Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan, cita-cita bangsa Indonesia adalah membangun sebuah negara hukum. Cita-cita negara hukum tersebut tidak bisa dipisahkan dari perkembangan UUD negara Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan dicantumkannya konsep negara hukum di dalam tiap-tiap UUD dan Konstitusi yang pernah dan sedang berlaku. Cita-cita negara hukum di Indonesia di mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS Tahun 1949, UUDS RI Tahun 1950, dan yang terakhir diatur di dalam UUD 1945 amandemen. Meskipun konsep negara hukum di Indonesia merupakan citacita bangsa Indonesia dan juga telah di atur dalam setiap UUD dan Konstitusi namun konsep negara hukum itu sendiri bukanlah asli dari bangsa Indonesia. Konsep negara hukum merupakan produk yang di import atau suatu bangunan yang dipaksakan dari luar (imposed from outside) yang di adopsi dan di transplantasi lewat politik konkordansi kolonial Belanda.1 Meskipun konsep negara hukum Indonesia merupakan adopsi dan transplantasi dari negara lain, namun konsep negara hukum Indonesia berbeda dengan konsep negara hukum bangsa lain. Negara hukum Indonesia lahir bukan sebagai reaksi dari kaum liberalis terhadap pemerintahan absolut, melainkan atas keinginan bangsa Indonesia untuk membina kehidupan negara dan masyarakat 1
Satjipto Rahardjo, Negara hukum yang membahagiakan rakyatnya, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hal. vii.
1
Bab I Pendahuluan
yang lebih baik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menurut cara-cara yang telah disepakati.2 Hal ini disebabkan karena latar belakang sosial budaya bangsa Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia dalam pembentukan negara hukumnya di dasarkan pada cita-cita hukum (rechtsidee) Pancasila. Menurut Mochtar Kusumaatmadja tujuan hukum berdasarkan Pancasila adalah “Untuk memberikan pengayoman kepada manusia, yakni melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan mencegah tindakan sewenangwenang, dan secara aktif (positif) dengan menciptakan kondisi kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap manusia memperoleh kesempatan secara luas dan sama untuk mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh”.3
Mengenai konsep negara hukum yang didasarkan pada Pancasila, Hasan Zaini mengemukakan pendapat bahwa: “Dasar negara hukum menurut Pancasila antara lain dilandasi oleh pengakuan adanya hukum Tuhan, hukum kodrat dan hukum etis. Lain daripada itu dapat disusun kedudukan dan hubungan tiga macam hukum antara satu dengan yang lain dan terhadap negara serta hukum positif di dalam satu rangka.”4
Guna mewujudkan cita-cita negara hukum Pancasila tersebut maka dalam kehidupan dalam negara hukum haruslah di atur dalam UUD. UUD dan negara hukum merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Suatu UUD adalah jaminan utama untuk melindungi warga negara dari perlakuan yang sewenang-wenang. Dengan
demikian
timbul
konsep
negara
konstitusional
(the
constitutional state), dimana UUD di anggap sebagai institusi yang 2
Bambang Arumanadi dan Sunarto, Konsepsi Negara Hukum Menurut UUD 1945, IKIP Semarang Press, Semarang, 1990, hal. 106. 3 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum Sebuah Penelitian Tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2000, Hal. 190. 4 Bambang Arumanadi dan Sunarto, Loc Cit, hal. 46-47.
2
Bab I Pendahuluan
paling efektif untuk melindungi warganya melalui konsep rule of law atau rechtsstaat.5 Selain itu suatu UUD memberi tahu tentang apa maksud membentuk negara, bagaimana cita-citanya dengan bernegara, apa yang ingin dilakukannya serta asas-asas kehidupan yang terdapat di dalamnya. Dengan UUD, maka suatu negara sebagai komunitas memiliki tujuan yang jelas dan akan memandu menuju apa yang di citacitakannya6. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa dengan mempelajari UUD suatu negara, maka dapat dipahami sejarah perjuangan suatu bangsa dalam tekadnya mewujudkan cita-cita luhur tokoh-tokoh bangsa atau para pendiri bangsa (the founding fathers).7 Cita-cita negara hukum oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) Indonesia telah di susun dalam suatu konstitusi yang disebut dengan UUD 1945. Awal atau permulaan dari pengaturan negara hukum di Indonesia adalah dalam UUD 1945. Pengaturan yang menyebutkan Indonesia sebagai negara hukum tidak diatur secara eksplisit di dalam batang tubuh UUD 1945 melainkan di atur dalam Penjelasan UUD 1945. Di dalam Penjelasan Umum UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan negara disebutkan bahwa: “Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar ialah: I. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat). 1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
Pemberlakuan UUD 1945 ini tidak berlangsung lama karena adanya agresi militer Belanda. Dengan adanya tindakan agresi militer 5
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hal. 171. 6 Satjipto Rahardjo, Loc Cit, hal. 81. 7 I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi (Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945), Edisi Revisi, Setara Press, Malang, 2010. Hal. 71.
