1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pengertian Perseroan Terbatas menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 40 Tahun 20071 adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan
yang
ditetapkan
dalam
undang-undang
serta
peraturan
pelaksanaannya. Ketentuan tersebut membawa akibat hukum bahwa Perseroan Terbatas memiliki hak, kewajiban, dan harta kekayaan tersendiri, yang terpisah dari hak, kewajiban, dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. Perseroan Terbuka adalah suatu perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang atau banyak perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan kepada masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal. Salah satu ciri dari perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan atau informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan tentang informasi secara sangat detail2,yang mana perdagangan saham sudah dapat dilakukan di bursabursa efek. PT Sierad Produce Tbk adalah sebuah badan hukum yang dibentuk pada tahun 2001 sebagai hasil penggabungan empat badan usaha yang bergerak di bidang usaha inti dari Sierad Group. Empat perusahaan tersebut adalah PT.Anwar Sierad Tbk, PT.Sierad Produce Tbk, PT.Sierad Feedmill dan PT.Sierad Grains. Bisnis inti mereka mencakup produksi pakan ternak dan
1 2
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Munir Fuady, 2003, Perseroan Terbatas, Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 51
2
produksi utama, peternakan dan penetasan, kemitraan, rumah potong dan produksi lanjutan serta nilai tambah dari berbagai produk daging ayam, peralatan peternakan ayam, dan produksi tepung ikan. Perusahaan dahulu bernama PT.Betara Darma Ekspor Impor didirikan pada tanggal 6 September 1985. Nama yang ada sekarang mulai digunakan pada tanggal 27 Desember 1996 dalam rangka persiapan go-public di Bursa Efek Jakarta. Salah satu upaya PT Sierad Produce Tbk untuk memasarkan produk produknya adalah dengan pola kemitraan. Kemitraan adalah suatu pola kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak yaitu mitra (peternak) dan inti (perusahaan pemasok) berdasarkan ikatan kerjasama. Jika seorang peternak mempunyai modal kerja namun masih mengalami kesulitan pengadaan sapronak (DOC, Pakan, Obat, Vaksin, dan Desinfektan) dan pemasaran hasil produksinya, maka PT Sierad Produce Tbk dapat membantu dalam usaha budidaya ternak ayam tersebut. Jenis kemitraan ini disebut kemitraan perusahaan inti dengan plasma yaitu peternak /Mitra harus menyediakan prasarana seperti kandang (milik sendiri/sewa) beserta peralatannya dengan kapasitas minimum 5000 ekor, tenaga kerja, listrik, air, sekam, kapur, pemanas (gas, minyak, batubara) sedangkan PT Sierad Produce Tbk menyediakan semua kebutuhan sapronak dan membantu pemasaran hasil produknya. Dalam kaitannya dengan PT Sierad Produced, Tbk tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini adalah pada awalnya PT Sierad Produce,Tbk yang diwakili oleh
F.X.
Awitantra dan Rodolfo P. Pantoja (yang dalam penulisan ini disebut direksi PT Sierad Produce dan dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 11/K/N/2004 disebut sebagai Pemohon Pailit) melakukan transaksi dengan menjual sejumlah pakan ternak feed dan DOC kepada Termohon I (Ir. Sarwoko) yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dari bulan Maret 1996 sampai
3
dengan bulan Agustus 1997, yang dalam perhitungannya Termohon I masih memiliki kekurangan pembayaran dengan perincian sebagai berikut3: 1. Hutang Pokok sebesar Rp. 3.423.174.867 (tiga milyard empat ratus dua puluh tiga juta seratus tujuh puluh empat ribu delapan ratus enam puluh tujuh rupiah) (vide bukti P. 2); 2. Keuntungan yang seharusnya didapat berupa bunga dan keuntungan lainnya jika pembayaran lancar diperhitungkan 5% per-bulan, terhitung sejak bulan April 1999 sampai dengan bulan Maret 2004 menjadi: 60 bulan x 5% x Rp. 3.423.174.867 = Rp. 10.269.524.601,- (sepuluh milyard dua ratus enam puluh sembilan juta lima ratus dua puluh empat ribu enam ratus satu rupiah). Sehingga jumlah keseluruhan/totalnya
= Rp. 3.423.174.867 + Rp.
