BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan demokrasi di Indonesia telah menuju babak baru yaitu era transparansi dan keterbukaan. Terutama setelah disahkan dan diberlakukannya UU no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai salah satu produk hukum Indonesia yang pada pasalnya memberikan kewajiban kepada setiap badan publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan informasi publik. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan keputusan Publik tersebut. Berdasarkan data dari Freedom Of Information Centre di Inggris, sekurang-kurang ada 50 negara di Dunia yang telah memiliki UU tentang kebebasan informasi, termasuk di dalamnya adalah Indonesia, serta terdapat 30 negara lainnya yang sedang berada dalam tahapan penyusunan UU tersebut (DepKomInfo, 2008:1). Poin penting dalam undang-undang KIP adalah tentang kewajiban badan publik baik lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, untuk memberikan informasi publik dan menjadi mediasi dalam penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediator komisi informasi yaitu media massa baik cetak maupun elektronik. Adanya transparansi terhadap setiap informasi publik dapat mendorong partisipasi masyarakat untuk mengawal dan mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga pemerintahannya (DepKomInfo, 2008:2). Dari informasi-informasi yang disampaikan, akan mempengaruhi bagaimana opini publik terhadap performa pemerintah dan lembaga-lembaganya yang pada akhirnya
1
membentuk
citra
dan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
lembaga-lembaga
pemerintahan tersebut. Di era transparansi ini, lembaga pemerintah harus memiliki divisi khusus sebagai penghubung yang bertujuan untuk menjembatani, berkomunikasi, dan menyampaikan pesan-pesan lembaga tersebut kepada publik (Sularso, 2006:26). Selain untuk membantu mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan lembaga pemerintah kepada masyarakat, humas juga membantu mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah agar tetap selaras dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. Humas di lembaga pemerintah secara khusus bertugas memonitor pendapat umum tentang kebijakan pemerintah, selanjutnya menyampaikan tanggapan masyarakat tersebut dalam bentuk feedback kepada pimpinan lembaga-lembaga pemerintah yang bersangkutan sebagi input, (Rachmadi, 1996:78). Dalam hal ini, humas pemerintah dituntut untuk mampu menterjemahkan kepentingan aktual masyarakat (Sularso, 2006:27). Berbeda dengan humas di sektor usaha komersil yang berorientasi menghasilkan laba, humas di lembaga pemerintah lebih bersifat nirlaba sebab menekankan kegiatan pada public service atau pemberian pelayanan kepada masyarakat (Sularso, 2006:27). Pelayanan tersebut diberikan dalam bentuk pemeliharaan hubungan baik dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, sehingga humas pemerintah sebenarnya mengemban tugas yang sangat berat, dimana mereka tidak hanya sekedar membangun dan mempertahankan citra lembaga di lingkungan sendiri, melainkan juga harus dapat mencerminkan citra pemerintah serta citra negara dan bangsa dimata masyarakat maupun dunia internasional (Sularso, 2006:26). Akan tetapi, bukan hal yang mudah bagi humas pemerintah untuk dapat menjangkau seluruh masyarakat yang menjadi khalayaknya. Keterbatasan humas pemerintah dalam menjangkau masyarakat yang begitu luas tersebut menjadikan peran media massa begitu penting dalam rangka mendukung aktifitas komunikasi yang dilakukan suatu lembaga pemerintah kepada masyarakat.
2
Media massa dapat dikatakan sebagai penjaga gerbang atau penyaring tempat praktisi humas menjangkau publik umum dan kelompok lainnya yang dukungannya dibutuhkan (Latimore et al., 2010:200). Oleh sebab itu, humas pemerintah perlu menjalin hubungan baik dengan media massa yang biasa dikenal dengan media relations. Menurut Frank Jefkins (2004:98), kegiatan menjalin hubungan baik dengan media massa atau pers merupakan sebuah upaya untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimal atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Pengunaan media relations untuk menyebarkan pesan dan informasi lembaganya adalah karena kemampuan membentuk opini publik yang dimiliki oleh media massa (Theaker, 2004:147). Media massa memiliki fungsi agenda settingyaitu kekuatan untuk menentukan apa yang dilihat, dibaca dan didengarkan masyarakat secara umum. Salah satu dampak dari fungsi agenda setting media ini adalah lahirnya gambaran realitas yang menempel dibenak masyarakat sebagaimana media mengkonstruksikannya (Hamad, 2004:24). Samsup dan Yungwook (2004:302), menjelaskan bahwa media relations yang dijalankan sebuah lembaga tidak hanya berupa melaksanakan aktifitas rutin seperti penulisan berita serta follow up dan monitoring pelayanan lembaga, melainkan juga termasuk memelihara pertemanan dengan media massa. Humas perlu menjalin komunikasi yang baik dengan media secara intens, membina hubungan dengan wartawan yang menjadi jembatan pada setiap perusahaan untuk mengkomunikasikan programnya melalui media (Isnaini, 2006:21). Media relations tidak hanya menjadi keuntungan bagi humas pemerintah saja untuk menjadi sarana informasi publik, wartawan dan media massapun diuntungkan dengan adanya hubungan humas pemerintah tersebut. Oleh wartawan, humas dianggap sebagai sumber informasi yang mampu membuat pekerjaan wartawan menjadi lebih mudah dan menghemat waktu, disamping mampu menyampaikan informasi yang belum tersedia (Baskin, Aronoff dan Lattimore, 1997:199-200). Dalam pelaksanaan
3
media relations, seorang humas berfungsi sebagai pemberian informasi yang objektif kepada wartawa, sekaligus sebagai pemegang kontrol terhadap pemberitaan mengenai lembaganya yang dimuat di media massa, sedangkan fungsi wartawan adalah dalam hal peliputan, yaitu mencari, menulis, dan menyebarkan informasi. Kedua fungsi yang dilakukan di atas harus dilandasi dengan hubungan kemitraan yang tidak bermaksud untuk saling mendistorsi fungsi dan peran masing-masing. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan salah satu lembaga pemerintah yang telah melaksanakan media relations dalam memaksimalkan penyebaran informasi kepada publik atau masyarakat. Kegiatan media relations dilaksanakan sebagai
perwujudan
komitmen
Badan
Pemeriksa
Keuangan
(BPK)
untuk
meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan seluruh stakeholdernya, serta untuk melaksanakan transparansi informasi publik yang akurat, adil, berimbang, dan bertanggung jawab. Hal ini merupakan misi sinergitas peran BPK dengan media massa baik cetak maupun elektronik. Alasan pentingnya pelaksanaan kegiatan media relations bagi BPK adalah karena masih terdapat inkonsistensi persepsi publik dan media terhadap kinerja BPK dan terhadap komitmen BPK untuk melaksanakan transparansi dan keterbukaan informasi. Dengan media relations diharapkan dapat mensosialisasikan BPK sebagai lembaga publik yang terbuka, transparan dan akuntabel (www.bpk.go.id). Era reformasi berdampak meningkatnya perhatian lembaga perwakilan, pemerintah, dan masyarakat umum terhadap BPK dengan lebih memperhatikan terhadap hasil pemeriksaan BPK terutama opini atas laporan keuangan pemerintah sejak tahun 2005. Tingginya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) indonesia dan meningkatnya tindak korupsi di kalangan pejabat mendorong BPK untuk ikut berkontribusi dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu perubahan lingkungan eksternal yang berkaitan dalam pengelolaan keuangan negara antara lain meningkatnya kesadaran dan ekspektasi masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang akuntabel dan transparan dalam pengelolaan keuangan negara; perbaikan tata kelola keuangan negara dalam tiga undang-undang yaitu UU No 17 th
4
2003, UU No 1 Th 2004, dan UU No 15 th 2004 serta munculnya kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun laporan keuangan sebagai akuntabilitas keuangan negara/daerah; kebijakan otonomi daerah dalam pengelolaan keuangan daerah dan pemerintah pusat yang sebelumnya terpusat di ibukota negara menjadi tersebar di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Komitmen tentang keterbukaan transparansi dan akuntabilitas informasi publik kaitannya dengan Dana Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi fokus BPK RI perwakilan propinsi DIY (yogyakarta.bpk.go.id). Karena kewenangan pengelolaan dana desa pasca terbitnya UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KemendesaPDTT) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih memunculkan polemik (koran Sindo, 20 Januari 2015). Humas BPK perwakilan DIY Bapak Nurrochman mengatakan BPK akan mengawal alokasi dan penyelenggaraan Dana Desa di DIY sebagai bentuk komitmen BPK perwakilan DIY sebagai gatekeeper penyalahgunaan APBD DIY. Untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan triliunan rupiah dana desa di DIY, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan DIY, melakukan audit kinerja pengelolaan dan penggunaan dana desa anggaran 2015. Dengan dilakukan audit akan diketahui tingkat transparansi dan tata kelola keuangan tersebut. Dana Desa sebesar Rp287,69 miliar siap digunakan untuk pelaksanaan Anggaran Pelaksanaan Belanja Desa (APBDes) di lingkungan DIY 2016 mendatang. Jumlah tersebut jauh meningkat dibandingkan anggaran Dana Desa DIY 2015. Tahun lalu anggaran yang disiapkan hanya sebesar Rp112 miliar (Harian Jogja, 23 Desember 2015). Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa harus siap memberikan laporan dan pertanggungjawaban. Dalam PP Nomor 43 tahun 2014 tentang Desa dipertegas bahwa kepala desa wajib menyampaikan laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa setiap tahun akhir anggaran kepada Bupati/Walikota.
5
Sedangkan berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UUNomor15 Tahun 2006 tentang BPK, dana desa merupakan bagian keuangan negara, maka penggunaanya harus diaudit oleh BPK. Sebab seluruh penggunaan anggaran dana yang berasal dari APBN dan APBD wajib diaudit oleh BPK. Dengan kata lain, BPK mempunyai tugas untuk meminimalisir dan mencegah penyelewengan Dana Desa. Namun Dana Desa menjadi polemik baru, dimana banyak permasalahan seperti kurang optimalnya penyerapan Dana Desa maupun kurang transparannya penggunaan Dana Desa tersebut. Media menekankan berita pada aspek transparansi dan akuntanbilitas yang banyak dikesampingkan. Dana yang bersumber dari APBN tersebut adalah uang rakyat sehingga besaran dan pemanfaatannya harus dilaporkan pula kepada rakyat atau publik (Sarworo Soeprapto, 2013). Publik menuntut transparansi dan pertanggungjawaban program apa yang didanai dan berapa besaran dananya, perlu dipublikasikan secara terbuka. Badan Pemeriksa keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas, mandiri, dan profesional mempunyai visi berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Sedangkan misi BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negera serta berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah yang baik, bersih dan transparan (SK BPK RI No.10/SK/VIII.3/8/2005 tentang rencana strategi BPK TA 2006 s/d 2010). BPK melibatkan peran serta media massa dalam meningkatkan transparansi pengelolaan dana desa pada badan layanan publik. Karena menyangkut dana dan penggunaan anggaran yang besar, isu ini menjadi isu sensitif sehingga memerlukan peran media massa untuk mengkomunikasikan setiap informasi sehingga tidak menjadi pemberitaan yang simpang siur di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang baik antara Humas BPK perwakilan DIY dan media massa sehingga proses penyampaian informasi atau pesan kepada masyarakat dapat berjalan baik dan optimal.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, peneliti merumuskan sebuah permasalahan utama yang menjadi fokus penelitian ini yaitu,: “Bagaimana pelaksanaan media relations yang dilakukan oleh Humas BPK Perwakilan DIY periode tahun 2015 ?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Peneliti merumuskan bahwa penelitian ini memiliki tujuan-tujuan yang mengacu pada pertanyaan di atas, yaitu untuk: 1. Mengetahui peran Humas dalam pelaksanaan media relations di lingkungan BPK Perwakilan DIY periode tahun 2015. 2. Mengetahui kegiatan media relations yang dilaksanakan oleh Humas BPK Perwakilan DIY periode tahun 2015.
Manfaat Penelitian ini adalah untuk: 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya kajian ilmiah humas dalam Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai media relations.
2. Manfaat praktis Hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi Humas BPK perwakilan DIY dalam merumuskan kembali dan mengoptimalkan fungsi media relations yang telah dijalankan selama ini agar lebih sesuai dengan keinginan pihak wartawan dan media massa, sehingga meminimalisasi terjadinya konflik dalam hubungan profesionalitas keduanya.
3. Manfaat Sosial Dalam tatanan sosial, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana humas BPK perwakilan DIY. Sebagai lembaga pemerintah
7
diharapkan BPK RI mampu memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam melaksanakan praktik media relations agar penyebaran informasi tentang kebijakan dan transparansi BPK RI kepada masyarakat dapat lebih optimal.
D. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran di bawah ini peneliti akan memilih teori-teori dan konsep yang relevan, yang digunakan untuk menjawab masalah tentang bagaimana aktivitas media relations Humas BPK RI DIY dalam mengelola polemik transparansi danais.
