BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dibentuk mempunyai tujuan agar terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional serta terwujudnya etika dalam berlalu lintas dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyrakat. Dengan adanya Undang-undang yang mengatur lalu lintas dan angkutan jalan ini dapat menyeimbangkan antara peranan transportasi saat ini dengan adanya permasalahan mengenai transportasi tersebut. Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional secara terpadu agar mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur dan lancar. Lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan roda transportasi lain. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna nasional yang optimal, di samping harus ditata roda transportasi laut, udara, lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai kesamaan wilayah pelayanan di daratan dengan perkeretaapian, angkutan sungai, danau, dan penyebrangan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem secara tepat, serasi, seimbang, terpadu sinergetik antara satu dengan yang lainnya, mengingat penting dan
Universitas Sumatera Utara
strategisnya peranan lalu lintas dan angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh Negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar daya jangkau dan pelayanannya lebih luas kepada masyarakat, dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, kordinasi antara wewenang pusat dan daerah antara instansi, sektor, dan unsur
yang
terkait
serta terciptanya keamanan dan ketertiban dalam
menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu. Keseluruhan hal tersebut tercantum dalam satu undang-undang yang utuh yakni di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undangundang ini menggatikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan juga belum tertata dalam satu kesatuan sistem yang merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan. Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggungjawab para penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan angkutan jalan. Pada perkembangannya, lalu lintas jalan dapat menjadi masalah bagi manusia, karena semakin banyaknya manusia yang bergerak atau berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lainnya, dan semakin besarnya masyarakat yang menggunakan sarana transportasi angkutan jalan, maka hal inilah yang akan mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan lalu lintas.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa yang terjadi dijalan raya secara tidak disangka dan tidak disengaja yang mengakibatkan korban manusia maupun harta benda. 1 Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 43 Tahun 1993 tentang
prasarana dan lalu lintas jalan Pasal 93 menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka – sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pemakai jalan raya lainnya, mengakibatkan korban manuia dan kerugian harta. 2 Menurut Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak di duga dan tidak disengaja melibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. 3 Menurut pengertian umum, kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa yang tidak disangka – sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia (mengalami luka ringan, luka berat dan meninggal) dan harta benda. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas tersebut seperti faktor manusia, faktor kendaraan dan faktor jalan itu sendiri.Kombinasi ketiga faktor ini dapat saja terjadi, anatar manusia dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban pecah sehinggan mengalami kecelakaan lalu lintas. Sedangkan itu, dalam Pasal 24 Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa : 1
UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas 3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 2
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, setiap orang yang menggunakan jalan wajib : a.
Berperilaku tertib dengan mencegah hal – hal yang dapat merintangi, membahayakan kebebasan dan keselamatan lalu lintas atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan dan bangunan di jalan.
b. Menempatkan kendaraan atau benda – benda lainnya di jalan sesuai dengan peruntukannya. 2. Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut muatannya yang ditinggalkan dijalan. 4 Untuk itulah para pengemudi dan pemilik kendaraan lebih berhati – hati dalam melaju di jalan agar tidak terjadinya hal – hal yang tak diinginkan.Selain itu pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek – aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan lalu lintas tersebut harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas. Setiap pengguna jalan wajib turut serta terlibat dalam menciptakan situasi yang kondusif dan lalu lintas yang tertib dan lancar.Ketertiban lalu lintas merupakan keadaan dimana manusia dalam mempegunakan jaan secara teratur, tertib dan lancer atau bebas dari kejadian kecelakaan lalu lintas.Maka dalam hal ini diperlukan aturan hukum yang dapat mengatur lalu lintas untuk mewujudkan ketertiban dalam berlalu lintas.Diharapkan peraturan yang ada saat ini dapat menjadi pedoman dalam mengantisipasi terjadinya permasalahan lalu lintas dan kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian materi maupun korban jiwa. Akibat hukum dari kecelakaan lalu lintas adalah adanya pidana bagi si pembuat atau penyebab terjadinya peristiwa itu dan dapat pula disertai tuntutan perdata atas kerugian material yang ditimbulkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Andi Hamzah, bahwa “Dalam berbagai macam 4
Undang-Undang Nomor 14Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Universitas Sumatera Utara
