1
BAB I PENDAHULUAN
Bab I mengemukakan latar belakang dari dibuatnya penelitian ini. Bab ini juga membahas mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan yang terakhir ialah sistematika penyajian.
1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu media untuk menuangkan ataupun menyampaikan pikiran-pikiran manusia satu ke manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan yang langsung dapat berkomunikasi dengan induknya dalam waktu yang relatif singkat, manusia tidak dapat berbahasa ketika ia dilahirkan. Oleh karenanya, bahasa mestilah diperoleh. Bagaimana bahasa diperoleh menimbulkan suatu polemik.
Para
psikolinguis kemudian mencoba memecahkan bagaimana bahasa diperoleh. Kaum behavioris yang diwakilkan oleh B. F. Skinner mengatakan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan oleh rangsangan di luar diri anak atau dengan kata lain bergantung kepada lingkungan anak (Chaer, 2009: 222). Teori behaviorisme berpendapat bahwa sesuatu yang berkaitan dengan apa yang terdapat di dalam diri anak tidak memiliki pengaruh terhadap proses pemerolehan bahasa. Bertentangan dengan kaum behavioris, kaum Nativis yang diwakili oleh Noam Chomsky berpendapat bahwa lingkungan tidak memiliki pengaruh dalam 1
2
pemerolehan bahasa. Mereka berpendapat bahwa seorang anak telah diberikan bekal, kapasitas atau potensi di dalam genetis yang mereka sebut sebagai LAD (Language Acquisition Device) (Pateda, 1990: 47).
Mereka juga meyakini bahwa potensi-
potensi tersebut akan berkembang ketika saatnya telah tiba. Dengan demikian, kaum ini berpandangan bahwa lingkungan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penguasaan bahasa. Kaum yang terakhir ialah kaum kognitif. Jean Piaget sebagai tokoh kognitifisme menyatakan bahwa manusia itu bukanlah ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif (Chaer, 2009: 223). Kaum ini berpandangan bahwa pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh kematangan kognitif anak. Kaum ini juga mempercayai akan adanya pengaruh lingkungan terhadap pemerolehan bahasa. Dari beberapa teori yang telah dikemukakan, terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan di dalam sebuah proses pemerolehan bahasa pertama oleh anak. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor lingkungan, LAD, dan kematangan kognitif. Dari ketiga faktor tersebut, penelitian ini mencoba untuk mengetahui apakah perlakuan lingkungan dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak atau tidak. Bahasa yang akan dibahas pada penelitian ini akan fokus terhadap salah satu elemen bahasa yaitu fonologi. Dalam memperoleh bahasa, seorang anak dapat menguasai bahasa pertamanya dengan waktu yang relatif singkat (Steinberg, Nagata, & Aline, 2001: 3). Dalam memperoleh bahasa, setiap anak memiliki jangka waktu yang berbeda-beda dalam menguasainya. Beberapa anak dapat mengalami keterlambatan
3
dalam menguasai bahasa sedangkan beberapa anak lainnya dapat memperoleh bahasa lebih cepat. Cepat atau lambatnya pemerolehan bahasa pada anak merupakan sebuah permasalahan yang sangat kompleks. Faktor-faktor dari dalam maupun dari luar si anak juga sangat menentukan. Salah satu faktor yang menentukan di luar diri anak ialah faktor perlakuan lingkungan. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perlakuan lingkungan berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa pada anak, maka diperlukan sebuah penelitian yang menitikberatkan pada pemerolehan bahasa dan perlakuan lingkungan anak. Ketika seorang bayi dilahirkan, pada saat itulah ia mulai berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat itu pula, bayi telah memulai tahapantahapan pemerolehan bahasanya. Dalam memproduksi bahasa, hal yang pertama kali diperoleh ialah produksi fonologi. Oleh karenanya tulisan ini akan menitik beratkan pada pemerolehan fonologi anak usia 0-20 bulan. Bagaimana perkembangan fonologi anak usia 0-20 bulan, bagaimana ia mengembangkan konsep-konsep kebahasaan yang masih terbatas di dalam komunikasinya, bagaimana kecepatan serta urutan pemerolehan fonologisnya, serta sejauh mana perlakuan lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan fonologi anak merupakan hal-hal yang akan dipecahkan di dalam penelitian ini. Perlu diketahui lebih awal bahwa subjek penelitian di dalam penelitian ini merupakan dua orang anak laki-laki bernama Karim dan Vintorez. Kedua anak ini memiliki latar belakang keluarga yang berbeda namun berada pada lingkungan tempat tinggal yang sama. Mereka merupakan anak pertama dengan berat badan
4
ketika dilahirkan ialah sekitar 3 kg. Meski memiliki jenis kelamin, urutan anak, dan lingkungan tempat tinggal yang sama, namun kedua anak tersebut memiliki perlakuan lingkungan berbahasa yang berbeda. Keluarga Karim merupakan keluarga dengan basic pendidikan bahasa yang juga sangat aktif memberikan masukan-masukan bahasa sejak Karim dilahirkan. Sebagai tambahan, Karim merupakan keponakan dari penulis. Lain halnya dengan Karim, Vintorez memiliki keluarga yang tidak terlalu memperhatikan bahasa sehingga sangat kurang dalam memberikan masukan-masukan bahasa sejak ia dilahirkan hingga berusia 20 bulan. Pada saat penelitian ini dimulai (28 Februari 2014), Karim baru saja dilahirkan sedangkan Vintorez masih berada di dalam kandungan ibunya. Pengambilan-pengambilan video maupun catatan telah dilakukan untuk terus mengamati perkembangan Karim. Pada saat Vintorez lahir, hal yang sama pun dilakukan. Data-data tersebut kemudian dibandingkan. Dari data yang diperoleh, pada saat dilahirkan, keduanya memiliki karakteristik yang sama yang juga dimiliki oleh bayi lainnya yaitu hanya berupa tangisan yang terdiri dari bunyi-bunyi vokal [ɛ], [a] dan konsonan frikatif [h] serta kemampuan kinesik dan komprehensinya yang belum berkembang. Kesamaan pemerolehan bunyi juga masih terlihat saat usia mereka 6 bulan. Hingga usia 6 bulan, fonem vokal yang telah diperoleh oleh Karim maupun Vintorez ialah bunyi-bunyi vokal [ɛ], [ə], [a], dan [e]. Produksi fonem konsonannya pun antara Karim dan Vintorez relatif sama. Karim dan Vintorez pada usia 0-6 bulan telah dapat memproduksi konsonan [h], [ɣ], dan [ŋ]. Perbedaan pemerolehan fonologi
5
baru terlihat ketika Karim dan Vintorez telah sampai pada tahap celotehan. Karim terlihat lebih banyak berceloteh dari Vintorez. Pada tahap ini, dari usia 6-9 bulan, produksi bunyi yang terdengar pada celotehannya pun bertambah. Pada Karim, bunyi fonem-fonem konsonan dan vokal yang bertambah ialah bunyi-bunyi [u], [x], [d], [m], dan [t] sedangkan bunyi yang bertambah pada Vintorez ialah bunyi [x] dan [i]. Pada usia 8 bulan, Karim telah dapat menunjukkan referen yang diucapkan oleh orang dewasa dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada dialog antara KM (Karim) dan P (Peneliti).
Dialog 1 P
: Im, ada pesawat, mana pesawatnya ya, im?
KM
: [u:] (menunjuk pada pesawat yang lewat)
Ia juga telah dapat menunjuk pada referen-referen lain seperti bunga, bulan, cicak, burung, dsb. dengan mengeluarkan bunyi [u:] saat menunjuk. Pada umur yang sama, peneliti mencoba perlakuan yang sama pada VT (Vintorez) dengan melakukan sebuah dialog ringan.
Dialog 2 P
: Vinto, ada pesawat, pesawatnya di mana ya, Vinto?
VT
: (memandang peneliti lalu kemudian memandang ke arah lain)
6
Peneliti juga menanyakan benda-benda lain yang berada dilingkungannya namun ia tetap tidak berhasil menunjuk pada referen yang dimaksud. Vintorez juga tidak mengeluarkan bunyi saat ditanya. Pada saat usia mereka 20 bulan, Karim telah dapat melafalkan berbagai macam kata seperti [ʃampay] <sampai>, [ɔwaŋ]
, [ʃawah] <sawah>, dan berbagai macam kata di sekitarnya. Ia juga telah dapat mengucapkan lebih dari dua kata seperti [wowowobɔt] , [amih kəntut apih juga] , dan [gaboeh matiʔin aja yaʔ] . Pada usia yang sama, Vintorez baru dapat mengucapkan ucapan satu kata seperti [əndaʔ] , [əmɔh] <emoh (tidak mau)>, [əkan] , dan [ayah] .
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka didapatkan beberapa masalah yang menarik untuk dikaji. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan fonologi Karim dan Vintorez pada usia 0-20 bulan? 2. Bagaimanakah perbandingan perkembangan kemampuan fonologi Karim dan Vintorez pada usia 0-20 bulan? 3. Bagaimanakah pengaruh perlakuan lingkungan bahasa pada kemampuan fonologi Karim dan Vintorez pada usia 0-20 bulan?
7
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai ialah: 1. Mendeskripsikan kemampuan fonologi Karim dan Vintorez di usia 0-20 bulan. 2. Mendeskripsikan perbandingan kemampuan fonologi pada Karim dan Vintorez di usia 0-20 bulan. 3. Mendeskripsikan bagaimana pengaruh perlakuan lingkungan bahasa terhadap kemampuan fonologi Karim dan Vintorez di usia 0-20 bulan.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dharapkan mampu memberikan manfaat, baik itu manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis. Adapun manfaat teoritis dan praktis tersebut adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis Pada teori-teori pemerolehan fonologi seperti teori struktural universal, teori generatif struktural universal, teori proses fonologi alamiah, dan teori kontras dan proses keempatnya saling memperdebatkan ada tidaknya pengaruh lingkungan terhadap pemerolehan fonologi bahasa anak. Di dalam penelitian ini membahas
mengenai
perbandingan
antara
pengaruh
lingkungan
dan
pemerolehan fonologi. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan akan
8
memberikan manfaat teoritis berupa deskripsi mengenai pengaruh perlakuan lingkungan pada pemerolehan fonologi anak.
1.4.2 Manfaat Praktis Pada sisi lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatnya secara praktis, baik itu pada dunia pendidikan maupun pada masyarakat. Di dalam dunia pendidikan, hasil dari penelitian ini yang menyangkut bagaimana pemerolehan bahasa anak dapat menjadi acuan dalam mengajarkan bahasa kedua untuk anak. Guru dapat mengajarkan kata-kata yang sekiranya memiliki bunyi-bunyi yang telah dikuasai anak sehingga penyerapan anak terhadap kosakata tersebut akan lebih cepat. Selain itu, peneltian ini juga diharapkan mampu memotivasi dan menginspirasi dunia pendidikan untuk menciptakan lingkungan ideal yang mampu menunjang perkembangan bahasa anak. Di sisi lain, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat dalam memberikan peran yang baik dalam memberikan lingkungan yang baik bagi anak untuk dapat berkomunikasi dengan baik di masa pemerolehan bahasa. Jika anak mampu menguasai dan memahami bahasa sejak kecil, maka komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak akan semakin baik sehingga anak tidak akan terus menangis untuk mengutarakan keinginannya dan orang tua pun tidak perlu bersusah payah dalam memahami anaknya.
9
1.5 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, penelitian mengenai pemerolehan bahasa yang cukup terkenal adalah penelitian yang dilakukan oleh Dardjowidjojo (2000) yang kemudian telah dibukukan dengan judul buku ECHA: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Pada penelitian tersebut, Dardjowidjojo (2000) meneliti pemeroleh bahasa cucunya yang bernama Echa secara longitudinal sejak tahun pertama Echa dilahirkan hingga usianya menginjak lima tahun. Penelitian tersebut membahas pemerolehan bahasa Echa secara lengkap mulai dari aspek fonetik hingga pragmatik sejak Echa berusia 05 tahun. Kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan oleh Dardjowidjojo adalah bahwa derajat kepatuhan terhadap universalisme bahasa sangat tinggi pada tataran elemen fonologi, tetapi menurun pada komponen sintaksis. Derajat keuniversalan ini lebih menurun lagi pada komponen leksikon, baik macam kata, urutan, dan jumlah pemerolehan kata yang diperoleh Echa pada rentang waktu lima tahun. Dari tataran pragmatis, khususnya pada ragam bahasa, ragam bahasa yang diperoleh Echa cenderung bersifat informal. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Echa juga dapat dilihat perkembangan fonem-fonem yang telah dikuasai Echa dari usia 0-20 bulan. Dari usia 0-12 bulan, Echa telah dapat memproduksi bunyi-bunyi vokal [i], [e], [ə], [ɛ], [a], [o], dan [u] sedangkan bunyi-bunyi konsonan yang telah dihasilkan ialah [p], [t], [ʔ], [b/β], [d/ð], [g/ɠ], [ɣ], [h], [m], [ŋ], [y], [w], dan [ɹ]. Pada usia 24 bulan, Echa telah dapat menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia sedangan fonem konsonan
10
yang telah dikuasai Echa ialah [p], [b], [t], [d], [k*], [g*], [ʔ], [s*], [h], [m], [n], [ŋ], [w], [l], dan [y]. Bunyi fonem yang diberi tanda [*] merupakan fonem-fonem yang belum muncul atau baru muncul secara terbatas. Namun demikian, hasil dari pemerolehan fonologi pada Echa tidak dapat dijadikan perbandingan dalam menentukan cepat atau tidaknya pemerolehan bahasa Karim ataupun Vintorez. Hal ini dikarenakan perbedaan gender antara Echa dan Karim-Vintorez. Echa yang merupakan seorang perempuan akan dapat memiliki perkembangan berbahasa yang lebih cepat daripada Karim-Vintorez yang merupakan anak laki-laki. Chaer (2009: 134) mengatakan bahwa anak-anak perempuan akan lebih cepat pandai berbicara, membaca, dan jarang mengalami gangguan belajar jika diandingkan dengan anak laki-laki. Lain halnya dengan penelitian Dardjowidjojo, penelitian Alamsyah, dkk. (2011) yang terdapat dalam jurnal Malay Language Journal Education lebih menekankan pada pemilihan bahasa pada anak yang juga merupakan permasalah dalam penelitian yang akan dikaji ini. Alamsyah, dkk. mengambil judul Pemilihan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pertama Anak dalam Keluarga Masyarakat Aceh Penutur Bahasa Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian tersebut meneliti tentang faktorfaktor pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga Aceh penutur bahasa Aceh. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Alamsyah, dkk. menunjukkan bahwa anak usia 2-3 tahun yang orang tuanya memilih bahasa Indonesia menjadi bahasa pertama mereka akan merasa bingung ketika orang tuanya
11
menggunakan bahasa Indonesia kepada mereka sedangkan tetangganya menyapa si anak dengan menggunakan bahasa Aceh. Terkait dengan pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama yang digunakan dalam berinteraksi dengan anak, terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya yaitu; lingkungan tempat tinggal, simbol kemajuan dan kemapanan, ada prestise tersendiri, agar anak dapat lebih mudah mengikuti pelajaran di sekolah, anak mudah memahami bacaan, dan bahasa indonesia diyakini dapat menetralisasi perbedaan dialek bahasa Aceh antara suami istri yang berasal dari dialek bahasa aceh yang berbeda. Penelitian lain dilakukan oleh Evans (2004) yang membahas hubungan antara pendapatan keluarga dan perkembangan bahasa anak. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah memiliki perkembangan bahasa yang relative terlambat. Penelitian yang dilakukan oleh Lewis & Wilson (1972) dan Hoff- Ginsberg (1991) yang juga meneliti mengenai pengaruh status sosial terhadap kemampuan bahasa anak juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Evans (2004). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Tulkin dan Kagan (1972) menunjukkan bahwa ibu dari kalangan menengah ke atas cenderung memberikan interaksi verbal yang lebih baik daripada ibu dari kalangan menengah ke bawah. Daneshvar dan Sadighi (2014) melakukan penelitian pada anak-anak Iran yang memiliki orang tua dari berbagai jenjang pendidikan. Penemuannya memberikan hasil bahwa anak-anak dari orang tua dengan jenjang pendidikan di atas diploma memiliki perkembangan bahasa yang lebih tinggi dari anak-anak yang orang tuanya memiliki jenjang pendidikan di bawah
12
diploma. Bornstein, Leach & Haynes (2004) dan Hoff-Ginsberg (1998) mempelajari peranan urutan kelahiran anak terhadap perkembangan bahasa anak. Hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang positif dimana bayi yang lahir terlebih dahulu akan memperoleh kosakata pada umur yang lebih awal daripada bayi-bayi yang lahir kemudian. Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian sebelumnya ada yang meneliti mengenai pemerolehan aspek linguistiknya saja tanpa memperhatikan latar belakang anak dan adapula penelitian yang berfokus pada pengaruh latar belakang anak pada kemampuan bahasanya. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mengkaji pemerolehan fonologis anak dengan memperbandingkan hasil pemerolehan fonologi pada perlakuan lingkungan bahasanya. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi khasanah baru di bidang psikolinguistik.
1.6 Landasan Teori Pada landasan teori, hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini diuraikan sebagai rujukan atau landasan yang dapat membangun dan memperkuat analisis data maupun hasil dari penelitian. Dikarenakan penelitian ini mengkaji mengenai kemampuan fonologi anak usia 0-20 bulan serta pengaruh perlakuan lingkungan bahasa pada kemampuan fonologinya, maka hal-hal yang berkaitan mengenai bagaimana sejatinya konsep keuniversalan pemerolehan bahasa pertama, teori-teori perkembangan bahasa, fonologi bahasa Indonesia, serta konsep-konsep yang membahas mengenai perlakuan lingkungan bahasa akan dibahas pada bagian ini.
13
1.6.1 Tahap-tahap pemerolehan bahasa Menurut Dardjowidjojo (2005), pemerolehan bahasa anak secara umum dapat dilihat dari tahapan-tahapannya. Tahap-tahap pemerolehan bahasa anak adalah sebagai berikut, 1) cooing atau mendekut. pada tahap ini produksi bunyi yang dilakukan oleh bayi ialah seperti bunyi mirip vokal atau konsonan. Tahap ini terjadi pada usia sekitar 2-5 bulan, 2) babbling atau celoteh. bayi mulai berceloteh ketika mencapai usia sekitar 6-8 bulan. pada tahap ini bayi sudah mulai mengeluarkan bunyi berupa suku kata namun bunyi tersebut belumlah memiliki makna, 3) one-word utterances atau tahap ujaran satu kata. tahap ini terjadi ketika usia anak sekitar 9-18 bulan, 4) two-word utterances atau tahap ujaran dua kata. tahap ini terjadi saat usia anak 18-24 bulan, 5) tahap telegrafis. disebut tahap telegrafis dikarenakan pada usia ini anak telah mampu memproduksi kalimat sederhana. tahap ini terjadi ketika anak telah berusia 24-30 bulan, dan 6) tahap multikata lanjut yang merupakan tahap dimana anak telah mampu memproduksi kalimat secara gramatikal. tahap ini terjadi pada usia di atas 30 bulan. Pada usia 0-20 bulan, anak baru memperoleh bahasa yang diberikan oleh lingkungannya. Pada tahap tersebut merupakan tahap dimana anak baru mulai
14
berkembang baik itu motorik, komprehensi, maupun kebahasaannya. Pada saat dilahirkan, seorang anak hanya dapat menangis, mendekut, atau melakukan gerakan-gerakan reflek. Bunyi-bunyi yang dikeluarkan kemudian berkembang dari hanya tangisan atau dekutan bertambah menjadi adanya bunyi-bunyi ocehan. Pada usia 20 bulan, secara umum anak telah dapat berbicara satu hingga dua kata. Pada usia 20 bulan, anak juga telah dapat menunjukkan serta mengidentifikasi gambar atau objek tertentu. Mereka juga akan dapat melakukan suatu permintaan yang sederhana. Selain itu, mereka juga telah mengenal apa yang mereka inginkan atau apa yang tidak mereka inginkan. Dalam berbicara dengan anak, orang yang dekat secara emosional dengan anak akan menggunakan bahasa yang disebut dengan motherese. Dardjowidjojo menerjemahkan motherese sebagai bahasa sang ibu. Hal ini berbeda dengan bahasa Ibu (mother tongue) atau bahasa pertama anak. Motherese merupakan bahasa ibu yang struktur atau cara pengucapannya lebih disederhanakan dan digunakan untuk berinteraksi dengan anak. Steinberg, Nagata, dan Aline (2001) dan Pinker (1994) mengatakan bahwa motherese merupakan ujaran bahasa yang diterima ketika mereka masih kanak-kanak. Pinker (1994) menjelaskan bahwa ciri dari motherese ialah pengucapannya yang pelan, pendek, sederhana, dan baku secara grammatika. Pinker (1994) mengatakan bahwa perkembangan bahasa akan berubah dalam dua arah, yaitu berkembangnya pemerolehan kosa kata yang sangat pesat dan produksi sintaktik sederhana (dua kata) telah dimulai pada usia 18 bulan.
15
Pada tahap ini, masukan-masukan linguistik yang telah diberikan maupun yang sedang diberikan akan sangat diperlukan oleh anak.
