BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak keanekaragaman budaya yang terdapat pada setiap suku-suku yang mendiami wilayah Nusantara. Keanekaragaman budaya seperti bahasa, tari-tarian, upacara adat, lagu-lagu daerah dan kebiasaankebiasaan di dalam kehidupan sehari-hari seluruhnya merupakan bentuk kebudayaan yang lahir dari kemajemukan yang ada dalam masyarakatnya. Banyaknya keanekaragaman budaya di Indonesia
memberikan gambaran bahwa setiap suku
yang ada memiliki identitas dan kekhasan yang menunjukkan perbedaan-perbedaan dari setiap suku. Perbedaan ini bukan merujuk pada hal menjatuhkan melainkan sebagai alat pemersatu sebab dari perbedaan-perbedaan yang ada tiap masyarakat akan saling menghargai budaya yang satu dengan yang lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1974: 79). Kebudayaan merupakan hasil buah pikiran manusia atas apa yang didapatnya dari apa yang manusia ketahui, apa yang dirasakan dan apa yang didapatkan dari alam semesta. Manusia selalu bertindak atau berbuat berdasarkan pola pikirannya atas apa yang diketahui dan dirasakan. Definisi menurut Antropologi (Koentjaraningrat, 1974:
1
2
79) menyebutkan bahwa tingkah manusia sebagian besar dari kelakuannya dikuasai oleh akal, artinya manusia selalu bertindak dengan menggunakan akalnya. Akal atau ide yang ada dalam pikiran manusia tadi diterapkan dalam kehidupannya, baik itu dalam kehidupan pribadi maupun dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Interaksi-interaksi inilah yang nantinya akan mengahasilkan suatu tradisi di antara masyarakat untuk menghubungkan antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Tradisi-tradisi yang telah ada bukan berarti tidak memiliki makna, melainkan sudah memiliki makna dan tujuannya yang akan dicapai karena memiliki keinginan bersama antar masyarakat. Timbulnya tradisi dalam kelompok manusia atau masyarakat dianggap baik oleh masyarakat itu sendiri dan itu akan menjadi warisan terhadap keturunannya. Tradisi-tradisi yang turun-temurun inilah yang nantinya lahir menjadi sebuah budaya yang menjadi identitas suatu masyarakat tertentu. Tradisi-tradisi seperti upacara tradisional, tari-tarian, lagu-lagu, permainan tradisional serta olahraga tradisional seluruhnya merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Upacara tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi yang sering digunakan sebagai sarana interaksi antara manusia dengan manusia lainnya maupun antara manusia dengan alam tempat manusia tersebut tinggal. Upacara adat juga dapat digunakan perantara manusia dengan sang Pencipta. Pada masyarakat tertentu ada upacara adat yang benar-benar masih dilaksanakan namun ada juga yang sudah tidak dilaksanakan atau dengan kata lain pelaksanaanya tidak terlalu sering atau jarang dilaksanakan. Hal ini tentu didasarkan atas kebutuhan suatu masyarakat
3
tersebut untuk melaksanakan upacara adat tersebut. Suatu masyarakat tertentu beranggapan bahwa upacara adat harus dilakukan sesuai dengan yang diwariskan oleh leluhur mereka dan apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat tersebut akan mendapat musibah. Upacara adat itu dilaksanakan ketika suatu masyarakat tertentu membutuhkan dilaksanakannya upacara adat tersebut. Upacara adat Belian merupakan tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat kabupaten Paser provinsi Kalimantan Timur. Upacara adat ini sebenarnya merupakan ritual suku Dayak yang berada di pulau Kalimantan. Upacara adat ini dilaksanakan untuk ritual pengobatan jika ada warganya yang mengalami sakit dan juga sebagai ritual “selamatan” bagi masyarakat. Upacara diiringi dengan pemotongan hewan kurban dan pelepasan sesajen sebagai tradisi masyarakat setempat. Upacara adat ini sejatinya mengandung unsur-unsur kebersamaan, kesatuan terhadap tiap anggota masyarakat Dayak yang berada di kabupaten Paser, karena upacara ini dihadiri dan diikuti oleh masyarakat banyak maka perayaan upacara adat ini secara bersama-sama. Masyarakat Dayak di Kalimantan memiliki jenis sub-sub Dayak yang masih terbagi lagi di setiap daerah-daerah. Perbedaan daerah tempat tinggal suatu masyarakat menyebabkan perbedaan penyebutan upacara adat Belian. Meskipun terdapat perbedaan penyebutan di setiap daerah berbeda namun inti dari upacara adat ini adalah sama. Di daerah Kalimantan Timur upacara adat ini disebut Belian. Masyarakat Kalimantan Selatan menyebutnya upacara adat Balian, Babalian, Tandik Balian atau Babalian Tandik, sedangkan masyarakat di Kalimantan Tengah upacara adat ini disebut dengan Wadian (http://id.wikipedia.org/wiki/Wadian)