1. Media Relations Public
relations
adalah
fungsi
manajemen
yang
membangun
dan
mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip, Center, Broom, 2011:6). Jefkins (2003: 10), mendefinisikan public relations sebagai semua bentuk komunikasi yang terencana, baik yang sifatnya internal (ke dalam) maupun yang sifatnya eksternal (ke luar), antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Menjalin hubungan baik dengan media massa merupakan salah satu bentuk dari komunikasi ke luar yang dilakukan oleh praktisi humas. Inilah yang dikenal dengan sebutan media relations. Yosal Iriantara (2005: 32) mengartikan media relations sebagai bagian dari public relations (PR) eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan publik untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan menurut Frank Jefkins (2004: 113) media relations merupakan usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran maksimum atas suatu pesan atau informasi PR dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Dengan adanya penyebaran informasi yang akurat dan memadai, diharapkan pemberitaan yang
8
simpang siur dapat dihindari dan dapat terbentuknya citra yang positif terhadap organisasi dan perusahaan tersebut. Jefkins (2004:19) mengungkapkan sebagi berikut : “Citra tidak selamanya mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya atas sesuatu hal karena citra semata-mata berdasarkan informasi yang tersedia. Dengan demikian, informasi yang benar, akurat, lengkap, memadai dan tidak memihak benarbenar penting bagi munculnya citra yang tepat. Variasi informasi mengakibatkan variasi citra walaupun subjek yang terlibat sama.” Menurut Wardhani (2008:13), tujuan dilakukannya media relations antara lain: a. Untuk memperoleh publisitas seluas mungkin mengenai kegiatan serta langkah lembaga atau organisasi yang baik untuk diketahui umum. b. Untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan media (peliputan, laporan, ulasan, tajuk yang wajar, objektif dan seimbang), mengenai hal-hal yang menguntungkan lembaga atau organisasi. c. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan lembaga atau organisasi. d. Untuk melengkapi data atau informasi bagi pimpinan lembaga atau organisasi bagi keperluan pembuatan penilaian atau assesment secara tepat mengenai situasi atau permasalahan yang mempengaruhi kegiatan lembaga atau perusahaan. e. Mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati.
Oleh karena itu, dalam menjalankan praktik media relations, para praktisi humas memperhatikan beberapa prinsip berikut (Jefkins, 2004:101): a. Memahami dan melayani media Seorang praktisi humas harus memiliki pengetahuan mengenai cara memahami dan melayani media, sehingga dapat menjalin kerjasama dengan pihak media/pers dan dapat menciptakan suatu hubugan timbal balik yang saling menguntungkan.
9
b. Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya Praktisi humas harus selalu siap menyediakan dan memasok materi-materi yang akurat kapan saja dan dimana saja. Ini terkait dengan pekerjaan manager humas sebagai penyedia informasi utama bagi kalanga media massa (Jefkins, 2004: 33). Dengan cara ini humas akan dinilai sebagai sumber inforasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh media. c. Menyediakan salinan yang baik Menyediakan salinanyang baik dapat dilakukan dengan menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik dan jelas. d. Bekerjasama dalam penyediaan materi Sebagai contoh, seorang praktisi humas dan pers dapat bekerjasama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau jumpa pers dengan tokoh-tokoh tertentu. e. Menyediakan fasilitas verifikasi Praktisi humas perlu memberikan kesempatan kepada para wartawan untuk melakukan verifikasi (pembuktian kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima. Contohnya, yaitu dengan mengijinkan para wartawan untuk langsung melihat fasilitas atau kondisi organisasi yang hendak diberitakan, meskipun memang tidak semua organisasi atau perusahaan mengijinkan wartawan untuk mengetahui seluruh “isi perut” perusahaan.
f. Membangun hubungan personal yang kokoh Hubungan personal yang kokoh akan tercipta dan terpelihara jika dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, dan sikap saling menghormati profesi masingmasing. Hubungan baik itu juga perlu dibangun dengan landasan profesionalisme masing-masing.
Sebagai mitra kerja yang strategis, seorang praktisi humas tidak hanya mengemban tugas untuk menciptakan dan memelihara hubungan baik dengan media
10
massa dalam arti organisasinya, melainkan juga media massa dalam arti personal, yaitu wartawan-wartawan yang tergabung di dalamnya. Komunikasi yang dibangun dengan pihak wartawan tersebut hendaknya bersifat dua arah dan dilakukan secara berkesinambungan, mengingat opini publik bersifat sangat dinamis, dimana dapat berubah-ubah seiring dengan informasi yang diberitakan oleh pihak media. Berikut merupakan gambarang sederhana dari arus komunikasi dalam praktik media relations (Iriantara, 2005:31).
Media Massa
Organisasi
Publik
Gambar 1 Arus komunikasi dalam praktik media relations
Dari gambar di atas dapat dilihat bagaimana arus komunikasi yang terbentuk antara organisasi, media massa dan publik. Garis tipis memperlihatkan arus komunikasi yang dilakukan oleh publik, sedangkan garis tebal memperlihatkan arus komunikasi yang dilakukan oleh organisasi. Dalam bagan di atas, media berperan sebagai jembatan antara organisasi dan publik. Organisasi dapat menyampaikan informasi-informasinya
kepada
publik
melalui
media
massa.
Publik
dapat
menyampaikan aspirasi, saran dan kritiknya kepada suatu organisasi melalui media massa. Walaupun terkadang publik memiliki akses langsung untuk menyampaikan aspirasinya kepada organisasi, namun penyampaian aspirasi melalui media massa cenderung memiliki kekuatan yang lebih besar dan lebih kuat mengingat kemampuan media massa yang besar dalam mempengaruhi opini publik dan citra suatu organisasi.
11
a. Kegiatan Media Relations Buku “Manajemen Humas & Manajemen Komunikasi (konsep dan aplikasi)” menjelaskan bahwa praktik media relations mencakup teknik pembuatan produkproduk publikasi, informasi dan berita dalam bentuk seperti press release, photo press, news letter, news, featuris, video realese, PR advertising, PR writing, company profile, annual report publication, yang konsekuensinya pihak praktisi humas harus memiliki kemampuan dalam bidang tulis menulis berita, melalui penguasaan teknik-teknik penulisan wartawantik, dan sebagai presenter, yaitu sebagaimana dikenal dengan pembuatan berita dengan formula 5W+1H, struktur kalimat berita yang mengacu pada cara penulisan “piramida terbalik”, sistematis, logis, singkat, dan padat, serta press clear lain sebagainya (Ruslan, 2001: 60-163). Kegiatan pokok media dalam kiat berhubungan dengan media massa, antara lain (Abdullah, 2001: 80-97): a. Penyebaran siaran pers Siaran pers biasa disebut juga press release. Kegiatan pembuatan dan penyebaran siaran pers merupakan kegiatan media relations yang paling efisien. Lembaga atau individu yang menyebarkannya tidak perlu repot membentuk panitia, menyediakan konsumsi, sewa tempat, menyediakan alat, dan lain-lain. Siaran pers biasanya berupa lembaran siaran berita mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan organisasi tertentu, yang disebarkan kepada wartawan atau media massa. b. Konferensi pers atau jumpa pers Konferensi pers atau jumpa pers merupakan satu kegiatan media relations yang paling dikenal, selain penyebaran siaran pers. Jumpa pers biasanya dilakukan menjelang, menghadapi, ataupun setelah terjadi peristiwa atau kegiatan penting dan besar. Kelebihan kegiatan dibanding siaran pers adalah pada aspek diskusi atau tanya jawab.