kesalahan, di mana orang yang berbuat salah menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia harus membayar ganti kerugian Kebiasaan dalam praktek di masyarakat, para pihak yang terlibat kecelakaan seringkali melakukan penyelasaian sendiri masalah ganti kerugian tersebut, dengan memberikan ganti kerugian, santunan, bantuan kepada pihak yang dianggap sebagai korban (yang lebih menderita) secara sukarela, bahkan kadang tidak mempersalahkan salah benarnya. Kebiasaan tersebut diibaratkan dalam sebuah perdamaian yang mana antara si korban dan si pelaku bersama – sama duduk dalam satu pertemuan untuk sama – sama berbicara. Perdamaian
sendiri
sebenarnya
bukanlah
bentuk
dari
restorative
justicesesungguhnya.Semua bentuk pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan korban luka ringan, luka berat bahkan meninggalnya seseorang dapat diterapkan dengan sistem restorative justice. Di Indonesia, praktik secara restorative justiceini juga telah dilakukan yang dikenal dengan penyelesaian secara kekeluargaan. Praktik – praktik yang ada tetap mempunyai dasar restorative justiceyang telah diakui banyak Negara yang mana dalam pelaksanaannya kini telah diimplementasikan dalam sejumlah aturan dan pola atau cara. Restorative justicemenawarkan solusi terbaik dalam menyelesaikan kasus kejahatan atau pelanggaran yaitu dengan memberikan keutamaan pada inti permasalahan dari suatu kejahatan.Penyelesaian yang penting untuk diperhatikan adalah memperbaiki kerusakan atau kerugian yang disebabkan terjadinya kejahatan atau pelanggaran tersebut.Perbaikan tatanan sosial masyarakat yang terganggu karena peristiwa kejahatan atau pelanggaran merupakan bagian penting dari konsep restorative justice tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang inilah, penulis ingin mengangkat judul skripsi tentang TINJAUAN
YURIDIS
TERHADAP
PENERAPAN
KONSEP
RESTORATIVE
JUSTICEDALAM KECELAKAAN LALU LINTAS sebagai studi hukum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di depan, maka dapat ditemukan masalah bagaimana penerapan restorative justice dalam kecelakaan lalu lintas, namun untuk membatasi agar tidak terlalu luas permasalahan yang harus diteliti, maka penulis member batasan penelitiannya sebagai berikut : 1. Apakah faktor - faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas? 2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan Lalu Lintas? 3. Bagaimana penerapan konsep restorative justicedalam kasus Kecelakaan lalu lintas?
C. Tujuan dari Penulisan Yang mana tujuan dari penulisan skripsi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peraturan tentang kecelakaan lalu lintas yang diatur
didalam Undang
– Undang Nomor 22 Tahun 2009 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang kecelakaan lalu lintas yang diatur didalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana 3. Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep restorative justiceyang ditujukan terhadap pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas 4. Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Dapat memberikan hasil analisis dan pemahaman tentang bagaimana penerapan ketentuan pidana pada kasus kecelakaan lalu lintas menggunakan kendaraan bermotor. 2. Dapat memberikan hasil analisis dan pemahaman tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku kasus kecelakaan lalu lintas menggunakan kendaraan bermotor. Serta diharapkan dapat memberi kontribusi yang memadai dalam memperkaya khasanah ilmu hukum sebagai bahan referensi dan perbendaharaan perpustakaan. 3. Dapat memberikan hasil analisis dan pemahaman tentang bagaimana penerapan restorative justice pada kasus kecelakaan lalu lintas
D. Tinjauan Pustaka Manusia merupakan makhuk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk menginginkan agar kepentingan-kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancamnya maka memerlukan bantuan manusia lain dengan adanya orang lain maka tercipta suatu hubungan antara manusia dengan manusia atau yang disebut hidup bermasyarakat, di dalam hidup bermasyarakat harus tunduk pada aturan yang berlaku. Kehidupan bermasyarakat terdapat norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk merigatur tata pergaulan dimasyarakat dan hukum tidak lepas dari kehidupan manusia karena manusia mempunyai kepentingan. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya yang mengancam kepentingannya sehingga seringkali mengakibatkan kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.Kepentingan tersebut adalah suatu tuntunan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Norma atau kaidah yang terdapat di dalam masyarakat meliputi kaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan, kaidah sopan santun, dan kaidah hukum.Masing-masing kaidah mempunyai tuntutan dan sanksi bagi mereka yang metanggarnya. Terciptanya kepatuhan warga masyarakat harus ada kaidah atau norma, maka pengawasannya dilakukan oleh masyarakat dan lembaga yang ditunjuk oleh negara sebagai lembaga yang menguasai kehidupan bermasyarakat. Tujuan diadakannya kaidah atau norma adalah untuk menciptakan rasa aman, damai, dan harmonis daiam bermasyarakat Kaidah
hukum
mempunyai
keistimewaan
sendiri
karena pelaksanaannya
dapat dipaksakan terhadap pelangarnya berupa sanksi yang lebih berat dibanding pelanggar Terhadap kaidah lainnya. Kaidah hukum mengatur tentang apa yang seharusnya dan apa yang dilarang dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, sehingga pelanggaran kaidah hukum merupakan ancaman terhadap keamanan dan ketertiban negara secara langsung maupun tidak langsung. Sanksi bertujuan untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat, yang telah terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran kaedah, yang dimaksud dengan sanksi adalah suatu reaksi akibat atau konsekuensi pelanggaran kaedah sosiat.Sanksi dalam arti luas dapat bersifat menyenangkan atau positif, yang berupa penghargaan atau ganjaran seperti rasa hormat atau simpati. Sanksi pada lazimnya adalah yang bersifat negatif dengan ancaman hukuman hendak dicegah oleh masyarakat penyimpangan atau pelanggaran kaedah sosial, sedangkan penghargaan digunakan untuk mendorong agar setiap orang mentaati atau mematuhi kaedah.