10.269.524.601,- = Rp. 13.692.699.468.- (tiga belas milyard enam ratus sembilan puluh dua juta enam ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah); Dengan demikian Termohon I mempunyai kewajiban hutang kepada Pemohon seluruhnya sebesar Rp. 13.692.699.468,- (tiga belas milyard enam ratus sembilan puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah). Terhadap hutang-hutang Termohon I kepada Pemohon telah diupayakan penagihan dari Pemohon kepada Termohon I dengan melakukan pendekatan kepada Termohon I untuk melakukan pembayaran dengan penuh iktikad baik dan secara kekeluargaan selama kurang lebih lima tahun. Namun demikian ternyata Termohon I sama sekali tidak mempunyai iktikad baik untuk melunasi hutang-hutangnya, melainkan Termohon I justru berupaya untuk tidak membayar hutang-hutang tersebut, dan hanya memberi janji-janji kosong serta mengulur-ulur waktu belaka sehingga hutang-hutang Termohon I kepada Pemohon tidak dibayarkan, sedangkan hutang hutang tersebut sudah 3
Putusan Nomor 01/PAILIT/2004/PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko, 8 Juni 2004.
4
jatuh tempo dan tidak dapat ditagih. Selain hal tersebut, meskipun Termohon I masih mempunyai hutang-hutang kepada Pemohon yang nilainya cukup besar, namun demikian masih berupaya melakukan hutang kepada pihak lain, diantaranya kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Purbalingga (vide bukti P.5 dan P.6), juga kepada PT. Bank Internasional Indonesia Cabang Purwokerto (vide bukti P.14). Termohon II (Nunik Sriatun alias Ny. Sarwoko) selaku isteri yang sah dari Termohon I ikut dijadikan pihak dalam pengajuan permohonan kepailitan ini, karena menurut hukum positif di Indonesia, pasangan suami isteri merupakan satu kesatuan keluarga secara bulat dan utuh dan tidak dapat dipisahkan yang juga meliputi seluruh harta kekayaannya. Selanjutnya dalam hal untuk mempermudah pelaksanaan proses kepailitan serta menghindari para Termohon akan mengalihkan atau memindahtangankan harta benda milik para Termohon yang dapat menghambat dan menimbulkan kerugian lebih besar bagi Pemohon, maka dilaksanakan sita jaminan (Conservatoir Beslaq) terhadap seluruh harta kekayaan para Termohon antara lain4: 1. Sertifikat Hak Milik Nomor 28 GS Nomor 2143/1994 tanggal 27-10-1994, Ds. Kedungwuluh Kalimanah, Purbalingga atas nama Ir. Sarwoko, luas 2000 M (vide bukti P.7); 2. Sertifikat Hak Milik Nomor 97, GS Nomor 2142/1994 tanggal 27-10-1994, Ds. Kedungwuluh, Kalimanah, Purbalingga, atas nama Sarwoko, luas lebih kurang 4.260 M2 (vide bukti P.8); 3. Sertifikat Hak Milik Nomor 52 GS Nomor 1336/1992 tanggal 3-9-1992, Ds. Krenceng, Kejobong, Purbalingga, atas nama Supamo luas 813 M2 (vide bukti P.9); 4. Sertifikat Hak Milik Nomor 119, GS Nomor 5867/E/81, tanggal 16-12-1981, Ds. Cibangkong, Pekuncen, Banyumas, atas nama Asnam Darpono, luas 5.400 M2 (vide bukti P.10); 4
Putusan Nomor 01/PAILIT/2004/PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko, 8 Juni 2004.
