BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, banyak perubahan yang terjadi dalam dunia kerja, baik dari sisi individu pekerja maupun dari pihak perusahaan sendiri. Hal mendasar yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta perkembangan dunia teknologi yang sangat cepat. Kondisi yang diwarnai pesatnya perubahan tersebut menyebabkan tingkat persaingan yang meningkat, baik dalam bidang penjualan produk maupun jasa. Dengan demikian, organisasi pun dituntut untuk lebih memperlihatkan sikap fleksibel, memperlihatkan efisiensi, serta mampu beradaptasi terhadap kondisi yang senantiasa berubah, agar dapat mempertahankan keberadaannya di dunia bisnis. Melihat situasi seperti ini, kebanyakan perusahaan berusaha untuk melakukan sejumlah penyesuaian. Penyesuaian tersebut diantaranya adalah berubahnya defenisi kerja dari pekerjaan (uraian pekerjaan, dengan tugas yang harus dilakukan dan target yang harus dicapai) menjadi peran, penekanan akan pentingnya kerjasama dan pembentukan tim kerja pada karyawan, berorientasi pada kepuasan pelanggan serta meningkatnya penghargaan terhadap kreatifitas individu. Perusahaan membutuhkan karyawan yang dapat mengikuti irama perubahan, yaitu individu dengan fleksibilitas yang tinggi, dan mampu menyesuaikan diri dengan cepat merespon perubahan yang terjadi. Namun yang terpenting, individu tersebut juga harus memiliki komitmen untuk mewujudkan tujuan dan sasaran organisasi. Tulisan ini mengkaji tentang Pabrik Klambir Jaya dalam pembuatan kertas dan lilin pekong untuk beribadah etnis Tionghoa di desa Tanjung Gusta kecamatan Sunggal di dusun
16 Universitas Sumatera Utara
Klambir V kabupaten Deli Serdang. Fokus penelitian ini adalah mengenai bentuk aktifitas di pabrik Klambir Jaya. Sistem kerja tersebut menyangkut distribusi pembagian kerja dan menciptakan komitmen karyawan terhadap setiap pekerjaan yang dilakukan di dalam pabrik. Pabrik Klambir Jaya berdiri pada tahun 1991. Pabrik ini berdiri atas izin dinas dan masyarakat setempat. Awalnya kesepakatan yang sudah disetujui antara pihak dinas, pabrik, dan masyarakat, bahwasanya pabrik Klambir Jaya adalah pabrik pembuatan sumpit. Satu tahun pabrik Klambir Jaya berdiri, tanpa alasan yang jelas pabrik ini tutup, namun beroperasi kembali pada tahun 1993. Pabrik Klambir Jaya kini bukan lagi sebagai pabrik yang memproduksi sumpit tetapi kertas pekong dan lilin pekong etnis Tionghoa. Dengan adanya perubahan yang mendadak yang dilakukan oleh pabrik Klambir Jaya, masyarakat langsung menanyakan hal tersebut ke pihak dinas. Ternyata, sebelumnya pihak dinas sendiri pun sudah mengetahui hal tersebut dan tidak mempermasalahkannya dan tidak mempermasalahkan soal pemberian izin. Kertas pekong yang dimaksud adalah kertas yang dipakai untuk beribadah dan kertas kematian pada etnis Tionghoa yang khusus beragama Budha. Dan lilin pekong yang dimaksud adalah lilin yang dipakai etnis Tionghoa untuk pemujaan. Pabrik Klambir Jaya membuat lilin pekong baik yang berukuran kecil maupun besar. Dari kantor Toba Permai, kertas di bawa lagi ke pabrik Klambir Jaya untuk dilakukan Packing 1. Pabrik Klambir Jaya bekerja sama dengan negara luar seperti : Malaysia dan Singapura, sedangkan di dalam negeri biasa di bawa ke daerah Jakarta dan Bandung. Sistem penjualan kertas dilakukan dengan sistem angkat biasa. Dalam 1 hari, bisa 2 sampai 3 mobil kontainer, namun ada juga yang datang sebagai pembeli eceran. Penjualan tidak tentu menjelang hari Imlek atau Chengbeng bisa mencapai 6 mobil konteiner.