4
Yohanes Bonoh (1985) dalam Azman Aziz menyatakan bahwa Belian, merupakan nama sebuah ritual Dayak. Orang-orang Dayak sendiri memaknainya dengan istilah yang berbeda-beda. Orang Dayak Benuaq Kalimantan Timur, misalnya, memaknai ritual itu berbeda dengan apa yang kemukakan oleh orang Dayak Ma’anyan Kalimantan Tengah. Jika orang Dayak Benuaq Kalimantan Timur memaknai Belian sebagai ritual berkaitan dengan kehidupan sekarang, maka bagi orang Ma’anyan ritual itu dipergunakan untuk pengobatan (kehidupan) dan kematian (wadian matei dan wadian wara). Bagi orang Dayak Benuaq hanya mengenal ritual kematian sebagai setangih, wara, atau kewangkey (Azman Aziz, 2008). Upacara adat Belian ini tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang masih menarik untuk diuraikan. Kebudayaan merupakan penjelmaan dari nilai-nilai (Sutan Takdir Alisyahbana, dalam Desyandri 2008) budaya adalah hasil dari nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu kegiatan sekelompok manusia yang memiliki tujuan bersama yang akan dicapai. Tradisi upacara adat Belian juga mengandung simbolsimbol yang memiliki tujuannya masing-masing. Perkembangan peradaban manusia tentu memiliki pengaruh terhadap upacara adat Belian. Manusia pada dasarnya terus berkembang menuju kehidupan yang lebih maju dan cenderung
meninggalkan hal-hal
yang dianggap tidak praktis.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyentuh keseluruhan lini kehidupan manusia, mulai dari cara berfikir, tindakan-tindakan dalam kehidupan sehari-hari serta alat-alat yang biasa digunakan seluruhnya terpengaruh oleh tekhnologi. Tradisi yang berarti berkelanjutan juga akan terpengaruh oleh
5
perkembangan peradaban manusia. Upacara adat Belian juga mengalami perubahanperubahan dalam tata cara pelaksanaan, alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan dan makna ritual yang sudah mulai terpengaruh oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut : a. Apa yang dimaksud dengan upacara adat Belian? b. Apa nilai-nilai simbolik yang terkandung dalam upacara adat Belian? c. Bagaimana perkembangan upacara adat Belian dilihat dari tahap perkembangan kebudayaan? 2. Keaslian Penelitian Penulis belum menemukan penelitian dalam bentuk buku, jurnal, skripsi yang berjudul sama dengan yang akan penulis bahas. Ada beberapa tulisan yang mengangkat mengenai upacara adat ini namun itu semua hanya tulisan yang bersifat deskriptif saja seperti artikel dalam tulisan di blog yang sekedar menjelaskan secara garis besar mengenai upacara adat Belian tersebut sedangkan yang membahas dengan tinjauan filsafati tampaknya belum ada. 3. Manfaat Penelitian a. Bagi perkembangan ilmu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah kajian ilmu yang lebih komprehensif berkaitan dengan upacara adat.
6
b. Bagi
perkembangan
filsafat,
penelitian
ini
diharapkan
mampu
menyumbangkan pemikiran terhadap ilmu filsafat terutama mengenai hakikat nilai kebudayaan. c. Bagi bangsa Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat agar lebih melestarikan budaya-budaya yang telah diwariskan oleh leluhurnya masing-masing, menjaganya agar dapat diwariskan lagi oleh anak cucu sehingga kebudayaan itu tetap ada sebagai salah satu ciri dan identitas masing-masing. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sumber wawasan mengenai tradisi suatu suku di tanah air dan sebagai sumber referensi untuk suatu kegiatan yang sifatnya akademis.
B. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan secara komprehensif upacara adat Belian. 2. Memaparkan makna simbol-simbol dan nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Belian serta tujuan yang akan dicapai. 3. Menganalisis dan merefleksikan perkembangan upacara adat Belian berdasarkan teori perkembangan kebudayaan.
C. Tinjauan Pustaka Upacara adat merupakan tradisi penyampaian pesan budaya yang telah lama digunakan jauh sebelum manusia mengenal tulisan dan masih terus berlanjut.
