1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Efisiensi merupakan salah satu bagian dari pengukuran kinerja suatu organisasi (Porcelli, 2009). Istilah efisiensi berdasarkan konsep ekonomi merujuk pada pemanfaatan terbaik atas sumber daya dalam produksi (Moshiri et al., 2010). Dalam sistem pelayanan kesehatan, efisiensi didefinisikan sebagai hubungan antara produk (output) yang spesifik dalam sistem pelayanan kesehatan dengan sumber daya (input) yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Provider (rumah sakit) disebut efisien jika bisa menghasilkan output yang maksimal dengan seperangkat input yang tersedia atau meminimalkan input yang digunakan untuk menghasilkan output (McGlynn, 2008). Efisiensi dalam teori ekonomi dibagi menjadi dua yaitu technical efficiency dan allocative efficiency.
Technical efficiency adalah memaksimalkan output
dengan level input tertentu. Allocative efficiency merupakan pemilihan kombinasi input pada tingkat harga tertentu untuk menghasilkan sejumlah output dengan cost yang minimal (Porcelli, 2009). Dalam konteks pelayanan kesehatan, technical efficiency merujuk pada hubungan antara sumber daya yang dialokasikan (modal, SDM, dan peralatan) dengan outcome tertentu. Outcome yang dimaksud juga disebut sebagai output intermediate, seperti jumlah pasien yang dirawat, jumlah hari rawat, waktu tunggu (Moshiri et al., 2010). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai dilaksanakan di Indonesia semenjak 1 Januari 2014. Peningkatan efisiensi menjadi isu utama dalam menghadapi JKN. JKN menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu agar masyarakat mendapatkan pelayanan bermutu, memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, dengan merubah pola pembayaran fee for service menjadi sistem paket dalam tarif INA CBG’s. Perubahan pola sistem pembayaran ini menjadi tantangan bagi rumah sakit untuk mempertahankan mutu pelayanan dan meminimalkan cost agar sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam INA CBG’s
2
dan rumah sakit tidak merugi.
Teori dan penelitian empiris yang berkaitan
dengan sistem pembayaran yang sama dengan INA CBG’s yaitu DRG mengenai hubungannya dengan efisiensi rumah sakit menunjukkan bahwa sistem pembayaran ini mempunyai potensi untuk meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa kesehatan di rumah sakit dibandingkan dengan model pembayaran lain. Sistem pembayaran DRG menyediakan harga tetap (fixed price) per unit aktivitas, rumah sakit didorong untuk meningkatkan aktivitas dengan meminimalkan biayanya (cost) sehingga meningkatkan technical efficiency (Street et al., 2011). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa technical efficiency memiliki hubungan yang positif dengan kualitas. Asumsi bahwa permasalahan kualitas akan muncul sejalan dengan efisiensi tidak terbukti. Menurut Clement et al. (2008) dan Nayar & Ozcan (2008) technical efficiency berhubungan dengan outcome pasien yang lebih baik, penelitiannya menunjukan rumah sakit yang mampu meningkatkan technical efficiency juga mampu meningkatkan outcome pelayanan terhadap pasien (kualitas) pada saat yang bersamaan.
Hasil ini
berlawanan dengan asumsi bahwa kualitas memerlukan cost yang lebih banyak namun sebaliknya menunjukkan bahwa efisiensi dan kualitas bisa sejalan. Penelitian mengenai pengukuran efisiensi di rumah sakit sudah dilakukan di berbagai negara. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui technical efficiency dan produktivitas rumah sakit pemerintah setelah diterapkan reformasi sistem pembiayaan kesehatan nasional. Penelitan tersebut antara lain dilakukan oleh Pham (2011) dengan metode DEA dan malmquist index meneliti mengenai technical efficiency di Vietnam.
Puenpatom & Rosenmen (2008) meneliti
efisiensi rumah sakit pemerintah provinsi di Thailand selama proses pelaksanaan awal Universal Health Coverage yang menggunakan sistem kapitasi. Sebagian besar penelitian hanya berfokus pada technical efficiency karena untuk menghitung efisiensi secara keseluruhan (cost efficiency) yang mencakup technical dan allocative efficiency dibutuhkan input price (input berupa harga) yang akurat.
Kendala pengukuran cost efficiency adalah tidak tersedia atau
3
sulitnya mencari data informasi harga yang dibutuhkan (Puig-junoy & Fabra, 2000). Metode yang secara umum digunakan dalam pengukuran efficieny adalah DEA (data envelopment analysis). DEA merupakan metode pemograman linier yang memungkinkan pengukuran efisiensi konsisten dengan teori yang berdasarkan konsep efisiensi produksi. DEA menguji hubungan antara input untuk menghasikan output (Moshiri et al., 2010). Di provinsi Jawa Tengah dan DIY terdapat 5 rumah sakit jiwa pemerintah baik yang berada di bawah kementerian kesehatan maupun pemerintah provinsi. Parameter efisiensi yang umum digunakan di rumah sakit adalah BOR, LOS, BTO dan TOI. Rumah sakit jiwa memiliki tingkat bed occupation rate (BOR) yang cenderung rendah dengan rata rata length of stay (LOS) yang lebih lama dibanding rumah sakit umum.