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan perkembangan masyarakat suatu perbuatan yang berupa kejahatan maupun pelanggaran selalu mengikuti perkembangan masyarakat walaupun masyarakat sendiri tidak menghendakinya. Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan tersebut disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 5 Roeslan Saleh berpendapat bahwa perbuatan pidana adatah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum.Perbuatan-perbuatan tersebut juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana tersebut adaiah perbuatan yang anti sosial. 6 Berdasarkan definisi tersebut di atas bahwa unsur formal harus sesuai dengan rumusan undang-undang, selain itu juga harus ditinjau dari segi materialnya yaitu segi pergaulan masyarakat dan untuk siapa aturan-aturan hukum itu berlaku. Perbuatan yang dimaksud tersebut adalah perbuatan yang harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan karena bertentangan dengan tata pergaulan dalam masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu sendiri.Dengan adanya perbuatan pidana di samping memenuhi syarat-syarat formal, unsur sifat melawan hukum adaiah syarat mutlak yang tidak dapat ditinggalkan. Ketika terjadi suatu perbuatan pidana maka titik tolak perhatian umum adalah pada pihak korban, sedangkan pengertian korban terdapat pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006
5
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, Hlm 54. Roeslan Saleh, /Perbuatan Pidana dan Pertanggunjawaban Dalam Hukum Pidana, AksaraBaru, Jakarta, 1981.Hlm 13. 6
PT
Universitas Sumatera Utara
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yaitu seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Tindak pidana pada suatu kecelakaan lalu lintas yang perlu mendapat perhatian adalah pelaku perbuatan pidana karena terjadinya korban dalam kecelakaan lalu-lintas adalah akibat kelalaian, kurang hati-hati, ketidak cermatan, atau keteledoran yang seharusnya tidak ada dalam diri pelaku pada saat beraktifitas di jalan raya. 7 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas Angkutan Jalan, pengertian lalu-lintas adalah gerak kendaraan orang-orang dan hewan di jalan. Sedangkan yang dimaksud dengan kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan terdiri dan kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas terjadi karena kesadaran yang kurang, maka penegakan hukum berfungsi sebagai pencegahan dalam penanggulangan. Unsur kealpaan memerlukan pembuktian lebih lanjut, untuk dapat menuntut seseorang yang melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan kematian, maka diantara perbuatan dan matinya orang tersebut harus ada hubungan kausal. Untuk menentukan adanya kealpaan ini harus dilihat peristiwa demi peristiwa.Yang harus memegang ukuran normatif dari kealpaan itu adalah hakim.Hakimlah yang harus menilai suatu perbuatan itu concreto dengan ukuran nonna penghati-hati atau penduga-duga, seraya memperhitungkan di dalamnya segala keadaan dan keadaan pribadi sipembuat.Jadi segala keadaan yang objeknya dan yang menyangkut sipembuat sendiri harus diteliti dengan seksama. 8 Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari sipembuat dapat digunakan ukuran apakah ia “ada kewajiban untuk berbuat lain”. Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan
7 8
Soerjono Soekamto, Polisi dan Lalu lintas, Mandar Maju, Bandung, 1990, Hlm 6 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 1990, hlm. 126
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang atau dari luar Undang-undang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang seharusnya dilakukan olehnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa ia alpa. Moeljatno mengatakan bahwa jika hubungan kausal dapat ditentukan, bahwa matinya seseorang karena kelakuan pelaku tindak pidana, sehingga menyebabkan matinya seseorang maka pelaku tindak pidana dapat dituntut dan dipertanggung jawabkan, dapat juga dikatakan bahwa kelakuan pelaku tindak pidana menjadi penyebab matinya si korban. 9 Berdasarkan pada pendapat tersebul dapat disimpulkan bahwa agar terdakwa dapat dituntut dan dipertanggung jawabkan perbuatannya, maka harus dibuktikan terlebih dahulu adanya hubungan kausal antara matinya korban dengan perbuatan yang dilakukannya. Terdakwa dapat dituntut dan dipertanggungjawabkan maka harus dibuktikan dulu adanya hubungan kausal antara matinya korban dengan perbuatan yang dilakukan, suatu kesalahan adalah syarat muttak bagi adanya pertanggungjawaban yang berupa pengenaan pidana, 10 di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana berlaku asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Moeljatno berpendapat bahwa adanya kesalahan terdakwa harus ada beberapasyarat: 11 1. Melakukan perbuatan pidana atau sifat melawan hukum. 2. Di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab. 3. Mempunyai bentuk kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. 4. Tidak ada alasan pemaaf dan pembenar. Kesengajaan dan kealpaan merupakan dua bentuk kesalahan yang berlainan jenis, sehingga tidak perlu adanya hubungan antara keadaan batin dan perbuatannya, keduanya 9