1
Packing merupakan proses pembungkusan kertas yang siap untuk di produksi. 17 Universitas Sumatera Utara
Konflik pernah terjadi dengan masyarakat yang selalu merasa tersinggung dengan pembangunan pabrik yang membuat kertas dan lilin untuk beribadah etnis Tionghoa pada karyawan yang berpendudukkan etnis Jawa dan Melayu serta beragama Islam. Tetapi dapat diatasi dengan cara memperkerjakan masyarakat setempat untuk menjadi karyawan di pabrik Klambir Jaya. Kini karyawan yang bekerja di Klambir Jaya berjumlah sekitar 300 orang yang berdiri dari etnis Jawa, Melayu, dan Batak. Melihat hal itu, peneliti tertarik membahas aktifitas yang terjadi di pabrik.
I.2. Tinjauan Pustaka Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Untuk itu kebudayaan adalah sesuatu yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, dalam kehidupan sehari-hari2. Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya : pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Menurut Koentjaraningrat, terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu: ide, wujud sosial, dan materi/fisik) berjalan seiring dan berkaitan serta dalam penjelasan suatu fenomena kebudayaan ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan, namun dapat dijelaskan secara terpisah 2. Hans 3 mengatakan bahwa, kedewasaan manusia tidak terlepas dari latar belakang sosial budaya tempat seseorang dibesarkan. Kebudayaan adalah pedoman bertingkah laku, cara seseorang membawa diri dan menjadi bagian masyarakatnya. Kebudayaan diciptakan 2
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I ( Jakarta: UI-Press, 1980) hal 183.
3
Hans, Daeng, Manusia, Kebudayaan, Dan Lingkungan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000). 18 Universitas Sumatera Utara
manusia dan menciptakan manusia yang selalu berhadapan dengan berbagai kemungkinan perubahan yang terjadi karena kemajuan teknologi. Walaupun setiap masyarakat dan kebudayaan berbeda dalam cara mempersiapkan seseorang atau anggotanya, untuk menghadapinya,
namun
ketegasan
adalah
memberikan
kematangan,
kemandirian,
pengetahuan, ketegasan untuk mengadakan pemilihan terhadap hal-hal yang dihadapi. Menurut Spredley4, Kebudayaan merupakan pengetahuan yang diperoleh dan digunakan manusia untuk menginterpretasikan pengalaman dalam menghadapi dunianya yang memiliki bentuk-bentuk yang tidak selalu berakhir postif. Dalam perkembangan manusia, manusia sudah mempunyai bakat dan
telah terkandung dalam gen-nya untuk
mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi dalam kepribadian individunya. Kesemuanya itu sangat dipengaruhi oleh stimuli yang berada dalam lingkungan alam dan lingkungan sosial maupun budayanya. Kedewasaan manusia juga ditentukan oleh watak masyarakat tempat ia tinggal. Singer (dalam Dananjaya 5) menjelaskan tentang watak bangsa dalam tiga golongan. (1) watak bangsa yang dipandang sebagai watak kebudayaan, (2) watak bangsa yang dipandang sebagai watak masyarakat, (3) watak bangsa yang dipandang sebagai kepribadian rata-rata. Penelitian ini mengambil konsep watak bangsa yang dipandang sebagai watak masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk melihat watak yang dominan dalam masyarakat sebagai representasi mereka di masyarakat. Seperti watak etnis Jawa yang menjadi karyawan di pabrik Klambir Jaya yang berwatakkan sikap nrimo 6. disinyalir memberikan sikap patuh dan taat pada setiap aturan yang dibuat oleh pemilik pabrik. Watak masyarakat ini berkaitan dengan modal sosial suatu masyarakat. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimilki bersama diantara para anggota suatu kelompok 4 5
Spredley, James, Metode Etnografi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997).