12
c. Kunjungan pers Kunjungan pers atau terkadang disebut press tour dilakukan dengan mengajak kalangan wartawan untuk berkunjung ke suatu lokasi, baik yang berada dilingkungannya maupun ke tempat atau lokasi yang memiliki kaitan erat dengan kiprah lembaga tersebut. Hasil laporan jurnalistik yang dibuat oleh wartawan dari kunjungan pers tersebut selain bermanfaat sebagai kegiatan kehumasan, juga bermanfaat sebagai ajang promosi perusahaan. d. Resepsi pers Resepsi pers adalah mengundang insan media massa dalam sebuat resepsi atau acara yang khusus diselenggarakan untuk para pemburu berita. Acaranya bisa berupa makan siang bersama atau makan malam yang dilanjutkan dengan acara hiburan. Kegiatan ini merupakan acara untuk mempererat hubungan antara humas dengan media massa. e. Peliputan kegiatan Acara-acara yang diliput wartawan bisa bersifat massal, seperti pembukaan pameran, seminar, pelatihan, diskusi pannel, wisuda, pertandingan olahraga, pergelaran kesenian, dan lain-lain. Untuk memudahkan pekerjaan wartawan, biasanya disediakan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh rekan pers, yang sering kali berbentuk press kit dimana didalamnya dapat dimasukkan bingkisan atau kenang kenangan yang ingin diberikan kepada wartawan. f. Wawancara pers Wawancara pers datang dari inisiatif media massa. Wawancara yang berlangsung dapat berupa wawancara yang dipersiapkan maupun wawancara spontan.
Selain enam kegiatan berhubungan dengan media massa di atas, kegiatan lain yang tidak kalah penting yaitu kunjungan humas ke kantor media massa itu sendiri atau yang sering disebut dengan mediavisit. Selain untuk menjelaskan beberapa kebijakan yang dimiliki pemerintah, kunjungan ke kantor redaksi media juga dapat
13
dimanfaatkan untuk membangun maupun mempererat silahturahmi antara humas dan lembaga media massa secara keseluruhan (Hutabarat, 1993:89-90).
d. Hubungan Humas dengan Wartawan Wartawan adalah bagian dari media massa yang mempunyai peran besar dalam menghasilkan berita-berita yang dimuat atau disiarkan media massa. Sehingga, jika berbicara mengenai hubungan humas dengan media massa tidak bisa dilepaskan dengan hubungan humas dengan wartawan. Praktisi Humas tentu berharap adanya hubungan baik dengan wartawan dapat pembantu menghasilkan pemberitaan yang positif tentang organisasinya. Samsup & Yungwook (2004:300) menyatakan secara jelas hasil temuan yang memperlihatkan bahwa hubungan yang baik dengan wartawan akan memberikan pengaruh positif terhadap citra sebuah lembaga. Akan tetapi, menurut DeFleur & Dennis, praktisi humas dan organisasinya seringkali mengalami hambatan dalam memperoleh pemberitaan yang positif dari media massa. Halangan yang pertama adalah karena media massa merupakan entitas independen yang memiliki tujuan sendiri yang dapat berkonflik dengan pencari publisitas, dan halangan yang kedua adalah adanya kompetisi yang hebat untuk mendapatkan ruang serta waktu yang terbatas dalam media (DeFleur & Dennis, 1998:356). Pihak mediapun seringkali enggan dengan mudah memberikan pemberitaan yang positif mengenai suatu organisasi karena merasa apa yang mereka harapkan pada kenyataannya tidak dapat dipenuhi oleh praktis humas dan organisasi yang diwakilinya. Kondisi tersebut sering menimbulkan konflik dan pertentangan diantara pihak humas dan wartawan.
14
Pertentangan antara wartawan dan pihak humas secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut (Ruslan, 2008:161):
PERBEDAAN FUNGSI & TUGAS ANTARA HUMAS & WARTAWAN
1. 2. 3. 4.
WARTAWAN
PUBLIC RELATIONS
Berupaya Mencari:
Berupaya Mendapat:
Issue (Rumor) News Value Sensational Berita Segi Negatif
1. 2. 3. 4.
BERITA
Publisitas Positif Puff (Superlatif) Promosi/Pengenalan Berita Segi Positif
CITRA
Gambar 1.2 Perbedaan Fungsi dan Tugas antara Humas dan Wartawan
Dari gambar di atas terlihat bahwa kegiatan humas dan wartawan mempunyai tujuan akhir yang berbeda, dimana humas bertujuan membentuk citra yang positif bagi organisasinya, sementara wartawan bertujuan menghasilkan berita yang memiliki news value. Untuk mendapatkan mencintraan yang positif, humas tentu membutuhkan pemberitaan yang positif. Di sisi lain, wartawan tidak selalu membutuhkan berita yang
15
positif untuk menghasilkan berita yang news value. Seringkali berita negatifpun menjadi sebuah berita yang bernilai tinggi bagi wartawan. Inilah yang sering dikenal dengan istilah “bad news is good news”. Walaupun dalam gambar di atas terlihat bagaimana pertentangan yang terjadi antara humas dan wartawan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa pada kenyataannya wartawan membutuhkan orang-orang humas sebagaimana humas juga membutuhkan wartawan sebab keduanya memiliki fungsi yang saling melengkapi (Parsons, 2008: 90). Menurut DeFleur & Dennis (1998:356), praktisi humas dan wartawan merupakan dua pihak yang memiliki kesalingtergantungan satu sama lain, atau yang mereka sebut dengan istilah “mutual depedensi”. Bagi humas, wartawan dan media massa merupakan mitra yang sangat membantu dan menyebarluaskan informasi organisasi kepada masyarakat luas (Clear & Weideman, 2004:20). Media massa dapat dikatakan sebagai pengaja gerbang atau penyaring tempat praktisi humas menjangkau publik umum dan kelompok lainnya yang dukungannya dibutuhkan (Latimore et al., 2010:200). Sedangkan bagi wartawan sendiri humas merupakan sumber informasi yang mampu membuat pekerjaan wartawan menjadi lebih mudah dan menghemat waktu, disamping mampu menyediakan informasi yang belum tersedia (Baskin, Aronoff & Latimore, 1997:199-200). Menurut Ruslan (2008:154) agar hubungan kemitraan dengan wartawan dan media massa dapat berjalan dengan baik dan saling menguntungkan, humas perlu menerapkan kiat dan strategi bekerjasama dalam merancang produk-produk publikasi, sehingga mampu menarik perhatian media massa. Praktisi humas harus menguasai berbagai teknik dan kemampuan dasar dalam menulis naskah kehumasan (PR writing skill) seperti pembuatan press release atau news release yang mengandung unsur nilai berita yang tinggi. Menurut Jethwaney, Varma, Sarkar (1994:95-97) ada beberapa poin penting yang diharapkan media massa dari humas, misalnya bahwa media mengharapkan informasi yang terbaru dari humas dan eksekutif sebuah organisasi. Reporter mengharapkan tidak ada yang disembunyikan dari humas, jadi informasi disajikan