3
Bab I Pendahuluan
ini dan penahanan terhadap para pemimpin Indonesia oleh Belanda menjadi perhatian PBB. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, PBB membentuk suatu konferensi antara Indonesia dengan Belanda, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Meja Bundar (KMB). Dalam Konferensi
tersebut
menghasilkan
tiga
persetujuan
yaitu:
(1)
Pembentukan negara RIS; (2) Penyerahan kedaulatan kepada RIS; dan (3) Pembentukan uni antara RIS dengan kerajaan Belanda.8 Dengan adanya persetujuan mengenai pembentukan negara RIS, maka secara otomatis negara Indonesia harus membuat UUD baru untuk menggantikan UUD 1945 dan hasilnya UUD 1945 di ganti dengan Konstitusi RIS 1949. Perkembangan selanjutnya mengenai pengaturan negara hukum di atur dalam Konstitusi RIS 1949. Meskipun Negara Kesatuan Republik Indonesia di ganti menjadi Negara Republik Indonesia Serikat, namun cita-cita untuk menjadi negara hukum tidak pernah berubah. Bahkan pengaturan mengenai konsep negara hukum di atur lebih tegas jika dibandingkan dengan pengaturan dalam UUD 1945. Hal ini dapat di lihat dari pengaturan Konstitusi RIS tentang pengakuan bahwa RIS adalah negara hukum yang di atur dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949 alenia keempat yang menyatakan bahwa: Untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna.
Guna memperkuat bahwa Republik Indonesia Serikat adalah negara hukum maka Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS 1949 mengatur bahwa: 8
Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legistimasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hal. 114.
4
Bab I Pendahuluan
Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk Federasi.
Pelaksanaan terhadap negara hukum sebagaimana dimaksudkan oleh Konstitusi RIS 1949 tidak bisa terlaksana dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikarenakan Konstitusi RIS 1949 hanya berlaku kurang dari satu tahun karena Konstitusi RIS di ganti oleh UUDS 1950. UUDS 1950 ini lahir karena negara Indonesia kembali kepada negara Kesatuan. Hal ini sebagaimana di nyatakan dalam bab menimbang UUDS 1950 bahwa: Rakyat daerah-daerah bagian di seluruh Indonesia menghendaki bentuk susunan negara Republik Kesatuan.
Meskipun demikian, cita-cita sebagai negara hukum masih menjadi pilihan utama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dan kembali di atur secara tegas. Konsep negara hukum di tegaskan dalam Mukadimah UUDS 1950 alinea keempat, yang menyatakan bahwa: Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna.
Selain di nyatakan dalam mukadimah, pernyataan bahwa Indonesia sebagai negara hukum juga secara eksplisit dicantumkan dalam batang tubuh UUDS 1950. Yaitu tepatnya dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950, yang menyatakan bahwa: Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
Sama seperti Konstitusi RIS 1949, penerapan negara hukum sebagaimana di atur dalam UUDS 1950 belum sepenuhnya terlaksana karena pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya adalah kembali kepada UUD 1945. 5
Bab I Pendahuluan
Dengan adanya dekrit Presiden tersebut maka negara Indonesia memberlakukan kembali UUD 1945. Sehingga secara otomatis konsep negara hukum yang di anut di Indonesia kembali kepada konsep negara hukum sebagaimana di atur di dalam penjelasan umum UUD 1945, yaitu Indonesia berdasarkan atas hukum “rechtsstaat” bukan negara berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat)”. Namun rumusan dalam penjelasan umum UUD 1945 telah menimbulkan kesimpang siuran makna atau pengertian terhadap konsep negara hukum yang dianut di Indonesia. Kesimpang siuran tersebut terkait dengan rumusan negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat).
