BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Preeklampsia masih merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang utama. Dalam prakteknya preeklamsia dapat kita diagnosis dengan adanya hipertensi dan proteinuria dalam kehamilan. Angka kejadian preeklampsia dan eklamsia masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 3-10 % pada
setiap
kehamilan
(Babbette,
Lamarca,
Michael,
2007;
Yuen,
Peñaherrera, von Dadelszen, McFadden & Robinson, 2010). Data yang ada di Indonesia, angka kejadian preeklampsia pada tahun 1980-2001 berkisar antara 5-8% dari seluruh kehamilan. Di RSUP DR. Sardjito angka kematian maternal karena preeklampsia-eklampsia adalah sebesar 34,09%. Girsang (2004) melaporkan angka kejadian preeklampsia di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan periode 2000-2003 adalah 5,94%, sedangkan eklampsia 1,07% (Soefoewan, 1998; Keman, Prasetyorini, Langgar, 2009; Roeshadi, 2004). Preeklampsia dideskripsikan sebagai sindrom spesifik kehamilan dari menurunnya perfusi organ yang terjadi karena vasospasme dan aktivasi endotel (Cunninghamet dkk, 2010), jika tidak ditangani dengan tepat, preeklampsia dapat berkembang menjadi eklampsia yang ditandai dengan
xv
tejadinya kejang. Preeklampsia sering tidak dapat diprediksikan, dapat muncul pada pertengahan kehamilan, dalam persalinan atau pada masa nifas awal (Noris, 2005; Redman dan Sargent, 2001). Penyebab Preeklampsia masih belum diketahui dengan baik, dan beberapa
teori
telah
dikemukakan
(Centlow,
Wingren,
Borrebaeck,
Brownstein, & Hansson, 2011). Preeklampsia diklasifikasikan sebagai awitan awal (<34 minggu) dan awitan tertunda (≥34 minggu) (Yuen dkk, 2010). Berbagai macam penelitian belum dapat menerangkan dengan jelas penyebab pasti preeklampsia. Akibatnya sampai saat ini belum ada pengobatan definitif pada kelainan ini. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan namun tidak satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar (Keman dkk, 2009). Karena gangguan yang
ditimbulkan
secara
bertahap
menyebabkan
iskemia
plasenta,
Preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit plasenta dua tahap, mengenai ibu dan bayi (Park dkk, 2008). Perkembangan plasenta secara normal tergantung pada diferensiasi dan invasi trofoblas,sebagai komponen utama plasenta. Apoptosis trofoblas meningkat sejalan dengan bertambahnya usia plasenta. Apoptosis dapat diidentifikasi di plasenta baik dari sisi ibu maupun janin, dan munculnya apoptosis berhubungan dengan stadium pertumbuhan plasenta, yaitu perlekatan dan infasi trofoblas, transformasi arteri spiralis, diferensiasi
xvi
trofoblas serta pergatian sel yang rusak (Straszewski-Chavez, Abrahams, Gil Mor., 2005). Apoptosis,suatu bentuk kematian sel terprogram, telah dideskripsikan pada plasenta dari kehamilan manusia normal dan meningkat pada kehamilan dengan restriksi pertumbuhan fetus (FGR). Mekanisme molekuler pada apoptosis dapat dikatakan kompleks, diawali adanya ligan ekstraseluler yang dimediasi imun, kemudian ligan ini menempel pada reseptor seperti Fas ligan dan Fas reseptor, dan kemudian mengaktifkan sinyal kematian endogen (Kelompok Bcl-2). Gen yang termasuk kelompok Bcl-2 adalah promotor apoptosis (Bax dan Bak) dan inhibitor apoptosis (Bcl-2 dan Bcl-X). Bcl-2 ter-imunolokasi di sinsitiotropoblas vili korionik, mulai trimester 1-3 kehamilan (Allaire, Ballenger & Wells, 2000). Bax dan Bak adalah gen-gen yang berperan sebagai regulator apoptosis pada sel (sebagai pro-apoptosis). Mereka terletak di dalam mitokondria