16
secara transparan. Humas diharapkan dapat memberi pemikiran yang sungguhsungguh dan jelas jenis informasi apa yang diberikan kepada media: apakah akan memberikan berita, latar belakang, atau informasi untuk feature. Kelengkapan lain seperti penyediaan gambar grafik, atau diagram yang berhubungan dengan organisasi dan dibutuhkan oleh media dapat dipenuhi oleh Humas. Prinsip hubungan pers yang positif yaitu hubungan antara humas dan wartawan yang berlandaskan prinsif-prinsif keterbukaan serta menghargai tugas dan peran masing-masing harusnya berisi beberapa hal berikut ini (Ruslan, 2008:157), misalnya sikap yang terus terang, ramah tetapi tetap tegas dan konsekuen serta professional; saling memahami fungsi, kewajiban dan tugas profesi yang diemban serta ketertarikan pada kode etik masing-masing; mengenal pemimpin redaksi (pemred), wakil pemimpin redaksi (wapemred), redaktur pelaksana (redpel), redaktur halaman dan reporter yang bertugas disetiap liputannya; serta tidak menutup saluran informasi dan komunikasi pada saat perusahaan atau lembaga atau humas menghadapi isu negatif. Humas harus menerima kedatangan wartawan dalam peliputan, konfirmasi berita, wawancara dan sebagainya dalam batas yang wajar tanpa menunjukkan sikap ragu-ragu atau kecurigaan.Melayani permintan interview dengan sebaik-baiknya, termasuk permintaan interview mendadak dengan catatan segala sesuatunya dipersiapkan dan dievaluasi terlebih dahulu dengan membedakan informan yang pantas dan tidak pantas untuk dipublikasikan. Relasi antara humas dengan media massa dapat dipererat juga dengan pemberian iklan goodwill yaitu iklan secara insidentil diluar iklan promosi (komersil), misalnya iklan layanan masyarakat yang bekerjasama dengan media massa yang bersangkutan. Selain itu, humas dan media massa juga dapat melakukan bentuk kerjasama lain, seperti misalnya dalam menanggulangi bencana lama, kepedulian lingkungan dan pelestarian alam sebagai upaya untuk menarik simpati dan empati dari berbagai pihak. Selain itu dapat dilakukan juga dengan membangun suatu proyek publikasi atau promosi bersama dengan pihak media elektronik atau media cetak melalui coverage televisi atau penulis
17
artikel/featuris tentang produk atau jasa yang ingin dikampanyekan secara efektif melalui kerjasama antara humas dan pers. Agar hubungan yang terjalin semakin baik, praktisi humas perlu melihat wartawan sebagai mitra kerja. Dengan memposisikan sebagai mitra, maka posisi antara praktisi humas dan wartawan adalah setara (Irianta, 2005:18). Dengan demikian, diharapkan kepercayaan kerja wartawan terhadap praktisi humas dapat terbentuk, begitu pula sebaliknya.
2. Humas Pemerintah Dalam buku “Public Relations Profesidan Praktik” dijelaskan bahwa humas merupakan sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi, membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan organisasi (Lattimore et al., 2010:4). Cutlip, Center & Canfield menjelaskan berbagai lima fungsi utama humas dalam sebuah lembaga, antara lain: a. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama b. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dan publiknya yang merupakan khalayak sasaran. c. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap organisasi yang diwakilinya, atau sebaliknya. d. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama. e. Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak (Ruslan, 2008:19).
Begitu vitalnya fungsi humas telah melahirkan kebutuhan tersendiri akan profesi humas dalam setiap organisasi, termasuk di lembaga pemerintah. Disamping
18
kelima fungsi penting diatas, humas juga mengemban peranan mendasar dalam sebuah lembaga, antara lain (Theaker, 2004:57-58): a. Teknisi Komunikasi (The Communication Technician) Peran sebagai teknisi komunikasi menuntut ketrampilan yang tinggi dari seorang humas untuk melaksanakan program dan aktivitas komunikasi seperti menulis release berita, mengedit in-house magazine, serta mengembangkan website organisasi. Peranan ini juga terkait dengan peran humas dalam menentukan mekanisme komunikasi yang sesuai engan tujuan yang
telah
ditetapkan oleh organisasi. b. Manajer Komunikasi (The Communication Manager) Peranan ini menempatkan humas sebagai pihak yang merencanakan, mengelola dan
memfasilitasi
program komunikasi,
memberikan
nasihat
kepada
manajemen serta membuat kebijakan. Peran sebagai manajer komunikasi memiliki beberapa peran turunan lainnya, yaitu: c. Penasihat Ahli (the Expert Prescriber) Sebagai penasihat ahli, humas melakukan penelitian dan menentukan permasalahan-permasalahan humas, mengembangkan program komunikasi dan mengimplementasikannya bersama dengan bagian-bagian lain dalam sebuah organisasi. Humas harus sanagat berhati-hati dalam menjalankan peran ini sebab peran sebagai penasihat ahli seringkali menjadikan praktisi humas terlalu percaya diri (overconfident) dan menganggap dirinya sebagai pemegang wewenang yang besar dengan pengetahuan yang eksklusif. d. Fasilitator Komunikasi (the Communication Fasilitator) Dalam hal ini, humas berperan dalam menginterpretasi, memediasi dan menjaga komunikasi dua arah yang terbuka antara organisasi dan publiknya. Humas juga menjadi perwakilan organisasi yang dipercaya oleh para stakeholder dan juga organisasinya serta bertindak untuk kepentingan bersama. Sebagai fasilitator komunikasi, humas berusaha menghilangkan batasanbatasan dan menciptakan hubungan diantara pihak-pihak yang berkepentingan.
19
Basis dari peran ini adalah mutual understanding untuk menghasilkan keputusan yang menguntungkan semua pihak. e. Fasilitator Pemecahan Masalah (the Problem-Solving Fasilitator) Dalam peran ini, humas bekerja bersama bagian lain dalam organisasi untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan-permasalahan organisasi. Humas terlibat dalam keputusan strategis, mulai dari penentuan tujuan-tujuan, menetapkan kebutuhan komunikasi, hingga memberikan saran dalam pengimplementasian
program-program
organisasi.