Dengan
rumusan
demikian
maka
banyak
yang
mengatakan bahwa konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia adalah konsep negara hukum rechtsstaat sebagaimana yang dianut di negara-negara civil law (Belanda). Pemikiran para founding father mengenai konsep negara hukum rechtsstaat di Indonesia karena terpengaruh
oleh
kolonialisme
Belanda.
Hal
ini
sebagaimana
diungkapkan oleh Marjene yang mengatakan bahwa tipe negara hukum Indonesia pada awal kemerdekaan (1945) berasal dari konsepsi barat yaitu rechtsstaat. Alasannya karena diakibatkan pengaruh panjang berlakunya hukum kolonial sampai pertengahan abad ke-20 oleh Belanda daripada konsep common law Amerika.9 Namun ada juga kalangan yang mengatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia adalah konsep rule of law sebagaimana yang dianut oleh negara-negara anglo saxon. Hal ini dikarenakan materi muatan dalam UUD 1945 kental dengan unsur-unsur yang terdapat di dalam konsep rule of law, misalnya tentang unsur persamaan di 9
I Dewa Gede Atmadja, Loc Cit, hal. 160.
6
Bab I Pendahuluan
hadapan hukum dan kekuasaan peradilan yang bebas dan merdeka. Selain kedua pendapat diatas, juga ada pendapat ketiga yang mengatakan bahwa konsep negara hukum Indonesia bukanlah konsep rechtsstaat maupun konsep rule of law melainkan konsep negara hukum yang di dasarkan dan bercirikan kepada falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dengan adanya kesimpang siuran mengenai makna atau pengertian negara hukum dalam UUD 1945, maka para anggota MPR berusaha untuk mengurangi kesimpang siurang tersebut dengan cara mengubah rumusan rechtsstaat yang terdapat dalam penjelasan umum UUD 1945. Dari hasil amandemen UUD 1945 pengaturan mengenai negara hukum lebih lengkap jika dibandingkan dengan UUD 1945 yang pernah berlaku sebelumnya. Melalui perubahan ketiga pada tahun 2001, ketentuan mengenai negara hukum ini dicantumkan secara tegas di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen yang menyebutkan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Konsep negara hukum sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen merupakan konsep negara hukum yang mempunyai sifat genus begrip artinya bahwa negara hukum yang di anut oleh UUD 1945 amandemen merupakan konsep yang umum dalam hal ini adalah negara hukum materiil yang menggabungkan antara konsep negara hukum rechtsstaat dan konsep negara hukum rule of law.
Melihat penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen. Maka konsep negara hukum Indonesia bukan lagi konsep negara hukum rechtsstaat melainkan merupakan negara hukum yang
7
Bab I Pendahuluan
menggabungkan antara konsep negara hukum rechtsstaat dan konsep negara hukum rule of law. Dengan melihat uraian tersebut dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam UUD telah menimbulkan ambiguitas atau kesimpang siuran pengertian tentang konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia. Sehingga inilah latar belakang yang dipilih dalam masalah negara hukum Indonesia yang diteliti oleh penulis.
B. RUMUSAN MASALAH. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka obyek penelitian ini adalah tentang negara hukum di Indonesia. Ada tiga aspek penting yang akan disoroti melalui penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaturan negara hukum di dalam UUD di Indonesia? 2. Konsep negara hukum apakah yang dianut oleh Indonesia menurut UUD 1945 pra dan pasca amandemen? 3. Apa saja unsur-unsur negara hukum Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen?
C. TUJUAN PENELITIAN. Penelitian ini memiliki tujuan: 1. Menganalisis pengaturan negara hukum di dalam UUD Indonesia. 2. Menganalisis konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia berdasarkan UUD 1945 pra dan pasca amandemen. 3. Menganalisis unsur-unsur negara hukum Pancasila yang terkandung di dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen.