Dananjaya, James, Antropologi Psikologi. Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
6
Nrimo berasal dari bahasa suku Jawa yang berarti bersinyalir memberikan sikap patuh dan taat. 19 Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka. Modal sosial ini akan membentuk sebuah hubungan timbal balik yang memungkinkan terbentuknya jaringan sosial Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal sosial. Jaringan sosial yakni sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta oleh norma pertukaran dan civic engagement 7. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik, agama, hubungan genealogis, dan lain-lain. Jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Level mekanisme modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Kerjasama sendiri merupakan upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan oleh seseorang atau kelompok lain. Akhirnya, tingkah laku mereka menjadi cocok satu sama lain. Ciri penting modal sosial terdapat pada sebuah capital 8 yang dibandingkan dengan bentuk capital lainnya, seperti asal-usulnya yang bersifat sosial. Relasi sosial bisa berdampak positif maupun negatif terhadap pembentukan modal sosial, tergantung apakah relasi sosial itu dianggap sinergi atau kompetisi dimana kemenangan seseorang dicapai diatas kekalahan orang lain. Menurut Parsudi Suparlan (dalam Saragih 9) setiap mahluk sosial memiliki kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya. Dan dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan dan mendorong suatu perilaku. Pernyataan yang dilontarkan untuk mewujudkan dan mendorong suatu perilaku. Pernyataan yang 7
Aksi individual maupun bersama yang mencirikan suatu tempat atau sebuah kelompok
(sumber:http://en.wikipedia.org/wiki/Civic_engangement). 8
Capital merupakan suatu modal.
9
Saragih, Julianty, Solidaritas Kekerabatan Masyarakat Simalungun (Medan: Skripsi Departemen Antropologi, 1998. 20 Universitas Sumatera Utara
dikatakan oleh Suparlan tadi dapat digunakan sebagai motivasi untuk melihat perilakuperilaku tiap individu ketika melakukan interaksi yang efektif. Semua itu ditujukan untuk mewujudkan sikap, pikiran dan perasaan sehingga dapat tergambar perilaku yang khas pada masyarakat tertentu. Solidaritas dipertahankan sejauh kesadaran individu sama kuat yang memiliki komitmen yang sama. Hal ini dengan sendirinya akan memelihara unsur-unsur pengintegrasian yang ada pada masyarakat tersebut. Menurut Lysen (dalam Saragih9), kesadaran masyarakat adalah unsur tertentu dalam kesatuan sosial yang menetapkan dan mempengaruhi kelakuan manusia yang menjadi kesatuan. Unsur-unsur yang dimaksud adalah situasi-situasi yang memuat individu-individu dalam masyarakat langsung serta berbuat sesuai dengan keinginan situasi 10. Solidaritas didasarkan pada persamaan. Dalam suatu masyarakat yang ditandai oleh solidaritas ini semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif adalah keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu yang mempunyai kehidupan sendiri dan dimiliki bersama oleh masyarakat tersebut. Kesadaran kolektif memiliki sifat keagamaan, karena mengharuskan rasa hormat dan ketaatan10. Potret solidaritas sosial dalam konteks masyarakat dapat muncul dalam berbagai kategori atas dasar karakteristik sifat atau unsur yang membentuk solidaritas itu sendiri. Memahami bentuk solidaritas sosial dapat dilihat dalam dua tipe; pertama, solidaritas mekanis dan kedua, solidaritas organik. Solidaritas
mekanik
didasarkan
pada
suatu
kesadaran
kolektif
(collective
consciousness) yang dipraktikkan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan sentimen total diantara para warga masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen
10
Blog/sakti/2010/06/.../emile-durkheim-dan-max-webber. 21 Universitas Sumatera Utara
dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam seluruh aspek kehidupan, baik sosial, politik bahkan kepercayaan atau agama. Solidaritas organik terjadi dalam masyarakat yang relatif kompleks kehidupan sosialnya. Namun, terdapat kepentingan bersama atas dasar tertentu. Dalam kelompok sosial terdapat pola antar-relasi yang parsial dan fungsional, terdapat pembagian kerja yang spesifik, yang pada gilirannya memunculkan perbedaan kepentingan, status, pemikiran dan sebagainya. Perbedaan pola relasi-relasi, dapat membentuk ikatan sosial dan persatuan melalui pemikiran perlunya kebutuhan kebersamaan yang diikat dengan kaidah moral, norma, undang-undang, atau seperangkat nilai yang bersifat universal. Oleh karena itu ikatan solider tidak lagi menyeluruh, melainkan terbatas pada kepentingan bersama yang bersifat parsial. Solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan ini diakibatkan karena spesialisasi yang tinggi diantara keahlian individu. Spesialisasi ini juga sekaligus merombak kesadaran kolektif yang ada dalam masyarakat mekanis. Akibatnya, kesadaran dan homogenitas dalam kehiduan sosial tergeser. Dalam menganalisa proses-proses interaksi antara individu dalam masyarakat dapat dibedakan dua hal yaitu : (1) kontak, dan (2) komunikasi. Kontak antara individu juga tidak hanya mungkin pada jarak dekat, misalnya berhadapan muka. Namun, juga bisa menggunakan alat kebudayaan seperti : Tulisan, buku , surat kabar ataupun telepon. Sedangkan komunikasi muncul setelah kontak terjadi10. Hanafi 11 menyatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana pesan-pesan dioperasikan dari sumber kepada penerima. Dengan begitu, komunikasi adalah pemindahan ide-ide dari sumber dengan harapan akan merubah tingkah laku maupun ide penerima.