Sebagai
fasilitator
pemecahan masalah, humas dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam membantu pihak lain untuk menganalisis dan menemukan solusi, serta terkadang diundang untuk terlibat dalam koalisi pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
Humas di lembaga pemerintah merupakan suatu keharusan fungsional dalam rangka tugas penyebaran informasi, tentang kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan lembaga pemerintah kepada masyarakat (Rachmadi, 1996:77). Saat ini hampir setiap lembaga pemerintah di pusat maupun daerah memiliki petugas humas. Menurut Sularso (2006:27) ada dua alasan penting mengapa lembaga pemerintah perlu melaksanakan kegiatan kehumasan, antara lain: a. Pemerintah yang demokratis wajib melaporkan kegiatannya kepada warga negaranya. Apabila pemerintah tidak memberitahu maka publik akan bertanya kepada lembaga yang tidak berkompeten dan informasi yang diperoleh dapat dipastikan tidak akurat sehingga merugikan pemerintah. b. Pelaksanaan pemerintah yang efektif senantiasa memerlukan partisipasi dan dukungan aktif warga negaranya.
Selain kedua alasan tersebut, humas juga menjadi penting bagi lembaga pemerintah mengingat fungsi pokok yang dimiliki humas dalam mendukung kinerja suatu lembaga pemerintah antara lain: (1) mengamankan kebijaksanaan pemerintah;
20
(2) memberikan pelayanan dan menyebarluaskan pesan atau informasi mengenaii kebijaksanaan da hingga program-program kerja secara nasional kepada masyarakat; (3) menjadi komunikatordan sekaligus sebagai mediator yang produktif dalam menjembatani kepentingan instansi pemerintah di sau pihak, dan menampung aspirasi, serta memperhatikan keinginan-keinginan publiknya; serta (4) berperan serta dalam menciptakan iklim yang bersifat kondusif dan dinamis demi mengamankan stabilitas dan keamanan politik pembangunan nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Ruslan, 2008:340). Humas pemerintah merupakan subsistem dari sistem penerangan secara keseluruhan dan merupakan bagian dari kegiatan komunikasi sosial (Rachmadi, 1996:79). Berbeda dengan humas di organisasi swasta/komersil yang berorientasi profit-making, humas di lembaga pemerintahan lebih mengarahkan kegiatannya untuk meraih kepercayaan masyarakat serta untuk mendapatkan dukungan dalam setiap kebijakannya. Dengan mengetahui dengan jelas kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah, maka kepercayaan masyarakat akan tetap terjaga dan tumbuh baik. Oleh karena itu, humas lembaga pemerintah bertugas untuk memberikan informasi dan penjelasan kepada masyarakat mengenai langkah atau tindakan yang diambil oleh pemerintah agar masyarakat memahami dan dapat berpartisipasi aktif di dalamnya. Tugas humas lembaga pemerintah dapat dijabarkan sebagai berikut (Rachmadi, 1996:78): a. Memberikan penerangan dan pendidikan kepada masyarakat tentang kebijakan, langkah-langkah dan tindakan pemerintah, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa informasi yang diperlukan secara terbuka, jujur, dan objektif. b. Memberi bantuan kepada media berita (news media) berupa bahan-bahan informasi mengenai kebijakan dan langkah-langkah serta tindakan pemerintah, termasuk fasilitas peliputan kepada media berita untuk acaraacara resmi yang penting bagi media, karena itu sikap keterbukaan informasi sangat diperlukan.
21
c. Mempromosikan kemajuan pembangunan ekonomi dan kebudayaan yang telah dicapai oleh bangsa kepada khalayak di dalam negeri maupun khalayak di luar negeri. d. Memonitor pendapat umum tentang kebijakan pemerintah selanjutnya menyampaikan tanggapan masyarakat
dalam bentuk feedback kepada
pimpinan instansi-instansi pemerintah yang bersangkutan sebagai input.
Pada praktiknya peran yang dijalankan oleh humas di lembaga pemerintah menyangkut dua hal utama, yaitu peran secara taktis dan secara strategis. Secara taktis (jangka pendek), humas berupaya memberikan pesan dan informasi kepada masyarakat
sebagai
target
pesannya
melalui
komunikasi
dua
arah
untuk
mempengaruhi opini masyarakat, sedangkan secara strategis (jangka panjang) humas berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan melalui pemberianide, saran dan gagasan guna menyukseskan program pembangunan nasional lembaga pemerintah sehingga tercipta citra atau opini masyarakat yang positif terhadap lembaga pemerintah (Ruslan, 2008:344).
3. Media Massa Penyebarluasan informasi mengenai kebijakan sebuah lembaga pemerintah tidak dapat dipisahkan dari keberadaan media massa atau pers. Berdasarkan UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dijelaskan bahwa media massa atau pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk saluran yang tersedia. Lembaga atau organisasi media massa itu sendiri digerakkan oleh sekelompok orang yang memegang jabatan fungsional sebagai wartawan, dengan jabatan struktural yang beragam, mulai dari pimpinan umum, pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur, koordinator liputan, reporter, dan lain sebagainya.
22
Media massa memiliki fungsi strategis bagi masyarakat atau khalayak, yaitu fungsi menyiarkan info (to inform), fungsi mendidik (to educate), fungsi menghibur (to entertain), dan fungsi mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1994:150). Fungsi mempengaruhi merupakan salah satu fungsi penting yang dimiliki oleh media massa, yang seringkali dikaitkan dengan fungsi agenda setting. Douglas Carter, pengarang buku The Fourth Branch of Goverment (lattimore et al., 2010;201) menjelaskan fungsi agenda setting pers sebagai
kekuatan esensial dari pers adalah terkait dengan
kapasitasnya dalam memilih apa yang menjadi berita. Pers mempunyai kekuatan untuk memilih dan memutuskan peristiwa mana yang akan ditempatkan di halaman pertama atau yang akan menjadi berita utama dan berita mana yang diabaikan. Kemampuan untuk menentukan apa yang dapat menjadi berita itulah yang pada akhirnya membuat para praktisi Humas memahami arti pentingnya menjalin hubungan baik dengan media. Dengan hubungan baik tersebut, diharapkan media massa dapat memberikan publikasi yang positif dan berimbang terhadap lembaga tersebut sehingga dapat menumbuhkan citra positif dimata publik. Hal ini sependapat dengan Wardhani (2008:7) yang menyebutkan bagi organisasi, media massa mempunyai peranan penting dalam menyebarkan informasi kepada khalayak untuk mendapatkan pencitraan yang baik. Harold D. Laswell dan Charles Wright menyebutkan ada 4 fungsi yang dimiliki oleh media massa, antara lain: a. Pengamatan sosial (social surveillance) Fungsi pengamatan sosial merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif oleh media massa seputar berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan melakukan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diiinginkan. b. Korelasi sosial (social correlation) Fungsi korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian informasi dan interpretasi oleh media massa, yang menghubungkan satu kelompok sosial
23
dengan kelompok sosial yang lai, atau antara satu pandangan dengan pandangan yang lain dengan tujuan mencapai konsensus. c. Sosialisasi (socialization) Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi atau kelompok lainnya yang dilakukan oleh media massa. d. Hiburan (entertainment) Fungsi hiburan merujuk pada upaya yang dilakukan media massa untuk memberikan informasi dalam bentuk variasi berita yang bertujuan untuk memberikan hiburan (yang sehat) dan kesenangan bagi masyarakat.