7
Upacara adat merupakan salah satu kegiatan atau tatacara yang di dalamnya berisikan aktivitas-aktivitas bersinggungan dengan adat istiadat yang memiliki arti dan tujuan yang hendak dicapai. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga atau masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang di dalamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan (Purwadi, 2005: 1). Upacara tradisional adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Upacara adat ini tidak semata-mata sebagai suatu formalitas saja, namun di dalamnya mengandung unsur nilai. Sesuatu yang bernilai tentunya memiliki makna yang terkandung di dalamnya. Bernilai itu memiliki maksud dan tujuan yang akan diperoleh (catatansenibudaya.blogspot.com). Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang atau mahluk halus lain dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Ritus atau upacara religi itu biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja (Rahmat Hidayat-blogspot; 2012). Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk mendapatkan kemurahan hati para dewa dan untuk menghindarkan diri dari kemarahan para dewa yang seringkali diwujudkan
8
dengan berbagai malapetaka dan bencana alam. Tujuan penelitian terhadap upacara adat yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan, yaitu: 1. Untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat tersebut yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. 2. Untuk mengumpulkan informasi tentang norma-norma yang mempengaruhi alam pikiran dan tingkah laku. 3. Untuk mendeskripsikan jalannya upacara adat agar dapat dipelajari generasi muda dan orang-orang yang memerlukan data (Kadir, 1985: 3). Upacara adat Belian adalah salah satu upacara adat yang berkaitan dengan alam dan kepercayaan. Itulah sebabnya melakukan penelitian mengenai upacara adat Belian. Pertama, upacara adat Belian memiliki nilai-nilai yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan makna-makna simbolik yang ada disetiap bagian upacara adat. Kedua, berpengaruh terhadap kehidupan manusia seperti tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, bagi yang memerlukan data mengenai upacara adat Belian sebagai referensi untuk tulisan selanjutnya yang lebih rinci ataupun sebagai bahan pelajaran bagi kaum muda. Belian merupakan salah satu upacara adat yang sampai saat ini masih dilaksanakan kegiatannya. Upacara ini masih dilakukan karena sangat berkaitan dengan kehidupan, baik yang berkaitan dengan pengobatan dan keselamatan. Mendapatkan keselamatan, ketenangan dan kebahagiaan hidup perorangan ataupun bersama, salah satu yang harus ditempuh adalah menyelenggarakan upacara adat tersebut. Apabila upacara ini telah dilaksanakan maka akan merasa aman karena
9
kehidupan mereka akan dilindungi oleh makhluk-makhluk halus yang disekitar mereka. Upacara ini sebagai upacara penolak bala bagi kepercayaan masyarakat Paser. Penyelenggaraan upacara tolak bala mempunyai kandungan nilai yang penting bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, karena dianggap sebagai suatu nilai budaya yang dapat membawa keselamatan di antara sekian banyak unsur budaya yang ada pada masyarakat (Rahmat Hidayat-blogspot; 2012). Upacara tolak bala sampai saat ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Dayak yang ada di Kalimantan. Nehemja Wantja (1970) dalam Azman Aziz menyatakan bahwa pada umumnya, ritual belian memang dipergunakan untuk mengobati orang sakit tetapi sebenarnya, ritual ini juga dipergunakan untuk berbagai kepentingan kehidupan. Ritual belian untuk perempuan hamil, untuk memandikan bayi laki-laki sebelum mandi di sungai, untuk melunasi nadzar/ kaul/ niat, untuk memohon selamat dari marabahaya yang akan melanda kampung, untuk membangun kembali atau menjaga keseimbangan kosmis, bahkan untuk mengungkapkan rasa syukur sehabis panen. Sebagai ucapan syukur atas bantuan dan pertolongan makhluk-makhluk gaib terhadap mereka yang dalam kurun waktu tertentu bepergian jauh dari kampung dan kembali dengan selamat (Azman Aziz, www.desantara.or.id :2008). Babalian berasal dari kata “ Babalikkan” yang berarti “dibalikkan”. Upacara Babalian adalah upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat yang bertujuan untuk mengobati orang yang sakit parah (Kadir, 1985; 3). Setelah semua pengobatan dilakukan tidak berhasil, maka usaha terakhir yang harus dilakukan ialah