11
Hanafi, Abdullah, Memasyarakatkan Ide-ide Baru (Surabaya: Usana Offset Printing, 1986).
22 Universitas Sumatera Utara
Saluran komunikasi adalah alat dengan pesan-pesan dari suatu sumber yang sampai pada penerima. Berbicara hubungan karyawan dengan pengusaha, terdapat model yang menjadikan keduanya seperti sebuah struktur. Struktur yang menggambarkan kondisi yang ada diatas dan yang ada di bawah. Struktur itu tergambar dalam hubungan patron-klien. Hubungan patronklien adalah hubungan yang bersifat tatap muka, artinya bahwa patron mengenal secara pribadi klien karena mereka bertemu tatap muka, saling mengenal pribadinya, dan saling mempercayai. Lande ( dalam Scott 1972) menyebut model patron-klien sebagai solidaritas vertikal. Ciri-ciri hubungan patron-klien, menurut Scott 12 adalah (1) terdapat suatu ketimpangan (inequality) dalam pertukaran; (2) bersifat tatap muka; dan (3) bersifat luwes dan meluas. Adanya unsur ketimpangan dalam pertukaran dikatakan sebagai Seorang klien, dalam pengertian ini, adalah seseorang yang telah memasuki hubungan pertukaran ketidaksetaraan di mana ia tidak dapat membalas sepenuhnya. Sebuah kewajiban utang mengikat dirinya. Berbicara solidaritas karyawan erat hubungannya dengan komitmen. Dalam hal ini komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan peristiwa dimana individu sangat tertarik dan mempunyai keikatan pada tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan sasaran-sasaran organisasi. Menurut Steers (dalam Sunarto 13), komitmen meliputi sikap yang sangat menyenangkan organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi memperlancar pencapaian tujuan organisasi. Greenberg dan Baron (dalam Sunarto13) mengemukakan komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan sikap yang merefleksikan derajat seorang individu diidentikkan dan terlibat dengan organisasi serta tidak berkeinginan untuk meninggalkan organisasi tersebut. Identifikasi pada organisasi diartikan sebagai kondisi saling membagi 12 13
Scott, James, Moral Ekonomi Petani (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1972). Sunarto, Manajemen Karyawan (Yogyakarta: Amus, 2005). 23 Universitas Sumatera Utara
tujuan dari anggota-anggota organisasi, merasa memiliki organisasi, dan adanya loyalitas pada organisasi. Menurut Sunarto13, komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan, yang terdiri dari: •
Penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan
•
Keinginan untuk tetap berada dalam organisasi
•
Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi. Selain itu, komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara
individu karyawan dengan organisasi kerja, dimana karyawan mempunyai keyakinan dan kepercayaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi kerja. Adanya kerelaan untuk menggunakan usahanya secara sungguh-sungguh demi kepentingan organisasi kerja serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi kerja. Dalam hal ini, individu mengidentifikasikan dirinya pada suatu organisasi tertentu tempat individu bekerja dan berharap untuk menjadi anggota organisasi kerja guna turut merealisasikan tujuan-tujuan organisasi kerja. Sunarto13 menyatakan komitmen karyawan terhadap organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu: 1. Indentifikasi Identifikasi yang terwujud dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasinya. Suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi kebutuhan pribadi mereka pula. 24 Universitas Sumatera Utara
2. Keterlibatan Keterlibatan atau partipasi karyawan dalam aktifitas-aktifitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan karyawan, bahwa yang telah diputuskan merupakan keputusan bersama. 3. Loyalitas Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk menyelaraskan hubungannya dengan organisasi, bahkan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri dalam pekerjaan didalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja13. Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar terjadi hubungan yang harmonis antara karyawan dengan pihak pabrik Klambir Jaya karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara karyawan dengan pemilik pabrik adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pemilik pabrik tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa, jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya 14. Hubungan antara karyawan dan pemilik pabrik adalah hubungan industrial. Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pemilik pabrik dan karyawan, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace). Yang paling mendasar 14
www.stekpi.ac.id/informasi/datas/users/1-hubungan%20industrial.pdf. 25 Universitas Sumatera Utara
dalam konsep hubungan industrial adalah Kemitra‐sejajaran antara karyawan dan pihak-pihak pabrik yang keduanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu sama‐sama ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan perusahaan. Tujuan hubungan industrial adalah mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu : 1. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan 2. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal atau bipartit 3. Mogok kerja yang dilakukan pekerja, serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing‐masing karena perselisihan yang terjadi telah terselesaikan. Dengan demikian, sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan hubungan industrial yang diharapkan. Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah : 1. Memperlakukan karyawan sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai orang yang menanam modal (investor). 2. Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pemilik pabrik dan karyawan secara terbuka 3. Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktifitas, dan kesejahteraan karyawan. 4. Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.
