BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Adanya nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) setiap mata pelajaran merupakan
salah
satu
muatan
penting
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan.
Kriteria Ketuntasan Minimal menjadi acuan bersama antara
pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Setiap satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya (Depdiknas, 2008:3) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan pada setiap awal tahun pelajaran. Guru menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung dan kemampuan (intake) peserta didik. Dari ketiga aspek tersebut diberi skor antara 0-100, kemudian dihitung nilai rata-rata untuk setiap indikator, rata-rata setiap kompetensi dasar, rata-rata setiap standar kompetensi. Untuk menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran diperoleh dari rata-rata semua standar kompetensi. Dalam implementasinya sangat sulit untuk mempertimbangkan ketiga aspek di atas. Menentukan nilai kompleksitas sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam memahami mata pelajaran tersebut. Sedangkan kenyataannya masih banyak guru mengajar bukan pada bidang keahliannya, misalnya latar belakang
1
pendidikan pendidikan sejarah tetapi mengajar mata pelajaran sosiologi, mata pelajaran matematika tetapi mengajar mata pelajaran fisika dan masih banyak yang lainnya. Sehingga hasil penentuan kompleksitasnya menjadi bias. Begitu juga dalam penentuan nilai daya dukung, sebagian besar guru masih kesulitan dalam menentukannya. Karena sangat sulit untuk menilai kondisi sekolah yang sesungguhnya. Sedangkan akhir-akhir ini, setelah adanya kebijakan kelulusan 40:60 hampir semua kepala sekolah menginstruksikan guru-guru untuk menaikkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sehingga mau tidak mau guru harus menaikkan nilai daya dukung untuk menaikkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Padahal di sekolah tersebut daya dukungnya tidak memenuhi, misalnya laboratoriumnya saja tidak ada, tetapi diberi nilai daya dukung yang tinggi. Akibatnya nilai daya dukung menjadi tidak valid. Sedangkan dalam penentuan nilai kemampuan (intake) siswa, terutama pada siswa baru sangat sulit ditentukan, karena harus mencari nilai raport pada sekolah sebelumnya. Hal ini sangat sulit dilakukan oleh guru, karena guru belum kenal dengan anak didiknya, dan tidak tahu nilai raport pada sekolah sebelumnya. Apalagi jika mata pelajaran tersebut tidak ada pada sekolah sebelumnya, misalnya mata pelajaran kimia dan sosiologi. Untuk mempermudah, kebanyakan guru mengarang atau memperkirakan nilai kemampuan (intake) siswa baru sehingga nilai kemampuan siswa terutama pada siswa baru menjadi tidak valid. Menurut Widodo (2009:1), dalam kenyataannya tidak jarang ditemui nilai KKM yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi karena penyusunan dan penetapannya kurang tepat. Memang cukup rumit, guru harus menentukan setiap kriteria dengan nilai tinggi, sedang, atau rendah (Halian, 2011). Sebagian besar guru menetapkan
2
nilai KKM hanya berdasarkan alasan agar mudah dicapai siswa dan terkesan semaunya, ada juga secara spontan menyebut suatu angka aman. Sementara itu ada juga guru yang beranggapan bahwa penetapan nilai KKM merepotkan dan menambah pekerjaan guru (Widodo, 2009:2). Berdasarkan laporan dari Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (2007:8), guru masih banyak yang belum tahu cara menentukan KKM. Sedangkan dari hasil penelitian Siswono (2008:29), penentuan KKM pada hampir semua sekolah yang diamati ditetapkan tanpa analisis sesuai metode yang digunakan dalam KTSP. Sebanyak 3 sekolah dari 40 sekolah yang sudah menggunakan cara penetapan dari KTSP dengan mempertimbangkan faktor kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas indikator, dan daya dukung sarana dan prasarana. Dari hasil penelitian pendahuluan di Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Pamekasan, masih banyak guru-guru yang menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) tanpa melakukan analisis. Sehingga hasil penetapan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) tersebut menjadi tidak valid. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari metode baru sebagai alternatif untuk menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah Teknik Delphi yaitu sebuah metode yang secara sistematis mencari, mengumpulkan, mengevaluasi dan mentabulasi opini para ahli dalam hal ini guru mata pelajaran sejenis yang independen tanpa diskusi kelompok (Cunningham, 1982:130). Dari Teknik Delphi tersebut diharapkan diperoleh nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) seperti apa yang dicitacitakan oleh guru setiap mata pelajaran, yaitu nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sesungguhnya, bukan hasil dari rekayasa nilai.