10
menyelenggarakan upacara tradisional ini. Upacara ini dipimpin oleh dukun babalian dan para pembantunya dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan. Belian secara harfiah mengandung makna berpantangan, berpuasa atau tabu. Budi dalam (budimasnet.blogspot.com: 2011), Belian merupakan serangkaian usaha manusia yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu musibah terhadap manusia dan lingkungan atau membebaskan diri dari belenggu penyakit Penyakit yang disebabkan oleh gangguan-gangguan gaib yang pengobatannya sulit untuk dilakukan, maka Belian merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mengatasi suatu penyakit tersebut. Fathul dalam (Fathul Ahadi-Blogspot; 2013). Babalian adalah ritual pelepasan racun (gaib) sedangkan Tundik/ Tandik adalah jenis racun yang berasal dari pedalaman. Babalian Tandik adalah suatu ritual untuk mengobati yang terkena penyakit karena hal gaib. Upacara Babalian ini mempunyai beberapa tahap yaitu: 1. Tahap melihat penyakit 2. Tahap mencari obat 3. Tahap membuat obat 4. Tahap menggunakan obat 5. Tahap menutup obat ( Kadir, 1985; 36 ) Dari uraian di atas, memiliki banyak kemiripan dengan upacara adat Belian pada masyarakat Paser. Upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak merupakan ritual yang dilakukan untuk mengobati yang terkena gangguan gaib yang
11
penyebabnya adalah makhluk-makhluk halus yang mengganggu kehidupan manusia. Demikian juga dengan upacara adat Belian yang merupakan ritual pengobatan bagi yang terkena sakit parah. Selain ritual pengobatan, Belian juga merupakan ritual tolak-bala dan selamatan suatu tempat dusun atau kampung.
D. Landasan Teori Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari tidak terlepas dari unsur-unsur kebudayaan yang ada disekitarnya. Tingkah laku manusia serta kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan tanpa disadari sudah merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Apa yang dilakukan manusia itulah yang dikatakan tradisi. Banyak tradisi yang dilakukan oleh manusia yang bersinggungan dengan adat yang salah satunya adalah upacara adat. Filsafat kebudayaan merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai hakikat dari kebudayaan. Filsafat kebudayaan membahas mengenai simbolsimbol kebudayaan, perkembangan kebudayaan dan nilai-nilai kebudayaan. Upacara adat ini tidak semata-mata hanya sebagai suatu formalitas saja, namun di dalamnya mengandung unsur nilai. Sesuatu yang bernilai tentunya memiliki makna yang terkandung. Bernilai itu memiliki maksud dan tujuan yang akan diperoleh. Nilai adalah sesuatu yang baik (Bertens, 2005; 139) artinya sesuatu yang bernilai itu adalah sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan menyenangkan. Tindakan manusia yang membawa ataupun yang berdampak membahagiakan merupakan tindakan yang memiliki nilai, memiliki maksud. Hans Jonas ( Bertens, 2005; 139 ) nilai adalah ”addressee of a yes” artinya sesuatu yang
12
ditujukan dengan kata “ya”. Nilai merupakan sesuatu yang memiliki maksud-maksud yang bersifat positif, suatu yang memiliki kebenaran sedangkan jika bersifat negatif maka itu bukan sesuatu yang bernilai. Louis O. Kattsoff (2004: 324) dalam bukunya berjudul “Pengantar Filsafat” menuliskan beberapa makna nilai: 1. Mengandung nilai artinya berguna. 2. Merupakan nilai artinya baik atau benar atau juga indah. 3. Mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas. 4. Memberi nilai artinya menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan. Suatu perbuatan dapat mempunyai nilai dan berhubungan dengan nilai. Suatu hal mempunyai nilai karena hakikatnya memiliki nilai dan menggambarkan suatu nilai. Masalah nilai merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia sebab menyangkut hal rasa, perasaan yang tentunya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri. Sulaeman dalam “Ilmu Budaya Dasar” (1993; 19) menuliskan beberapa pemikiran tokoh mengenai pengertian nilai. 1. Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. 2. Perry mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek. 3. Kohler mengatakan bahwa manusia tidak berbeda di dunia ini; semua tidak dapat berhenti hanya dengan sebuah pandangan (maksud) faktual dari pengalaman yang berlaku.