26 Universitas Sumatera Utara
I.3. Rumusan Masalah Perumusan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah, agar penelitian ini tidak menjadi rancu ataupun menjadi meluas kepada hal-hal yang tidak terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Adanya pembatasan masalah, diharapkan agar dalam penelitian ini akan menjadi lebih fokus. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pola hubungan antara pemilik pabrik terhadap karyawan pabrik Klambir Jaya? 2. Bagaimana pabrik Klambir Jaya dalam menjalankan sistem kerja yang mencangkup pembagian upah, komitmen, dan nilai-nilai yang mendasari ikatan kerja? 3. Bagaimana hubungan karyawan pabrik Klambir Jaya dengan masyarakat?
I.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan
harus memiliki tujuan yang hendak dicapai
dan manfaat dari penelitian tersebut, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sosial dan bentuk yang dirasakan (psikologi) oleh para karyawan yang bekerja dalam jangka waktu yang lama di pabrik Klambir Jaya. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang komitmen seorang karyawan terhadap perusahaannya.
I.4.2. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik untuk masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan menambah cara berbahasa (literatur) mengenai komitmen karyawan khusunya di pabrik Klambir Jaya. Selain sebagai literatur, penelitian ini dapat
27 Universitas Sumatera Utara
menjadi bahan kajian ataupun tolak ukur ketika membahas tentang aktifitas yang ada di sebuah pabrik.
I.5. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode kualitatif. Deskriptif dalam arti mencoba menempatkan realitas sosial yang diteliti ke dalam konsep-konsep yang telah diajarkan dalam bidang antropologi serta menggambarkannya. Hal ini tidak lain dilakukan dengan cara mempelajari dan menguraikan sifat-sifat khas yang digabungkan secara bersamasama (kolektifitas) dengan cara sedalam mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan dua bentuk metode ntuk mendapatkan data yang akurat. Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi dalam pengumpulan data yang dilakukan adalah mengetahui tentang kehidupan karyawan pabrik Klambir Jaya. Dalam hal ini penulis menggunakan wawancara mendalam. I.5.1. Observasi (Non-Partisipasi) Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian. Metode yang dipakai adalah observasi (non partisipasi). Observasi ini membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan
28 Universitas Sumatera Utara
pengamatan saja. Karena peneliti tidak dapat diizinkan oleh pihak pabrik untuk berpartisipasi atau ikut serta dengan karyawan dalam membantu pekerjaan mereka. Dengan demikian, metode yang di pakai adalah metode obserpasi non-partisipasi dan bukan memakai metode observasi partisipasi.
I.5.2. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya-jawab sambil bertatap muka antara peneliti dan informan, yaitu peneliti dan informan terlibat percakapan yang cukup lama. Pelaksanaan wawancara tidak hanya dilakukan sekali ataupun dua kali saja, melainkan berulang kali dengan intensitas yang tinggi. Untuk mendukung proses wawancara dalam penelitian ini, peneliti menggolongkan informan dalam beberapa kelompok. Kelompok informan tersebut peneliti membagi dalam dua kategori yakni, informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah informan yang memiliki pengetahuan, pengalaman tentang pabrik Klambir Jaya. Sedangkan informan biasa adalah informan yang mengetahui tentang pabrik Klambir Jaya dari sisi luar. Informan kunci yang peneliti maksud adalah karyawan dan pihak pabrik termasuk pemilik pabrik Klambir Jaya. Karyawan-karyawan ini adalah karyawan yang mengetahui seluk-beluk tentang pekerjaan, tata aturan dan memiliki pengalaman yang panjang bekerja di pabrik tersebut. Hal ini berguna untuk mengupas secara mendalam tentang realitas-realitas yang terjadi di pabrik Klambir Jaya. Informan biasa yang peneliti maksud adalah informan yang mengetahui tentang pabrik Kelambir Jaya dari luar lingkungan pabrik tersebut. Dengan kata lain, informan ini adalah informan yang tidak bekerja di pabrik namun memiliki pengetahuan tentang pabrik tersebut. Hal ini berguna untuk melihat kecenderungan realitas yang ada sebagai bahan perbandingan.