8
Bab I Pendahuluan
D. MANFAAT PENELITIAN. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat memberi andil dalam bentuk pemikiran ilmiah di bidang hukum terutama hukum tata negara khususnya yang membahas negara hukum dan sangat diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai konsepsi negara hukum Indonesia yang selama ini dikatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
E. KEASLIAN PENELITIAN. Sebagai sebuah penelitian yang mempunyai fokus kajian pada negara hukum bukanlah suatu yang baru. Bahkan buku yang menulis tentang negara hukum sudah sangatlah banyak. Dari hasil penelusuran peneliti ada 2 buku yang mungkin hampir bisa dikatakan mempunyai kajian negara hukum di Indonesia. Pertama, adalah buku yang berjudul “Konsepsi Negara Hukum Menurut UUD 1945” yang ditulis oleh Bambang Arumanadi dan Sunarto yang ditulis pada tahun 1990. Fokus penulisan bukunya pada negara hukum menurut UUD 1945 yaitu mengenai indikasi Negara hukum dalam UUD 1945, penjabaran UUD 1945 dalam peraturan perundangan, konsepsi hukum nasional Indonesia dan negara hukum Indonesia dalam arti materiel. Kedua adalah buku yang berasal dari disertasi yang ditulis oleh Muhammad Tahir Azhary dengan judul “Negara Hukum Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari segai Hukum Islam, Implementasi pada Periode Negara Madinah dan Masa kini”. Disertasi yang ditulis oleh Muhammad Tahir Azhary tersebut yang mempunyai kaitan dengan tesis dari peneliti adalah mengenai 9
Bab I Pendahuluan
penerapan prinsip-prinsip Negara hukum pada masa kini yaitu khususnya negara hukum yang diterapkan di Indonesia. Perbedaan tesis ini dengan kedua buku yang ditulis oleh Bambang Arumanadi – Sunarto dan Muhammad Tahir Azhary terletak pada fokus kajian penelitiannya. Tesis ini memfokuskan kajiannya pada konsep negara hukum di Indonesia dan juga unsur-unsur negara hukum apa saja yang diatur di dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen.
F. TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian Hukum dalam rangka penulisan tesis dimulai dari pembahasan mengenai sejarah munculnya konsep negara hukum. Sejarah latar belakang munculnya konsep negara hukum di setiap negara berbeda-beda. Konsep negara hukum sudah ada sejak zaman Yunani kuno, tepatnya sejak zaman Plato. Pemikiran Plato mengenai negara hukum yaitu mengenai konsep “bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebutnya dengan istilah “nomoi”. Gagasan dari Plato ini seterusnya
dikembangkan
lagi
oleh
muridnya
yang
bernama
Aristoteles. Menurut Aristoteles negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi10 dan berkedaulatan hukum. Konsep negara hukum mulai muncul kembali pada abad ke-17 yang berawal dari kehidupan bernegara yang mempunyai pemerintahan 10
Menurut Aristoteles ada tiga unsur yang harus dipenuhi untuk terciptanya pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu pertama pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyaksikan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan dan tekanan yang dilaksanakan pemerintahan despotic. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hal. 2.
10
Bab I Pendahuluan
monarkhi (kerajaan) absolut.11 Yaitu pemerintahan yang di pimpin oleh raja yang memerintah sesuai dengan kehendaknya sendiri tanpa harus bertanggung jawab kepada siapapun termasuk kepada rakyat. Bahkan kekuasaan seorang raja ini meliputi bidang pembuatan UU (legislatif), menjalankan atau melaksanakan UU (eksekutif) dan juga bidang penegakan hukum (yudikatif). Dengan kata lain dalam suatu negara yang memegang kekuasaan tertinggi atau pemegang kedaulatan adalah raja (souvereignity of the king). Dengan kekuasaan yang hanya berada disatu tangan yaitu maka akan terjadi penindasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh raja. Sebagaimana yang dikatakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung untuk menjadi sewenang-wenang, dan kekuasaan mutlak, kesewenang-wenangan juga cenderung mutlak (power tends to corrupts and absolute power corrupts absolutely). Inilah hukum besi kekuasaan yang jika tidak dikendalikan dan dibatasi menurut prosedur konstitusional, dapat menjadi sumber malapetaka.12 Untuk melawan kekuasaan yang mutlak dari raja dan untuk menghindari malapeka yang akan
ditimbulkan
diperlukan
suatu
oleh
kesewenang-wenangan
pemerintahan
berdasarkan
tersebut
konstitusi.
maka Dalam
konstitusi, hukum menjamin adanya hak-hak dan kebebasan warga negara dan menuntut supaya raja taat kepada hukum. Agar terwujudnya hak dan kebebasan warga negara dan hak asasi manusia serta ketaatan raja kepada hukum, maka kekuasaan raja harus dibatasi dalam suatu hukum konstitusi.