1.6.2 Tahap-tahap perkembangan fonologi 1) Teori Struktural Universal Teori struktural universal dikemukakan pertama kali oleh Jakobson (1968). Teori ini berpendapat bahwa bunyi-bunyi yang diucapkan oleh orang dewasa tidak akan mempengaruhi bunyi-bunyi yang muncul pada anak-anak. Urutan bunyi-bunyi yang muncul pada anak-anak akan mengikuti bunyi-bunyi yang sering muncul pada bahasa-bahasa di dunia. Meski demikian bunyi-bunyi yang muncul pada bayi yang masih belum memiliki arti (saat babbling) tidak bisa dikatakan sebagai bahasa. Masa tersebut disebut juga sebagai masa senyap. Oleh karena itu, Jakobson membagi dua tahap pemerolehan fonologi yaitu tahap membabel (prabahasa) atau masa senyap dan tahap pemerolehan bahasa murni. Pada pemerolehan bahasa murni, Jakobson (via Chaer, 2009: 204) berpandangan bahwa urutan bunyi-bunyi yang muncul akan sama pada semua anak di dunia. Urutan yang diramalkan oleh jakobson ialah bahwa bunyi konsonan yang muncul pertama kali ialah bunyi bilabial dan bunyi yang terakhir diperoleh ialah bunyi likuida seperti /l/ dan /r/. Pada bunyi vokal, yang pertama kali muncul biasanya adalah vokal lebar yaitu /a/. bunyi-bunyi tersebut juga tidak muncul satu demi satu melainkan berupa oposisi-oposisi atau
16
kontras-kontras fonemik. Berdasarkan urutan bunyi konsonan dan vokal maka oposisi fonemik yang pertama muncul ialah oposisi bunyi oral dan bunyi nasal seperti [pa-pa], [ma-ma] dilanjut dengan oposisi labial dan dental/alveolar. Pada kontras vokal yang muncul pertama ialah [a] dengan [i] diikuti oleh [i] – [u], [e] – [u], dan [o] – [e]. Menurut Jakobson (via Dardjowidjojo, 2000: 21-24) urutan pemerolehan bunyi berjalan sesuai dengan kodrat bunyi itu sendiri dan anak memperoleh bunyi-bunyi tersebut melalui cara yang konsisten. Urutan-urutan pemeroleh bunyi vokal ialah bunyi vokal minimal (a, i, u) akan muncul lebih awal dari vokal lainnya. Pada bunyi konsonan, urutannya ialah konsonan hambat → frikatif → afrikat. Urutan tersebut tidak dapat dilakukan sebaliknya. Terlebih lagi, masing masing kelompok hambat, frikatif, dan afrikat juga memiliki urutan tersendiri seperti kontras antara bilabial [b] dengan dental [d] yang akan dikuasai terlebih dahulu daripada antara bilabial [b] dengan velar [g] atau dental [d] dengan velar [g]. bilabial dental [b-d] dikuasai sebelum frikatif [v-s]; bunyi hambat dan frikatif [b-d-v-s] dikuasai sebelum bunyi alveopalatal [ʦ-ʤ]. Bunyi likuid dan glaid dikuasai belakangan dan bunyi gugus konsonan dikuasai lebih belakangan lagi. Dari urutan pemerolehan bunyi tersebut dapat dilihat bahwa pemerolehan bunyi pada anak diawali dari bunyi yang paling mudah terlebih dahulu kemudian diikuti oleh bunyi yang paling sukar. Urutan tersebut dinamakan Kaidah Usaha Minimal (the Law of Least Efforts). Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Steinberg, Nagata, dan Aline (2001: 6) bahwa
17
konsonan-konsonan yang mudah dilihat cara pengucapannya akan lebih dikuasai di awal seperti bunyi /m/, /p/, dsb daripada yang tak terlihat seperti bunyi /k/, /g/, /z/, dan /s/ yang akan dikuasai di akhir.
2) Teori Generatif Struktural Universal Teori generatif struktural universal ini diperkenalkan oleh Moskowitz yang merupakan perluasan dari teori struktural universal. Teori ini dikenal dengan penemuan konsep dan pembentukan hipotesis berupa rumus-rumus yang dibentuk oleh anak-anak berdasarkan data linguistik utama (DLU), yaitu kata-kata dan kalimat-kalimat yang didengarkan sehari-hari (Chaer, 2009: 205). Moskowitz berpendapat bahwa sesuai dengan kemampuan nuraninya, bayi dapat membedakan bunyi-bunyi atau suara-suara dari manusia dengan bunyibunyi lainnya. Kemudian bayi berusaha untuk menirukan bunyi-bunyi manusia dengan mengembangkan kemampuan linguistiknya dengan cara membabel sehingga bunyi-bunyi masukan yang merupakan bunyi-bunyi bahasa yang didengar. Moskowitz juga menjelaskan bahwa yang diperoleh pertama kali ialah unit kalimat yang dibedakan dari intonasi kemudian berlanjut pada penemuan unit suku kata. Setelah unit suku kata, anak-anak akan menemukan unit-unit lainnya yaitu satuan bunyi di bawah kata. Satuan bunyi ini menurut Maskowitz (via Chaer, 2009: 208) bukan sebagai fitur fonem atau fon namun merupakan namun merupakan unit suku kata seperti KV, KVK, VK, V, dan KVKV.
18
Setelah itu unit segmen seperti konsonan atau vokal kemudian diperoleh dimana pemerolehan unit segmen antara satu anak dengan anak lainnya akan berbeda. Unit terkecil yang diperoleh ialah unit fitur distingtif berupa kontraskontras atau oposisi dengan urutan yang sama seperti yang dikemukakan oleh Jakobson. Moskowitz (via Chaer, 2009: 208) juga memperkenalkan idiomidiom fonologi yaitu idiom progresif dan idiom regresif. Idiom progresif ialah bunyi-bunyi yang berkembang menyerupai bunyi yang diucapkan oleh orang dewasa sedangkan idiom regresif ialah jika bunyi yang telah menyerupai bunyi orang dewasa mengalami kemunduran menjadi bunyi yang lebih primitif.
3) Teori Proses Fonologi Alamiah Teori yang diperkenalkan oleh David Stampe ini berpandangan bahwa proses fonologi anak-anak bersifat alamiah atau nurani (Chaer, 2009: 208). Proses fonologi anak-anak harus mengalami penindasan (supresi), pembatasan, dan pengaturan sesuai dengan penuranian (internalization) representasi fonemik orang dewasa.
4) Teori Kontras dan Proses Teori ini menggabungkan bagian-bagian dari teori Jakobson dan teori Stampe kemudian menyelaraskan dengan teori perkembangan dari Piaget. Teori yang diperkenal kan oleh Ingram ini berpandangan bahwa anak-anak memperoleh system fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan
19
strukturnya sendiri dan kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya mengenai system orang dewasa semakin baik. Terdapat tiga tahap yang terjadi hingga akhirnya anak dapat mengucapkan kata. Tahapan ini tidak terlepas dari persepsi, organisasi, dan pengeluaran. Pada tahap persepsi terbagi lagi menjadi tahap vokalisasi praucap (membabel) dan tahap fonologi primitif (satu kata). Pada tahap pengeluaran, anak terlihat sangat aktif yang terjadi pada usia satu setengah tahun. Tahap ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu terjadinya pertumbuhan kosakata dengan cepat dan munculnya ucapan-ucapan dua kata. Tahap ini terus berkembang hingga usia tiga tahun enam bulan sampai empat tahun (Chaer, 2009: 214). Di dalam urutan bunyi-bunyi yang diucapkan masukan yang dengar oleh anak-anak akan menentukan bunyi-bunyi yang pertama diperoleh anak. Pemerolehan juga dilakukan secara perlahan-lahan dan berangsur-angsur. Proses-proses tersebut adalah proses subtitusi, proses asimilasi, dan proses struktur suku kata (Chaer, 2009: 215-216).
1.6.3 Fonologi bahasa Indonesia Kajian ini berfokus pada aspek linguistik berupa fonologi. Kemampuan anak dalam memproduksi bunyi-bunyi ketika berucap kemudian akan ditranskripsikan melalui kajian fonetik. Fonetik merupakan kajian di dalam bidang linguistik yang mengkaji mengenai bunyi-bunyi tanpa memperhatikan arti atau perbedaan makna dari bunyi-bunyi tersebut (Chaer, 2003: 10). Fonetik
20
yang dikaji di dalam penelitian ini ialah fonetik artikulatoris dimana pada fonetik artikulatoris kajian terletak pada proses produksi bunyi yang dilakukan pada organ bicara penutur. Bunyi-bunyi yang muncul pada data rekaman ditranskripsikan ke dalam transkripsi fonetik. Menurut Chaer (2013: 13), transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Jadi, ketika penutur berkata “ada kera sama monyet di kebun binatang”, maka penulisan fonetiknya bukanlah [ada kera sama monyet di kebun binatang] namun penulisannya menjadi [ada kəra sama moñзt di kəbun binataŋ]. Hal ini dikarenakan tulisan latin tidak dapat mewakilin bunyi-bunyi yang sangat banyak. Bunyi huruf <e> pada berbeda dengan <e> pada <monyet> sehingga bunyi <e> dimodifikasi menjadi /ə/ pada dan /з/ pada <monyet>. Selain itu, bunyi juga tidak bisa diwakili oleh dua huruf ataupun sebaliknya sehingga bunyi pada <monyet> dimodifikasi menjadi /ñ/ dan bunyi pada dimodifikasi menjadi /ŋ/. Pernyataan ini diperkuat oleh Chaer (2013: 14) yang mengatakan bahwa bunyi hanya bisa dilambangkan oleh satu huruf sehingga penggunaan satu huruf untuk dua bunyi maupun satu bunyi oleh dua huruf tidak bisa digunakan. Oleh karena itu, modifikasi pada tulisan latin untuk menyesuaikan dengan bunyi-bunyi yang ada sangat diperlukan.
21
Dalam hal ini, kajian linguistik internasional membentuk abjad fonetik untuk menyamakan modifikasi huruf untuk melambangkan bunyi. Perangkat yang telah dibuat dinamakan The International Phonetic Alphabet (IPA). Meskipun perangkat IPA digunakan di dalam penelitian ini, namun penelitian ini juga perlu mengetahui bunyi-bunyi apa saja yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Fonologi bahasa Indonesia dipilih dikarenakan anak-anak lebih banyak terekspos dengan bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui apakah input bahasa menentukan bunyi-bunyi yang diperoleh anak. Ingram (1989) berpendapat bahwa kata-kata masukan yang didengar oleh anak akan menentukan bunyi-bunyi pertama yang diperoleh anak. Hal ini bertentangan dengan pendapat Jakobson (1968) yang menyatakan bahwa masukan tidak dipengaruhi oleh apa yang didengar oleh anak dari lingkungannya namun urutan pemerolehan didapat dari nurani. Sebagai landasan teori mana yang benar maka di sini akan disajikan bunyi-bunyi konsonan dan vokal yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Fonem yang terdapat di dalam bahasa Indonesia menurut Chaer (2013: 68-70) adalah fonem vokal /i/, /e/, /a/, /ə/, /u/, /o/, fonem diftong /ay/, /aw/, /oi/, dan fonem konsonan /b/, /p/, /m/, /w/, /f/, /d/, /t/, /n/, /l/, /r/, /z/, /s/, /ʃ/, /ñ/, /j/, /c/, /y/, /g/, /k/, /ŋ/, /x/, /h/, dan /ʔ/.
22
1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan pada penelitian ini ialah tuturan yang diucapkan sehari-hari oleh dua orang anak dengan rentang usia 0-20 bulan. Kedua anak tersebut ialah Karim Salman Aziez dan Vintorez Qurrota’ayun. Selain itu, penelitian ini juga memperoleh sumber data dari orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungan kedua anak tersebut dimana data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui bagaimana lingkungan bahasa memperlakukan bahasa terhadap masing-masing anak. Sebagai informasi tambahan, peneliti merupakan orang yang telah tinggal di lingkungan anakanak tersebut sebelum Karim dan Vintorez lahir. Oleh karena itu, peneliti turut mengamati langsung bagaimana perlakuan lingkungan bahasa dan pemerolehan bahasa kedua anak tersebut.
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak ini dilakukan dengan menyimak ucapan sehari-hari yang dilakukan oleh dua orang anak, yaitu Karim dan Vintorez melalui data-data yang diambil melalui teknik sadap dan wawancara. Teknik sadap adalah teknik yang digunakan pada metode simak dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang baik dalam bentuk lisan maupun tulisan
23
(Kesuma, 2007: 43). Data-data rekaman dalam bentuk audio, video, dan catatan percakapan Karim maupun Vintorez diambil oleh peneliti maupun orang tua Karim dan Vintorez. Rekaman-rekaman tersebut merupakan rekaman keseharian anak-anak tersebut yang akan digunakan untuk pengambilan data fonologi. Selain itu, data tulisan juga diambil dari catatan-catatan penulis yang berupa percakapan dan ujaran keseharian. Percakapan dan ujaran ini merupakan percakapan dan ujaran yang tidak sempat terekam oleh audio maupun video dikarenakan proses perekaman tidak selalu standby sedangkan percakapan atau ujaran pada anak terjadi secara spontan dan natural. Kemudian, teknik yang kedua yaitu teknik wawancara. Teknik wawancara merupakan pengumpulan data yang diperoleh melalui percakapan atau tanya-jawab (Nasution, 1992: 69). Untuk menghindari ketidaklengkapan dan ketidakterperincian data, maka wawancara dilakukan dalam bentuk rekaman. Wawancara ini dilakukan pada orang tua anak untuk mengetahui perlakuan apa yang biasa dilakukan dalam mengembangkan kemampuan bahasa anak-anak mereka. Sebagai tambahan, peneliti tinggal pada lingkungan yang sama sehingga dapat mengetahui perkembangan serta perlakuan lingkungan bahasa anak-anak tersebut. Setelah itu, peneliti menggunakan teknik catat. Kesuma (2007: 45) menjelaskan lebih lanjut bahwa teknik catat adalah teknik yang digunakan dalam menjaring data dengan mencatat hasil dari menyimak data. Catatan yang dilakukan adalah dengan mengubah data percakapan dan ujaran yang disadap ke dalam transkrip ortografis atau transkrip
24
dengan ejaan dan juga transkrip fonemisnya. Data kemudian dipilah dan diklasifikasikan berdasarkan tuturan dan percakapan dari masing-masing anak.
1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data Menurut Nasution (1992: 126), analisis pada data kualitatif dilakukan dalam upaya menyusun data yang diperoleh agar mudah ditafsirkan. Pada penelitian ini, data yang telah diperoleh dan dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis padan. Sudaryanto (1993: 13) mengemukakan bahwa metode analisis padan merupakan metode analisis yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue). Metode analisis padan dipilih dikarenakan data dianalisis dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan linguistik yang telah dikuasai oleh peneliti. Aspek linguistik yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah kemampuan fonologi yang dimiliki anak. Data-data yang telah melalui proses transkrip fonologi kemudian dipecah ke dalam satuan kata-kata. Fonem-fonem pada satuan kata-kata tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui bagaimana perkembangan fonologi Karim dan Vintorez pada 0-20 bulan. Data berikutnya yang diperoleh melalui wawancara dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dimana hasil dari wawancara akan diolah ke dalam bentuk-bentuk penjabaran. Selanjutnya, peneliti melakukan interpretasi pada data-data. Nasution (1992: 127) menjelaskan bahwa
25
interpretasi berarti menyusun dan merakit unsur-unsur yang ada dengan cara baru, merumuskan hubungan baru antara unsur-unsur lama, mengadakan proyeksi melewati apa yang ada, memberanikan diri bertanya, “bagaimana hanya jika…”, atau “misalkan…”. Jadi peneliti harus bereksperimentasi, “bermain” dengan ide-ide.
1.7.4 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data Hasil dari analisis data kemudian disajikan dengan menggunakan metode informal dan formal. Sudaryanto (1993: 145), di dalam bukunya yang berjudul “Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa”, menerangkan bahwa metode informal merupakan penggunaan kata-kata sederhana yang mudah dimengerti dan tetap menggunakan terminologi yang bersifat teknis. Metode lainnya ialah metode formal yang merupakan penyajian analisis data dengan menggunakan rumusan tanda-tanda atau lambang-lambang.
1.8 Sistematika Penyajian Data Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai penelitian ini, maka sistematika penyajian data disajikan pada penelitian. Sistematika penyajian data pada tesis ini nantinya akan dibagi menjadi lima bagian atau bab; bab I merupakan latar belakang, bab II berupa pembahasan dengan judul “Pemerolehan fonologi anak usia 0-20 bulan”, bab III berupa pembahasan dengan judul “Perbandingan kemampuan fonologi”, bab IV juga masih merupakan pembahasan dengan judul “Perlakuan lingkungan dan kemampuan fonologi anak”, dan yang terakhir ialah bab V yang merupakan bab terakhir pada penelitian yaitu berupa kesimpulan.
26
Pada bab I, dijelaskan permasalahan yang melatarbelakangi dari dilakukannya penelitian ini. Beberapa sub-bab yang terdapat pada bab I ialah rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Rumusan masalah dituliskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang merupakan permasalahan dari penelitian ini yang didasari dari permasalahan yang terdapat pada latar belakang. Setelah itu, tujuan penelitian dipaparkan agar penelitian ini pada akhirnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada sub-bab rumusan masalah. Selanjutnya yaitu manfaat penelitian yang dibagi menjadi dua bagian; manfaat secara teoritis dan praktis. Kemudian tinjauan pustaka yang berisikan tentang
penelitian-penelitian serupa yang telah dilakukan terlebih dahulu. Lalu
diikuti oleh sub-bab selanjutnya yaitu landasan teori yang merupakan kerangka berfikir yang digunakan dalam memecahkan masalah yang berkenaan dengan topik atau objek penelitian. Sub-bab terakhir yaitu berupa metode penelitian yang merupakan paparan dari metode-metode serta teknik-teknik apa saja yang digunakan di dalam penelitian ini yang dimulai dari metode pengumpulan data hingga metode analisis data. Bab II berisi tentang pembahasan dengan judul “Pemerolehan fonologi anak usia 0-20 bulan”. Bab ini berisi tentang kemampuan-kemampuan fonologi yang telah dikuasai Karim dan Vintorez pada rentang usia 0-20 bulan. Kemampuan fonologi yang dimaksudkan tidak hanya berupa kemampuan pengucapan bunyi vokal dan konsonan, namun juga perkembangan kinesik, perkembangan komprehensi, inventori fonem, dan aturan fonologis.
27
Pada bab III, pembahasan berisikan tentang hasil analisis perbandingan kemampuan fonologis yang dimiliki oleh Karim dan Vintorez. Perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui apakah anak-anak usia 0-20 bulan tersebut dalam penguasaan fonologisnya memiliki percepatan yang sama ataukah berbeda. Oleh karena itu, judul yang sesuai yang diberikan pada bab ini ialah “Perbandingan kemampuan fonologi”. Bab selanjutnya yaitu bab IV. Pada bab IV, judul yang diberikan adalah “Perlakuan lingkungan dan kemampuan fonologi anak”. Bab ini akan memaparkan bagaimana perlakuan lingkungan bahasa dalam mengekspos bahasa pada anak; apakah sebelum tidur anak dibacakan dongeng, apakah terdapat direct feedback ketika anak melakukan kesalahan dalam pelafalan, ataukah anak hanya didiamkan saja ketika melakukan kesalahan, dan lain sebagainya. Perlakuanperlakuan ini kemudian akan dikorelasikan dengan bagaimana kemampuan bahasa anak. Kemudian data juga dianalisis untuk mengetahui apakah ada pengaruh signifikan antara perlakuan bahasa pada anak dengan kemampuan yang mereka miliki. Pada bab terakhir, yaitu bab V, berisikan kesimpulan dari hasil analisis data yang terdapat pada bab-bab pembahasan yang merupakan jawaban dari pertanyaanpertanyaan akan permasalahan yang terdapat pada rumusan masalah.
28
BAB II PEMEROLEHAN FONOLOGI ANAK USIA 0-20 BULAN
Untuk memudahkan dalam melihat pemerolehan fonologi anak usia 0-20 bulan, maka penyajian pembahasan data analisis merujuk pada format penulisan yang telah dilakukan oleh Soenjono Dardjowidjojo dalam bukunya yang berjudul “Echa: Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia”. Penyajian pada bab ini akan meninjau kemampuan fonologi anak berdasarkan tahap 0-12 bulan dan 13-20 bulan. Kemampuan fonologi yang diteliti tidak hanya ditinjau dari produksi fonologi anak namun juga kemampuan lainnya seperti kinesik dan komprehensi sebagai pendukung dari kemampuan fonologi.
2.1 Kemampuan Fonologi: Umur 0-12 Bulan Pada kemampuan fonologi umur 0- 12 bulan ini, dibahas perkembangan kinesik, komprehensi, dan produksi fonologi Karim dan Vintorez. Pembahasan mengenai perkembangan kinesik sangat diperlukan mengingat gerakan-gerakan kinesik merupakan sebuah modal komunikatif begitu pula perkembangan komprehensi yang dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kognitif anak. Kemampuan kinesik juga merupakan alat bantu dalam berbahasa non-verbal seperti mimik wajah, lambaian tangan, dan kedipan mata.
Kemampuan kinesik dan
komprehensi hanya ditinjau sebagai pendukung dari kemampuan fonologi anak dan bukan sebagai kajian utama. 29
29
2.1.1 Perkembangan kinesik umur 0-12 bulan 1) Perkembangan kinesik Karim Salman Aziez: pada usia 0-12 bulan Pada saat Karim Salman Aziez dilahirkan pada tanggal 28 Februari 2014, ia memiliki berat badan 3.1 kg dengan berat otaknya 15% dari berat badan, yaitu sekitar 0.46 kg. Gerakan kinesik yang dilakukan pun sama seperti bayi baru lahir lainnya yaitu adanya gerakan-gerakan reflek badannya serta gerakan-gerakan seperti menangis, menguap, mengerjapkan mata, atau bahkan mengerucutkan bibirnya. Pada hari kedua setelah ia dilahirkan, gerakan reflek yang terjadi pada Karim sudah berkurang, ia juga terlihat sudah dapat merespon bunyi yang dilakukan oleh ayahnya. Karim sudah dapat melihat ke arah sumber bunyi ketika ayahnya menjentik-jentikkan jarinya (TV DKM 20140301(1)). Bunyi-bunyi yang keluar juga masih sebatas bunyi tangisan dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang masih sulit untuk ditebak. Bunyibunyi tersebut seperti bunyi vokal depan bawah [ɛ] atau bunyi vokal tengah sedang [ə] panjang yang diakhiri oleh bunyi konsonan glottal frikatif [h] sehingga bunyi yang keluar seperti [ɛ:h ɛ:h əɛ:h] yang dilakukan berulang-ulang. Bunyi-bunyi tersebut juga seperti disisipi atau keluar seperti bunyi-bunyi laringal. Karim juga melakukan bunyi-bunyi lain seperti saat dia bersendawa atau saat dia cegukan (hiccup). Bunyi lainnya di hari ketiga setelah ia dilahirkan. Terlihat pada data TV DKM 20140302(1), Karim diberi madu yang dicampur dengan air. Saat meminum madu yang diberikan melalui sendok, bibirnya mengerucut dengan lidah yang menghisap madu sehingga menimbulkan bunyi non-pulmonik seperti bunyi klik bilabial /ʘ/.
