseimbangan gerak termasuk distribusi berat badan (Ginsburg, 2010). Metode Bobath menekankan pada aktifasi postural dengan posisi – posisi melawan gravitasi dengan melibatkan rekrutmen sensori input untuk memodulasi gerakan melalui stabilitas postural dan gerak selektif yang menjadi target peningkatan stabilitas, keseimbangan dan kualitas gerak dalam pendekatan aktifitas fungsional (Raine, 2009). Metode Feldenkrais menekankan pada peningkatan internal representation dan kesadaran gerak yang akan meningkatkan rasa tubuh dalam berbagai posisi yang dilakukan sama pada sisi kanan dan sisi kiri tubuh (Ginsburg, 2010). Metode Bobath lebih aktif dalam mengajarkan pasien dalam konteks aktifitas nyata dalam kehidupan sehari – hari. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka topik ini diangkat ke dalam bentuk penelitian, yakni dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh metode Bobath dan metode Feldenkrais dalam meningkatkan postural stability pada pasien pasca stroke yang akan dipaparkan dalam bentuk penelitian dengan judul “Metode Bobath Lebih Baik Daripada Metode Feldenkrais dalam Meningkatkan Postural Stability Pada Pasien Pasca Stroke”
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah metode Bobath lebih baik daripada metode Feldenkrais dalam meningkatkan postural stability pada pasien pasca stroke?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah metode Bobath lebih baik daripada metode Feldenkrais dalam meningkatkan postural stability pada pasien pasca stroke.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Parktis Melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban atas tingginya harapan pasien pasca stroke untuk dapat kembali beraktifitas serta mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya fisioterapi pada penanganan insan pasca stroke. 1.4. 2 Manfaat Akademis Sebagai referensi dalam meningkatkan informasi untuk program fisioterapi dalam meningkatkan postural stability, khususnya pada pasien pasca stroke.