11
Dalam pemerintahan monarkhi absolut ini raja dipilih secara turun temurun. Jimly Asshidiqqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi kedua, Cet. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.hal. 138. 12
11
Bab I Pendahuluan
Guna membatasi
kekuasaan
raja
tersebut, Montesquieu
mengemukakan konsep yang disebut dengan Trias politica. Dalam konsep trias politica ini, kekuasaan dipisahkan (separation of Power) menjadi 3 kekuasaan, yaitu: Kekuasaan legislatif; Kekuasaan eksekutif; dan Kekuasaan yudikatif. Dengan munculnya pemerintahan konstitusi tersebut maka turut muncul gagasan Negara Hukum. Negara hukum oleh D. Mutiara dalam bukunya yang berjudul Ilmu Tata Negara Umum, di definisikan sebagai berikut: “Negara hukum ialah negara yang susunannya diatur dengan sebaikbaiknya dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri menurut semaunya yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum itu ialah negara yang diperintahi bukan oleh orangorang, tetapi oleh undang-undang (the state not governed by men, but by laws). Karena itu, didalam negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya oleh negara dan terhadap negara, sebaliknya, kewajibankewajiban rakyat harus dipenuhi seluruhnya dengan tunduk dan taat kepada segala peraturan pemerintah dan undang-undang Negara”.13
Dalam bukunya yang berjudul “Negara Hukum”, Joeniarto merumuskan asas negara hukum atau asas the rule of law sebagai berikut: “Asas the rule of law, mempunyai arti bahwa dalam penyelenggaraan negara, tindakan-tindakan penguasanya harus didasarkan hukum, bukan berdasarkan kekuasaan atau kemauan penguasa dan bertujuan melindungi kepentingan masyarakatnya, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi anggota-anggota masyarakatnya dari tindakan sewenangwenang”.14
Sudargo Gautama dalam bukunya berjudul “Pengertian Tentang Negara Hukum”, memberikan pengertian bahwa: “Suatu Negara hukum ialah suatau negara, dimana perseorangan mempunyai hak terhadap negara, dimana hak-hak asasi manusia diakui oleh undang-undang, dimana untuk merealisasikan perlindungan hakhak ini kekuasaan negara dipisah-pisahkan hingga badan 13 14
Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia, Malang, 2005, hal. 6. Op cit, hal. 8.
12
Bab I Pendahuluan
penyelenggara, badan pembuat undang-undang dan badan-badan peradilan berada pada pelbagai tangan, dan dengan susunan badan peradilan yang bebas kedudukannya, untuk dapat memberi perlindungan semestinya kepada setiap orang yang merasa hak-haknya dirugikan, walaupun andaikata hal ini terjadi oleh alat negara sendiri”.15
Beberapa definisi tentang negara hukum yang sudah dijelaskan, diketahui bahwa gagasan mengenai cita negara hukum selalu dikaitkan dengan konsep rule of law dan rechtsstaat16. Selain itu negara hukum juga dikaitkan dengan apa yang disebut dengan nomokrasi17. Dalam nomokrasi yang dibayangkan sebagai penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, nomokrasi berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.18 Pada zaman modern konsep negara hukum di Eropa Kontinental disebut dengan rechtsstaat. Konsep rechtsstaat dikembangkan oleh Julius Stahl. Oleh Julius Stahl negara hukum rechtsstaat mempunyai empat unsur, yaitu (1) Perlindungan terhadap HAM; (2) Pembagian Kekuasaan; (3) Pemerintahan berdasarkan UU; (4) Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun dalam istilah anglo saxon (Inggris dan Amerika Serikat) yang menganut sistem hukum common law, konsep negara hukum dikenal dengan istilah rule of law yang dikembangkan oleh A.V Dicey. Di Amerika Serikat prinsip rule of law ini mempunyai jargon 15
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hal. 21. 16 Istilah yang digunakan untuk menyebut rule of law maupun rechtsstaat di Amerika Serikat adalah government under law sedangkan di Perancis digunakan istilah Le principe de la legalite atau la regle du droit.. 17 Nomokrasi berasal dari kata nomos dan cratos. Nomos artinya norma sedangkan cratos artinya kekuasaan. 18 Jimly Asshidiqie, Negara Hukum Indonesia, Ceramah Umum dalam Rangka Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Alumni Universitas Jayabaya, Jakarta, 23 Januari 2010.