13
4. Kluckhon mengatakan bahwa nilai yang diterima sebagai konsep yang diinginkan dalam literatur ilmu sosial adalah pengaruh hasil seleksi perilaku. Batasan nilai yang sempit adalah adanya suatu perbedaan penyusunan antara apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan. Jadi nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik dan yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat (Sulaeman, 1993; 19). Kebudayaan juga terdapat unsur yang dinamakan simbol. Simbol-simbol ini merupakan suatu petunjuk atau suatu maksud yang akan dituju dalam suatu kebudayaan tertentu. Kebudayaan terdiri atas gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya (Herusatoto, 2005; 9). Di dalam upacara adat Belian juga banyak terkandung simbol-simbol yang mengartikan suatu maksud dan tujuan dilaksanakannya ritual tersebut. Menurut Ernst Cassirer menyebut manusia adalah hewan yang bersimbol (Animal Symbolicum) menegaskan bahwa manusia itu tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia secara langsung kecuali melalui berbagai simbol. Manusia adalah makhluk budaya, karena penuh dengan simbol (Herusatoto, 2005; 26) bahwa budaya manusia penuh dengan simbolisme yaitu paham yang mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri atas simbol-simbol. Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwadarminta menyebutkan simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan
14
sebagainya yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. Menurut pendapat di atas suatu kebudayaan yang mengandung simbol atau lambang yang memiliki tujuan yang akan dicapainya. Upacara adat Belian ini juga mengandung banyak simbol-simbol yang digunakan masyarakat sekitar sebagai bentuk kebudayaan mereka. Dalam kamus logika, Dictionary of Logic, The Liang Gie menyebutkan bahwa simbol adalah tanda buatan yang bukan berujud kata-kata untuk mewakili sesuatu dalam bidang logika saja, karena di dalam kebudayaan simbol dapat berupa kata-kata. Simbol ialah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan media pemahaman terhadap objek sedangkan menurut F.W. Dillistone, Simbol adalah gambaran dari suatu objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan. Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek, satu sama lain, dan dengan subjek. Suatu upacara adat, unsur-unsur nilai dan simbol merupakan hal yang sangat penting dalam memahami suatu tujuan yang akan dicapai. Upacara adat Belian ini merupakan upacara adat yang sarat akan makna, nilai-nilai luhur serta memuat simbol-simbol dalam pelaksanaan kegiatannya yang memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakatnya. Upacara adat itu mengandung makna dan memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Untuk mengetahui makna yang disampaikan dari upacara adat maka simbol-simbol dalam kebudayaan adalah salah satu alat untuk mengetahui makna apa yang terkandung di dalam suatu upacara adat.
15
Seiring dengan waktu, manusia senantiasa mengalami perkembangan menuju peradaban yang lebih tinggi. Pola pikir manusia yang terus berkembang terhadap lingkungan yang ada sekitarnya akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru yang berpengaruh terhadap tingkah laku manusia itu sendiri dan akan memberikan hasil yang baru terhadap kebudayaan. Van Peursen (1988: 34-109) ada tiga tahap perkembangan kebudayaan manusia, yaitu: 1. Tahap Mitis Manusia menganggap bahwa dirinya adalah bagian dari alam. Manusia merasa bahwa dirinya berada di dalam dan dipengaruhi oleh alam. Manusia sering menganggap bahwa diri mereka adalah penjelmaan dari alam di sekitarnya. Pada tahap ini, manusia kerap memberikan kurban atau sesaji sebagai bentuk penghormatannya kepada alam. Manusia juga membuat norma-norma perlakuan terhadap alam sehingga hidupnya selalu selaras dengan alam dan dilindungi oleh alam itu sendiri. Mitos biasanya diturunkan oleh pendahulu dan akan diteruskan lagi kemudian akhirnya sebuah mitos bergulir dari jaman ke jaman. Cerita atau tuturan penurunan ini dapat diungkapkan dengan kata-kata, tari-tarian. Tarian di samping sebagai salah satu wujud tradisi lisan, juga sekaligus sebagai suatu bentuk seni pertunjukan. 2. Tahap Ontologis Dalam alam pikiran ontologis, manusia mulai mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang mengitarinya. Manusia tidak begitu terkurung lagi, bahkan
16
kadang ia bertindak sebagai penonton atas hidupnya sendiri. Manusia berusaha memperoleh pengertian mengenai daya-daya kekuatan yang menggerakkan alam dan manusia. Perkembangan ini pernah disebut sebagai perkembangan dari ”mitos” ke ”logos”. Kata ”logos” mengandung arti sesuatu yang mirip dengan ”logis”. Namun dalam tahap ini memang manusia tidak hanya melulu berpikir secara logis, tapi emosi dan harapan juga bermain di sini, agama dan keyakinan juga tetap berpengaruh. Manusia mulai mengenal agama. Manusia tidak lagi memberikan kurban dan memandang bahwa alam juga merupakan makhluk Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Meskipun begitu, manusia sudah mulai menjadikan alam sebagai objek yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan kehidupannya. 3. Tahap Fungsionil Manusia sudah jauh dari alam. Bahkan, alam tidak hanya sekedar dijadikan objek, tetapi telah menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya nyaman. Tahap ini ditandai dengan revolusi industri di dunia dan manusia memperlakukan alam dengan mengeksplorasinya secara berlebihan. Tahap fungsional adalah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam manusia modern. Manusia tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya (sikap mitis). Manusia tidak lagi, dengan kepala dingin, mengambil jarak terhadap obyek penelitiannya (sikap ontologis). Manusia ingin mengadakan relasi-relasi baru, suatu berhubungan dengan yang baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya. Pada tahap fungsional itu nampak sebagai kebudayaan yang modern.