30
Pada usia satu bulan, gerakan kinesik Karim sudah semakin baik, gerakan refleknya sudah menghilang dan ia pun sudah dapat menggeliat layaknya orang dewasa ketika bangun tidur. Ketika diajak bicara, mulutnya terlihat dibulatkan sehingga tampak seperti ingin menjawab atau merespon pembicara namun tidak ada suara yang keluar. Matanya sudah tampak jelas dan pandangannya pun nampak fokus atau komunikatif. Bunyi-bunyi yang keluar baru bunyi-bunyi vokal [ə], [ɛ] dan [a]. Pada usia 2 bulan, ia sudah tampak dapat menggenggam benda. Ia pun lebih sering memainkan lidahnya. Pada usia 3 bulan ia sudah dapat tersenyum ketika melihat video dirinya sendiri dan ia juga sudah bisa memegang botol minumannya dan membunyikan mainannya dengan menggoyang-goyangkan mainan bayi tersebut. Ia juga sudah dapat tengkurap dan mengangkat kepalanya. Pada usia 4 bulan, tepatnya pada tanggal 13 Juli 2014, Karim senang memainkan benda-benda yang berbunyi ketika dipegang. Mainan favoritnya adalah bungkus tissue basah yang selalu ia cengkram dan ia tarik kedua ujungnya sehingga menimbulkan bunyi atau mainan bayi yang terbuat dari kayu yang berbunyi nyaring ketika digoyang-goyangkan. Saat itu sedang bermain, Karim mengeluarkan bunyibunyi seperti [ɣ] namun bunyi itu hanya muncul sekali sedangkan yang lebih sering muncul adalah bunyi [əh]. Pada video-video selanjutnya, masih pada umurnya yang ke empat bulan, perkembangan kinesiknya masih tetap yaitu tengkurap dan mengangkat kepalanya dengan sangat lama. Karim memiliki perawakan yang gemuk sehingga ketika dia berusaha untuk bergerak maju, ia terlihat sangat kesulitan hingga akhirnya berhenti kemudian memasukkan tangannya ke mulut. Namun demikian ia
31
telah memiliki kemajuan dalam menanggapi lingkungannya sehingga ia terlihat sangat ekspresif. Hal ini tampak saat Karim menonton tayangan Upin-Ipin dan Sopo Jarwo. Tatapannya terlihat sangat serius ketika ia sedang menonton. Terkadang, ia pun tertawa seperti telah mengerti isi cerita tayangan tersebut. Ia juga telah banyak mengoceh sehingga bunyi-bunyi yang telah dikeluarkan pun sudah mulai berkembang seperti bunyi [ɣ], [ə], [ŋ], [h], [a], [e]. Bunyi-bunyi tersebut belum memiliki arti fonemis namun masih dalam bentuk ocehan seperti [əɣea], [əŋɛa], dan [əhe:]. Pada umurnya yang keenam bulan bunyi vokal /u/ sering muncul khususnya ketika ia melihat cicak atau pesawat terbang. Saat melihat cicak atau pesawat terbang, wajahnya terlihat sangat takjub dengan mulut yang dibulatkan dan berkali-kali mengeluarkan bunyi /u/. Pada usia 7 bulan, (TV DKM 20140914(1)) kemampuan kinesiknya sudah sangat berkembang. Karim senang memegang kedua kakinya. Pada usia 8 bulan, ia sudah bisa duduk sendiri. Meski demikian, ia belum bisa merangkak dengan sempurna. Perutnya yang gemuk masih menyentuh lantai. Ia pun terlihat berusaha mendorong dirinya untuk bergerak maju ke depan. Di usia 9 bulan ia masih terlihat bersusah payah untuk mendorong tubuhnya maju namun ia juga telah berhasil untuk bergerak maju meskipun badannya masih menyentuh lantai. Selain itu, pada usia ini Karim sudah dapat berdiri meskipun ia masih tetap harus berpegangan pada bendabenda dan berdirinyapun masih belum seimbang. Karim baru dapat merangkak maju dengan sempurna pada usia sekitar 10 bulan.
32
Saat Karim berusia 9 bulan, giginya sudah mulai tumbuh. Tumbuhnya gigi sangat penting dalam kemampuan fonologis. Seseorang yang ompong akan sangat berbeda dalam mengucapkan sesuatu dengan orang yang memiliki gigi sempurna. Hal itu dikarenakan gigi merupakan bagian dari alat ucap yang dapat membentuk bunyibunyi dengan sempurna. Seiring dengan mulai tumbuhnya gigi, kemampuan fonetik Karim mulai bertambah. Ia sudah dapat mengucapkan konsonan alveolar plosive /d/ namun pengucapannya belum sempurna sehingga masih terdengar seperti bunyi diakritik linguolabial /ḏ/. Pada bunyi diakritik linguodental / ḏ/, bunyi [d] terdengar seperti gabungan dua konsonan alveolar [d] dan [t]. Hal ini terdengar saat Karim mengeluarkan bunyi babbling seperti [əḏe] dan [əḏa]. Selain itu, Karim juga sudah dapat mengucapkan bunyi bilabial [m], contohnya saat Karim mengeluarkan bunyibunyian seperti [əmma] dan [aəm]. Pada umur 10 bulan data TV DKM 20150101, karim telah memiliki dua gigi atas dan dua gigi bawah. Kemampuan kinesik Karim pun sudah semakin lincah. Ia selalu ingin tahu dengan apa yang dilihatnya sehingga ia tidak bisa diam dengan melakukan gerakan-gerakan yang ingin dilakukannya seperti menaikkan kakinya, berusaha meraih kakinya, atau mendatangi benda-benda yang menarik perhatiannya. Ia juga telah dapat mengucapkan konsonan /n/, /y/, /p/ dan /b/, contohnya ialah [əna], [yayaya], dan [pəpba]. Pada video TV DKM 20150129(1) saat Karim genap berusia 11 bulan ia telah dapat mengucapkan vokal [ɔ] seperti [ɔ:] dan pada data TV DKM 20150131(1) ia terdengar dapat mengucapkan konsonan yang menyerupai bunyi
33
palatal plosif /ɟ/ dan /z/ saat menyebutkan nama akhirnya [ɟəzts]. Video TV DKM 20150131(1) juga memperlihatkan perkembangan kinesik Karim yang telah dapat berdiri sendiri meski masih harus berpegangan pada benda-benda seperti meja ataupun dinding. Menjelang usia Karim 12 bulan, Karim telah memproduksi bunyi menyerupai bunyi konsonan /k/ namun juga terdengar seperti /g/, [əkgə:h] (TV DKM 20150205(1)).
2) Perkembangan kinesik Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 0-12 bulan Vintores Qurrata’ayun lahir pada tanggal 5 Juni 2014. Pada waktu ia dilahirkan, gerakan-gerakan kinesik yang dilakukan sama seperti bayi pada umumnya yaitu menangis, menggerak-gerakkan tubuhnya dengan gerakan reflek yang tidak terarah dan tidak bermakna. Hal itu menunjukkan bahwa gerak reflek tubuhnya telah bekerja sempurna. Pada hari kedua, pada data TV DVT 20140605(1) menit ke 00:34 terdengar suara yang keluar berupa suara-suara seperti bunyi vokal sedang tengah [ə] atau vokal rendah tengah [a] yang diikuti oleh bunyi laringal frikatif [h] sehingga terbentuklah bunyi-bunyi seperti [əh] dan [ah] dengan intensitas suara yang sangat pelan. Pada menit ke 01:32 terdengar tangisan yang keluar berupa suara vokal sedang tengah [ə] yang diikuti oleh konsonan nasal dorsovelar [ŋ], vokal sedang depan [e], dan vokal rendah tengah [a] panjang sehingga bunyinya seperti [əŋea:] yang dilakukan secara berulang-ulang. Kemudian, ketika tangisannya akan berhenti terdengar bunyi-bunyi [e e e], [əh], dan [eʔeh]. Semakin pelan tangisnya, jarak antara
34
bunyi-bunyi yang dikeluarkan semakin panjang. Pada saat itu, Vintorez hanya menangis hanya ketika ia merasa tidak nyaman dan haus. Gerakan matanya masih sangat lemah. Intensitas pejaman matanya lebih lama daripada saat ia membuka mata. Ketika ayahnya menyentuh pipinya dengan telunjuk atau bahkan ketika selembar kain menyentuh pipinya, ia masih mengira bahwa itu adalah puting ibunya sehingga kepala dan bibirnya melakukan gerakan-gerakan seperti ingin menetek. Pada usia 1.5 bulan matanya sudah membuka lebar dan tatapannya juga sudah lebih terfokus untuk melihat benda-benda. Pada tubuhnya masih terlihat gerakangerakan reflek. Pada data video TV DVT 20140726(1) terlihat ayahnya berusaha untuk menarik perhatian Vintorez dengan berbicara dan mengeluarkan nyanyian nada seperti [daŋdiŋ dindaŋ diŋ ə] yang dilakukan secara berulang-ulang. Vintorez terlihat memperhatikan ayahnya dengan seksama meski terkadang melihat ke arah lain. Ia juga terlihat ingin merespon ayahnya dengan berbicara namun dikarenakan rongga bicaranya yang belum memungkinkan maka yang ia lakukan hanyalah membulatkan kedua bibirnya berulang ulang seperti ingin berbicara. Meski demikian pada video ini Vintorez belum mengeluarkan suara-suara yang signifikan kecuali bunyi [ə] yang pelan dan lemah. Pada umur 3 bulan (lihat data TV DVT 20140914(1)) ia belum mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang berbeda dari sebelumnya. Bunyi-bunyi yang dikeluarkan masih sebatas bunyi vokal [ə] dan [e]. Namun pada bunyi konsonan, sudah terdengar adanya bunyi baru yaitu [ɣ] sehingga yang sebelumnya ia mengeluarkan bunyi [əŋəa:] kali ini ia mengeluarkan bunyi-bunyi seperti [əɣəa:], [əe], dan [əŋ] yang
35
diulang berkali-kali. Selain itu, pada kemampuan kinesiknya, Vintorez telah dapat tengkurap dan mengangkat kepalanya kurang lebih sebesar 45 derajat. Meski demikian kemampuan mengangkat kepalanya hanya dapat bertahan beberapa detik sebelum akhirnya jatuh dan ia terlihat bersusah payah untuk mengangkat kepalanya kembali. Pada awal tahun 2015 ketika Vintorez telah berusia 7 bulan. Perkembangan kinesiknya sudah cukup maju. Ia telah dapat duduk dan berangkang meskipun dadanya masih menyentuh lantai sehingga terlihat seperti merayap di atas lantai. Tawanya pun sudah semakin lebar dan gerakan-gerakan refleknya sudah menghilang. Ia juga sudah dapat meraih tangan ayah dan ibunya. Pada data TV DVT 20150106(1) menit ke 00:45 sudah terdengar adanya vokal dan konsonan baru. Bunyi konsonan yang keluar berupa bunyi dorsovelar frikatif bersuara [x] yang diikuti oleh bunyi vokal tinggi atas depan [i] sehingga bunyi yang keluar ialah bunyi [xi]. Bunyi tersebut muncul saat ia tertawa. Berbeda dengan sebelumnya, bunyi tawa selanjutnya berupa keluaran bunyi-bunyi seperti [hə] dan [xə]. namun kemudian tawa selanjutnya Vintorez hanya membuka mulutnya namun tidak mengeluarkan bunyi apapun. Di akhir bulan Januari 2015, ia mengeluarkan bunyi vokal baru berupa vokal bawah sedang depan [ɛ]. Suara tersebut terlihat pada data TV DVT 20150130(1) menit ke 00:06 dengan bunyi yang keluar adalah bunyi seperti [ɛhe], [e:ʔ], [a], dan [eh].
2.1.2 Perkembangan komprehensi umur 0-12 bulan 1) Perkembangan komprehensi Karim Salman Aziez: pada usia 0-12 bulan
36
Pada hari kedua setelah ia dilahirkan, Karim masih terlihat sangat rentan dan lemah begitu pula dengan kemampuan komprehensinya. Ia tidak dapat memahami ataupun merespon ujaran orang dewasa. Meski demikian, ia telah dapat mendengar bunyi-bunyi disekelilingnya. Hal ini dapat dibuktikan pada data TV DKM 20140301(1) ketika ayahnya menjentikkan jarinya sehingga menimbulkan bunyibunyi, Karim terlihat mencoba untuk menoleh ke arah sumber bunyi tersebut. Selain bunyi, Karim juga sudah dapat merasakan sentuhan. Sentuhan yang terjadi di sekitar pipinya akan ia kira sebagai putting ibunya sehingga mulutnya akan melakukan gerakan-gerakan seperti akan menetek (TV DKM 20140302(1). Saat bayi, Karim relative memiliki intensitas tangisan yang sedikit. Ia hanya menaangis ketika merasa haus, lapar atau tidak nyaman. Sepuluh hari setelah ia dilahirkan, ari-arinya telah lepas dan Karim pun dapat dimandikan untuk yang pertama kali. Ia terlihat tenang dan menguap ketika sedang dimandikan. Tidak ada suara tangisan sama sekali. Tatapan matanya pun belum terlihat fokus. Ia masih berusaha untuk mengenali lingkungannya. Baru pada umur sekitar satu bulan lebih, tatapannya terlihat lebih fokus. Pada data TV DKM 20140425(1), tatapan mata Karim terlihat fokus dan komunikatif dimana ia seperti memperhatikan orang dewasa yang mengajaknya berbicara. Meski demikian, ia belum dapat merespon yang menunjukkan bahwa ia memahami apa yang dilihatnya. Begitu pula ketika ia telah berusia tiga tahun dimana kemampuan kinesiknya telah mendukungnya untuk dapat tengkurap dan mengangkat kepalanya, ia melihat tayangan serial animasi 3D Upin Ipin dengan sangat serius tanpa terlihat suatu ekspresi apapun di wajahnya. Ia terlihat
37
tertarik pada gambar animasi namun belum mengerti apa isi dari tayangannya. Pada usianya yang ke 5 bulan, ia telah banyak mengoceh dengan mengeluarkan bunyuibunyi seperti [əɣə], [əɣəa]. Ia juga telah dapat merespon dengan senyuman dan tawa ketika ayahnya mengajaknya mengobrol. Kemampuan komprehensi Karim telah banyak meningkat saat usianya 6 bulan, ia telah dapat merespon permainan ciluk ba ayahnya, tersenyum saat orang dewasa hendak mengambil fotonya sambil berkata ‘cheers!’. Ia juga akan menoleh saat orang dewasa berkata ‘itu tuh liat tuh!’. Ketika terdapat sesuatu yang membuatnya penasaran atau saat ia ditanya ‘Aim mau kemana?’, maka Karim akan menunjuk ke suatu arah atau benda. Pada data TV DKM 20140829(1) terekam video Karim yang sedang memainkan mainan kayunya yang akan berbunyi ketika digoyangkan. Saat itu, ibunya mengajaknya mengobrol sambil berkata ‘Aim bisa ya maininnya? Bagaimana caranya im?’. Saat ibunya berkata demikian, Karim terlihat sangat senang dan menggoyangkan mainannya dengan cepat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Karim sedikitnya telah mengerti apa yang diucapkan orang dewasa. Pada usia Karim yang ke 8 bulan, berbanding lurus dengan meningkatnya kemampuan
kinesik
Karim
yang
telah
bisa
duduk
sendiri,
kemampuan
komprehensinya pun meningkat. Karim selalu memperhatikan dengan seksama segala sesuatu yang membuatnya penasaran. Pada data TV DKM 20141004(1) terdengar ibunya Karim yang sedang menyanyikan lagu anak-anak untuk temannya Karim, namun demikian Karim yang sedang duduk terlihat antusias dan memperhatikan ibunya lalu kemudian mengeluarkan bunyi [əŋɛɔ] dan [u:] sambil tersenyum. Selain
38
memperhatikan sesuatu dengan seksama, Karim juga seperti ingin menirukan apa yang diucapkan oleh orang dewasa. Pada data TV DKM 20141006(1) terlihat Karim yang sangat ingin menirukan ibunya yang memainkan lidahnya yang dietakkan ke daerah palatal sehingga menimbulkan bunyi non-pulmonik klick /ʘ/. Karim yang gagal menirukan ibunya kemudian merasa greget dan melakukan gerakan yang lucu. Pada data TV DKM 20141129(1), Karim senang mengikuti gerakan neneknya ketika mengelap sesuatu. Hal ini bermula ketika ia menumpahkan sesuatu pada mesin printer yang kemudian di lap oleh neneknya. Karim kemudian melakukan gerakan seperti mau membersihkan printer dengan tangannya, melihat tingkah cucunya tersebut Nenek kemudian mengajarkan Karim cara mengelap yang benar. Raut wajah karim terlihat serius ketika mengerjakan pekerjaan tersebut. Pada usia 10 bulan Karim sudah dapat memanggil nama ‘ayah’. Meski demikian ia belum sepenuhnya dapat mengucapkan ‘ayah’. Pada data TV DKM 20141212(1) terlihat Karim yang sedang mengoceh [ayayayaya] ketika ibunya menyuruhnya untuk mengucapkan ‘ayah’. Di usianya yang ke sepuluh bulan, Karim sudah dapat melakukan gerakan dadah ketika disuruh untuk dadah, ia juga senang mengambil dan nmemainkan segala sesuatu yang membuatnya tertarik. Hobinya ialah menonton tayangan Upin-Ipin, Sopo Jarwo, serta video lagu-lagu bahasa Inggris. Ketika film Upin-Ipin itu iklan, ia akan mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang lain atau terkadang juga ia akan menangis. Bagitu pula ketika ia diberi tontonan yang menyeramkan, maka ia akan menangis. Itu artinya, ia telah memahami sedikitnya dari apa yang ia tonton, atau mana yang dia inginkan untuk ditonton.
39
Karim merupakan anak yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, ia akan memperhatikan dengan sangat serius ketika orang dewasa sedang berbicara atau mengajarkannya sesuatu, ia juga akan mengambil benda-benda yang membuatnya penasaran dan mencoba untuk melakukan suatu eksperimen terhadap benda-benda tersebut. Hal ini nampak sejak ia berusia enam tahun saat ia berusaha menirukan ibunya yang membuat suara-suara non-pulmonic, kemudian saat ia menirukan gerakan neneknya mengelap sesuatu, lalu pada data TV DKM 20140829(1) Karim mencoba untuk menggoyangkan mainannya yang akan berbunyi bila digoyangkan. Hal tersebut juga berlanjut pada data TV DKM 20141215(1) yang menunjukkan Karim mengambil sebuah kipas kemudian mencoba untuk membuka dan melakukan gerakan seperti mengipas-ngipas dengan gerakannya masih terlihat kaku. Ia juga sudah dapat memutar roda pada kereta bayi dan melakukannya secara berulang ketika roda tersebut berputar, (data TV DKM 20141222(2)). Pada data TV DKM 20141228(1), Karim berjoget ketika ayah dan ibunya menyuruhnya untuk berjoget. Ia juga telah memahami ucapan orang dewasa ketika menyuruhnya untuk mencium ibunya, maka Karim pun akan mencium ibunya, (data TV DKM 20141231(1)). Di awal tahun 2015, Karim sudah dapat berjoged apabila disuruh atau ketika ia mendengar suara musik. Ia juga sudah dapat menunjuk gambar burung hantu dan kura-kura yang ada di dinding. Ketika dia penasaran terhadap sesuatu maka ia akan menunjuk dengan mulut yang dibulatkan sehingga mengeluarkan bunyi /u/ secara berulang ulang. Ketika hujan turun, ia akan merasa sangat senang dan mengulurkan tangannya sehingga mengenai air hujan. Di akhir bulan januari, kemampuan
40
fonetiknya sudah sangat berkembang. Ketika ia ditanya ‘Karim namanya siapa? Karim Salman A…?’ maka ia akan menjawab dengan meneruskan [jiszt] yang merupakan nama kepanjangannya (Aziez), (data TV DKM 20150131(1)). Rasa penasaran Karim terhadap suatu benda selalu dijawab oleh ibu, ayah, tante, om, atau kakek dan neneknya. Ketika Karim menunjuk atau melihat sesuatu dengan antusias maka dengan reflek orang dewasa yang merupakan keluarganya akan memberi tahu nama dari benda tersebut. Setelah diberi tahu, Karim akan menimpali dengan mengatakan [həh] dengan intonasi naik yang menunjukkan ia sedang bertanya həh? atau secara semantic bisa diartikan sebagai ‘apa?’. Ia akan mengucapkan [həh] berkali kali dan setiap ia mengucapkan [həh] maka orang dewasa akan menjawabnya dengan memberi tahu nama benda tersebut berkali kali, (data TV DKM 20150203(1)). Karim juga sudah dapat tepuk tangan ketika ibunya menyanyikan lagu tepuk tangan atau ketika ia diminta untuk tepuk tangan, (data 20150205(1)). Ketika ibunya menyuruhnya untuk memberikan benda yang berada ditangannya ke neneknya, Karim malah melihat ibunya dan hendak memberikannya ke ibunya namun ibunya menegaskan untuk memberikannya ke neneknya sehingga timbul wajah yang terlihat bingung pada Karim, (data 20150213(1)). Di usianya yang genap 12 bulan, ia terlihat sudah memiliki komprehensi yang sangat baik.