13
Bab I Pendahuluan
“rule of law, and not of man”, yang berarti bahwa sesungguhnya yang dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang.19 Oleh A.V Dicey konsep rule of law mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: (1) Supremasi hukum (supremacy of law); (2) Persamaan di depan hukum (equality before the law); dan (3) Terjaminnya HAM dalam UUD (Constitution based on individual right). Berdasarkan unsur-unsur rechtsstaat yang dikemukakan oleh Julius Stahl maupun unsur-unsur rule of law yang dikemukakan oleh A.V Dicey tersebut, maka dapat dilihat adanya perbedaan antara konsep rechtstaat dengan konsep rule of law. Perbedaan tersebut adalah pada konsep rechtsstaat, Peradilan Administrasi Negara merupakan suatu sarana yang sangat penting dan sekaligus pula ciri yang menonjol pada rechtsstaat itu sendiri. Sedangkan dalam rule of law, peradilan administrasi tidak diterapkan, karena kepercayaan masyarakat yang demikian besar kepada peradilan umum. Pada konsep rule of law hukum ditegakkan secara adil dan tepat. Karena semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, maka ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua perkara termasuk perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.20 Bahkan di zaman modern ini, lahir negara hukum materiil (dinamis) yaitu konsep negara hukum telah menggabungkan asas-asas rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl dengan asas-asas rule of law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey.
19
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Loc Cit, hal. 125. Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang PrinsipPrinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Medinah Dan Masa Kini, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 90-91. Lihat juga Bambang Arumanadi dan Sunarto, Loc Cit, hal. 41-42. 20
14
Bab I Pendahuluan
Konsep mengenai negara hukum juga dikembangkan di negaranegara sosialis, yang dikenal dengan nama socialist legality. Socialist legality merupakan suatu konsep yang dianut di negara-negara komunis atau sosialis yang tampaknya hendak mengimbangi konsep rule of law dan rechtsstaat yang dipelopori oleh negara-negara anglo saxon dan negara-negara Eropa kontinental. Dalam socialist legality yang di inginkan adalah adanya realisasi dari sosialisme sebagai sumber yang paling
menentukan
pemerintahan,
pejabat
meliputi
segala
pemerintah
dan
aktivitas
organ
warga
negara.21
negara Oleh
Muhammad Tahir Azhary, Socialist legality mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Perwujudan sosialisme; (2) Hukum adalah alat dibawah sosialisme; (3) Penekanan pada sosialisme. Realisasi sosialisme ketimbang hak-hak perorangan.22 Konsep negara hukum bukan hanya monopoli negara-negara barat, karena sebelum konsep itu lahir di Eropa barat pada abad 17-18, Islam juga telah mengembangkan konsep negara hukum. Islam menetapkan bahwa yang harus berkuasa yang setinggi-tingginya didalam negara adalah hukum. Di dalam ajaran Islam sebagaimana diatur di dalam al-Qur’an, jika suatu negara tidak berdasarkan hukum maka negara itu zalim (diktaktor), otokrasi yang berlaku sewenangwenang; negara fasik (negara anarkhi), kacau balau dan tidak teratur dimana pemerintahannya tidak sanggup menjamin keamanan.23 Menurut Ibnu Khaldun dalam Islam ada dua macam bentuk negara hukum yaitu (1) Siyasah Diniyah diterjemahkan sebagai Nomokrasi Islam; (2) Siyasah Aqliyah diterjemahkan sebagai 21
Mukthie Fadjar, Loc Cit, hal. 21. Muhammad Tahir Azhary, Loc cit, hal. 101. 23 Mukthie Fadjar, Loc Cit, hal. 23. 22
15
Bab I Pendahuluan
nomokrasi sekuler. Sedangkan Negara Hukum Islam „Siyasah Diniyah‟ atau nomokrasi Islam itu sendiri yang oleh Muhammad Tahir Azhary, mempunyai Prinsip-prinsip utama berikut ini: (1) Prinsip kekuasaan sebagai amanah; (2) Prinsip musyawarah; (3) Prinsip keadilan; (4) Prinsip persamaan; (5) Prinsip pengakuan dan perlindungan setiap hak asasi manusia; (6) Prinsip peradilan bebas; (7) Prinsip perdamaian; (8) Prinsip kesejahteraan; (9) Prinsip ketaatan rakyat.24 Sementara itu menurut Jimly Asshidiqqie, dijaman modern ini konsep
mengenai
negara
hukum
sudah
sangat
berkembang.