Media sebagai salah satu elemen penting dalam masyarakat dan sering diistilahkan sebagai pilar keempat demokrasi. Dye dan Zeigler (Pawito, 2002: 3) mengemukakan adanya lima fungsi politik media massa : a. Pemberitaan (newsmaking). Media massa mengamati dan melaporkan. b. Interpretasi (interpretation). Menganalisis dan memberikan penilaian terhadap kejadian-kejadian. c. Sosialisasi (socialization). Media mengindoktrinisasi khalayaksehubungan dengan nilai-nilai yang berlaku. d. Persuasi (persuasion). Media berusaha mempengaruhi perilaku khalayak seperti dalam masa kampanye Pemilu. e. Fungsi agenda setting. Media menentukan apa yang ditentukan berkenaan dengan isu-isu penting, mendefinisikan masalah serta mengajukan saran pemecahan masalah.
Media massa dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu media cetak (printed media), media elektronik (electronic media), dan media online (cyber media). Media
24
cetak terdiri dari surat kabar, majalah dan tabloid. Media elektronik terdiri dari radio, televisi dan film. Sedangkan media online terdiri dari website internet. dalam penelitian ini, media massa yang akan dianalisis oleh peneliti terkait pelaksanaan kegiatan media relations di BPK perwakilan DIY adalah 3 surat kabarterbesar di DIY, sedangkan media online dan media elektronik tidak memiliki wartawan khusus yang meliput di BPK perwakilan DIY. BPK perwakilan DIY memiliki website yang bisa diakses di bpk.yogyakarta.go.id. Surat kabar cetak atau lebih sering disebut koran merupakan salah satu media massa yang berperan penting dalam pendistribusian informasi dari BPK perwakilan DIY kepada masyarakat. Sebagai bagian dari media massa, surat kabar memiliki karakteristik sebagai berikut (Ardianto & Erdinaya, 2005:104-106): a. Publisitas Publisitas yang dimaksud adalah bahwa surat kabar diperuntukkan secara umum, sehingga berita, tajuk rencana, artikel, dan lainnya harus pula menyangkut kepentingan umum. b. Periodesitas Periodesitas merujuk pada keteraturan terbitnya surat kabar, seperti harian, mingguan atau dwi mingguan. Sifat periodesitas sangat penting dimiliki media massa, khususnya surat kabar sebab surat kabar diterbitkan secara periodik atau teratur. c. Universalitas Universalitas yang dimaksud adalah bahwa surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan segala aspek kehidupan manusia. dengan demikian, isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, keamanan, dan lainnya. d. Aktualitas
25
Aktualitas merujuk pada kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian kepada khalayak. Fakta dan peristiwa penting atau menarik setiap hari berganti sehingga perlu untuk menyampaikan informasi secepat mungkin. e. Terdokumentasikan Berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat, kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf, yang dicetak pada kertas. Dengan demikian, setiap peristiwa dapat dibaca setiap saat dan dapat dikaji ulang, bisa dijadikan dokumentasi dan dapat pula digunakan sebagai bukti untuk keperluan tertentu.
Sebagai salah satu bentuk media massa, surat kabar mempunyai peran penting dalam mendistribusikan informasi kepada khalayak. Surat kabar seringkali disebut memiliki kekuatan yang besar dalam membentuk opini masyarakat. Walaupun ada bentuk media yang lain, namun media cetak tetap memiliki eksistensi bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan surat kabar memungkinkan berita-berita disajikan secara lebih detil dan menawarkan variasi berita dan informasi yang lebih luas dibandingkan media yang lain.
E. Metodologi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini
tidak mengutamakan besarnya
populasi atau sampling, bahkan bisa dikatakan populasi atau samplingnya terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling yang lainnya. Hal yang lebih diutamakan adalah masalah kedalaman bahasan (kualitas) data, bukan banyaknya (kuantitas) data.
26
1. Metode Penelitian Untuk
menjawab
rumusan
masalah
yang
telah
dipaparkan,
penulis
menggunakanpenelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia (Best, 1982 : 119). Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Dalam hal ini, penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan secara terukur tentang pelaksanaan media relations di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dari sudut pandang Humas BPK Perwakilan DIY dan wartawan sebagai pihak yang terkait langsung dengan aktivitas media relations tersebut.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada bagian Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha Kepala Perwakilan. Bagian ini dipilih dikarenakan divisi ini adalah sebagai divisi yang melakukan pelayanan internal, pelayanan eksternal, dan menjadi sumber informasi kegiatan BPK dan terutama kegiatan yang berhubungan dengan media.
3. Fokus Penelitian Fokus penelitan ini adalah pada pelaksanaan media relations di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
27
(DIY) dari sudut pandang Humas dan wartawan sebagai pihak yang terkait langsung dengan aktivitas media relations tersebut.
4. Sumber Data Data penelitian berdasarkan cara perolehan dan sumber data dibedakan menjadi:
a.
Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Subbagian Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha Perwakilan, serta pada wartawan yang memiliki kekhusussan tugas peliputan di lingkungan BPK perwakilan DIY. Data primer ini merupakan data utama yang berkaitan dangan masalah pokok penelitian.
b.
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang yang diperoleh melalui studi dokumentasi baik berupa dokumen internal terkait, maupun arsip tertulis lainnya. Dokumen internal seperti laporan, memo internal serta data terkait lainnya. Adapun dokumentasi eksternal seperti hasil survei terkait, kliping berita terkait, dan dokumen-dokumen lainnya yang relevan untuk dijadikan referensi. Sumber lainnya adalah dari buku serta materi tulis yang relevan dengan tujuan penelitian.
c.