2) Perkembangan komprehensi Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 0-12 bulan
41
Seperti yang terjadi pada bayi lainnya, Vintorez belum dapat memahami apa yang terjadi disekelilingnya pada hari pertama ia lahir. Ia juga belum dapat memahami ujaran orang dewasa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Benzaquen, Gagnon, Hunse, dan Foreman pada tahun 1990 (via Steinberg, Nagata, & Aline, 2001: 27), bayi telah mengenali suara ibunya sejak dalam kandungan. Meski belum dapat merespon suara-suara, ia terlihat sudah dapat merespon sentuhan. Sentuhan jari atau kain pada pipinya membuat Vintorez melakukan gerakan seperti ingin menetek. Ia mengira sentuhan jari ataupun kain merupakan puting ibunya. Pada hari kedua, ia juga terlihat telah merespon sentuhan perawat dengan tangisan. Baru pada umur sekitar 1 bulan, ia telah dengan jelas dapat menyadari kehadiran orang lain. Hal ini dapat terlihat pada data TV DVT 20140706(1) dimana pandangan mata Vintorez telah dapat bertaut dengan orang tuanya. Vintorez juga telah terlihat mampu merespon ayahnya namun hanya sebatas membulatkan bibirnya seperti ingin berbicara dengan bunyi yang keluar hanya bunyi [ə]. Kemampuan persepsi akan alam sekitar sudah cukup membaik ketika Vintorez telah berumur 7 bulan. Ia telah dapat merespon ayahnya dengan respon fisikal seperti tawa kegembiraan dan ia juga telah dapat meraih tangan orang tuanya ketika mereka mengajak Vintorez untuk ‘tos’ ataupun salaman. Namun, belum terlihat adanya respon positif dari respon verbal. Tampaknya Vintorez lebih senang memberikan respon-respon fisikal daripada verbal. Hal ini terlihat dari data-data hingga ia berumur 12 bulan atau genap satu tahun. Ia telah dapat merangkak atau lebih tepatnya merayap dan meraih mainan bergeraknya namun ia tidak mengeluarkan suara apapun.
42
Ketika ia merasa senang dan tertawa, terkadang tawanya telah lebar namun tidak ada suara yang keluar dan terkadang juga banyak mengeluarkan suara seperti [ɛhe:], [e:ʔ], dan [a]. Ketika ada suara tetangganya dan ayahnya berkata “siapa itu Vintorez?” dengan nada setengah kaget, Vintorez langsung melihat kearah sumber suara dan cepat kembali memandang ayahnya dengan intensitas pandangan yang kuat seperti terlihat kaget. Hal itu menunjukkan bahwa Vintorez telah memiliki komunikasi dengan ayahnya.
2.1.3 Produksi fonologi umur 0-12 bulan 1) Produksi fonologi Karim Salman Aziez: pada usia 0-12 bulan Sama seperti bayi-bayi lainnya, pada awal Karim lahir, ia hanya bisa menangis atau mengeluarkan bunyi-bunyi yang sulit ditebak. Pada hari kedua setelah ia dilahirkan, suara yang keluar menyerupai bunyi mirip vokal [ɛ] dan [ə] yang diikuti oleh bunyi konsonan glottal frikatif [h]. Bunyi-bunyi tersebut merupakan bunyi-bunyi yang bertahan selama masa pemerolehan bunyi. Bunyi lainnya baru muncul satu bulan kemudian. Bunyi baru yang muncul ialah bunyi vokal rendah [a]. Meski demikian, bunyi-bunyi vokal yang sering muncul ialah bunyi vokal sedang tengah [ə] dan vokal sedang bawah [ɛ]. Pada umur 4 bulan Karim sudah banyak mengoceh. Pada ocehannya pun terdengar bunyi-bunyi baru seperti bunyi laringal [ɣ], bunyi dorsovelar nasal [ŋ]. Bunyi tersebut muncul dengan gabungan bunyi-bunyi vokal [ə], [e] dan [a] serta konsonan [h] sehingga bunyi bunyi yang dihasilkan seperti bunyi [əŋeah] dan [əɣhr]. Bunyi konsonan getar [r] dibuat menjadi [r] dikarenakan terdapat
43
bunyi getar yang menyerupai konsonan [r] namun sangat tipis sehingga belum dapat didefinisikan sebagai bunyi konsonan getar [r]. Pada umur 6 bulan Karim sudah dapat tertawa dengan sangat lepas, diantara tawanya muncul bunyi konsonan baru yang berupa bunyi dorsovelar nasal [x]. Selain itu, vokal baru yang berupa vokal belakang [u]. Bunyi-bunyi baru juga muncul saat Karim berusia 9 bulan. Ia sudah dapat mengucapkan konsonan seperti alveolar plosive /d/ namun pengucapannya belum sempurna sehingga masih terdengar seperti bunyi diakritik linguolabial /ḏ/. Pada bunyi diakritik linguodental / ḏ/, bunyi [d] terdengar seperti gabungan dua konsonan alveolar [d] dan [t]. Selain itu, Karim juga sudah dapat mengucapkan bunyi bilabial [m]. Satu bulan kemudian saat usia Karim mencapai usia 10 bulan inventori bunyi Karim bertambah. Ia dapat mengucapkan bunyi konsonan apikoalveolar nasal [n], semivokal laminopalatal [y], bunyi konsonan hambat bilabial [p] dan [b]. Bulan berikutnya, 11 bulan, vokal baru yaitu vokal sedang bawah belakang [ɔ] muncul. Pada bulan tersebut juga muncul bunyi palatal plosive [ɟ] dan bunyi frikatif laminoalveolar [z]. Pada usianya yang genap 12 bulan, Karim dapat memproduksi bunyi menyerupai bunyi konsonan [k] namun juga terdengar seperti [g], (TV DKM 20150205(1)). Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi Karim hingga umur 12 bulan, dapat dilihat bunyi-bunyi yang telah muncul mirip dengan bunyi-bunyi pada bagan 2.1 dan 2.2. Bunyi-bunyi yang dikeluarkan sebagian besar bertahan hingga Karim telah melalui tahap pemerolehan bahasa atau pada umur 12 bulan. meski demikian, adapula
44
bunyi-bunyi yang hilang namun hanya beberapa saja. Oleh karena itu, bunyi-bunyi ini disebut sebagai bunyi potensial dikarenakan akan memiliki dampak pada pemerolehan bunyi dimana bunyi sudah mulai dapat memberikan makna fonemisnya. Bagan 2.1 Vokal Potensial Karim Depan
Tengah
Belakang
Tinggi
u
Sedang
e
ə ɛ
Bawah
ɔ a
Bagan 2.2 Konsonan Potensial Karim Bilabial
Alveolar
b
t*
Hambat
Velar
Glottal
Laringal
h
ɣ
k* j
p
d*
Frikatif Nasal
Alveopalatal
g* z
m
ŋ
n
Getar Semivokal
y
*belum terdengar secara jelas dan sempurna, masih menyerupai salah satunya Kedua bagan di atas merupakan bunyi-bunyi seperti vokal dan konsonan yang pernah diucapkan oleh Karim. Bunyi-bunyi tersebut tidak terjadi secara serempak
45
tetapi melalui urutan-urutan tertentu. Berikut adalah urutan pemunculan bunyi-bunyi pada Karim hingga usianya mencapai 12 bulan.
Tabel 2.3 Urutan Pemerolehan Fonem Karim Umur 0-12 Bulan Vokal :
Konsonan :
[ɛ ə]
- umur dua hari
[a]
- umur 1 bulan
[e]
- umur 4 bulan
[u]
- umur 6 bulan
[ɔ]
- umur 11 bulan
[h]
- umur dua hari
[ɣ ŋ]
- umur 4 bulan
[x]
- umur 6 bulan
[d m t]
- umur 9 bulan
[n y p b]
- umur 10 bulan
[j z]
- umur 11 bulan
[k* g*]
- umur 12 bulan
Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi, meskipun bunyinya telah bergabung atau diikuti oleh bunyi lainnya, namun bunyi-bunyi tersebut tampaknya belum memiliki nilai fonemik yang dapat dimengerti oleh pendengar. Meski demikian,
46
terdapat dua bunyi yang dapat diucapkan oleh Karim yang telah memiliki makna yaitu kata [yayaya] yang memiliki makna ayah dan kata [jəzts] yang merupakan nama kepanjangan dari Karim yaitu Aziez.
2) Produksi fonologi Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 0-12 bulan Pada minggu-minggu awal setelah Vintorez lahir, suara yang keluar sangat terbatas dan sulit untuk ditebak. Bunyi-bunyi tersebut keluar saat ia menangis dan bunyi-bunyi yang dikeluarkan secara reflek. Pada hari kedua, bunyi yang telah dihasilkan ialah bunyi mirip vokal [ə], [e], dan [a]. Bunyi-bunyi tersebut seringkali disisipi oleh bunyi glottal frikatif [h] atau terkadang juga diikuti oleh bunyi vokal lain. Dari bunyi-bunyi tersebut, bunyi yang banyak keluar ialah bunyi-bunyi vokal tengah sedang [e] dan [ə]. Bunyi-bunyi tersebut selalu muncul pada bulan-bulan selanjutnya. Pada umur 3 bulan muncul bunyi vokal baru yang berupa bunyi glottal plosive [ʔ] dan bunyi dorsovelar nasal [x]. Untuk bunyi vokal, munculnya bunyi vokal baru terlihat pada awal Januari 2015 ketika Vintorez berusia 7 bulan dengan vokal yang muncul berupa vokal tinggi depan [i]. Bunyi vokal baru kemudian uncul kembali pada akhir Januari 2015, 7 bulan, dengan bunyi yang muncul ialah bunyi vokal sedang bawah depan [ɛ]. Bunyi-bunyi tersebut terus bertahan hingga Vintorez berusia 12 bulan atau genap satu tahun. Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi Vintorez hingga umur 12 bulan, dapat dilihat bunyi-bunyi yang telah muncul mirip dengan bunyi-bunyi pada bagan 2.3 dan 2.4. Beberapa bunyi muncul dengan intensitas yang lebih sering dari bunyi-bunyi lainnya. Pada kasus Vintorez, bunyi
47
vokal tengah sedang atas [ə] dan bunyi tengah rendah [a] lebih sering muncul di dalam celotehannya dari bunyi-bunyi vokal lainnya. Bunyi-bunyi tersebut tidak muncul secara sendiri-sendiri namun membentuk suatu bunyi kombinasi seperti [əɣə], [əa], dsb. Bagan 2.4 Vokal Potensial Vintorez Depan Tinggi
Tengah
Belakang
i e
Sedang
ə ɛ
Bawah
a
Bagan 2.5 Konsonan Potensial Vintorez Bilabial
Alveolar
Alveopalatal
Velar
Nasal
Laringal
ʔ
Hambat Frikatif
Glottal
x
h
ɣ
ŋ
Getar Semivokal
Kedua bagan di atas merupakan bunyi-bunyi seperti vokal dan konsonan yang pernah diucapkan oleh Vintorez. Bunyi-bunyi tersebut tidak terjadi secara serempak
48
tetapi melalui urutan-urutan tertentu. Berikut adalah urutan pemunculan bunyi-bunyi pada Vintorez hingga usianya mencapai 12 bulan. Tabbel 2.6 Urutan Pemerolehan Fonem Vintorez Umur 0-12 Bulan Vokal :
Konsonan :
[ə e a]
- umur dua hari
[i]
- umur 7 bulan
[ɛ]
- umur 8 bulan
[h ʔ ŋ]
- umur dua hari
[ɣ]
- umur 3 bulan
[x]
- umur 7 bulan
Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi, meskipun bunyinya telah bergabung atau diikuti oleh bunyi lainnya, namun bunyi-bunyi tersebut tampaknya belum memiliki nilai fonemik yang dapat dimengerti oleh pendengar.
2.2 Kemampuan Fonologi: Umur 13-20 Bulan 2.2.1 Perkembangan kinesik umur 13-20 bulan 1) Perkembangan kinesik Karim Salman Aziez: pada usia 13-20 bulan Pada umur 12 bulan Karim sudah mulai belajar untuk berjalan. Dalam usahanya untuk belajar berjalan, Karim lebih senang untuk ditatih oleh orang dewasa daripada harus mendorong kereta dorong. Ia juga senang merambat pada orang dewasa, dinding, mobil-mobilan, kursi ataupun pagar untuk dapat berdiri. Meskipun belum
49
dapat berjalan sendiri namun ia sudah dapat turun dari kasur atau mainan kudakudaan miliknya dengan tangan yang tetap harus dipegangi. Beberapa kali dia berusaha untuk berdiri sendiri namun ia hanya berhasil berdiri sendiri dalam hitungan beberapa detik saja. Pada usia 14 bulan, data TV DKM 20150412(1), terlihat Karim yang dapat mendorong tantenya yang duduk di atas mainan mobil-mobilannya. Pada usianya yang ke 14 bulan, ia senang melakukan gerakan geleng-geleng kepala. Karim juga sudah dapat mengikuti gerakan-gerakan yang terdapat pada video lagu bahasa Inggris yang selalu di tontonnya seperti menggerak-gerakkan jarinya, geleng-geleng kepala, serta membuka dan menutup tangannya. Pada usia ini pula Karim sudah mulai dapat berjalan meskipun belum seimbang dan masih sering terjatuh (data TV DKM 20150420(1) – TV DKM 20150420(6)). Karim juga sudah mulai fasih dalam memanggil ayahnya meskipun masih terdapat bunyi lain seperti bunyi vokal tinggi [u] diantara bunyi vokal rendah [a] dan bunyi semivokal [y] sehingga bunyi yang dikeluarkan berupa [auyah], (lihat data TV DKM 20150421(1)). Dilihat dari perkembangan kinesiknya, Karim telah memiliki perkembangan kinesik yang sangat baik hingga usianya yang ke 20 bulan. Ia sudah dapat berjalan, berlari, jongkok, bahkan naik tangga. Kemampuannya dalam menyeimbangkan dirinya pun sangat baik. Hal ini terlihat ketika Karim akan turun dari bidang lantai yang lebih tinggi sekitar sepuluh sentimeter, ia dapat turun tanpa harus berjongkok dan memegang tanah.
2) Perkembangan kinesik Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 20 bulan
50
Pada umur 12 bulan, Vintorez telah dapat menopang dirinya saat duduk. Dia juga sudah dapat merangkak dengan sempurna. Vintorez terlihat sudah dapat duduk di atas sepeda roda tiga tanpa sabuk pengaman dengan kedua tangan terletak pada stang sepeda. Hal ini menunjukkan bahwa Vintorez telah memiliki perkembangan kinesik yang cukup baik. Ketika ia melihat sebuah bola di dekatnya, ia amat senang dan tertawa dengan mengeluarkan bunyi-bunyi [həhə]. Vintorez juga seringkali terlihat sangat ingin berbicara namun bunyi yang keluar baru sebatas bunyi-bunyi vokal [a] dan [ɛ] yang panjang sehingga bunyinya menjadi seperti [a:ɛ:] dan [ae:]. Bunyi-bunyi tersebut muncul ketika pengasuhnya memegang kedua tangan Vintorez sedangkan ia sangat ingin bermain bola tanpa kedua tangannya harus dipegangi oleh pengasuhnya. Pada usianya yang ke 12 bulan, Vintorez sudah mulai berlatih untuk berjalan. Ia menggunakan kereta dorong dalam usahanya untuk belajar berjalan. Kereta dorong tersebut dengan cepat di dorong oleh Vintorez. Kegembiraan pun jelas terlihat di wajahnya. Sambil mendorong kereta dorong sesekali ia mengeluarkan suara vokal rendah tengah [a] dan ocehan-ocehan seperti [ayayayaya] dengan bunyi semi vokal velar [y] yang sangat jelas (data TV DVT 20150628). Pada usianya yang ke 13 bulan ia sudah dapat berjalan dengan baik. Bunyi bilabial bersuara [b] sudah muncul dan terdengar dengan jelas. Bunyi tersebut diikuti oleh vokal tengah rendah [a] dan glottal hambat [ʔ] sehingga bunyinya menjadi [baʔ]. Dia juga sudah dapat mengeluarkan bunyi dental hambat bersuara [d]. Bunyi yang keluar ialah [da:h]. Pada data TV DVT 20150820(1), 14 bulan, gerakan-gerakan kinesiknya semakin aktif. Vintorez bahkan sudah dapat menari-nari di depan layar
51
televisi. Saat sedang menari, sesekali ia melihat ke arah pengasuhnya, ia bahkan berlari menuju pengasuhnya. Hal yang mengejutkan, ia telah dapat mengucapkan nama pengasuhnya, Igha, meskipun belum sempurna. Ini terlihat masih pada data TV DVT 20150820 yaitu pada menit ke 00:15. Bunyi yang keluar ialah [əɣa:] yang seharusnya adalah [iga]. Meskipun pada umur 7 bulan ia telah dapat mengucapkan vokal tinggi depan [i] setelah konsonan velar frikatif [x], namun pada kasus ini Vintorez belum dapat mengucapkan [i] dengan sempurna sehingga bunyi yang muncul ialah bunyi [ə]. Vintorez juga belum dapat memproduksi bunyi [g] sehingga yang muncul adalah bunyi yang mendekati [g] yaitu bunyi velar frikatif [ɣ]. Selain itu, dari segi kinesik Vintorez juga telah dapat menunjuk benda-benda yang ingin diperlihatkan pada orang dewasa ataupun apa yang ditanyakan oleh orang dewasa. Ia menunjuk benda-benda tersebut dengan mengeluarkan bunyi [təh] untuk ‘itu’. Ia belum dapat menujukkan atau mengucapkan nama-nama benda tersebut. Ia juga sudah dapat berlari, naik ke atas kursi, dsb. Berdasarkan pengamatan di atas, hingga usia 20 bulan Vintorez telah memiliki kemampuan kinesik yang baik.
2.2.2 Perkembangan komprehensi umur 13-20 bulan 1) Perkembangan komprehensi Karim Salman Aziez: pada usia 13-20 bulan Semakin bertambahnya hari, kemampuan komprehensi Karim pun mulai bertambah. Ia telah mengerti bahasa Ibunya meski ia belum mampu untuk mengucapkan bunyi-bunyi yang bermakna selain dua bunyi fonemik yang bisa dia
52
ucapkan saat umurnya genap 12 bulan atau satu tahun. ia juga sudah dapat menoleh ke sumber suara setiap kali namanya dipanggil. Pada usia 13 bulan, imajinasinya sudah mulai berkembang. Pada data TV DKM 20150331(1) terlihat Karim yang sedang asyik bermain mobil-mobilan yang di dorong ke depan dan belakang membuat mobil tersebut seakan-akan sedang berjalan. Imajinasinya juga terlihat saat ia naik ke dalam mobil-mobilan di sebuah arena bermain anak. Karim memutar stir mobil seakan-akan ia sedang mengendarai mobil dan ia juga mencoba untuk memencet benda yang terlihat seperti tombol, (lihat data TV DKM 20150404(1)). Saat diminta untuk mendorong, Karim juga akan mendorong, (lihat data TV DKM 20150412(1)). Selain itu, Karim juga sudah sedikit mengerti tentang lagu bahasa Inggris yang selalu ia lihat di video. Meski harus dicontohkan berkali-kali, namun ia telah dapat mengangkat tangannya ketika orang dewasa menyanyikan lirik ‘put your finger up’ yang memiliki arti angkat tanganmu ke atas dan menurunkan tangannya ketika liriknya mencapai ‘put your finger down’ yang berarti simpan tanganmu ke bawah, (data TV DKM 20150412(2)). Ia juga telah dapat memproyeksikan antara lagu dengan gerakan di dalamnya seperti menggerakkan telunjuknya ketika lirik lagunya berupa ‘one little finger…one little finger’ yang memiliki arti satu jari kecil. Begitu pula ketika ada lagu lainnya yang juga terdapat gerakan di dalamnya seperti pada lirik ‘open shut up 2x, give a little clap clap clap’ yang memiliki arti ‘buka tutup buka tutup, berikan tepuk tangan kecil’ maka ia akan membuka dan menutup tangannya, (data TV DKM 20150418(1)). Ia belum dapat memahami arti clap yaitu tepuk tangan sehingga ia akan terdiam ketika liriknya mencapai clap sedangkan jika
53
diminta untuk tepuk tangan dengan menggunakan instruksi bahasa Indonesia, ia akan menepuk tangannya. Di usianya yang ke 15 bulan, ia telah dapat merespon kata [dadah] dengan gerakan tangan dan ucapan balasan [dah]. Ia juga sudah dapat menunjuk dirinya sendiri ketika ditanya ‘anak shaleh mana?’, ‘anak pintar mana?’, dan ‘anak cerdas mana?’, (TV DKM 20150511(1)). Berbeda dari Karim saat ia berusia empat bulan, di usia ke satu tahun tiga bulan, Karim sudah dapat merespon dengan tawa saat ia menonton video dirinya, (data TV DKM 20150522(1)). Perkembangan komprehensinya pun semakin lama semakin berkembang dengan pesat, Karim sudah dapat menirukan lagu one little finger dengan sempurna. Ia akan menggerakkan telunjukkan saat lirik ‘ one little finger 2x one little finger tap tap tap’, kemudian mengangkan telunjuknya ke atas saat lirik berbunyi ‘put your finger up’ dan menurunkan tangannya saat lagunya berbunyi ‘put your finger down’, kemudian memegang kepalanya saat lagunya bebunyi ‘put it on your head’, (lihat data TV DKM 20150603(1)). Kemampuan pemahaman ini sangat diperlukan dalam mempersepsi bahasa ke dalam tindakan-tindakan yang juga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak. Berikut adalah contoh dialog Karim saat berusia 18 bulan dimana Karim telah memahami lingkungan dengan baik. Karim (KM) Tante (T) Dialog 3 (diambil dari data TA DKM 20151025(2)) T
: Apa itu de? (menunjuk pada sebuah pabrik bata)
KM : [pabik]
54
T
: Pabrik apa?
KM : [bata] T
: Pabrik bata. Di pabrik bata ada apa ya?
KM : [tɔh baŋ] (menunjuk pada asap yang keluar dari pabrik) Hingga usianya yang ke 20 bulan, Karim sudah dapat memahami apa yang diutarakan oleh orang dewasa dari bahasa-bahasa yang memiliki makna konkret seperti menaruh, maju, mundur, naik, makan, buah, asap, kupu-kupu, dsb. hingga makna abstrak seperti sakit, rasa, bau, dsb. Ia juga sudah mengetahui dan memahami nama serta macam-macam pepohonan, bawang, warna, huruf dan angka.