Jika output yang dihasilkan rumah sakit jiwa
dilihat dari jumlah kujungan pasien dan tingkat occupancy pasien rawat inap tidak maksimal dan tidak sebanding dengan input sumberdaya SDM dan modal yang digunakan untuk menghasilkan output maka rumah sakit jiwa akan mengalami inefisiensi. Tingginya beban operasional akan memberatkan rumah sakit bila tidak disertai dengan pemanfaatan secara maksimal.
B. Perumusan Masalah 1. Berapakah skor efisiensi rumah sakit jiwa pemerintah di provinsi Jawa Tengah dan DIY yang meliputi skor cost efficiency, technical efficiency dan allocative efficiency ? 2. Apakah ada peningkatan produktivitas rumah sakit jiwa terutama di masa awal penerapan JKN ? 3. Apakah peningkatan efisiensi yang diukur dengan DEA dan penerapan JKN meningkatkan indikator efisiensi pelayanan rumah sakit (rawat inap).
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum :
4
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit jiwa dengan menggunakan metode data envelopment analysis (DEA).
Tujuan Khusus : 1. Mengetahui peningkatan produktivitas rumah sakit selama pelaksanaan awal program JKN. 2. Mengetahui perbedaan rata-rata indikator efisiensi pelayanan rumah sakit (rawat inap) serta skor efisiensi sebelum dan setelah terjadi peningkatan efisiensi dengan pengukuran DEA dan perbedaan rata-rata indikator efisiensi pelayanan rumah sakit serta skor efisiensi sebelum dan sesudah penerapan JKN.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi rumah sakit : Mengetahui tingkat efisiensi rumah sakit jiwa dan upaya untuk peningkatan efisiensi rumah sakit jiwa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pembuat kebijakan rumah sakit sebagai strategi untuk menghadapi JKN. 2. Bagi pemerintah : Hasil penelitian dapat digunakan untuk membuat regulasi manajemen dan pelayanan rumah sakit jiwa. 3. Bagi peneliti : Hasil
penelitian
dapat
dimanfaatkan
sebagai
bahan
informasi
dan
mengembangkan pengetahuan khususnya mengenai efisiensi rumah sakit.
E.
Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian mengenai efisiensi rumah sakit yang berfokus pada pengukuran technical efficiency dan kaitannya dengan perubahan sistem pembiayaan kesehatan nasional antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Polyzos (2012) dengan judul : “Three-Year Performance Evaluation of the NHS Hospital in Greece”.
Tujuan
5
penelitian adalah mendokumentasi dan mengevaluasi penerapan sistem baru yaitu Greek national health system (NHS) di 117 rumah sakit pada tahun 2011 dan membandingkan dengan kinerja dua tahun sebelumnya untuk mengetahui perbedaan kinerja selama tiga tahun krisis keuangan. Metode pengukuran yang dipakai adalah input-oriented data envelopment analysis (DEA) dengan tiga indikator yaitu technical, pure technical dan scale efficiency. Variabel input yang digunakan adalah jumlah dokter, jumlah perawat dan staf lain, jumlah tempat tidur dan pengeluaran rumah sakit. Variabel output yang digunakan adalah jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan. Hasil penelitian, semua rumah sakit terutama RS ukuran menengah menunjukkan peningkatan kinerja dalam 3 indikator. Technical efficiency untuk RS besar adalah 80 %, RS menengah 82% dan RS kecil 89%. 2. Penelitian yang dilakukan Puenpatom & Rosenman (2008) dengan judul : “ Efficiency of Thai Provincial Public Hospitals During Introduction of Universal Health Coverage Using Capitation”. Tujuan penelitian adalah menguji dampak penerapan universal health coverage (UC) di Thailand dan technical efficiency selama perode transisi pelaksanaan kebijakan tersebut. Penelitian dilakukan di 92 rumah sakit pemerintah. Pendekatan teknik untuk mengukur efisiensi adalah dengan menggunakan bootsrap DEA untuk mengatasi bias inherent dengan perhitungan DEA tradisional dalam mengukur efisiensi. Kemudian metode statistik digunakan untuk menemukan rumah sakit yg efisien dan karakterisik komunitas/masyarakat yang termasuk elemen dari implementasi UC yang mempengaruhi efisiensi rumah sakit. Model DEA yang digunakan menggunakan 5 input dan 5 output. Input terdiri dari 4 kategori SDM dan 1 kategori modal. SDM diukur dalam full time equivalent (FTEs) dan dibedakan antara dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, perawat. Modal dilihat dari jumlah tempat tidur di setiap rumah sakit, pendapatan tidak menjadi bagian dari kriteria kinerja rumah sakit, jadi rumah sakit memaksimalkan output sebatas anggaran yang tersedia. Fokus penelitian
6
ini pada efisiensi produksi dan DEA yang berorientasi pada input. Variabel output adalah 3 pengukuran inpatient (pasien rawat inap) dan 2 pengukuran outpatient (rawat jalan). Yang termasuk variabel inpatient adalah INSUR ( jumlah kunjungan pasien rawat inap di bedah akut (bedah umum dan bedah orthopedic)), INPRI (jumlah kunjungan pasien di primary care (pediatrics, obstetric dan gynecolog)) dan INOTHER (jumlah pasien rawat inap di layanan lain (dental, ENT, ophthalmology, rehabilitasi dll)).