29 Universitas Sumatera Utara
Untuk melakukan proses wawancara dengan informan, peneliti dibantu dengan interview guide. Interview guide berguna untuk menstrkuturkan tema-tema yang akan ditanyakan ketika interview. Dalam penyusunan interview guide peneliti akan membedakan interview guide ke dalam dua tipe bergasarkan dua kategori informan. Dimana interview guide untuk informan kunci sedikit lebih dalam karena akan menyentuh persoalan sejarah, tata aturan dan kebiasaaan yang terjadi di pabrik Klambir Jaya.
I.6. Pengalaman Lapangan Penelitian saya dimulai pada tanggal 24 November 2013 tepatnya pada pukul 20.00 WIB. Hal yang pertama saya lakukan adalah menemui bapak Wadi (45 tahun) sebagai salah satu karyawan yang bekerja di pabrik Klambir Jaya, sekaligus tetangga dekat saya. Saat itu saya menjelaskan maksud dan tujuan saya, bahwa saya ingin melakukan penelitian di pabrik Klambir Jaya, terkait dalam menjalankan aktivitas di pabrik. Bapak Wadi pun menyambut maksud dan tujuan saya dengan baik. Dengan disediakan segelas teh dan makanan ringan berupa kue bugis, ia pun memberikan petunjuk kepada saya siapa saja karyawan dan karyawati yang bisa saya wawancarai nantinya dan memberikan beberapa nomor telepon agar saya bisa menghubungi mereka. Setelah meminta informasi tentang karyawan, saya langsung menghubungi informan pertama saya untuk berkenalan dan membuat suatu kesepakatan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara. Setelah berkenalan melalui telepon, dengan lembutnya ibu Erly menawarkan untuk langsung saja datang kerumahnya yang kebetulan dekat dari rumah saya. Walaupun sedikit malu, tapi saya harus mengikuti saran dari informan saya yang akhirnya beliau memberikan alamat rumahnya kepada saya. Kami sepakat untuk bertemu dan melakukan wawancara di rumah informan tersebut yang berjarak sekitar 50 km dari rumah
30 Universitas Sumatera Utara
saya. Pada tanggal 8 Desember, dengan tertunduk malu, saya mencoba membiasakan diri untuk dapat menjalin keakraban dengan ibu Erly. Ibu Erly terlihat lebih santai dan senang dalam menerima saya untuk berada dirumahnya untuk melakukan wawancara daripada saya. Karena informan saya ini merasa lebih nyaman bila melakukan wawancaranya langsung dirumahnya saja daripada harus diluar yang dari awal sudah saya sarankan kepadanya, sehingga informan saya pun terlihat lebih semangat untuk di wawancarai. Pukul 10.00 WIB, saya tiba di lokasi tepatnya dirumah informan saya. Ketika sampai dirumahnya, sambutan yang sangat baik diberikan kepada saya oleh informan bersama keluarganya. Dengan membawa sebungkus kue yang langsung saya berikan kepadanya, ia pun terlihat sangat bahagia. Ibu Erly sudah berusia 43 tahun. Ibu ini menanyakan siapa nama saya dan apa-apa saja yang ingin saya tanyakan mengenai pabrik Klambir Jaya kepadanya. Setelah berkenalan dan menerangkan maksud serta tujuan saya, wawancara pun berlangsung. Ibu Erly sangat tenang dan sabar dalam menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan. Saat-saat berjalannya wawancara, segelas teh dan hidangan kue yang saya bawakan pun disediakan oleh anak perempuannya yang bernama Putri (17 tahun ). Dengan begitu pun proses wawancara kami pun terasa semakin santai. Tidak ada sesuatu yang menjadi hambatan dalam pertemuan kami kala itu karena semua yang saya lewati dan rasakan bersama ibu Erly sudah terlihat sempurna. Setelah mewawancarai ibu Erly, saya diberi saran oleh beliau untuk kembali datang kerumahnya bila ingin melakukan wawancara berikutnya. Pada pertemuan berikutnya diharapkan hadir seorang informan yang dapat di wawancarai yang kebetulan berencana untuk datang kerumah ibu Erly. Dan saya pun merasa sangat senang dengan saran yang diberikan oleh ibu Erly karena saya akan mewawancarai dua informan sekaligus. Kemudian saya pun membuat janji kedua dengan informan saya berikutnya. Mereka adalah ibu Erly dan juga bapak Ahsan (48 tahun). Bapak Ahsan merupakan ketua mandor di pabrik Klambir Jaya