2) Perkembangan komprehensi Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 13-20 bulan Perkembangan komprehensi yang dimiliki Vintorez setelah umur satu tahun telah mengalami perkembangan yang sangat baik. Pada usia 13 bulan ia tampak sudah dapat merespon ibunya ketika berkata [dadaah] kemudian Vintorez meresponnya dengan kembali mengatakan [da:h]. Ia juga sudah mengenal orangorang di sekitarnya meskipun belum dapat menyebutkan nama satu per satu. Hal ini terlihat ketika orang dewasa berkata “Mana tante Fitri?” Vintorez langsung menunjuk orang yang bernama Fitri (tetangganya) begitupun ketika ditanya “Mana kakak Igha?” ia juga sudah langsung menunjuk pengasuhnya yang bernama Igha dan ketika ditanya “Mana Vintorez?” maka dia langsung menunjukkan telunjuknya pada diri
55
sendiri. Pada usia 16 bulan, ia sudah dapat menjawab ketika ditanya “ayah mana ayah?” maka ia menjawab [tətda] atau gak ada. Lebih jauh lagi ia juga sudah dapat mengungkapkan kemauannya dengan menjawab [əmɔh] yang merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti tidak mau ketika diajak untuk pulang ke rumahnya. Adapun contoh dialog yang dilakukan oleh Vintorez. Vintorez (VT) Risma (R) Dialog 4 R
: Vinto anaknya siapa?
VT
: [ayah]
R
: Ayah kerja dimana?
VT
: [papa]
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan komprehensi Vintorez sudah cukup baik. Ia juga sudah dapat menunjuk pada referen benda-benda dengan benar.
2.2.3 Produksi dan Aturan fonologis umur 13-20 bulan 1) Produksi dan aturan fonologi Karim Salman Aziez: usia 13-20 bulan Bunyi-bunyi fonologis yang meliputi bunyi vokal dan konsonan telah banyak dikuasai Karim pada usianya yang ke 12 bulan. Bunyi tersebut muncul secara sporadis dan belum memiliki arti fonemis. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat wajar terjadi pada anak karena menurut Ingram (1989: 2) masa sejak anak dilahirkan hingga usianya genap satu tahun merupakan sebuah masa perkembangan
56
pralinguistik (prelinguistic development). Pada masa ini anak berlatih untuk memproduksi fonem-fonem yang terdapat dalam bahasa. Bunyi-bunyi yang telah diproduksi Karim hingga umur satu tahun pun mulai berkembang dan mulai memiliki arti fonemis. Pada umur satu tahun, Karim menyebut ayahnya dengan panggilan [ayayaya]. Namun, menginjak usianya yang ke 14 bulan, bunyi tersebut berkembang menuju bunyi yang diucapkan orang dewasa. Seperti pada ucapan yang memiliki arti fonemis ‘ayah’, pada usia genap satu tahun, bentuk fonetisnya berupa [ayayaya] lalu kemudian pada usia 13 bulan, (data TV DKM 20150421(1)), berubah menjadi [əɣah]. Pada hari yang sama, (data TV DKM 20150421(1)), fonetisnya berubah menjadi [əӨyah]. Beberapa hari kemudian berubah menjadi [aəyah]. Baru pada usia 15 bulan, (data TV DKM 20150521(1)), bentuk fonetisnya sudah sangat lancar menyerupai orang dewasa, yaitu [ayah]. Jadi perkembangan pengucapan kata ‘ayah’, memiliki perkembangan fonetis [ayayaya] → [əӨyah] →[aəyah]→ [ayah]. Ia juga sudah dapat mengucapkan kata [dah] untuk [dadah], (TV DKM 20150511(1)), dan [am] untuk mengucapkan nama panggilannya [aim], (TV DKM 20150521(1)). Jika dilihat dari data-data yang telah dikumpulkan, kemampuan perkembangan produksi Karim terlihat sangat signifikan sejak usianya 14 bulan, yaitu saat kemampuan kinesiknya memungkinkannya untuk dapat berjalan. Dari data yang dikumpulkan juga dapat dilihat inventori fonem Karim hingga usianya dua tahun. Berikut adalah bagan inventori fonem vokal dan konsonan Karim hingga usia 20
57
bulan. Pada usia ini, fonem-fonem tersebut sudah dapat diucapkan dengan bunyibunyi yang telah memiliki arti fonemis. Bagan 2.7 Fonem Vokal Karim hingga Umur 20 bulan Depan Tinggi
Tengah
Belakang
i
Sedang Bawah
u o
ə
e ɛ
ɔ a
Dari data bagan 2.7 dapat dilihat bahwa inventori fonem vokal bahasa Indonesia Karim di usia 20 bulan sudah lengkap. Bunyi-bunyi alofonik pada masing-masing fonem juga sudah mulai bervariasi. Selain itu, beberapa bunyi diftong juga sudah dapat ia lafalkan seperti bunyi diftong [au] pada kata ‘mau’, namun diftong [ui] pada kata ‘pinguin’ dibunyikan [i] menjadi [win]. Dengan demikian, hingga usia dua tahun Karim telah dapat memproduksi bentuk-bentuk kata tantə
-
tante
ʃatu
-
satu
kɛz
-
Marquez (nama pembalap motoGP)
biyu
-
biru
bɔtol
-
botol
ñeñeʔ
-
nenek
kəapa
-
kelapa
58
Bagan 2.8 Fonem Konsonan Karim hingga Umur 20 Bulan LabioDental
p
t
AlveoPalatal c
b
d
j
Bilabial
Dental
Alveolar
Velar k
Hambat
f
ө
Glottal
Laringal
ʔ
g
s
Frikatif
z
x
h
ɣ
ʃ Afrikat Nasal
m
n
Getar
r*
Lateral
l*
ñ
ŋ
Semiw
y
Vokal *belum muncul atau baru muncul secara terbatas.
Sebelum Karim dengan tepat membunyikan suatu konsonan, ia seringkali mengganti bunyi tersebut dengan bunyi-bunyi konsonan yang lain. Beberapa perkembangan bunyi yang diproduksi Karim adalah sebagai berikut.
[am] → [aəm] → [aʔim]
Aim(panggilan namanya)
[to] → [ethoh] → [doŋ] → [edoŋ]→[dədəŋ]→[dedɔŋ]gendong [pɛsɛt] →[pəsɛt] → [pəcet] → [pəncet]
pencet
59
[abwu]→[apu]→[pu]→[apbwu]→[apuh]→[əbu]
ibu
Jika dilihat dari posisi bunyi fonem-fonem yang telah dikuasai Karim, Karim telah menguasai fonem-fonem pada posisi-posisi seperti berikut. (1) Sudah diperoleh pada semua posisi [p b t d c j k g ʔ f Ө s ʃ h m n ñ ŋ ] (2) Diperoleh tapi baru pada akhir suku kata [z] (3) Diperoleh tapi baru pada posisi tengah [x ɣ] (4) Belum diperoleh [r l] Fonem-fonem tersebut sudah dapat dikuasai Karim dalam melafalkan sebuah kata. Tidak hanya kata, ia juga sudah dapat melafalkan lebih dari dua kata. Meski demikian, jika fonem-fonem tersebut bertemu dengan bunyi-bunyi yang berbeda, terkadang ia masih menggantinya dengan fonem yang lain. Sebagai contoh, ketika ia mengucapkan kata ‘kecil’ ia dapat mengucapkannya dengan benar [kəcil], tetapi ketika ia mengucapkan kata ‘kaca’, ia mengganti fonem /c/ dengan /t/ sehingga menjadi [ka ta] dengan membunyikan silabel [ka] dan [ta] dengan jarak sekitar satu detik. Pada kata yang lebih dari satu ia akan membunyikan silabel yang lebih kuat, seperti pada kata ‘how do you do’, dimana bunyi [du] lebih kuat dari bunyi yang lain
60
maka Karim mengucapkannya dengan [du du du du]. Namun ketika tidak ada bunyi yang kuat, ia akan menggabungkan kata tersebut atau memisahkannya. Sebagai contoh ketika Karim mengucapkan ‘ayah, mau liat ikan’, maka ia mengucapkannya dengan [ayah moyat ikan]. Ketika ia hanya mengucapkan kata ‘mau’, ia dapat mengucapkannya dengan benar [mau]. Namun ketika kata tersebut bergabung dengan kata lainnya, yaitu ‘lihat’, maka pengucapannya menjadi [moyat]. Diftong [au] ia ganti dengan vokal belakang [o] dan kata ‘lihat’ ia hanya mengucapkan bunyi silabel ultima [at] sehingga ketika digabungkan akan terdengar bunyi pelancar [y] sehingga bunyinya menjadi [moyat]. Adapun aturan fonologi berdasarkan pengucapan Karim ialah sebagai berikut.
1. Bunyi getar [r] akan dirubah menjadi bentuk lateral [l] atau palatal [y], mengalami retrofleksi [r], atau bahkan dilesapkan. Bunyi getar [r] akan diganti ke dalam bunyi lateral [l] jika di dalam kata juga terdapat terdapat bunyi lateral sehingga seakan-akan bunyi getar ini mengalami harmonisasi konsonan pada bunyi sebelum atau sesudahnya yang terdapat bunyi lateral dengan silabel terbuka. Contoh dari perubahan bunyi getar ke bunyi lateral pada ucapan Karim ialah pada kata berubah menjadi [lapaəl]. Bunyi getar akan dirubah menjadi bunyi palatal [y] jika bunyi getar diapit oleh bunyi vokal yang berbeda. Perubahan ini terjadi pada kata yang dirubah menjadi [biyu] atau menjadi [mbəndeya]. Bunyi [r] akan dilesapkan jika bunyi getar [r] diikuti atau diawali dengan konsonan.
61
Contohnya ialah pada kata , dan akan diucapkan menjadi [tabaʔ], [təbaŋ], dan [əba]. Perubahan retrofleksi [r] terjadi pada situasi lainnya seperti kata <wafer>, <motor>, dan diucapkan menjadi [fər], [mɔtɔrl], dan [rantɛ]. Namun demikian, jika di dalam sebuah kata terdapat bunyi [l], maka bunyi tersebut diucapkan dengan tidak jelas atau bahkan dihilangkan. Contoh percakapan antara Karim (KM) dan Peneliti (P).
Dialog 5 P
: Im, itu lihat ada apa? Ada lalat ya?
KM
: [ya]
P
: Apa itu namanya, im?
KM
: [lyalat]
P
: ada berapa lalatnya ya? Ada lima ya, im? Ada berapa ya, im?
KM
: [əma]
Dari data percakapan 5 di atas, bunyi [l] pada sangat tipis sekali diucapkan [lyalat] sedangkan pada kata bunyi [l] cenderung dihilangkan. 2. Bunyi velar plosif [k] akan dirubah menjadi bunyi glottal [ʔ] jika terletak pada akhir kata dengan silabel tertutup. Contohnya pada kata ,
62
, <enak>, dan diucapkan menjadi [kapaʔ], [tabaʔ], [enaʔ], dan [naeʔ]. 3. Dental frikatif ringan [s] dapat berubah menjadi dental frikatif [Ө], laminopalatal frikatif [ʃ], atau tidak berubah. Contoh: Senang
→
[ʃənaŋ]
Six
→
[siʔ]
Satu
→
[Өatu]
Susu
→
[ӨuӨu]
4. Bunyi dental nasal akan berubah menjadi alveopalatal nasal atau tidak berubah. Contoh: Nenek
→ [ñeñeʔ]
Enak
→ [naʔ]
5. Bunyi velar nasal [ŋ] akan berubah menjadi alveopalatal nasal [ñ] atau tidak berubah. Contoh: Gandeng
→ [andeñ]
Singa
→[sinña]
Senang
→[ʃənaŋ]
2) Produksi dan aturan fonologi Vintorez Qurrata’ayun: usia 13-20 bulan Pada usia 13 bulan, muncul bunyi baru yang diproduksi oleh Vintorez yaitu bunyi semivokal alveolar [y]. Bunyi semivokal tersebut muncul dengan diapit oleh
63
bunyi vokal bawah [a] yang diulang berkali kali sehingga bunyinya menjadi [ayaya]. Pada bulan-bulan berikutnya, bunyi-bunyi konsonan baru pun sudah mulai bermunculan. Bunyi-bunyi bilabial pun sudah muncul dengan urutan kemunculan bunyi hambat bilabial bersuara [b] lebih dahulu muncul daripada bunyi hambat bilabial tak bersuara [p]. Bunyi nasal bilabial [m] muncul lebih dahulu daripada bunyi hambat bilabial tak bersuara [p] sehingga urutannya menjadi [b] → [m] → [p]. Bunyi-bunyi alveolar seperti [t] dan [d] pun sudah muncul namun masih terdengar antara [t] dan [d] ataupun [d] dan [t] atau bahkan terdengar seperti bunyi dental frikatif [ð]. Sebagai contoh, dapat dilihat dari percakapan Vintorez ketika berusia 17 bulan. Igha (I) Vintorez (VT)
Dialog 6 I
: Vintooo
VT
: (berlari keluar rumah) [ta ta ta ta]
Dari data percakapan 3 dapat dilihat bahwa Vintorez dapat mengucapkan bunyi [t] dengan sempurna. Namun demikian, bunyi [ta ta ta ta] masih belum memiliki arti fonemis. Bunyi [d] akan menjadi bunyi aspirasi [dh] atau bunyi frikatif [ð]. Vintorez (VT) Peneliti (P)
Dialog 7
64
(Vintorez sedang asyik duduk di depan rumahnya sambil bermain kunci motor) VT
: [ədhə:] (ngoceh sendiri)
P
: Vinto lagi apa?
VT
: [ðəðəʔ]
Dengan demikian dapat dilihat bahwa dari segi produksi, bunyi-bunyi mulai banyak bermunculan hingga Vintorez berusia 20 bulan. Meski telah banyak bunyi yang muncul namun bunyi-bunyi tersebut masih keluar dalam bentuk sporadis. Ia masih banyak mencampurkan bunyi-bunyi yang telah dia miliki. Bunyi-bunyi yang sering muncul ialah bunyi-bunyi dengan bentuk seperti:
[əpwah]
[əm]
[ədtah]
[eyttəh]
[papba]
[əgxa]
[əmɔh]
[tətda]
[təta]
[əyaya]
[ðəðəʔ]
[əya]
Pada tahap ini Vintorez memang telah banyak mengeluarkan bunyi-bunyi. Namun, bunyi-bunyi yang dihasilkan belum memiliki makna fonemik sehingga pendengar lebih sering mengernyitkan dahi karena mencoba untuk mencerna apa yang dimaksudkan oleh Vintorez. Terkadang pemaknaan dari bunyi-bunyi yang diproduksi oleh Vintorez terbantu dengan kemampuan kinetiknya yang sudah cukup
65
baik. Sebagai contoh, ketika tukang jamu datang dan Vintorez berlari ke arah pengasuhnya dan ‘berkata’ [əgxa] sambil memegang kaki pengasuhnya dengan erat maka mungkin Vintorez ingin berkata [Iga] untuk memanggil pengasuhnya. Namun kata [əgxa] juga muncul dalam salah satu celotehannya ketika Vintorez sedang asyik bermain kunci. Contoh lainnya adalah bunyi [ədtah] yang mirip dengan [udah] atau [ada] namun bunyi ini muncul pada setiap kesempatan seperti saat ia berlari, bermain, ditanyai, dsb. Maka dari itu bunyi-bunyi yang keluar pada tahap ini sepertinya merupakan hanya sebatas latihan muskuler. Hingga saat ini, Vintorez telah berusia 20 bulan. Pada usianya di 20 bulan, ia telah menguasai vokal-vokal [i ə e u ɔ a]. Dari vokal-vokal tersebut, tidak semua vokal sering muncul saat Vintorez berujar atau berceloteh, bunyi vokal yang sering muncul ialah vokal [ə], [e], dan [a] sedangkan bunyi yang jarang muncul ialah bunyi [i], [u] dan [ɔ]. Bunyi vokal sedang terbuka belakang [ɔ] hanya muncul ketika Vintorez berkata [əmɔh]. Vokal-vokal tersebut dapat ditemui pada beberapa kata yang telah memiliki arti fonemis dan dapat diujarkan oleh Vintorez.
[kən] ikan
[ayah] ayah
[nah] sana
[igha] Iga
[tah]
gajah
[ənda] bunda
[ətan] ikan
[ti]
roti
[təh]
ituh
[bu]
[əmɔh] emoh
[nih]
ini
sapu
Dengan demikian, pada tahap pemerolehan bahasa, vokal-vokal yang telah dikuasai tersebut dapat dilihat pada bagan 2.9 fonem vokal berikut:
66
Bagan 2.9 Fonem Vokal Vintorez hingga Umur 20 Bulan Depan Tinggi
Tengah
Belakang
i
o
Sedang
ə
e
Bawah
ɛ
ɔ a
Dari bagan di atas dapat terlihat bahwa Vintorez hingga umur 20 bulan telah menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia. Untuk fonem-fonem konsonan Vintorez telah memiliki banyak konsonan baru namun tidak semua konsonan telah ia kuasai. Konsonan yang telah dikuasai Vintorez dapat dilihat pada bagan 2.8 berikut.
Bagan 2.10 Fonem Konsonan Vintorez hingga Umur 20 Bulan Bilabial
Alveolar
Alveopalatal
Velar
p
t
k*
b
d
g*
Hambat
Frikatif Nasal
x m
w*
y
*belum muncul atau baru muncul secara terbatas.
Laringal
ʔ h ŋ
n
Getar Semivokal
Glottal
ɣ
67
Dari bagan konsonan urutan yang berlaku pada Vintorez sesuai dengan urutan universal. Contohnya ialah pada kelompok konsonan hambat. Pada konsonan ini, konsonan bilabial dan alveolar telah dimiliki Vintorez dengan urutan konsonan berat seperti [b] dan [d] muncul terlebih dahulu daripada [p] dan [t]. Konsonan hambat [b] dan [d] telah muncul terlebih dahulu pada saat Vintorez berusia 14 bulan pada data TV DVT 20150801(1) dengan belum berupa kata namun masih dalam bentuk ocehan seperti [baʔ] dan [da:h]. Bunyi hambat [p] dan [t] muncul satu bulan kemudian dalam bunyi-bunyi seperti [apbaə] dan [tətda]. Vintorez juga belum dapat mengucapkan bunyi-bunyi likuida [l] dan [r], ia juga belum dapat mengucapkan bunyi luncuran [w] dalam kata namun bunyi [w] keluar secara terbatas pada ocehan atau berupa labialisasi. Namun demikian, ia telah dapat mengucapkan bunyi luncuran [y] bahkan pada saat ia memperoleh kata pertama yaitu, [yaya] dimana bunyi [y] pada teori universal akan diperoleh di akhir. Dari kata-kata yang telah muncul, kata yang telah dapat dimengerti atau telah memiliki arti fonemik terbilang sangat sedikit. Kata-kata tersebut ialah; [teta] / [kyeta]
“kereta”
[ətah]
“gajah”
[əmɔh]
“əmɔh” (b. Jawa yang berarti ‘tidak mau’)
[ba:h]
“abah/embah”
[əya:h]
“ayah”
[əpbuʔ]
“kerupuk”
[akkɛ:]
“ake” (b.bima yang berarti ‘ini’)
68
[ədtah]
“gajah”
[tətda]
“gak ada”
[ətəh]
“jatuh”
Dari daftar kosa-kata yang telah dapat diucapkan Vintorez tersebut umumnya belum berkembang sejak pertama kali dia mengucapkkan kata tersebut. Kata yang mengalami perkembangan bunyi hanya satu atau dua kata seperti pada kata ‘kereta’ yang diucapkan teta → keyta dan saat memanggil pengasuhnya yang bernama iga dengan mengucapkan əɣa → əkxa →əigha. Jika ditinjau dari kemampuan dan posisi fonem Vintorez hingga tahun 20 bulan, pemerolehan fonologi dan kemampuan pengucapan fonem Vintorez adalah sebagai berikut:
(1) Sudah diperoleh pada semua posisi [ə a t y h d b m n g p ŋ ð] (2) Diperoleh tapi baru pada akhir suku kata [ɛ i] (3) Diperoleh tapi baru pada posisi tengah [x k g w*] (4) Belum diperoleh [f l r s v z ñ j ʃ] Meskipun beberapa vokal ataupun konsonan telah ia kuasai pada posisi-posisi tersebut, namun pada beberapa kasus Vintorez masih belum dapat menguasainya. Sebagai contoh, ia telah dapat mengucapkan dengan hanya mengucapkan
69
silabel akhir [ti] namun dengan jelas ia telah mampu mengucapkan fonem /i/. lain halnya pada kata <sapi> dimana bunyi [i] terdapat pada posisi yang sama yaitu menempati posisi akhir, namun Vintorez mengucapkan bunyi [i] pada kata <sapi> menjadi [apwa]. Hingga usia 20 bulan jumlah leksikon yang dikuasai Vintorez sangat terbatas. Hal ini berpengaruh pada pemerolehan fonologi yang cenderung masih sulit untuk diketahui. Pada data TA DVT 20151101(1) dapat dilihat percakapan yang dilakukan oleh Vintorez (VT) dan pengasuhnya (P). Dialog 8 VT
: [əa a a: aʔ] (mengoceh)
P
: Mandi yuk Vinto
VT
: [aaa] (berteriak)
P
: (berusaha menggendong Vintorez)
VT
: [ə:h] (berteriak semakin keras)
P
: Sini Vinto, ditinggal lho
VT
: [ədəɔ:]
P
: Ayo mandi nanti kita ke sunmor
VT
: [əna]
Bunyi-bunyi yang telah dikuasai Vintorez memang cukup variatif. Namun, bunyibunyi tersebut sering muncul pada ocehan-ocehan saja yang tidak memiliki arti
70
fonemis. Oleh karena itu, tidak semua bunyi telah dikuasai oleh Vintorez dan beberapa hanya dapat dikuasai secara parsial. Dikarenakan jumlah leksikon yang sedikit, maka kaidah penyesuaian bunyi yang dihasilkan oleh Vintorez juga didasarkan pada contoh-contoh yang terbatas. Berikut adalah aturan perubahan bunyi yang dihasilkan oleh Vintorez dalam menyesuaikan artikulasinya yang belum sempurna.