Perkembangan itu dapat dilihat dengan adanya penggabungan antara konsep negara hukum rechtsstaat dengan konsep negara hukum rule of law. Sehingga oleh Jimly Asshidiqie dirumuskan adanya tiga belas prinsip pokok negara hukum yang ideal bagi negara hukum Indonesia dan merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara hukum dalam arti yang sebenarnya. Ketiga belas prinsip negara hukum tersebut adalah: (1) Supremasi Hukum (Supremacy of Law); (2) Persamaan dalam hukum (equality before the law); (3) Asas legalitas (due process of law); (4) Pembatasan kekuasaan; (5) Organorgan eksekutif independen; (6) Peradilan bebas dan tidak memihak; (7) Peradilan tata usaha negara; (8) Peradilan tata negara (constitutional court);
(9)
(democratische
Perlindungan rechtsstaat);
HAM; (11)
(10)
Bersifat
Berfungsi
demokratis
sebagai
sarana
mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtsstaat); (12) Transparansi dan kontrol sosial; (13) Berketuhanan Yang Maha Esa.25
24
Muhammad Tahir Azhary, Loc Cit, hal. 85. Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, Loc Cit, hal. 127-134. 25
16
Bab I Pendahuluan
G. METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap UUD 1945 pra dan pasca amandemen dalam pengaturan mengenai Negara hukum. Selain itu peneliti juga melakukan studi kepustakaan bukan saja terhadap UUD tetapi juga buku-buku mengenai negara hukum, buku-buku yang mempunyai kaitan dengan negara hukum risalah pembentukan UUD 1945 dan juga risalah amandemen UUD 1945 yang diharapkan bisa membantu peneliti untuk menemukan unsur-unsur negara hukum dan pengaturan negara hukum di Indonesia. 2. Pendekatan Masalah Sehubungan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif maka peneliti menggunakan empat pendekatan (approach), yaitu pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan sejarah (historical approach) serta pendekatan perbandingan (comparative approach). a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute approach)26. Pendekatan perundang-undangan digunakan oleh peneliti untuk meneliti dan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Negara hukum. Dalam hal ini, pendekatan undang-undang digunakan untuk:
26
Menurut Johnny Ibrahim penelitian normatif harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2010, Hal. 302.
17
Bab I Pendahuluan
Meneliti dan menganalisis pengaturan konsep negara hukum dalam tiap-tiap UUD.
Meneliti dan menganalisis konsep Negara hukum yang diatur UUD 1945 pra dan pasca amandemen.
Meneliti dan menganalisis pengaturan dan ketentuan mengenai unsur-unsur negara hukum yang diatur dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen.
b. Pendekatan Konseptual „conceptual approach‟. Pendekatan konseptual digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti dan menganalisis apa yang dimaksud dengan konsep negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 pra dan pasca amandemen. Pendalaman ini diperlukan untuk membedakan karakter beberapa konsep negara hukum. Sebagaimana diketahui bahwa konsep negara hukum terdiri dari:
Negara hukum kontinental yang disebut dengan rechtsstaat;
Negara hukum common law dengan istilah yang digunakan rule of law,
Konsep Negara hukum sosialis atau yang disebut sebagai socialist legality; dan
Negara hukum Islam atau Nomokrasi Islam yang disebut sebagai siyasah diniyah. Oleh karena itu penulis perlu menelaah pandangan-pandangan
sarjana hukum dari berbagai negara mengenai hal tersebut.27 c. Pendekatan Sejarah (historical approach).28 27
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 137. Menurut pendapat Peter Mahmud pendekatan sejarah dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu dan selain itu juga yang sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke 28
18
Bab I Pendahuluan
Dengan
menggunakan
pendekatan
sejarah
(historical
approach), penulis bermaksud menelusuri latar belakang sejarah mengenai munculnya konsep dan unsur-unsur negara hukum dalam ketatanegaraan di Indonesia yang di atur dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen. d. Pendekatan Perbandingan (comparative approach). Dengan menggunakan pendekatan perbandingan,
penulis
bermaksud untuk melakukan studi perbandingan terhadap konsep dan unsur-unsur negara hukum yang terdapat di dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen. 3. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti mengenai negara hukum. Bahan-bahan hukum tersebut adalah: a.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar yaitu pembukaan UUD 1945, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi dan traktat.29 Sehingga disini penulis memfokuskan penelitian pada UndangUndang Dasar 1945. Selain itu penulis juga akan menggunakan undang-undang yang mempunyai kaitan dengan negara hukum,
waktu dan juga dapat memahami perubahan serta perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. ibid. Sedangkan Satjipto Rahadjo mengemukakan bahwa penelitian normative yang menggunakan pendekatan sejarah memungkinkan seorang peneliti untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu system atau lembaga, atau suatu pengaturan hukum tertentu sehingga dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerapan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu. Johnny Ibrahim, Loc Cit, hal. 318. 29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 13.