31 Universitas Sumatera Utara
yang bernama bapak Ahsan. Pukul 09.00 WIB, saya pun tiba dirumah ibu Erly. Dengan sikap yang ramah, ibu Erly pun langsung menyediakan secangkir teh dan roti untuk saya. Ketika sampai dirumahnya, saya melihat seorang pria yang sepertinya saya kenal. Ternyata beliau adalah suami ibu Erly. Beliau bernama Bapak Adi yang merupakan tukang kebun tetangga saya. Dengan terkejut, kami saling menyapa nama dan tertawa bersama-sama. Karena sebelumnya kami tidak bertemu di rumah ibu Erly karena bapak Adi sedang bekerja. Dengan saya yang lebih cepat datang kerumah ibu Erly dari pertemuan sebelumnya, akhirnya saya pun berjumpa dengan bapak Adi. Sambil berbincang dan bersenda gurau bersama ibu Erly dan keluarganya, beberapa jam kemudian bapak Ahsan pun tiba dirumah ibu Erly setelah sebelumnya saya hubungi beliau dengan telepon saya. Setelah saling sapa dilakukan, wawancara dengan bapak Ahsan beserta ibu Erly pun dimulai. Meskipun ibu Erly sebelumnya sudah saya wawancarai tapi dengan adanya bapak Ahsan, proses wawancara terasa berbeda. Karena dari pertanyaan tersebut akan muncul informasi-informasi yang terus mengalir berdasarkan argumentasi antar mereka. Namun, jika hanya berwawancara dengan 1 orang, maka tidak jarang proses wawancara terasa kaku. Setelah mewawancarai ibu Erly dan bapak Ahsan, saya membuat janji ketiga dengan informan berikutnya. Kali ini saya wawancara dengan seorang pria yang merupakan buruh pabrik Klambir Jaya yang bernama bapak Samsul. Beliau juga merupakan tetangga saya yang bekerja di pabrik Klambir Jaya. Kami sepakat untuk bertemu pada saat jam istirahat waktu kerja. Pada pukul 12.00 tepatnya jam istirahat, saya pun langsung menemui bapak Samsul yang pulang kerumah untuk beristirahat, sekaligus makan siang. Sehabisnya makan siang, dengan duduk santai sambil menawarkan rokok pada bapak Samsul, saya pun langsung melakukan wawancara dengan beliau karena waktu jam istirahat kerja sangat terbatas. Meskipun terlihat letih, bapak Samsul tetap menerima saya untuk melakukan wawancara kepadanya. Namun, setelah selesai wawancara, bapak Samsul meminta tolong kepada saya
32 Universitas Sumatera Utara
untuk mengantarkannya kembali ke pabrik Klambir Jaya. Dan saya pun membantunya dengan senang hati. Kejadian yang pernah saya alami adalah ketika saya hendak mewawancarai ibu Ira (42 tahun ) yang merupakan salah satu karyawati yang bekerja di pabrik Klambir Jaya. Beliau saya kenal sendiri ketika saat saya mengambil foto pada waktu ke lapangan. Saat itu ibu Ira yang sedang menikmati jam istirahatnya, beliau bertemu saya dan melihat saya terus menerus yang akhirnya ibu Ira pun saya jumpai. Ketika berkenalan, ternyata ibu Ira bersedia untuk menjadi informan saya berikutnya. Setelah beliau setuju untuk menjadi informan saya, akhirnya kami sepakat untuk melakukan pertemuan. Saat itu juga saya meminta nomor telepon beserta alamat rumah ibu Ira karena beliau juga sama seperti informan saya yang lainnya, lebih nyaman bila melakukan wawancara dirumahnya langsung. Pada tanggal 19 Januari 2014, dengan menggunakan pakaian kemeja putih, saya pun datang kerumah ibu Ira. Begitu sampai dirumahnya, saya