1. Merubah bunyi-bunyi palatal plosif [j] dan velar plosif [k] dan [g] menjadi bunyi alveolar plosive [t] seperti pada kata dan diucapkan menjadi [teta] dan [tətah]. Namun pada kata , ia terkadang melakukan perubahan regresif dengan tidak merubah ataupun membunyikan fonem pertama pada [gajah] sehingga kata terkadng berubah menjadi [ətah]. 2. Bunyi alveolar frikatif [s] akan dihilangkan sehingga pada kata <sana> dan <sapi> akan diucapkan menjadi [əna] dan [əpwa]. 3. Ketika pada sebuah kata yang memiliki dua silabel, jika silabel pertama merupakan silabel terbuka, maka bunyi vokal [a] pada silabel pertama berubah menjadi bunyi vokal tengah sedang tertutup [ə]. Hal ini terjadi pada kata , <sapi> dan <sana> akan diucapkan [ətah], [əpwa], dan [əna]. 4. Fonem /p/ mengalami proses labialisasi menjadi [pw]. Hal ini terjadi pada kata <sapi> yang diucapkan menjadi [apwa]
71
BAB III PERBANDINGAN KEMAMPUAN FONOLOGI
Karim dan Vintorez dilahirkan secara normal dengan keadaan yang sehat. Mereka juga tidak menderita autisme, disleksia, atau penyakit lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan bahasa. Selain itu, asupan gizi mereka pun sama-sama tercukupi sehingga fungsi otak dan organ tubuh mereka pun berfungsi dengan normal. Seperti yang telah dijelaskan pada bab dua bahwa kemampuan fonologi juga berkaitan dengan bagaimana perkembangan kinesik maupun komprehensi anak. Oleh karena itu, bab ini membahas mengenai perbandingan-perbandingan perkembanagn kinesik, komprehensi, dan produksi fonologi Karim dan Vintorez.
3.1 Perbandingan Perkembangan Kinesik Karim dan Vintorez Perkembangan kinesik juga turut memberikan kontribusi dalam pemerolehan bahasa. Hal ini dikarenakan sebelum anak dapat berbahasa, perkembangan kinesik dapat membantu anak dalam melakukan komunikasi secara non-verbal. Liliweri (2003) menyatakan bahwa kinesik merupakan studi mengenai bahasa tubuh, mimik wajah, gerakan tubuh, dll. Perbedaan gerakan-gerakan tubuh anak dapat membantu pendengar dalam mengartikan apa yang mereka ucapkan. Seperti ketika Karim mengucapkan [at], akan sulit dipahami jika tidak ada bantuan dari kinesiknya. Bunyi [at] tersebut dapat memiliki makna ‘lalat’, ataupun ‘lihat’. Ketika Karim menunjuk seekor lalat, bunyi tersebut dapat memiliki makna sebagai ‘lalat’, namun ketika
72
72
Karim menarik-narik atau memandang orang dewasa dan menunjuk pada suatu benda, maka bunyi tersebut dapat memiliki arti ‘lihat!’. Oleh karena itu, meski bukan merupakan pembahasan utama, perkembangan kinesik Karim dan Vintorez akan diperbandingkan di dalam penelitian ini. Ketika dilahirkan, Karim memilki berat badan 3.1 kg. Berat badan Karim lebih berat daripada berat badan Vintorez yang memiliki berat badan 2.9 kg. Namun demikin, berat badan mereka masih masuk dalam berat badan normal di usia kelahiran. Pada awal dilahirkan, keduanya memiliki pertumbuhan kinesik yang sama dengan bayi lainnya yaitu menangis, adanya gerakan reflek pada tangan dan kakinya, dan juga gerakan mulut seperti menetek ketika diberikan stimulus dengan menempelkan jari atau benda ke dekat mulutnya. Pertumbuhan kinesik mereka pun terlihat sama pada bulan-bulan berikutnya. Di usia mereka yang ke 3 bulan, kemampuan kinesik mereka sudah dapat memungkinkan mereka untuk dapat tengkurap dan mengangkat kepala. Mereka juga sudah dapat duduk dan merangkak sebelum usia mereka genap satu tahun. Gambar 1. Pertumbuhan Karim
Tiga hari setelah dilahirkan Sebelum usia satu tahun
Sebelum usia dua tahun
73
Dari gambar 1 dapat dilihat berat badan karim yang cukup dendut. Dikarenakan berat badan Karim yang gendut, maka kemampuan kinesik Karim dalam berjalan sedikit lebih lamban dari Vintorez yang memiliki postur tubuh yang kecil. Vintorez sudah dapat berjalan ketika usianya 13 bulan sedangkan Karim baru dapat berjalan dua bulan setelahnya yaitu di usia 14 bulan.
Gambar 2. Pertumbuhan Vintorez
Dua hari setelah dilahirkan
Sebelum usia satu tahun
Sebelum usia dua tahun
Ketika mereka sudah dapat berjalan dan gigi mereka sudah mulai tumbuh, kemampuan kinesik mereka pun meningkat dengan cepat begitu pula dengan produksi fonologi mereka. Selain itu, berat badan Karim pun mulai menurun dikarenakan ia telah aktif bergerak berlari dan bermain. Di usia yang ke dua tahun, kemampuan kinesik mereka telah berkembang dengan sangat pesat sehingga mereka sudah dapat berlari, menggelengkan kepala, menari, jongkok, meraih benda,
74
menunjuk, dsb. Kemampuan kinesik Karim pun sudah sangat baik seperti anak-anak seusianya begitu pula dengan Vintorez. Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa dalam perkembangan kinesik, pada awalnya Vintorez memiliki perkembangan yang sedikit lebih cepat dari Karim. Hal ini disebabkan tubuh Karim yang cukup gemuk menyebabkan ia kesulitan dalam bergerak atau mengangkat tubuhnya. Namun kemudian, ketika Karim sudah dapat berjalan dan ia sudah mulai lincah bermain dan berlari, berat badannya berangsurangsur turun sehingga kemampuan kinesiknya berkembang sesuai usianya.
3.2 Perbandingan Perkembangan Komprehensi Karim dan Vintorez Pada awal ketika mereka dilahirkan, seperti pada bayi-bayi lainnya, Karim dan Vintorez belum dapat menyadari adanya kehadiran orang-orang disekelilingnya. Mereka juga belum dapat merespon ujaran dari orang dewasa baik itu respon verbal maupun non-verbal. Meski demikian, mereka sudah dapat merespon sentuhan pada pipinya ataupun bunyi-bunyi yang diarahkan padanya. Respon yang dilakukan oleh Karim dan Vintorez juga bukan merupakan respon komprehensi namun hanya sebagai suatu insting. Seperti sentuhan pada pipi akan mereka pahami sebagai sentuhan putting susu ibu sehingga mereka akan merespon dengan gerakan seperti ingin menetek. Begitu pula jika ada bunyi-bunyi, mereka akan mencari sumber bunyi tersebut dengan lirikan mata namun tidak berhasil melihat pada sumber bunyi yang sebenarnya. Tatapan mereka juga terlihat belum fokus atau seperti menatap pada awang-awang. Baru kemudian di usia mereka yang ke satu bulan, tatapan mereka
75
terlihat sudah mulai fokus. Hal ini terlihat ketika mereka sedang memandang orang dewasa yang sedang mengajak berbicara. Mereka akan memperhatikan orang dewasa tersebut dengan lama seperti sedang berusaha memahami apa yang sedang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Terkadang, mereka juga terlihat seperti ingin menirukan atau seperti akan berbicara namun dikarenakan organ bicara yang belum berkembang dengan cukup baik, maka yang mereka lakukan hanyalah mengerucutkan dan mengerak-gerakkan bibirnya seperti ingin merespon ucapan orang dewasa. Karim dan Vintorez juga terlihat memiliki grafik perkembangan komprehensi yang sama di usia mereka yang ke 5 bulan. Pada usia tersebut, mereka sudah dapat merespon orang dewasa yang mengajaknya bermain. Permainan ‘ciluk baa’ sudah dapat mereka respon dengan senyuman dan tawa yang renyah. Mereka juga akan melihat ke arah sumber yang ditunjuk ketika orang dewasa mengatakan ‘itu apa tuh?’ atau tersenyum ketika akan di foto. Pada usia 7 bulan, mereka sudah dapat merespon dengan melambaikan tangan ketika orang dewasa berkata ‘ayo dadah’ ataupun bersalaman ketika orang dewasa menjulurkan tangannya. Meski sudah dapat memahami beberapa ucapan orang dewasa, namun mereka belum menunjukkan adanya respon verbal. Perbedaan perkembangan komprehensi terlihat ketika usia mereka 8 bulan. Pada usia tersebut, Karim sudah dapat melihat, menoleh atau menunjuk ke arah yang tepat ketika ditanya ‘mana Cicak?’ atau ‘mana Pesawat’ ataupun ketika diminta untuk menunjukkan gambar-gambar yang ada di dinding rumah. Katika diminta untuk menunjukkan gambar atau suatu benda, Karim akan menunjuk benda tersebut disertai
76
bunyi vokal [u]. Bunyi vokal [u] tersebut memiliki makna ‘itu’. Selain itu, ketika menginginkan sesuatu maka Karim akan menunjuk ke arah dimana benda tersebut berada dengan mengeluarkan bunyi vokal [a], [ə], ataupun [u]. Dengan demikian, komunikasi antara Karim dan orang dewasa terlihat lancar. Lancarnya komunikasi antara Karim dan orang dewasa menyebabkan Karim sedikit sekali menangis. Hal ini akan lebih memudahkan orang dewasa dan tidak membuat mereka stress dalam mengetahui apa yang diinginkan oleh anak. Di usianya yang ke 17 bulan, baik komprehensi maupun produksi fonologinya sudah sangat baik. Ia sudah
dapat
mengenali dan memahami pemahaman-pemahaman yang bersifat abstrak seperti perasaan, bau, rasa, dsb. Pada usia 20 bulan, ia sudah dapat memahami dan mengucapkan huruf, angka dan huruf hijaiyah, mengenali dan mengucapkan berbagai macam tumbuhan, hewan, benda-benda, dsb. Lain halnya dengan Karim, Vintorez terlihat masih sulit berkomunikasi dengan orang dewasa. Ketika suatu peneliti mencoba untuk menanyakan pada Vintorez ‘pesawat mana?’ atau ‘mana cicak?’, Vintorez tidak dapat menunjukkan dimana pesawat maupun Cicak. Vintorez sudah dapat mengenali pesawat, cicak, sapu, dsb. di usianya yang ke 19 bulan. Pada usianya yang ke 20 bulan, Vintorez sudah mengenali gambar maupun benda-benda namun belum dapat mengucapkannya dengan sempurna. Ia akan menunjuk kepada suatu benda dan mengucapkan [təh] ketika ia akan menunjukkan sesuatu. Dikarenakan produksi fonologi Vintorez dalam mengucapkan bunyi yang memiliki arti fonemis masih terbatas, maka ia juga akan
77
menunjuk ketika menginginkan sesuatu dan akan menangis ketika orang dewasa tidak mengerti atau tidak mau mengikuti apa yang ia inginkan.
3.3 Perbandingan Perkembangan Produksi Fonologi Karim dan Vintorez Pada bab dua telah diuraikan bagaimana produksi fonologi Karim dan Vintorez dari usia 0 hingga 20 bulan. Pada usia 0 – 12 bulan, perkembangan pemerolehan fonologi Karim dan Vintorez terlihat bervariasi. Pada usia ini, baik Karim maupun Vintorez belum dapat mengucapkan bunyi yang memiliki arti fonemis. Meskipun pada usia 8 bulan Karim telah dapat mengucapkan [yayaya] untuk mengatakan ‘ayah’, namun bunyi tersebut tetap saja tidak dapat dikatakan bahwa Karim telah mampu memproduksi bunyi yang memiliki makna fonemis. Hal ini dikarenakan bunyi tersebut juga sering diucapkan Karim pada kondisi tidak sedang memanggil ayahnya. Bunyi-bunyi fonem yang dimiliki Karim pada usia 12 bulan lebih bervariasi daripada bunyi yang diproduksi oleh Vintorez di usia yang sama. Pada usia satu tahun, Karim sudah dapat menguasai semua fonem vokal kecuali fonem vokal belakang sedang atas /o/ dan fonem depan tinggi atas /i/. Sedangkan fonem vokal yang sudah dikuasai Karim ialah fonem depan sedang atas /e/ dan sedang bawah /ɛ/, fonem tengah sedang atas /ə/, fonem tengah rendah /a/, belakang tinggi atas /u/, dan belakang sedang bawah /ɔ/. Fonem konsonan yang dikuasai Karim pun memiliki variasi yang lebih banyak dari Vintorez. Fonem-fonem konsonan yang telah dikuasai Karim hingga usia 1;0:0 ialah bunyi fonem frikatif /h/, /ɣ/, /x/ dan /z/, bunyi fonem
78
plosif /d/, /t/, /p/, /b/, /k/, dan /g/. Bunyi fonem konsonan nasal /m/, /n/, dan /ŋ/, dan yang terakhir ialah bunyi fonem semivokal /y/. Ketika Karim telah berumur 20 bulan, produksi fonologinya masih belum lengkap. Ia masih belum dapat memproduksi bunyi fonem /r/ dan /v/. Hal ini dikarenakan untuk dapat mengucapkan bunyi [r], Karim harus menggetarkan udara yang keluar dari mulutnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sulit untuk anak seumurannya. Oleh karena itu, ketika terdapat suatu kata yang membutuhkan bunyi [r] di dalamnya, Karim akan melenyapkan huruf tersebut seperti pada <merah> ia akan mengucapkannya menjadi [mɛah] dan menjadi [təbaŋ], atau menggantinya dengan bunyi [l] atau [y] seperti pada <motor> akan diucapkan [mɔtɔl] dan <marah> menjadi [mayah]. Namun demikian terdapat perbedaan bunyi antara mengucapkan bunyi [l] pada tempatnya ataupun [l] yang merupakan penggantian bunyi [r]. Ketika Karim mengucapkan , maka ia akan mengucapkannya dengan [lali] dimana bunyi [l] yang pertama ia bunyikan secara penuh sedangkan bunyi [l] yang kedua ia ucapkan separuh atau mengambang sehingga sebelum bunyi [l] akan terdengar bunyi [r] yang tipis. Pada usia 20 bulan, Karim juga belum dapat mengucapkan bunyi [v]. Ketika Karim membaca huruf V, ia akan mengucapkannya dengan [fi]. Bunyi [v] itu sendiri sangat jarang untuk muncul di dalam kosa kata bahasa Indonesia. Selain itu, latar belakang orang tua yang merupakan orang Sunda juga selalu mengganti bunyi [v] dengan [p] atau [f]. Bunyi [v] juga sebenarnya bukan merupakan bunyi yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Jika terdapat sebuah kata yang memiliki huruf tersebut, maka kata itu biasanya merupakan kata serapan dari bahasa luar. Lebih jauh lagi, di usianya yang
79
ke 20 bulan, Karim sudah dapat mengucapkan lebih dari dua kata seperti [mɔ nasi ajah] atau [amih kentut apih juga], dsb. Lain halnya dengan Karim, Vintorez juga memiliki variasi fonem vokal dan konsonan yang bervariasi. Jenis variasi antara fonem-fonem yang diproduksi pun tidak sama antara satu sama lain. Meski demikian, masih terdapat banyak bunyi fonem yang sama-sama telah dapat dikuasai hingga ia berusia 12 bulan. Bunyi fonem vokal yang telah dikuasai Vintorez hingga usia 12 bulan ialah bunyi fonem vokal depan atas /e/, tengah sedang atas /ə/, tengah rendah /a/, depan tinggi atas /i/, dan depan sedang bawah /ɛ/. Konsonan yang telah dikuasai Vintorez ialah bunyi fonem frikatif /h/, /ɣ/, dan /x/, glottal plosif /ʔ/, dan velar nasal /ŋ/. Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi Vintorez, beberapa bunyi sering muncul di dalam babblingnya namun beberapa lainnya hanya muncul secara terbatas. Bunyi-bunyi fonem tersebut juga belum memiliki arti fonetis sehingga dalam memproduksi bunyi-bunyi tersebut Vintorez terdengar seperti mengoceh. Pada usia dua tahun, Vintores telah menguasai beberapa fonem pada semua posisi. Fonem-fonem tersebut ialah /ə/, /a/, /t/, /y/, /h/, /d/, /b/, /m/, /n/, /g/, /p/, /ŋ/, dan /ð/. Pada akhir suku kata, fonem yang baru diperoleh ialah fonem /ɛ/ sedangkan yang baru diperoleh pada posisi tengah yaitu fonem-fonem /x/, /k/, /g/, dan /w/. Fonemfonem yang belum muncul hingga usianya 20 bulan ialah fonem /f/, / l/, /r/, /s/, /v/, /z/,/ ñ/ dan /j/. Di dalam mengujarkan suatu bunyi, Vintorez baru dapat mengujarkan satu kata. Satu kata tersebut juga tidak sepenuhnya diujarkan namun yang diujarkan adalah sylabel akhir. Ketika ia mengucapkan , , , ,
80
maka ia akan mengucapkannya menjadi [ɣa], [dɔŋ], [nih], [təh], dan [ənda]. Vintorez belum dapat mengucapkan lebih dari dua kata.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Vintorez memiliki perkembangan kinesik lebih cepat dari Karim. Namun, di lain sisi, kemampuan komprehensi dan produksi fonologis Karim berkembang lebih cepat dari Vintorez. Di usia 20 bulan, Karim telah memasuki fase holofrasis sedangkan Vintorez masih tertinggal di fase single-word utterances atau ujaran satu kata. Menurut Ingram (1989: 2) mengemukakan tahapan ujaran pada pemerolehan bahasa. Ia menjelaskan bahwa perkembangan pralinguistik terjadi sejak bayi dilahirkan hingga usianya mencapai satu tahun. pada kasus ini, baik Karim maupun Vintores masih masuk ke dalam fase pralinguistik ketika umur mereka satu tahun atau 12 bulan. Pada umur 1218 bulan, tahapan anak masuk ke dalam fase ujaran satu kata atau single-word utterances. Karim memiliki ujaran satu kata ini ketika usianya menginjak usia 14 bulan. Pada usia 15 bulan ujarannya sudah mencapai tahap kombinasi kata atau yang disebut sebagai the first-word combinations. Ingram (1989: 2) mengatakan bahwa ujaran kombinasi ini akan terbentuk ketika usia bayi teah menapai usia 17 – 24 bulan. Dan pada usia tiga tahun ke atas, anak telah memasuki fase kalimat sederhana dan kalimat kompleks. Pada kasus ini, Karim melah mencapai fase kalimat kompleks meski umurnya belum genap dua tahun. Meski demikian produksi fonologisnya masih berupa ujaran anak kecil karena masih terdapat beberapa kata yang belum dapat ia lafalkan dengan sempurna.
81
BAB IV PERLAKUAN LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN FONOLOGI ANAK
Anak-anak yang dijadikan objek penelitian merupakan anak-anak yang tinggal pada lingkungan yang sama, kedua orang tua yang tidak merokok dan relatif memiliki gaya hidup sehat serta berasal dari keluarga menengah. Meski demikian, Karim dan Vintorez memiliki perlakuan lingkungan bahasa yang berbeda. Perlakuan lingkungan berbahasa di sini lebih dfokuskan pada perlakuan bahasa yang dilakukan di dalam keluarga.
4.1 Perlakuan Lingkungan Bahasa pada Karim Karim merupakan anak pertama dari pasangan suami istri Feisal dan Tini. Ketika Karim dilahirkan, kedua orang tua Karim merupakan mahasiswa tingkat magister yang mendapatkan beasiswa dari Dikti sehingga mereka tidak bekerja selama kuliah. Meski demikian, waktu yang mereka miliki tidak cukup untuk dapat secara bergantian mengasuh Karim. Jadwal Kuliah yang terkadang bersamaan serta aktifitas kuliah yang seringkali padat menyebabkan nenek dari Karim pun datang ke Jogja untuk mengurus Karim ketika kedua orang tuanya tidak dirumah. Karim sempat diurus oleh ibunya secara intensif selama tiga bulan. Selanjutnya, ibu dan ayahnya kuliah sehingga Karim diasuh oleh neneknya. Tantenya yang juga kuliah di Jogja kemudian datang turut mengasuh Karim di saat senggang. Dengan demikian, sejak ia
82
82
dilahirkan, Karim tinggal bersama ibu, ayah, nenek, dan tantenya. Terdapat beberapa perlakuan yang biasa dilakukan oleh anggota keluarga Karim sejak baru lahir hingga berumur 20 bulan.
1) Pengenalan Bahasa Sejak Karim berusia 2 bulan, sebelum tidur, ia dinyanyikan, didengarkan ayat suci Al-quran, atau diajak keluar rumah sambil diperkenalkan benda-benda yang berada disekelilingnya. Saat diperkenalkan pada benda-benda, ia hanya diam dan memperhatikan benda yang sedang diperkenalkan. Di pagi hari, Karim akan diajak jalan-jalan menyusuri perumahan. Meski ia belum mengerti mengenai benda-benda, keluarganya tetap mengenalkan setiap benda yang dilaluinya saat berjalan-jalan. Karim juga terlihat seperti memperhatikan setiap benda yang diperkenalkan padanya. Pada awalnya, Karim hanya akan melirikkan matanya pada suatu benda yang diperkenalkan dan ditanyakan padanya. Namun kemudian, ketika organ bicaranya sudah memungkinkan ia dalam mengucapkan bunyi-bunyi, maka ia akan menunjuk segala sesuatu yang membuatnya penasaran. Keluarga Karim akan meberi tahu namanama benda yang ditunjuknya tersebut secara berulang ulang lalu kemudian mengonfirmasi kembali pada Karim.
Dialog 9 OD
: “ini bunga, bunganya warna putih. Kalo yang ini daun, nah kalo yang itu namanya pohon”
83
KM
: (menunjuk pada daun dengan pandangan yang seperti ingin bertanya)
OD
: “ini daun, warnanya hijau. ini bunga, bunganya warna putih., nah kalo yang itu namanya pohon”
KM
: (menunjuk pohon)
OD
: “itu pohon, yang ini daun, yang ini bunga”
KM
: (menunjuk lagi pada pohon, bunga, ataupun daun)
OD
: (menjawab berulang ulang hingga Karim tidak lagi menanyakannya)
Pengenalan terhadap suatu objek tidak hanya dilakukan ketika Karim sedang jalan-jalan namun juga pada setiap kondisi seperti saat mandi, makan, dsb. Sambil memakaikan baju atau menyuapi makan, Karim diperkenalkan pada objek-objek yang berada disekitarnya. Pada video TV DKM 20150203(1), ketika Karim berusia 12 bulan terlihat percakapan antara Karim dan ibunya. Pada saat itu, Karim sedang memegang boneka Hello Kitty kemudian ibunya memberi tahu bahwa boneka tersebut bernama Kitty.