dan reticulum endoplasma
mengaktifkan kaspase
untuk
mengatur jalur apoptosis intrinsik (Ruiz-vela, dkk, 2005). Sebuah studi yang dilakukan oleh Hung (2008), yang membandingkan ekspresi 5 protein Bcl-2 family yaitu Bcl-2, Bcl-xl, Bax, Bak dan Bad setelah suatu jaringan plasenta dari kehamilan normal dikultur dalam suasana hipoxia (2% O2), prolong hypoxiareoxygenation (HR), dan normosik (8% O2) sebagai kontrol. Hasilnya didapatkan peningkatan ekspresi Bax, dan Bak mRNA, dan penurunan ekspresi Bcl-2 mRNA. Pada preeklampsia ekspresi protein Bax dan Bak sama-sama meningkat, tetapi protein mana yang lebih tinggi peningkatannya belum xvii
dijelaskan. Oleh karena peneliti ingin mengetahui ekspresi protein dari golongan proapoptosis mana yang lebih tinggi pada penderita preeklampsia berat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan pertannyaan peneliti sebagai berikut: 1. Apakah rerata ekspresi protein Bax dan Bak pada preeklampsia berat lebih tinggi dibandingkan kehamilan normotensi? 2. Apakah rerata ekspresi protein Bax pada preeklampsia berat sama atau lebih tinggi dibandingkan rerata ekspresi protein Bak pada preeklampsia berat?
C. Keaslian Penelitian Hung (2008), melakukan studi untuk membandingkan ekspresi 5 protein Bcl-2 family yaitu Bcl-2,Bcl-xl, Bax, Bak dan Bad setelah suatu jaringan plasenta dari kehamilan normal dikultur dalam suasana hipoxia (2% O2), prolong hypoxia-reoxygenation (HR), dan normosik (8% O2) sebagai kontrol. Hasilnya didapatkan peningkatan ekspresi Bax, dan Bak mRNA, dan penurunan ekspresi Bcl-2 mRNA. Tidak terdapat perubahan ekspresi pada Bcl-xl dan Bad setelah oksigen stress dibandingkan pada yang kontrol normosik. Levi (2000) melakukan studi untuk membuktikan hipotesisnya bahwa hipoksia dapat menginduksi apotosis pada trofoblas. Trofoblas diambil dari jaringan plasenta wanita hamil cukup bulan tanpa komplikasi kehamilan yang kemudian dikultur sampai dengan 72 jam pada kondisi standar (PO2=120
xviii
mmHg) atau hipoksia (PO2 <15 mmHg). Paparan kondisi hipoksia 24 jam ditandai dengan peningkatan apoptosis trofoblas. Apoptosis diikuti dengan peningkatan ekspresi P53 dan bax dan penurunan ekspresi Bcl-2. Di Indonesia, Keman, dalam penelitiannya membandingkan ekspresi p53, Bcl-2 dan indeks apoptosis trofoblas pada preeklampsia/eklampsia dan kehamilan normal. Penelitian ini merupakan studi laboratorium secara potong lintang dengan sampel jaringan trofoblas berasal dari biopsi jaringan plasenta preeklampsia (n=20) dibandingkan dengan kehamilan normal (n=20). Hasil yang diperoleh adalah terdapat perbedaan yang signifikan ekspresi protein Bcl-2 dan p53 pada preeklampsia dibandingkan kehamilan normal dan jumlah sel trofoblas yang mengalami apoptosis pada jaringan trofoblas preeklampsia atau eklampsia lebih tinggi dari kehamilan normal. D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui apakah rerata ekspresi protein Bax dan Bak pada preeklampsia berat lebih tinggi dibandingkan kehamilan normotensi 2. Mengetahui apakah rerata ekspresi protein Bax pada preeklampsia berat sama atau lebih tinggi dibandingkan rerata ekspresi protein Bak pada preeklampsia berat.
xix
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai ekspresi protein proapoptosis mana yang lebih tinggi diekspresikan pada penderita preeklampsia berat, sehingga dapat dijadikan masukan dalam mengetahui penyebab dari preeklampsia dan diharapkan bisa dijadikan intervensi lebih lanjut.
xx