19
Bab I Pendahuluan
yaitu
antara
lain
UU
Tentang
Pokok-Pokok
Kekuasaan
Kehakiman, UU tentang Mahkamah Agung, UU Tentang Mahkamah Konstitusi, UU Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan lain-lain. Bahan
b.
hukum
memberikan
sekunder
penjelasan
yaitu
bahan-bahan
mengenai
hukum
hukum primer,
yang seperti
rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitan, hasil karya dari kalangan hukum, pendapat para sarjana hukum.30 Dalam penelitian mengenai negara hukum bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku teks yang membahas mengenai negara hukum maupun buku-buku yang ada kaitannya dengan negara hukum, pendapat para sarjana mengenai konsep negara hukum dan juga naskah komprehensif perubahan Undang-Undang Dasar 1945. c.
Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya kamus, ensiklopedia, website dan lain-lain.31
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum (baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier) yang diperlukan untuk penelitian ini dikumpulkan berdasarkan topik-topik permasalahan yang telah dirumuskan dan dikaji menurut pengklasifikasian permasalahan menurut sumber dan hierarkinya secara komprehensif. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Dari bahan hukum yang diperoleh dalam studi kepustakaan, aturan-aturan perundang-undangan maupun dalam artikel, maka penulis
30 31
Ibid. Ibid.
20
Bab I Pendahuluan
menguraikan dan menghubungkan sedemikian rupa sehingga tersaji dalam tulisan yang tersistematisasi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah tersebut diatas. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari konsep negara hukum secara umum terhadap permasalah negara hukum secara konkret yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada tersebut di analisis untuk melihat negara hukum Indonesia, dilihat dari perkembangannya, konsep negara hukumnya dan pengimplimentasiannya dalam system ketatanegaraan di Indonesia.
H. PERTANGGUNGJAWABAN SISTEMATIKA. Penulisan penelitian ilmiah (tesis) ini dibagi menjadi empat bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab sesuai dengan pembahasan dan materi-materi yang diteliti. Bab I sebagai pendahuluan. Bab Pendahuluan berisi latar belakang masalah, dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan yang terakhir pertanggungjawaban sistematika. Bab II mengenai landasan teori. Di dalam Bab II ini di bahas mengenai negara hukum. Dalam pembahasan mengenai negara hukum, penulis melakukan pembahasan mengenai empat pokok bahasan, yaitu mengenai (1) Negara, (2) Hukum; (3) Negara hukum dan (4) Negara hukum Pancasila; Bab III mengenai hasil penelitian dan analisis. Dalam hal ini membahas kajian mengenai negara hukum Indonesia yang ditinjau dari UUD 1945 pra dan pasca amandemen. Disini dilakukan penelitian dan 21
Bab I Pendahuluan
analisis mengenai pengaturan tentang konsep negara hukum dalam setiap UUD atau konsitusi yang berlaku dan yang pernah berlaku di Indonesia. Selain itu juga dilakukan penelitian dan analisis mengenai konsep negara hukum apa yang diterapkan di Indonesia dengan mengacu pada rumusan dan unsur-unsur negara hukum yang terdapat di dalam UUD 1945 pra dan amandemen. Penulis juga melakukan penelitian dan analisis terhadap unsur-unsur negara hukum yang terdapat dalam UUD 1945 pra dan pasca amandemen dengan meninjau dari sudut pandang sejarah munculnya unsur-unsur negara hukum tersebut dengan mengkaji naskah persiapan UUD 1945 dan naskah perubahan UUD 1945. Bab IV, merupakan bab penutup. Bab penutup ini berisi kesimpulan dan saran. Berisi rangkuman hasil penelitian dan analisis bab-bab terdahulu sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai konsepsi negara hukum di Indonesia. Saran-saran diberikan sebagai sumbangan pemikiran ilmiah yang diharapkan dapat memberi masukan untuk menambah pemahaman mengenai konsep negara hukum yang ideal bagi Indonesia.
22