Dialog 10 T
: Kitty
KM
: hah?
T
: Kitty
KM
: ah?
T
: Hello Kitty
84
KM
: hah?
Ibunya akan terus menerus memberi tahu nama boneka tersebut. Hal ini dikarenakan ibunya percaya bahwa perkenalan objek yang dilakukan secara berulangulang dan bersifat berkelanjutan akan mempercepat perkembangan bahasa anak. Selain itu, keluarga Karim juga menempelkan stiker berupa gambar-gambar hewan dan huruf-huruf serta pohon kecil di dinding. Buku-buku bergambar serta buku cerita juga diberikan orang tuanya untuk memperkenalkan bahasa. Pada saat pengenalan bahasa, meskipun telah dilakukan sebelum anak mampu mengucapkan kata, anak telah dapat memproses suatu lambang beserta bunyinya untuk dimasukkan ke dalam kognisinya. Hubungan-hubungan lambang atau benda dengan bunyi, dan dasar-dasar pemakaian lambang atau benda tersebut merupakan suatu proses kognisi yang terjadi di luar bahasa. Namun demikian, proses ini akan erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa. Piaget (dalam Chaer, 2009: 55) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa dan pikiran yang tepat memiliki kaitan yang erat dalam pembentukan bahasa. Ia juga mengungkapkan bahwa ucapan-ucapan bahasa pertama yang keluar memiliki waktu yang serentak dan hubungan yang erat dengan adanya permainan lambang, peniruan, dan bayangan-bayangan mental. Pada dialog 9, dapat dilihat bahwa Karim belum dapat berucap kata-kata sehingga bahasa yang digunakan adalah bahasa non-verbal dengan gerakan kinesik berupa menunjuk, melirik, atau gerakan tubuh lainnya. Jikapun ia mengeluarkan bunyi-bunyi namun bunyi tersebut belum memiliki arti fonemis. Pada percakapan 10
85
juga Karim belum dapat bunyi-bunyi yang memiliki arti fonemis namun jika dilihat dari naiknya intonasi yang terdapat dalam bunyi yang dikeluarkan, intonasi tersebut merupakan intonasi yang digunakan pada saat bertanya. Intonasi tanya tersebut dapat diartikan bahwa Karim menginginkan ibunya untuk mengulang kembali apa nama dari benda yang ia pegang. Beberapa bulan kemudian, saat inventori fonem Karim telah memiliki variasi yang cukup banyak dan ia telah dapat mengucapkan kata pertamanya, perkembangan kemampuan dalam mengucapkan kata-kata berikutnya berkembang dengan sangat pesat. Jika pada data dialog 9 Karim masih menggunakan kemampuan kinesik berupa bahasa non-verbal untuk menunjuk pada benda-benda, maka pada beberapa bulan berikutnya ia telah dapat mengetahui dan mengucapkan beberapa tumbuhan seperti [kəapa] , [pəpaya] pepaya, dan [datuŋ] untuk jagung, [pinus], dsb. Berikut adalah contoh dialog pada pengenalan bahasa Karim. Karim (KM) Tante (T)
Dialog 11 T
: itu yang putih-putih apa, im? Yang bau.
KM
: (diam. Terlihat bingung)
T
: Itu lho yang keluar dari pabrik bata. Yang bau.
KM
: (diam)
T
: itu namanya asap. Bau asap. Liat yang putih im? Itu namanya asap. Bau asap.
86
KM
: [ʃap]
(berjalan pelan) KM
: [pabik. pabik bata]
T
: iya, banyak apanya? Asap!
KM
: [bawu ashap]
2) Kontrol Bahasa Kontrol bahasa dilakukan oleh keluarga Karim sejak ia telah dapat memproduksi bunyi yang telah memiliki makna fonemis. Hal ini dilakukan ketika Karim melakukan kesalahan dalam mengucapkan suatu kata. Ketika Karim melakukan suatu kesalahan dalam mengucapkan suatu bunyi, maka keluarga Karim akan langsung melakukan direct feedback dengan membenarkan ucapan tersebut. Namun demikian mereka juga masih melihat bagaimana kondisi kematangan rongga bicara anak serta kemampuan mereka dalam memproduksi suatu bunyi fonem. Selain itu, kontrol bahasa yang dilakukan ialah dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia ketika berbicara di depan Karim dan melakukannya dengan tidak menggunakan baby talk namun dengan menggunakan bahasa dengan pengucapan orang dewasa. Contoh dialog control bahasa direct feedback. Dialog 12 KM
: [pɛsɛt]
TN
: bukan [pɛsɛt] tapi [pəncet]
87
KM
: [pəsɛt]
TN
: [pəncet] .. [pən cet]
KM
: [pəcet]
TN
: [pən cet]
KM
: [pəncet]
3) Ekspos Bahasa Sejak kecil, Karim juga telah di ekspos dengan bahasa melalui berbagai macam eksposure. Ekspos yang dilakukan tidak hanya melalui media lisan orang dewaasa namun juga melalui, video, gambar-gambar, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, sejak usia 10 bulan, Karim sangat senang mendengar lagu-lagu berbahasa Inggris melalui video dengan visualisasi gambar kartun yang bergerak. Lagu kesukaannya ialah Snow Flakes, Ensee Winsee Spider, Row Row Row Your Boat, Baa Baa Black Sheep, Open Shut Up, dsb. Lagu-lagu tersebut sangat disukai oleh Karim sehingga ia dapat menyetelnya hingga kurang lebih tiga jam dalam sehari. Namun demikian, ketika karim sedang menonton video tersebut, keluarganya akan memberikan bimbingan dan arahan mengenai isi dari video tersebut. Sebagai contoh, ketika lirik lagu tersebut berbunyi ‘baa baa black sheep have you any wool’ dan pada video tersebut memperlihatkan adanya gambar kambing, maka keluarganya akan mengatakan ‘ini sheep artinya kambing, mana kambing, im?’ kemudian Karim akan menunjukkan jarinya pada gambar kambing tersebut. Beberapa waktu kemudian, ketika Karim telah
88
berusia 11 bulan, dan Karim melihat gambar kambing, ia berkata [baa baa] sambil menunjuk pada gambar tersebut. Menonton video yang tepat untuk anak dan adanya pengarahan dari orang tua dapat membantu anak dalam memahami suatu bahasa sekaligus juga meningkatkan bahasa mereka.
Pada awalnya, ketika kematangan produksinya masih belum
memungkinkannya untuk mengucapkan kata, komprehensinya sudah menunjukkan bahwa ia
telah
mengerti
apa
isi
dari
video
tersebut
dan
juga
dapat
mengaplikasikannnya pada kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, pada saat jalanjalan di sebuah perbelanjaan, Karim melihat huruf A. Secara spontan, ia menunjuk pada huruf tersebut dan berucap [a] secara berulang-ulang. Begitu pula ketika ia melihat seekor kambing maka ia akan mengucapkan [baa baa]. Selain itu, komprehensinya dalam mencerna bahasa pun sangat baik. ketika ada nyanyian Open Shut Up maka ia akan menirukan apa yang terdapat di dalam video yaitu dengan membuka dan menutup tangannya lalu bertepuk tangan. Melalui video tersebut juga Karim dapat belajar kosakata dan bagaimana mengucapkannya. Oleh karena itu, pemilihan video yang baik dengan adanya penjagaan dan pengarahan dari orang dewasa akan memberikan manfaat pada anak dalam melatih kebahasaannya.
4) Dongeng Perlakuan selanjutnya yang dilakukan oleh orang tua Karim yaitu dengan mendengarkan cerita dongeng sebelum tidur. Menurut Nursito (2000: 3) dongeng merupakan cerita yang biasanya berhubungan dengan suatu kepercayaan, keajaiban,
89
ataupun kehidupan binatang. Cerita tersebut merupakan cerita yang bersifat non-fiksi atau khayalan. Dongeng juga merupakan suatu cerita belaka yang tidak benar-benar terjadi (Poerwadarminta, 2004: 274). Dari dongeng-dongeng yang ada, Karim senang sekali jika di dengarkan dongeng yang berupa fabel atau cerita binatang. Karim juga akan memintanya dengan berkata [cita kancil! cita kancil!]. Ketika bercerita, keluarganya akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada Karim sehingga diharapkan
dapat
mengecek
komprehensi,
memberikan
kesempatan
dalam
berargumen, serta melatih bahasanya.
Dialog 13 OD
: Gimana ya cerita kancilnya?
KM
: [pada suwatu hali:] (pada suatu hari)
OD
: ada kancil di sebuah hutan yang lebat. Di hutan ada apa aja ya aim?
KM
: [pohon]
OD
: terus ada apa lagi?
KM
: [bəŋa] (bunga)
OD
: iya bener. Kancilnya lari melewati pohon dan bunga yang ada di hutan. Tiba-tiba dia melihat ada temen-temennya lagi berkumpul. temennya kancil siapa ya im?
KM
: [cawi] (burung cawi)
OD
: terus siapa lagi, im?
90
KM
: [gadjah]
Dari dialog di atas dapat dilihat bahwa dongeng yang diberikan juga dibuat menjadi dua arah sehingga Karim juga ikut mendiskusikan dan memberikan masukan dalam cerita. Selain dapat memberikan masukan moral, dongeng juga dapat merangsang dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Monalisa (2014: 11) menyimpulkan bahwa dongeng dapat meningkatkan kemampuan kebahasaan anak. Hal ini juga meningkatkan kebahasaan Karim karena dengan adanya stimulus yang dilakukan secara terus menerus mengakibatkan Karim untuk selalu melatih kemampuan bahasanya. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan Karim yang telah mampu memberikan respon dengan mengutarakan apa yang inginkan ataupun yang tidak ia inginkan. Sebagai contoh, ketika ibunya sedang bercerita dan Karim tidak setuju dengan alur cerita yang dibuat oleh ibunya, Karim akan menyela dengan mengatakan [amau kancil cawi ajah] ia juga sesekali meminta persetujuan ibunya dengan mengatakan [cawi aja yaʔ?].
4.2 Perlakuan Lingkungan Bahasa pada Vintorez Di dalam kesehariannya, Vintorez diasuh oleh kakak sepupunya yang bernama Iga. Ibunya merupakan seorang dokter gigi yang biasa pergi praktek dengan waktu yang tidak menentu. Pada tiga bulan pertama usia Vintorez, ibunya sering meninggalkan Vintorez di rumah bersama dengan Iga. Selepas usia tiga bulan, ibunya memiliki jadwal praktek yang lebih fleksibel sehingga memiliki banyak waktu di rumah. Namun demikian, ibunya memulai bisnis online shop sehingga meskipun
91
dirumah terkadang ia sibuk dengan gadgetnya sehingga orang yang lebih banyak dekat dengan Vintorez ialah Iga. Ayahnya bekerja pada suatu perusahaan di luar Jawa sehingga dalam waktu satu bulan, ayahnya memiliki waktu dua minggu bekerja dan dua minggu bersama keluarga. Di dalam perlakuannya terhadap bahasa Vintorez, tidak ada perlakuan secara khusus yang dapat mengekspos bahasa Vintorez. Ketika diajak jalan-jalan atau bermain, keluarganya sangat jarang memberikan pengetahuan-pengetahuan bendabenda yang berada disekelilingnya secara langsung. Meka akan memberi tahu nama suatu benda hanya ketika terdapat suatu kejadian tertentu seperti ketika Vintorez tidak berhati-hati ketika berlari dan terlihat terdapat batu besar maka keluarganya akan berkata ‘awas Vintorez ada batu, hati-hati!’ atau ‘itu bunganya jangan dicabut, Vinto!’. Berikut adalah penggalan keseharian yang diambil saat Vintorez berusia 20 bulan. Vintorez (VT) Ayah (A) Dialog 14 A
: hap! (melempar bola)
VT
: [ha:p] (mengambil bola dan tertawa kemudian melemparkannya kembali)
A
: (tersenyum.. mengambil bola kemudian melemparkannya kembali)
VT
: (bola memantul melewati Vintorez) [a: a: hɛ:h] (tertawa)
A
: (mengambil bola dan melemparkannya lagi)
VT
: [aəhh hɛah] (tertawa kemudian mengambil bola)
92
Dengan demikian, input yang masuk pada Vintorez hanya terjadi secara spontan sehingga intensitas eksposur bahasanya tergolong lebih sedikit dari yang dilakukan oleh keluarga Karim. Meski demikian, Vintorez telah dapat mengucapkan ujaran satu kata. Berikut adalah penggalan dialog yang dilakukan oleh peneliti (P) dan Vintorez (VT) Dialog 15 P
: Vinto makan apa?
VT
: [mpɛ] (makan tahu)
P
: itu bukan tempe, itu tahu. Enak tahunya?
VT
: [naʔ] <enak>
(tahunya terjatuh dan akan dimakan kembali oleh Vintorez) P
: Jangan dimakan tahunya, bilang ke kakak Iga Vinto minta tahu lagi. Ini tahunya sudah jatuh. Tante buang aja ya?
VT
: (melihat ke arah peneliti kemudian berlari ke dalam rumah) [ta: ta:
m
pɛ mpɛ]
Di dalam penggunaan bahasa sehari-hari, keluarga Vintorez menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar yang digunakan ketika berbicara dengan Vintorez. Namun, antara ibu dan kakak sepupunya seringkali menggunakan bahasa daerah ketika berbicara di depan Vintorez.
93
4.3 Pengaruh Perlakuan Lingkungan pada Pemerolehan Bahasa Karim dan Vintorez Kemampuan berbahasa pasti dimiliki oleh semua anak normal yang baru dilahirkan. Meskipun waktu yang diperlukan berbeda beda dari setiap anak, pada akhirnya mereka akan dapat berbahasa. Seorang bayi manusia yang baru lahir akan langsung menangis dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang kemudian pada beberapa bulan berikutnya organ suaranya akan berkembang dan bunyi-bunyi yang dikeluarkan akan menjadi lebih bervariasi dan menjadi celotehan. Teori struktural universal yang dikembangkan oleh Jakobson (1968) mempercayai bahwa pada masa bayi baru dilahirkan hingga usia celotehan, celotehan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai bahasa karena celotehan tersebut merupakan bunyi-bunyi tanpa tujuan dan bukan untuk berkomunikasi. Fase ini disebut juga dengan fase senyap atau tahap prabahasa. Jakobson berpendapat bahwa bahasa pertama dimula ketika anak telah dapat memperoleh kata pertamanya dengan tahap pemerolehan bahasa yang sama pada setiap bayi yang telah ditentukan oleh hukum-hukum yang bersifat universal yang disebut the laws of irreversible solidarity (Jakobson, 1968: 68). Lain halnya dengan Jakobson, Ingram (1989) mempercayai bahwa pada tahap membabel, anak tidak melakukannya secara semaunya melainkan seluruh proses yang teratur dan berkembang untuk dapat memperoleh kemampuan fonologi. Ingram juga mengatakan bahwa yang menentukan pemerolehan bunyi-bunyi pertama pada anak bukanlah melalui nurani namun melalui masukan-masukan yang didengar oleh
94
anak.Teori yang dikemukakan oleh Ingram ini disebut dengan teori kontras dan proses. Pada kasus Karim dan Vintorez, hasil menunjukkan bahwa kemampuan bahasa Karim berkembang lebih cepat daripada Vintorez. Ini menunjukkan bahwa perlakuan lingkungan memiliki peran dalam memasukkan input yang dapat mempercepat proses pemerolehan bahasa. Exposur bahasa melalui pesan dongeng, adanya turn taking saat mendongeng atau berbicara, eksposur melalui video, buku dan gambar, serta pengenalan-pengenalan terhadap lingkungan akan menstimulus mental dalam pengenalan nama-nama serta bagaimana mengucapkan nama-nama tersebut. Proses pengenalan dan eksposur terhadap bahasa akan melibatkan pikiran atau kognisi yang dapat mempercepat proses pemerolehan bahasa. Piaget (via Chaer, 2009: 228) merumuskan tiga tahap dalam perkembangan kognitif anak. Tiga tahap tersebut merupakan tahap sensomotorik, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Pada dua tahun pertama, bayi masih masuk ke dalam tahap sensomotorik. Pada tahap ini bayi hanya dapat berfikir berdasarkan hubungan dengan pengalaman-pengalaman dan tindakan-tindakan yang sederhana. Daya ingat memori mereka pun belum sempurna dan belum mampu mengantisipasi hal-hal yang akan datang. Oleh karena itu, stimulus yang dilakukan berupa memberikan penguatan melalui pengalaman-pengalaman dengan memberikan pengetahuan secara terus menerus akan mempercepat bayi dalam berbicara. Eksposur bahasa yang akan memberikan rangsangan pengalaman-pengalaman bayi juga diberikan secara ringan sambil bermain. Sebagai contoh, ketika sedang
95
mendongeng dan melakukan turn taking namun kemudian anak sedang enggan memberikan respon maka orang dewasa dapat meneruskan dongeng tersebut atau ketika melihat anak sudah merasa bosan maka dongeng tersebut akan diakhiri. Dongeng, turn taking, pengenalan terhadap lingkungan, dsb. yang dilakukan terhadap Karim mampu mempercepat kemampuan Karim dalam berucap atau berbahasa. Berikut adalah salah satu contoh potongan percakapan yang dilakukan antara Karim dan Ibunya pada saat mendongeng (data TA DKM 20151023). Dialog 16 KM
: kə(l)apa
T
: owh di atas pohon kelapa
KM
: pəpaya
T
: trus di atas pohon apa?
KM
: paya
T
: terus pas dia udah bertelur, tiba-tiba datang srigala, im. nah srigalanya itu makan telornya,, burung apa tadi namanya?
KM
: (tidak merespon, memainkan sikut ibunya)
T
: yang bener donk nak, sayang. Nah, terus, pas srigalanya lewat, dia berkata ‘Wow, ada telur banyak’. telurnya ada berapa ya, im?
KM
: ʃatu
T
: kok satu? Kalo satu gak banyak.
96
Karim juga telah dapat mengucapkan lebih dari dua kata. Hal tersebut dapat dilihat pada dialog berikut. Dialog 17 KM
: [aʔim kut yaʔ]
T
: ikut kemana?
KM
: [ʃana]
T
: Jangan ah, udah dirumah aja. Ini kuenya dimakan!
KM
: [amawu buwat tantə aja yaʔ]
Meski demikian, kemampuan mengucapkan kata yang dilakukan oleh anak terbatas pada bagaimana kemampuan penguasaan artikulasi. Pada tahun pertama, baik Karim maupun Vintorez masih belum dapat mengucapkan sebuah kata yang memiliki arti fonemis meskipun Karim telah diberikan perlakuan berupa eksposur bahasa. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut kemampuan artikulasi Karim masih belum memungkinkannya dalam mengucapkan kata tersebut. Meski demikian, perlakuan tersebut sedikitnya memberikan pengaruh pada variasi bunyi ocehan yang keluar. Karim yang memiliki perlakuan eksposur bahasa lebih banyak memiliki variasi bunyi yang lebih bervariasi dari Vintorez. Perlakuan lingkungan yang lebih menekankan pada eksposur bahasa dapat melatih artikulasi anak sehingga akan berkembang dengan lebih cepat. Jika dilihat dari beberapa teori pemerolehan bahasa yang ada, kasus Karim dan Vintorez cenderung mengikuti teori kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget.
97
Dalam teori kognitif, Piaget dan Mc. Namara (dalam Chaer, 2009: 180) berpendapat bahwa anak-anak lebih dahulu mengembangkan proses-proses kognitif yang bukan linguistik barulah kemudian mereka akan memperoleh lambang-lambang linguistik itu. Jadi, pemerolehan bahasa bergantung pada pemerolehan proses-proses kognitif itu. Kematangan dari proses-proses kognitif itu juga dipengaruhi dari keterlibatan langsung antara anak dan lingkungannya. Oleh karena itu, perlakuan lingkungan berperan dalam memberikan intensitas keterlibatan anak dengan lingkungannya. Karim yang memiliki keterlibatan dengan lingkungan yang lebih intense dari Vintorez pada usia yang sama mampu memproduksi fonem yang lebih bervariasi. Pengembangan fonem yang dimilikinya pun juga lebih bervariasi. Pengembangan pemerolehan bahasa mereka pun cenderung memiliki karakteristik yang sama dengan apa yang diungkapkan oleh teori kognitif. Baik Karim maupun Vintorez memiliki perkembangan proses kognif terlebih dahulu daripada perkembangan fonologinya. Pada usia yang sama, Karim telah mampu bereaksi terhadap alam sekitarnya sedangkan Vintorez tidak. Sebelum usia satu tahun, Karim telah mampu menunjuk benda-benda baik saat benda tersebut ada ataupun tidak ada. Sebagai contoh, setiap pagi dan sore hari Karim selalu melihat pesawat dan orang dewasa selalu berkata dan memberi tahu Karim bahwa benda tersebut adalah pesawat. Beberapa hari kemudian, ketika Karim ditanya dimana letak pesawat, ia menunjuk pada tempat yang sama dimana pesawat itu biasa lewat meskipun pesawat tersebut tidak ada. Peristiwa ini dalam teori kesemestaan kognitif disebut sebagai kekekalan benda. Setelah ia dapat bereaksi terhadap lingkungan
98
tersebut, kemudian ia juga mampu membentuk representasi simbolik dimana ia juga telah dapat merepresentasikan bentuk pesawat terhadap gambar-gambar ataupun simbol pesawat. Sejalan dengan kematangan kognitif yang terjadi terlebih dahulu, kemudian struktur linguistiknya pun mulai terbentu dimana Karim kemudian dapat mengucapkan kata menjadi [ʃawat]. Hal yang sama terjadi pada Vintorez beberapa bulan kemudian ketika Vintorez telah diberikan interaksi terhadap pesawat. Namun, dikarenakan input yang masih kurang terhadap benda yang bernama pesawat, Vintorez belum dapat mengucapkan kata . Proses yang sama yang telah terjadi pada Vintorez yaitu dalam pengenalan terhadap cicak. Saat ini Vintorez telah dapat mengenali dan mengucapkan kata dengan sebutan [cəcaʔ]. Meskipun
demikian,
dalam
kasus
ini,
perlakuan
lingkungan
tidak
mempengaruhi urutan pemerolehan bunyi secara signifikan. Hal ini dibuktikan dengan bunyi vokal yang pertama kali muncul saat ujaran satu kata ialah bunyi vokal [a] pada [yaya] . Bunyi-bunyi yang lain pun muncul sesuai dengan kaidah bunyi universal yang diprediksikan oleh Jakobson dimana bunyi kontras hambat bilabial dan hambat dental atau hambat alveolar diperoleh terlebih dahulu daripada kontras-kontras antara bilabial dan velar atau diantara dental dengan velar. Hingga saat ini, baik Karim maupun Vintorez belum dapat mengucapkan bunyi likuida [l] dan [r]. Bunyi tersebut dikatakan oleh Jakobson akan diperoleh di akhir. Bunyi yang juga diperoleh diakhir ialah bunyi-bunyi [w] dan [y]. Namun pada kasus ini, bunyi [y] telah diperoleh justru pada saat pertama kali Karim dan Vintorez mengucapkan
99
kata. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlakuan lingkungan bahasa anak dapat mempengaruhi percepatan pemerolehan bunyi namun kecil kemungkinan dapat mempengaruhi urutan bunyi.