pun diterima dengan sangat baik. Setelah saya dipersilahkan duduk, sambil menunggu ibu Ira bersiap-siap untuk masak, saya sejenak membaca hasil-hasil data yang sudah saya dapat sementara dari hasil wawancara saya selama ini. Setelah ibu Ira keluar, beliau meminta tolong kepada saya untuk menemaninya ke acara undangan pesta pernikahan anak temannya. Beliau meminta tolong dengan saya karena beliau tidak memiliki kendaraan pribadi. Di saat itu saya, ibu Ira, suami, beserta kedua anaknya pun tertawa terbahak-bahak. Tapi semua itu kami jadikan sebagai sebuah kelucuan tersendiri sehingga keakraban pun terjalin. Pada pukul 13.30-15.00 WIB setelah selesai menghadiri undangan pernikahan anak temannya ibu Ira, begitu sampai dirumah ibu Ira proses wawancara pun dimulai. Sempat saya mewawancarainya sekitar 2 jam. Selama proes pencarian data, saya mendapat begitu banyak pengalaman dan pelajaran berharga. Salah satunya adalah cara menghargai waktu dan saya mendapat banyak kenalan baru yang sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri. Ternyata, masih banyak orang-
33 Universitas Sumatera Utara
orang diluar sana yang baik dan peduli salam membantu antar sesama. Kesombongan itu tidak ada gunanya tapi justru bentuk kepedulian yang dapat membuat kita bisa lebih di perhatikan dan dihargai oleh orang lain. Selain itu, sikap yang mampu menerima orang lain dengan baik, akan menghasilkan suatu keluarga baru. Semua usaha yang kita lakukan, apapun hasilnya pasti tidak akan ada yang sia-sia karena dengan niat saja itu sudah merupakan suatu hikmah tersendiri buat kita. Kita harus tetap berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan dan dijalankan dengan sabar dan ikhlas bagaimana pun sulitnya untuk mendapatkannya. Begitu juga dalam hal ini saya merasa seperti memiliki keluarga baru karena meskipun saya baru mengenal informan saya tapi mereka sudah menganggap saya tidak asing lagi, bahkan sudah dianggap seperti anak sendiri, seperti yang dilakukan salah satu informan saya yang bernama ibu Erly terhadap saya. Saya merasa para karyawan pabrik Klambir Jaya sudah hampir paruh baya yang usianya berkisar sekitar 40-55 tahun. Namun, mereka masih terlihat semangat dalam bekerja. Selain itu, mereka juga masih peduli akan nasib buruh yang dianggap hanya sebagai budak oleh para pimpinan pabrik. Mereka membuat suatu komunitas para buruh yang bertujuan untuk lebih peduli akan nasib buruh. Selain itu, komunitas ini juga sekaligus dapat mempererat tali persaudaraan antar sesama buruh, seperti melakukan reunian antar buruh. Penelitian saya di lapangan tidak begitu mengalami kesulitan yang berat. Hanya saja menentukan waktu bertemu yang sedikit sulit menurut saya. Karena setiap informan memiliki kesibukan masing-masing sehingga saya harus menunggu sampai mereka memiliki waktu luang untuk saya wawancarai. Selain itu, pihak pabrik memberikan saya izin masuk kedalam pabrik untuk wawancara tapi dengan syarat untuk tidak mengganggu karyawan termasuk buruh yang sedang bekerja. Salah satunya adalah bebas dalam melakukan komunikasi oleh para karyawan. Saya hanya boleh melihat keadaan didalam pabrik dan hanya sesekali saja dapat wawancara dan itu merupakan salah satu hal yang membuat saya jenuh. Karena
34 Universitas Sumatera Utara
seharusnya saya ingin mewawancarai dan ikut berpartisipasi dalam pekerjaan yang dikerjakan karyawan tapi malah dilarang oleh pihak pabrik. Maka dari itu, penelitian saya dilakukan disekitar pabrik Klambir Jaya yang berada di Jl. Klambir V, Pasar 1 Sekip, Medan.
35 Universitas Sumatera Utara