Dua outpatient output (pasien rawat jalan) adalah
jumlah kunjungan rawat jalan pasien bedah dan pasien non-bedah. Hasil menunjukkan bahwa bootsrap DEA mengindikasikan peningkatan efisiensi di seluruh rumah sakit.
Pada tahun 2001 terlihat terjadi
penurunan efisiensi dari 0,83 menjadi 0,78 akan tetapi kemudian mengalami peningkatan paling besar di tahun 2002. Rumah sakit umum kecil yang paling efisien disusul oleh RS umum besar dan RS regional. Penelitian ini juga mengukur dampak per daerah, UC memberi efek efisiensi paling besar di daerah selatan 13,4% dan di utara 5%.
UC
meningkatkan efisiensi pada hampir seluruh rumah sakit. Rumah sakit regional mengalami peningkatan paling tinggi. RS umum kecil merupakan rumah sakit yang paling efisien diikuti oleh RS umum besar dan yang terakhir RS regional. 3. Penelitian yang dilakukan Pham (2011) dengan judul : “ Efficiency and Productivity of Hospitals in Vietnam”. Tujuan penelitian adalah untuk menguji efisiensi relatif dan produktivitas selama proses reformasi kesehatan di 101 rumah sakit di Vietnam yang datanya diambil dari database kementerian kesehatan Vietnam dari tahun 1998 sampai dengan 2006.
Metode yang digunakan adalah DEA dengan variabel orientasi
input (input-oriented-variabel) return to scale untuk mengukur efisiensi dan malmquist total factor productivity index untuk produktivitas.
mengukur
Variabel output yang digunakan adalah outpatient visit
(kunjungan pasien rawat jalan dan IGD), inpatient days (jumlah hari rawat inap), tindakan operasi. Sedangkan variabel input yang digunakan adalah
7
jumlah SDM dan jumlah tempat tidur (bed). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata dari 101 rumah sakit pemerintah di Vietnam mengalami peningkatan efisiensi dari 65,2 % di tahun 1998 menjadi 76,7 % di tahun 2006. 4. Penelitian yang dilakukan Hu et al. (2012) dengan judul :”Analysis of Hospital Technical Efficiency in China : Effect of Health Insurance Reform”. Mengevaluasi efisiensi rumah sakit di 30 provinsi yang ada di China dari tahun 2002-2008. Metode pengukuran yang dipakai adalah DEA dan analisis regresi. Variable output yang digunakan adalah total number outpatient dan emergency room visit (jumlah kunjungan pasien rawat jalan), total number of inpatient days (INPATDAY), juga menyertakan undesirable by-product yang dihasilkan dari desirable output sebagai patient mortality (kematian pasien). Sedangkan variabel input yang digunakan adalah jumlah dokter, tenaga kesehatan (perawat dan physicians), staf lainnya dan bed rumah sakit yang merupakan input langsung operasional rumah sakit yang memengaruhi output rumah sakit. Selanjutnya peralatan kesehatan merupakan input langsung lainnya dari jasa kesehatan di China yang secara luas dikritik atas overinvestment dalam peralatan kesehatan. karena informasi mengenai medical equipment tidak tersedia maka penelitian ini menggunakan fixed asset sebagai proxy variable. Hasil mengindikasikan efisiensi rumah sakit secara keseluruhan moderat dan meningkat dari 0,6777 menjadi 0,8098 selama periode sampel, akan tetapi technical efficiency bervariasi di tiap wilayah di China. Analisis
regresi
digunakan
untuk
menguji
determinant
yang
mempengaruhi efisiensi. Hasilnya adalah bahwa kondisi pasar dan struktur industri rumah sakit merupakan faktor kunci technical efficiency. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pengukuran yang mencakup efisiensi rumah sakit secara keseluruhan yaitu cost efficiency, technical efficiency dan allocative efficiency. Pemilihan subjek penelitian yaitu rumah sakit jiwa, kemudian penelitian ini menggunakan two-stage DEA yaitu DEA untuk mengukur efisiensi dan melakukan uji perbedaan rata-rata indikator
8
efisiensi pelayanan yang terdiri dari BOR, LOS, BTO, TOI, skor efisiensi sebelum dan sesudah adanya peningkatan efisiensi yang diukur dengan DEA serta sebelum dan sesudah penerapan JKN.