100
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Pada proses pemerolehan bahasa, anak sedikit demi sedikit mampu memproduksi satuan-satuan lingual. Satuan-satuan lingual ini kemuadian akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih kompleks sehingga pada akhirnya seorang anak yang tidak dapat berbahasa ketika dilahirkan, setelah beberapa tahun akan mampu berbahasa dengan fasih. Komponen bahasa yang pertama kali diperoleh oleh anak ialah komponen fonologi. Seorang anak akan sedikit demi sedikit mampu memproduksi bunyi-bunyi dari yang awalnya tidak memiliki makna seperti dekutan atau celotehan menjadi bunyi-bunyi yang bermakna. Proses pemerolehan bahasa itu sendiri tidak terlepas dari faktor lingkungan anak dibesarkan yang akan memberikan input-input bahasa pada anak. Perlakuan yang dilakukan oleh lingkungan dalam memberikan input bahasa pada anak pun berbeda-beda. Perlakuan ini pastilah dapat mempengaruhi beberapa aspek pada anak. Seorang anak dapat lebih cepat menguasai bahasa daripada anak sebaya lainnya. Hal ini bisa saja dipengaruhi dari bakat inteligensi anak sejak lahir. Namun, bakat ini tidak akan muncul tanpa adanya stimuli dari lingkungan. Beberapa teori mempercayai bahwa lingkungan tidak akan mempengaruhi pemerolehan bahasa anak, namun beberapa lainnya mengemukakan bahwa lingkungan sedikit banyak dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak. Oleh 100
101
karena itu perlulah diteliti untuk ditemukan sejauh mana pengaruh lingkungan tersebut mempengaruhi pemerolehan bahasa anak. Di dalam penelitian ini, pengaruh lingkungan dikaji untuk ditemukan sejauh mana pengaruh lingkungan ini memiliki dampak pada pemerolehan fonologi anak. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis pada bab-bab sebelumnya, maka berikut adalah hasil simpulan yang ditemukan. 1. Pada pemerolehan fonologi, pada saat Karim dan Vintorez dilahirkan, keduanya sama-sama hanya mengeluarkan bunyi tangisan yang terdiri dari bunyi glottal [ʔ], frikatif [h], velar nasal [ŋ], dengan bunyi vokalnya adalah [ɛ], [ə], dan [a]. Hal yang sama juga akan terjadi pada bayi manapun yang baru dilahirkan. Tahap ini terjadi pada usia 0-4.5 bulan. 2. Perbedaan dari banyaknya intensitas dan variasi bunyi yang keluar dari ocehan mereka terjadi sejak saat usia mereka 6 bulan. Hingga usia 20 bulan, Karim telah memiliki variasi bunyi yang lebih banyak dari Vintorez. Pada celotehan Karim, bunyi-bunyi yang dihasilkan ialah vokal [e], [ɛ], [ə], [a], [u], dan [ɔ], serta konsonan [b], [p], [t*], [d*], [j], [k*], [g*], [m], [n], [z], [y], [h], [ŋ], dan [ɣ]. Pada usia 20 bulan, Karim telah menguasai seluruh vokal sedangkan konsonan telah ia kuasai kecuali bunyi likuida [l] dan [r]. Untuk mengucapkannya, ia hanya melakukan retrofleksi, penggantian bunyi menjadi [y], atau dilesapkan. Karim terkadang mengucapkan [r] menjadi [l], namun dalam mengucapkan pada kata yang memiliki fonem /l/, ia hanya
102
membunyikannya dengan tidak utuh [l]. Hal yang terjadi pada Vintorez, ia tidak mengalami perkembangan pada gugus vokalnya namun pada konsonan ia telah memiliki beberapa tambahan pemerolehan konsonan berupa [p], [b], [t], [d], [k*], [g*], [m], [n], [w*], [y], dan [ŋ]. Tanda bintang pada bunyi menunjukkan bunyi tersebut telah muncul namun secara terbatas. Hal yang menarik pada Vintorez, ketika pada awal pemerolehan bahasanya, ia telah dapat mengucapkan [iɣa] atau bahkan [iɣga] ketika memanggil pengasuhnya yang bernama Iga. Namun, pada usia 20 bulan, bunyi [ɣ] atau [ɣg] tersebut berubah menjadi [t] sehingga Vintorez memanggil pengasuhnya dengan sebutan [ita]. 3. Meskipun variasi bunyi yang di dapat oleh Karim lebih banyak dari Vintorez, namun urutan-urutan bunyi yang diperoleh antara Karim dan Vintorez sejak mereka dapat mengucapkan kata adalah sama. Pada usia 0 bulan, vokal yang diucapkan oleh Karim bukanlah [a]. Vokal terbuka [a] baru muncul saat usia Karim 1 bulan. Namun, ketika dapat mengucapkan satu kata, baik Karim maupun Vintorez pertama kali dapat mengucapkan vokal terbuka [a]. Oleh karena itu, meskipun tidak sepenuhnya, mereka menganut teori pemerolehan fonologi universal dari Jakobson dimana kontras vokal pertama yang diperoleh ialah vokal lebar [a] dan vokal [i] kemudian diikuti oleh vokal [u]. Namun pada saat pengucapan kata yang bermakna terbentuk, baik Karim maupun Vintorez mengontraskan ketiga
103
vokal tersebut dengan vokal-vokal lainnya seperti [aen] <main> dan [ətə] . Pada pemerolehan konsonan juga mengikuti teori pemerolehan fonologi universal dimana kontras antara hambat bilabial dengan hambat dental atau hambat alveolar diperoleh lebih dahulu daripada dengan velar [k] dan [g]. Namun, ketika Jakobson meramalkan bahwa bunyi luncuran [y] dan [w] muncul diakhir, maka hal tersebut tidak terjadi pada kasus Karim maupun Vintorez dimana mereka telah dapat mengucapkan bunyi glide [y] pada [yaya] atau ketika Karim mengucapkan [win] . Meski demikian bunyi likuida [l] dan [r] tetaplah diperoleh di akhir. 4. Dalam pemerolehan konsonan, sebelum Karim maupun Vintorez dapat mengucapkan konsonan tersebut dengan sempurna seperti halnya yang diucapkan oleh orang dewasa, beberapa bunyi konsonan akan mengalami adanya bunyi sertaan yang muncul. Pada proses artikulasi sertaan, bunyibunyi sertaan yang muncul pada Karim dan Vintorez memiliki persamaan dan perbedaan. Bunyi sertaan yang sama antara Karim dan Vintorez ialah adanya bunyi-bunyi labialisasi dan glotalisasi. Sertaan labialisasi contohnya seperti pada saat Karim mengatakan [apwu] untuk dan Vintorez mengatakan [apwa] untuk <sapi>. Sertaan glotalisasi contohnya pada saat Karim mengatakan [buʔuŋ] untuk dan pada saat Vintorez mengoceh ia mengeluarkan suara-suara seperti [paʔpba]. Pada perbedaan bunyi sertaan yang terjadi pada Karim maupun Vintorez, Vintorez
104
mengalami sertaan velarisasi seperti saat ia memanggil pengasuhnya dengan mengatakan [ixɣa] sedangkan Karim tidak mengalami velarisasi. Selain itu, Karim telah mengalami beberapa sertaan pada proses artikulasinya seperti bunyi-bunyi aspirasi [h] pada [phopho] untuk (tidur), bunyi retrofleksi [r] pada [motorl] untuk <motor>, dan nasalisasi [m] pada konsonan hambat bersuara [b]. Contoh untuk nasalisasi ialah [mbotorl] untuk dan [mbəndɛa] untuk . 5. Pada saat ia mulai dapat memproduksi kata-kata, bunyi yang diucapkan hanyalah bunyi pada silabel terakhir atau ultima. Pada saat pertama kali mengucapkan kata, ia memanggil ayahnya dengan sebutan [ya ya] kemudian [yah] sehingga terbentuklah KV kemudian KVK. Hingga usia dua tahun, Karim bahkan telah mampu mengucapkan kalimat kompleks seperti [apih kəntut amih juga], [aʃik bəi naʃi kuniŋ], [ayah maapin aim yaʔ], dsb. Pemerolehan yang sama juga terjadi pada Vintores, sebelum ia dapat mengucapkan kata-kata, kata yang memiliki makna fonemis pertama kali ialah saat ia memanggil pengasuhnya dengan sebutan [ɣa] dengan bentuk KV namun kemudian berkembang menjadi [əɣa]. Ia juga pertama kali memanggil ayahnya dengan mengatakan [ya ya ya] (KV KV KV) yang diucapkan berkali-kali. 6. Dari data hasil pemerolehan fonologi antara Karim dan Vintorez dapat disimpulkan bahwa pemerolehan fonologi Karim terlihat lebih cepat
105
daripada pemerolehan fonologi yang diproduksi oleh Vintorez. Pada usia yang sama Karim telah mampu mengucapkan dengan ucapan yang hampir sempurna [kəreta] sedangkan Vintorez masih mengucapkannya sebagai [teta]. Pada usia 20 bulan Karim juga telah mampu memproduksi atau mengucapkan kalimat informal kompleks yang sudah melebihi fase holofrastis. 7. Berdasarkan pengaruh perlakuan lingkungan, lingkungan sedikitnya dapat mempengaruhi dalam mendorong percepatan pemerolehan fonologi namun tidak pada urutan pemerolehan fonologi. Dari hasil analisis didapatkan bahwa Karim dan Vintorez cenderung memiliki gejala yang sesuai dengan hipotesis kesemestaan kognitif. Pemerolehan kognitif terjadi terlebih dahulu daripada pemerolehan linguistik. Di dalam pemerolehan fonologi yang termasuk ke dalam pemerolehan linguistik, pemerolehan kognitif berupa pengenalan terhadap lingkungan mampu mempengaruhi percepatan dalam pemerolehan produksi fonologi. Pemerolehan kognitif ini tergantung pada eksposur atau intensitas interaksi yang diberikan pada anak. Ketika anak telah banyak berinteraksi dengan lingkungan, maka kecerdasan mereka akan mengenali lingkungan pun semakin meningkat sehingga mereka akan dengan cepat mampu mengembangkan kemampuan fonologis mereka. Meski demikian, urutan pemerolehan bunyi tidak dapat dipengaruhi dari lingkungan.
106
5.2 Saran- Saran Pemerolehan bahasa anak memiliki keunikan tersendiri di dalam prosesnya. Seorang anak, yang ketika dilahirkan tidak dapat berbahasa maupun mengerti bahasa akan dengan cepat menguasai bahasa hanya dalam waktu kurang lebih empat tahun. hal ini sangat berbeda dengan orang dewasa yang mempelajari bahasa kedua. Orang dewasa tersebut akan mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa baru hingga bertahun-tahun. Oleh karenanya, bagaimana proses pemerolehan bahasa dapat terjadi begitu cepat mulai dipelajari sehingga diharapkan dapat menginspirasi para pendidik maupun pembelajaran dalam proses pembelajaran bahasa khususnya bahasa asing. Dari segi pendekatan dan konsep, pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa sangatlah berbeda. Pemerolehan bahasa didapatkan anak melalui proses alamiah sejak anak belum memiliki kemampuan berbahasa. Lain halnya dengan pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa terjadi saat anak telah memiliki bahasa pertamanya namun ia ingin mempelajari bahasa lainnya. Oleh karena itu, proses yang terjadi pun tidak secara alamiah namun dengan adanya kesadaran dengan melakuan pembiasaan-pembiasaan terhadap bahasa target. Di dalam proses pemerolehan bahasa, masih terdapat banyak hal yang belum terpecahkan. Beberapa diantaranya ialah mengenai bagaimana pemerolehan leksikon dan semantis, apa yang menyebabkan terjadinya fis phenomenon pada anak, dsb. Ketika peneliti sedak melakukan pengumpulan data, ada suatu hal yang menarik yang terjadi pada Karim. Pada saat itu, Karim telah berusia sekitar satu tahun setengah. Pada usia tersebut, Karim sudah mulai senang dalam mempelajari alphabet dari A
107
hingga Z. Jika terdapat poster atau apapun yang terdapat alphabet di dalamnya, Karim akan membunyikan tiap alphabet satu per satu. Sebagai contoh, ketika sedang berjalan-jalan, dia melihat huruf N pada kata PELAN-PELAN yang terdapat di aspal jalan. Kemudian, Karim yang pada saat itu sedang digendong berucap dengan cukup keras sambil memfokuskan matanya pada jalan. Ia mengucapkan [en en en] secara berulang-ulang. Awalnya, peneliti tidak mengetahui apa maksud dari ucapannya, namun ketik melihat pandangan Karim yang selalu melihat aspal jalan, peneliti mengerti bahwa ia menemukan huruf N. Peneliti pun merespon dengan berkata ‘ oh iya itu huruf N, nah kalau yang itu apa?’ sambil menunjuk pada salah satu huruf. Karim pun menyebutkan huruf tersebut satu per satu. Satu hal yang membuat menarik ialah pada suatu hari, ketika ayah ibunya terbangun, ia mendapati karim sedang memandang kedua tangannya dengan posisi tubuh yang masih tiduran. Saat memandang kedua tangannya, ia bergumam sendiri dengan terus menerus berkata [em em em]. Orang tuanya yang merasa penasaran kemudian membuka telapak tangan mereka. Ia menyadari bahwa yang dimaksud dengan huruf M ialah garis tangan Karim yang menyerupai huruf M. Hal ini juga terjadi pada benda lainnya dimana Karim mengasosiasikan gantungan baju, jendela yang terbuka dengan sanggaan ditengahnya dengan huruf A; jam dinding, bulan, roda dengan huruf O; simpul kursi, rangka jemuran baju dengan huruf X, dsb. Jika diperhatikan, fitur-fitur dari gantungan baju dan jendela yang terbuka menyerupai fitur yang terdapat pada huruf A (+ terdapat dua garis tegak lurus vertikal yang menyatu pada bagian ujungnya serta satu garis tegak lurus horizontal pada bagian tengahnya). Begitu pula
108
dengan huruf O yang memiliki fitur (+bulat) dan (+lingkaran), ia asosiasikan dengan bulan dan jam dinding yang memiliki fitur yang sama (+bulat) dan (+lingkaran). Dari kasus tersebut, terdapat sebuah pertanyaan yang dapat dirumuskan yaitu mengenai bagaimana hubungan pemerolehan leksikon dengan persepsi semantis yang terdapat di dalam pikiran anak. Meski demikian, ketika Karim memperoleh leksikon tumbuhtumbuhan, ia tidak memiliki generalisasi pada tumbuhan-tumbuhan tersebut. Ia telah dapat membedakan pohon mangga, pohon nangka, pohon jambu, pohon pinus, pohon jagung, pohon singkong, pohon pisang, pohon kelapa, dsb. Mengapa demikian? Kasus lainnya terjadi ketika Karim sedang bermain air dan kemudian terjadilah sebuah percakapan. Dialog 18 OD
: ini apa, im?
KM
: ail
OD
: ail?
KM
: bukan
OD
: air apa ail?
KM
: ail
OD
: iya ail?
KM
: bukan.. ail
OD
: air?
KM
: ail
109
Fenomena yang terjadi pada dialog di atas disebut juga dengan fis phenomenon. Gejala fis phenomenon ini dikemukakan oleh Berko dan Brown (via Dardjowidjojo, 2000: 103) yang merupakan gejala pada anak dimana anak tidak dapat mengucapkan bunyi [š] pada kata fish. Bunyi [š] mereka ucapkan menjadi [s] sehingga menjadi [fis]. Namun, ketika orang lain yang mengatakan [fis], anak tersebut akan menolak. Pada dialog di atas, Karim juga menolak ketika orang lain mengatakan [ail] untuk air sedangkan ia sendiri mengucapkannya dengan [ail]. Jika dilihat dari gejala fis phenomenon, ketika orang dewasa memberikan klarifikasi dengan bertanya dan mengucapkan kata yang salah, anak tersebut menolak meskipun ia sendiri mengucapkannya. Akan tetapi, ketika klarifikasi tersebut dilakukan secara langsung atau direct, fenomena fis phenomenon tidak terjadi. Salah satu contohnya terdapat pada dialog antara Karim dan tantenya. Dialog ini diambil ketika Karim sedang bermain motor ayahnya dan menekan tombol klakson. (KM = Karim, TN = Tante) Dialog 12 KM
: [pɛsɛt]
TN
: bukan [pɛsɛt] tapi [pəncet]
KM
: [pəsɛt]
TN
: [pəncet] .. [pən cet]
KM
: [pəcet]
TN
: [pən cet]
KM
: [pəncet]
110
Tanpa melakukan suatu penolakan, Karim cenderung akan menirukan apa ucapan yang dikoreksi oleh orang dewasa atau tantenya. Peniruan akan dilakukan secara sempurna
ketika
fisiologis
artikulatoris
anak
telah
memungkinkan
untuk
mengucapkan fonem-fonem yang terdapat pada kata. Mengapa bisa terjadi demikian? Adakah pengaruh dari cara bicara orang dewasa terhadap perkembangan fonologi anak? Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlulah digali dan kaji lebih dalam untuk mengetahui jawabannya. Oleh karena itu, pembaca diharapkan tergerak hatinya untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam untuk dapat mengungkapkan tabir mengenai pemerolehan bahasa anak atau bagaimana psikologis mempengaruhi bahasa anak, dan lain sebagainya. Penulis juga berharap agar penelitian ini mampu menginspirasi pembaca dalam melakukan penelitian-penelitian lanjutan sehingga pada akhirnya misteri bahasa manusia dapat terpecahkan.
DAFTAR PUSTAKA
111
Buku, makalah dan tulisan ilmiah Alamsyah, Teuku, Taib, Rostina, Azwardi, dan Idham, Muhammad. 2011. Pemilihan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama Anak dalam Keluarga Masyarakat Aceh Penutur Bahasa Aceh di Nangroe Aceh Darussalam. Malay Language Education Journal (MyLEJ), Vol. 1(2), 31-44. Bornstein, M.H., Leach, D.B., & Haynes, O.M. 2004. Vocabulary Competence in First-and Second Born Siblings of the Same Chronological Age. Journal of Child Language, Vol. 31, 855– 873. Chaer, Abdul. 2003. Lingusitik Umum. Jakarta: Rhineka Cipta. __________. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. __________. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Daneshvar, Arezoo, and Sadighi, Firroz. 2014. The Effects of Mothers’ Age, Educational Level, Occupation and Children’s Birth Order on Iranian Preschoolers’ Communicative Performance. International Journal of Educational Investigations, Vol. 1(1), 205-219. Tersedia Online: http://www.ijeionline.com/attachments/article/31/IJEIonline_Vol.1_No.1_pp.20 5-219_Daneshvar-Sadighi.pdf [diakses pada tanggal 14 September 2014] Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. ECHA: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. __________. 2005. Psiko- Linguistik: Pengantar pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Evans, G.W. 2004. The Environment of Childhood Poverty. American Psychologist, Vol. 59(2), 77-92. Hoff-Ginsberg, E. 1991. Mother-Child Conversation in Different Social Classes and Communicative Settings. Child Development, Vol. 62, 782–796. ___________. 1998.The Relation of Birth Order and Socioeconomic Status to Children‘S Language Experience and Language Development. Applied Psycholinguistics, Vol. 19, 603–629. Ingram, David. 1989. First Language Acquisition: Method, Description, and Explanation. Cambridge: Cambridge University Press.
112
Jakobson, Roman. 1968. Child Language, Aphasia, and Phonological Universals. The Hague: Mouton Publisher. _________. 1971. Studies on Child Language and Aphasia. The Hague: Mouton Publisher
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.Yogyakarta: Carasvatibooks. Lewis, M., & Wilson, C. D. 1972. Infant 111 development in lower class American families. Human Development, Vol. 15(2), 112-127. Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar-Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasution. 1992. Metode Research. Bandung; Jemmars. Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Jogjakarta: Nusa Indah. Pinker, Steven. 1994. The Language Instinct. New York: Herper Perennial Modern Classics. Poerwardarminta, W.J.S.. 2004. Kamus besar bahasa indonesia. Balai pustaka Schutz, Ricardo. 2014. Stephen Krashen's Theory of Second language Acquisition. Tersedia Online: http://www.sk.com.br/sk-krash.html [di akses pada tanggal 14 September 2015] Siegel and Cocking, R. 2000. Cognitive Development from Childhood to Adolescence: A Constructivist Perspective. Tersedia Online: http://fccl.ksu.ru/papers/gp002.htm [di akses pada tanggal 14 September 2015]. Steinberg, Danny D., Nagata, Hiroshi, dan Aline, David P.. 2001. Psycholinguistics: Language, Mind, and World. United Kingdom: Routledge. Subiyakto N, Sri Utari. 1988. Psikolinguistik: Suatu Pengantar, Jakarta: Depdikbud. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.. Tulkin, S. R., dan Kagan, J.. 1972. Mother-Child Interaction in the First-year of Life. Child Development, Vol. 43, hal. 31-41.
113
Wawancara Wawancara Risma, Jetis Harjo, Sleman, Yogyakarta, 14 Oktober 2015, Pukul. 09.3010.00 WIB Wawancara Supartini, Padamara, Purbalingga, Jawa Tengah, 28 Oktober 2015, Pukul. 13.13-13.55 WIB