Moeljatno, Op. Cit, Hlm. 89 Yeni Widowaty et all, Hukum Pidana, Lab Hukum, UMY, Yogyakarta, 2007, Hlm32 11 Moeljatno, Op. Cit, Hlm 164. 10
Universitas Sumatera Utara
merupakan delik yang telah dikualifisir oleh akibatnya.Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak menjelaskan pengertian dari kesengajaan maupun kealpaan. Perbuatan dapat dibedakan menjadi tiga corak sikap batin, yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari kesengajaan, yaitu: 12 1.
Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk). Corak kesengajaan ini merupakan bentuk kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan sipembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. Kalau akibat ini tidak akan ada, maka dia tidak akan berbuat demikian.
2.
Kesengajaan
dengan
sadar
kepastian
(opzet
met
zekerheidsbewustzijn
atau
(noodzakelijkheidbewitstzijri). Dalam hal ini perbuatan mempunyai dua akibat. a) Akibat yang memang dituju sipembuat. Ini dapat merupakan deliktersendiri atau tidak. b) Akibat yang tidak diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk mencapai tujuan, akibat ini pasti timbul atau terjadi. 3.
Kesengajaan
dengan
sadar
kemungkinan
(dolits eventualisatau Voorwaardelijk
opzet). Dalam hal ini ada keadaan yang semula mungkin terjadi kemudian terrnyata benarbenar terjadi. Menurut para ahli bahwa kealpaan mempunyai dua element yaitu: 13 a) Mengadakan penduga-duga terhadap akibat bagi sipembuat (voor-zein-baarheid). b) Tidak mengadakan penghati-hati mengenai apa yang diperbuat atau tidak diperbuat (onvoorzictigheid). Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ancaman pidana bagi delik-delik dolus lebih berat dari ancaman delik-delik culpa, misalnya Pasal 388 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pembunuhan (dolus) yang dilakukan dengan sengaja, maka dipidana penjara paling lama
12 13
Sudarto, Op.Cit, Hlm 103 Vos, dalam Bambang Poemomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, Hlm 174
Universitas Sumatera Utara
lima belas tahun. Sedangkan Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. 14 Perlindungan hukum bagi korban akibat kecelakaan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu apabila korban meninggal, pengemudi atau pemilik atau pengusaha angkutan umum wajib memberi bantuan kepada ahli waris dan. korban berupa biaya pengobatan dan biaya pemakaman, sedangkan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 yaitu setiap kendaraan umum wajib diasuransikan, terhadap kendaraan itu sendiri dan terhadap kerugian yang diderita pihak ke-tiga sebagai akibat pengoperasian kendaraan. Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengusaha atau perusahaan angkutan umum adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang atau barang dengan kendaraan umum di jalan. Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimaksud dengan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Penyelesaian secara damai perkara tindak pidana lalu lintas jalan yang berakibat korban mati biasanya pembuat memberikan restitusi dengan suka rela kepada keluarga korban berupa sejumlah uang sesuai dengan kesanggupan, kemampuan ekonomi dan tingkat kesalahan baik pembuat maupun korban umumnya sekurang-kurangnya Rp. 100.000,- dan paling banyak sekitar Rp. 2.500.000,-, Jumlah uang restitusi dimaksudkan untuk membantu korban, dan restitusi
14
Moeljatno, Op. Cit, Hlm. 162
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak pernah diajukan oleh keluarga korban, karena dirasakan tidak etis berarti sungguhsungguh atas kemauan, kemampuan dan kerelaan pembuat. 15 Kasus-kasus kecelakaan yang disebabkan karena kelalaian pengendara atau sopir yang mengakibatkan banyak korban jiwa. Sanksi pidana bagi pengendara kendaraan bermotor maupun pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan adanya korban jiwa, tidak hanya seperti apa yang tercantum dalam ketentuan Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yaitu diancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun, bahkan Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan juga memberi sanksi, dalam Pasai 28 dikatakan bahwa: “Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pemilik barang dan atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaian atau kesalahan pengemudi didalam mengemudikan kendaraan bermotor.Jika kesalahan tidak ada maka pidana tidak dapat dijatuhkan”. Pertanggungjawaban pidana bagi pengendara kendaraan bermotor maupun pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang lain, disamping dapat dijatuhi sanksi pidana sebagaimana diatur didalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tetapi dapat juga diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Bahwa jenis penelitian ini adalah menggunakan pendekatan normatif yaitu dengan berpedoman pada pustaka dalam mengumpulkan bahan akan tetapi selain itu data-data juga diambil dari penelitian yang dilakukan penulis di lapangan.Pengumpulan data dilakukan yakni