3
1.2 Pembatasan Masalah Penetapan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) setiap awal tahun pelajaran baru di Sekolah Menengah Atas sangat luas. Semua mata pelajaran harus ditentukan nilai Kriteria Ketuntasan Minimalnya. Untuk Kelas X terdiri dari 17 mata pelajaran, yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bahasa Asing serta Muatan Lokal. Untuk Kelas XI dan XII terdiri atas 14 mata pelajaran, baik untuk Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Program Bahasa. Perbedaan mata pelajaran diantara ketiga program tersebut terletak pada mata pelajaran ciri khasnya. Untuk Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mata pelajaran ciri khasnya adalah Fisika, Kimia dan Biologi. Untuk Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mata pelajaran ciri khasnya adalah Ekonomi, Geografi dan Sosiologi. Sedangkan untuk Program Bahasa mata pelajaran ciri khasnya adalah Sastra Indonesia, Antropologi dan Bahasa Asing. Untuk meneliti semua mata pelajaran tersebut memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya. Selain itu, penelitian tentang penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan Teknik Delphi ini masih baru, sehingga perlu diuji coba untuk salah satu mata pelajaran saja. Untuk itu, dalam penelitian ini hanya meneliti tentang penetapan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas X. Sedangkan untuk mata
4
pelajaran yang lain, penetapannya dapat dilaksanakan setelah penelitian ini selesai, dengan cara mengikuti prosedur yang sama seperti dalam penelitian ini.
1.3 Perumusan Masalah Dalam proses penetapan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), banyak sekali permasalahan yang dihadapi guru. Mulai dari penetapan nilai kompleksitas setiap indikator, daya dukung, sampai penetapan nilai kemampuan siswa. Untuk itu perlu dicari cara lain untuk menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), misalnya dengan menggunakan metode kualitatif professional judgement yang salah satunya adalah Teknik Delphi. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan Teknik Delphi di SMA Negeri se Kabupaten Pamekasan?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas sebelumnya yaitu kebanyakan tidak validnya hasil penetapan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh para guru, hal ini disebabkan oleh biasnya penetapan nilai kompleksitas, daya dukung dan kemapuan siswa. Sehingga perlunya mencari cara baru sebagai alternatif untuk menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) tersebut, yaitu dengan menggunakan Teknik Delphi yang telah dijelaskan dalam rumusan masalah. Agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas, maka perlu dirumuskan tujuan penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
5
untuk menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan Teknik Delphi di SMA Negeri se Kabupaten Pamekasan.
1.5 Kegunaan Penelitian Setelah penelitian tentang penetapan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan Teknik Delphi di SMA Negeri se Kabupaten Pamekasan selesai, maka dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh kegunaan baik kegunaan teroritis maupun praktis. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1.
Kegunaan Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat menemukan cara baru untuk menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang nantinya dapat digunakan oleh para pendidik mulai dari tingkat dasar dan menengah.
2.
Kegunaan Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi Kepala Sekolah dan para guru untuk menerapkan cara baru dalam menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
1.6 Penegasan Istilah Untuk menghindari persepsi yang salah dalam memahami judul tesis “Penetapan Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan Teknik Delphi di SMA Negeri se Kabupaten Pamekasan” yang berimplikasi pada pemahaman isi tesis, perlu kiranya memberikan beberapa penegasan istilah sebagai berikut : a. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
: Kriteria paling rendah untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan untuk setiap mata pelajaran.
6
b. Teknik
Delphi
:
Sebuah metode
yang secara sistematis
mencari,
mengumpulkan, mengevaluasi dan mentabulasi opini seorang ahli dalam hal ini guru mata pelajaran sejenis yang independen tanpa diskusi kelompok (Cunningham, 1982:130).
7