Metode Pemilihan Informan Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Dalam metode ini, peneliti memutuskan sendiri informan berdasarkan tujuan penelitian ini untuk menemukan data sebanyak mungkin (Patton, 2002:230). Dengan demikian diharapkan peneliti dapat menggali dengan lebih mendalam dari informan yang dipilih. Adapun teknik pemilihan yang digunakan adalah maximum variation, guna mewakili keseluruhan
28
khalayak secara lebih dekat. Maximum variation adalah teknik pemilihan informan dimana informan tersebut sengaja dipilih dari pengaturan yang mewakili berbagai pengalaman yang terkait dengan fenomena yang menarik perhatian peneliti. Dalam penelitian ini, informan berasal dari dua bidang profesi yang terkait erat dengan praktik media relations di BPK perwakilan DIY yang menjadi topik utama dalam penelitian ini, yaitu Humas dan TU perwakilan sebagai praktisi Humas di BPK perwakilan DIY, serta wartawan yang memiliki kekhususan tugas peliputan di lingkungan BPK perwakilan DIY dan sedang terlibat dalam hubungan profesional dengan Humas BPK perwakilan DIY. Peneliti mengambil 6 informan dimana 3 informan berasal dari pihak BPK perwakilan DIY yaitu Humas dan TU perwakilan dan 3 informan lain berasal dari pihak wartawan. Alasan pemilihan bagian Humas dan TU perwakilan adalah karena mereka merupakan pihak-pihak yang bertugas melaksanakan praktik media relations dan secara langsung berhubungan dengan wartawan. Sementara itu informan yang mewakili pihak wartawan berasal dari Jawa Pos, Harian Jogja, dan Kedaulatan Rakyat. Pemilihan ketiga media tersebut dikarenakan ketiganya merupakan media cetak besar di Jogja Jateng yang memiliki kolom khusus Hukum dan Ekonomi, sehingga memiliki wartawan yang khusus meliput di BPK perwakilan DIY. Informan dari Humas BPK perwakilan DIY yaitu dengan intial nama NR, PY, dan WBD. Sedangkan dari wartawan yaitu HD dari media cetak Kedaulatan Rakyat, IW dari media cetak Jawa Pos, dan WS dari media cetak Harian Jogja.
29
5. Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini penelti memperoleh data dari Kantor BPK RI khususnya pada Humas dan TU perwakilan. Peneliti melakukan observasi, yaitu dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh sifatnya saling melengkapi guna memperoleh kedalaman atas masalah yang diangkat. Dalam penelitian ini beberapa teknik yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yaitu:
a. Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pada riset kualitatif. Observasi difokuskan dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai media relations di BPK Perwakilan DIY baik dari humas maupun dari wartawan. Selanjutnya mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena riset. Fenomena ini mencakup internal dan eksternal institusi. Interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi diantara subjek yang diteliti, dan interaksi lembaga terhadap lingkungan sekitar (pemerintah, media, masyarakat serta pihak terkait lainnya). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi langsung ke kantor BPK perwakilan DIY.
b. Wawancara Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengutamakan jumlah informan yang dapat diwawancarai tetapi lebih kepada kedalaman aspek informasi yang dapat digali. Tujuan diadakan wawancara adalah untuk mengetahui mengenai bagaimana media relations yang dilakukan oleh Humas BPK perwakilan DIY. Wawancara akan dilakukan dari dua sudut pandang yaitu dari sudut pandang Humas BPK perwakilan DIY; dan dari sudut pandang wartawan yang memiliki kekhususan tugas peliputan di lingkungan kantor BPK perwakilan DIY.
30
c. Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari beberapa metode sebelumnya. Studi dokumentasi adalah mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian, kemudian ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.
6. Teknik Analisis Data Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari hasil observasi, wawancara, studi pustaka serta dokumentasi kemudian diolah, disajikan dan diberi makna. Hal ini bertujuan agar data yang diperoleh menjadi sebuah laporan yang utuh, menarik, dan penuh makna, serta bersifat runtut dan logis. Sehingga keinginan penulis untuk mengetahui media relations yang dilakukan oleh Humas BPK perwakilan DIY. Menurut Miles dan Huberman (1992) terdapat tiga cara analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Denzin dan Lincoln, 2009: 592). Penelitian ini akan diteliti dengan menggunakan metode analisis tematik. Analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan “pola” yang pihak lain tidak dapat melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Setelah menemukan pola, peneliti akan mengklarifikasi atau meng-code pola tersebut dengan memberi label, definisi, atau deskripsi (Boyatzis, 1998). Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena. Tema-tema dapat diperoleh secara induktif atau informasi mentah, atau diperoleh secara deduktif dari teori atau penelitian-penelitian sebelumnya (Boyatzis, 1998).
31
Analisis tematik memiliki tujuan, yaitu (Boyatzis, 1998): a. Suatu cara “melihat” (a way of seeing) b. Suatu cara “memberi/membuat makna” terhadap misteri (materi yang secara awam terlihat tidak saling terkait. c. Suatu cara menganalisis informan kualitatif d. Suatu cara sistematis mengamati manusia, interaksi, kelompok, situasi, organisasi, ataupun budaya tertentu. e. Suatu cara “mengubah” atau “memindahkan” informasi kualitatif menjadi data-data kuantitatif.
Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh tema secara induktif, dimana peneliti membuat pola dan tema berdasarkan informasi mentah yang didapat dari hasil wawancara dengan Humas BPK RI DIY dan wartawan.
e. Reduksi Data Reduksi
data
adalah
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data meliputi meringkas data, mengkode, menelusuri tema, dan membuat gugus-gugus. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, menyeleksi, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir
dapat
diambil.
Dalam
penelitian
ini
peneliti
mengelompokkan data yang diperoleh sesuai dengan topik permasalahan yang diangkat yaitu media relations yang dilakukan oleh BPK perwakilan DIY. Seluruh data dan informasi yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi kemudian ditulis dalam laporan yang terperinci. Dalam proses ini, seluruh data yang telah diperoleh oleh peneliti kemudian direduksi dan dirangkum sehingga hanya menonjolkan hal-hal penting yang berkaitan dengan media relations yang dilakukan oleh BPK perwakilan DIY.
32
f. Penyajian Data Penyajian data adalah ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada tahap ini data yang telah dikelompokkan kemudian disusun dalam bentuk narasi dengan menggunakan kalimat yang logis dan sistematis. Sehingga dapat menampung segala informasi yang berkaitan dengan media relations yang dilakukan oleh BPK perwakilan DIY. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis foto atau gambar, skema, dan lain sebagainya.
g. Proses Analisis atau Interpretasi Data Langkah ketiga dalam penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap media relations yang dilakukan oleh BPK perwakilan DIY. Selanjutnya melakukan analisis terhadap strategi melakukan hubungan dengan media massa (wartawan), kemudian menjabarkan strategi tersebut dengan menggunakan landasan teori media relations.
h. Penarikan Kesimpulan Upaya penarikan kesimpulan dilakukan secara terus-menerus selama berada di lapangan. Penarikan kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggung-jawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. Dalam tahap ini data-data yang telah direduksi dan disajikan secara sistematis, kemudian dicari pola atau hubungan antara data untuk selanjutnya ditemukan suatu kesimpulan. Kesimpulan tentang seberapa besar aktivitas Humas BPK perwakilan DIY dalam melaksanakan media relations masih merupakan kesimpulan sementara, bukan kesimpulan akhir dan masih harus dianalisis kembali untuk menjamin keabsahannya.
33