15
Iswanto, Restitusi Kepada Korban Mali Atau Luka Berat Sebagai Syarat Pidana BersyaratPada Tindak Pidana Lata Lintas Jalan, 2002, Hlm. 128.
Universitas Sumatera Utara
metode penelitian kepustakaan (library research) dan metode penelitian lapangan (field research). Metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan guna mengumpulkan sejumlah data dari berbagai literatur yang ada yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. 2. Lokasi Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada Pengadilan Negeri Medan. 3. Sumber Data a. Sumber Data Sekunder, yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan dan dokumen resmi yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti. Bahan hukum primer dalam penelitian ini bersumber dari: a) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). b) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). c) Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lain Lintas dan Angkutan Jalan Raya. 2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari: a) Literatur-literatur hukum pidana, terutama yang berkaitan dengan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian dari berbagai pengarang. b) Makalah-makalah dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian.
Universitas Sumatera Utara
4. Teknik Pengumpulan Data Studi Pustaka Studi pustaka adalah merupakan kegiatan meneliti atau menggali bahan-bahan hukum atau data tertulis, baik yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah-majalah, jurnal-jurnal hasil penelitian, serta bahan-bahan tertulis yang berhubungan atau berkaitan dengan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian. 5. Metode Penyajian Data dan Analisis Dalam melakukan penyajian terhadap data yang diperoleh, penulis menggunakan teknik penyajian deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh akan dijelaskan, dipilih dan diolah berdasarkan kualitasnya yang relevan dengan tujuan dan masalah yang diteliti sehingga permasalahan dapat terjawab. Dengan demikian, penulis akan dapat menarik kesimpulan tentang penerapan konsep restorative justice dengan kecelakaan lalu lintas. F. Sistematika Penulisan Skripsi BAB I
: Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
: Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan umum tentang peraturan lalu lintas di jalan raya, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, jenis dan dampak kecelakaan lalu lintas peraturan lalu linta di jalan raya, upaya pencegahan dan penanggulangan kecelakaan lalu lintas.
BAB III : Dalam bab ini diuraikan tentang hasil dan pembahasan, yaitu penerapan konsep restorative justice pada kasus kecelakaan lalu lintas yang berkaitan dengan perkembangan konsep
restorative justice, pelaksanaan restorative justice di
Indonesia dan tindak pidana yang diselesaikan melalui restorative justice.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang dasar pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas yaitu berkaitan dengan dasar hukum dan pengaturan sanksi pidana bagi pengemudi kendaraan, posisi kasus kecelakaan lalu lintas, pertanggungjawaban pidana dalam kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materil. BAB V
: Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran penulis berkaitan dengan permasalahan penelitian.
BAB II FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS A. Peraturan Lalu Lintas di Jalan Raya Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Bahwa peraturan hukum yang mengatur kecelakaan lalu lintas di jalan raya dapat menimbulkan kerugian materi, bahkan ada yang sampai dengan meninggal dunia disamping luka berat dan ringan dan/atau cacat seumur hidup.Pengaturan tentang kecelakaan lalu lintas dapat dilihat dari beberapa peraturan tentang lalu lintas itu sendiri dan beberapa penerapan yang terdapat didalam kitab undang – undang hukum pidana. Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angakutan Jalan (LLAJ) bahwa yang dimaksud dengan: 16 1.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
2. 3.
16
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Opcit, hlm. 12
Universitas Sumatera Utara