17
E. Metode Penelitian 1. Bahan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan didukung dengan penelitian lapangan. Bahan dan materi penelitian lapangan diperoleh melalui wawancara langsung dengan tokoh adat, masyarakat serta pemerintah daerah setempat. Bahan dan materi kepustakaan diperoleh dari penelusuran kepustakaan berbagai sumber yang terdiri dari buku, artikel, dan berita tentang upacara adat Belian. Bahan kepustakaan tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan. Penelitian ini dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni bahan yang bersumber dari data primer dan bahan yang bersumber dari data sekunder: a. Data Primer Penelitian lapangan upacara adat Belian pada masyarakat Dayak Paser di Kalimantan Timur. b. Data Sekunder Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dari tulisan yang digunakan penulis sebagai bahan pelengkap dan tambahan. Bahan di dapat dari buku, majalah, surat kabar maupun artikel internet yang berhubungan dengan tema penelitian, yang kaitannya dengan objek material penelitian, maupun yang berhubungan dengan objek formal. 2. Jalan Penelitian a. Tahap persiapan diawali dengan mengumpulkan data yang ada di lapangan yang berhubungan dengan kajian penelitian.
18
b. Tahap pembahasan mencakup penguraian masalah sesuai objek formal dan material kemudian dideskripsikan dan dianalisis. c. Tahap akhir merupakan penulisan yang dilakukan secara sistematis d. 3. Analisis Hasil Hasil penelitian ini dianalisis mengunakan metode hermeneutika filosofis dengan menggunakan unsur-unsur metodis merujuk pada buku Metode Penilitian Filsafat (Bakker dan Zubair, 1993: 107-113), antara lain : a. Deskripsi: menjabarkan secara sistematis mengenai upacara adat Belian b. Koheresi intern: mencari keterkaitan logis antara upacara adat Belian dengan dimensi-dimensi dalam filsafat kebudayaan sebagai pisau analisisnya c. Holistika: memahami data secara menyeluruh sehingga diperoleh pemahaman dan analisis yang tepat. d. Refleksi: merefleksikan secara kritis tentang makna-makna dalam upacara adat Belian ditinjau dari filsafat kebudayaan berdasarkan dari data yang sudah digambarkan secara lengkap dan kemudian menyampaikan pandangan yang khas untuk mendapatkan pemahaman baru.
19
F. Hasil yang Dicapai Penelitian ini dicapai hasil sebagai berikut : 1. Memperoleh pemahaman mengenai makna upacara adat Belian. 2. Memperoleh pemahaman mengenai simbol dan nilai dalam suatu upacara adat. 3. Memperoleh
pandangan
reflektif
dan
kritis
mengenai
perkembangan kebudayaan dalam suatu upacara adat.
G. Sistematika Penulisan Hasil penelitian akan dirumuskan menjadi lima bab: BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjaun pustaka sebagai dasar dari landasan teori, metode yang dipakai dalam penelitian, hasil yang ingin dicapai dalam penelitian, dan sistematika penulisan BAB II berisi uraian yang menjelaskan tentang objek material yaitu mengenai upacara adat Belian. BAB III membahas mengenai objek formal. Pembahasan mengenai nilai, simbol dan tahap perkembangn kebudayaan. BAB IV merupakan analisis mengenai upacara adat Belian. Pembahasan objek material untuk dibahas secara filsafat untuk mampu menemukan
nilai-nilai
simbolik
serta
melihat
bagaimana
perkembangan kebudayaan yang terjadi dalam upacara adat Belian.
tahap
20
BAB V merupakan penutup, rangkaian penulisan penelitian yang berisikan kesimpulan dan saran.