5
5. Sertifikat Hak Milik Nomor 121, GS. 5871, tanggal 16-12-1981, Ds. Cibangkong Pekuncen, Banyumas, atas nama Marjuki alias Suwarjo, luas 2.180 M2 (vide bukti P.11); 6. Sertifikat Hak Milik Nomor 129, GS 5874/E tanggal 16-12-1981, Ds. Cibangkong Pekuncen, Banyumas, atas nama Atmawireja alias Rahman, luas 4.645 M2 (vide bukti P.12); 7. Sertifikat Hak Milik Nomor 1154, GS. SU Nomor 11176/Sem/Pr/1985, Ds. Karangjati, Susukan, Banjarnegara atas nama Sri Sukartiyah binti Abdulbari, Jakarta, luas 1.000 M2 (vide bukti P. 13); 8. Tanah berikut bangunan yang berdiri diatasnya merupakan milik para Termohon yang terletak di Perum Limas Agung Estate CD II-I, luas lebih kurang 503 M2 dan CD I-II, luas lebih kurang 270 M2, Kelurahan Bancarkembar, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas. Selain harta kekayaan milik para Termohon tersebut di atas, maka terhadap harta kekayaan lainnya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak juga dilakukan penyitaan yang akan dibuat perinciannya, serta disusulkan kemudian. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon Pailit memohon agar Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang memberikan putusan sebagai berikut5: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pernyataan pailit dari Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) dimaksud; 3. Menetapkan secara hukum Termohon I dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya; 4. Menunjuk dan mengangkat Hakim Pengawas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta Termohon; 5. Menunjuk dan mengangkat kurator sebagai kurator Termohon;
5
Putusan Nomor 01/PAILIT/2004/PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko, 8 Juni 2004.
6
6. Menetapkan secara hukum bahwa hutang Termohon I kepada Pemohon sudah jatuh tempo dan dapat ditagih serta harus melunasi secara tunai dan kontan; 7. Menghukum kepada Termohon I untuk membayar hutangnya kepada Pemohon sebesar Rp. 13.692.699.468.- (tiga belas milyard enam ratus sembilan puluh dua juta enam ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah); 8. Menetapkan secara hukum Termohon II selaku isteri dari Termohon I tunduk dan patuh atas putusan kepailitan ini; 9. Menyatakan bahwa putusan Pengadilan dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum lainnya: 10.Menetapkan biaya kepailitan dan jasa kurator akan ditentukan kemudian setelah pihak kurator menyelesaikan tugasnya; 11. Membebankan biaya perkara kepada para Termohon; Atau : Mohon keputusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono); Terhadap permohonan tersebut, para Termohon Pailit telah mengajukan eksepsi sebagai berikut6: 1. Bahwa perkara ini bukan merupakan kewenangan Pengadilan Niaga karena : - Pemohon telah melakukan transaksi dengan menjual sejumlah pakan ternak/feed dan DOC kepada Termohon I, sehingga hubungan hukum yang ada antara Pemohon dengan Termohon I adalah hubungan hukum jual beli (pakan ternak), dengan demikian termasuk dalam lingkup perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Bab Kelima Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Sehingga bukan merupakan perjanjian hutang piutang berupa uang tunai (konstruksi hukum pinjam meminjam uang) yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tetapi tidak dibayar oleh Debitur (Termohon) 6
Putusan Nomor 01/PAILIT/2004/PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko, 8 Juni 2004.
7
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Oleh karena itu perkara aquo merupakan kewenangan absolut dari peradilan umum (Pengadilan Negeri) karena bukan merupakan perkara hutang piutang tetapi mengenai jual beli yang belum dibayar atau terlambat dibayar sehingga merupakan perkara wanprestasi (vide Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 03 K/N/1998 tanggal 2 Desember 1998); 2. Bahwa menurut pendapat Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam yurisprudensi tersebut dikatakan bahwa Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 mengatur tentang hubungan hukum hutang dalam arti hutang yang tidak dibayar oleh Debitur, baik pokok maupun bunganya. Undang-Undang tersebut menekankan bahwa wanprestasi yang berawal dari konstruksi hukum pinjam-meminjam uang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, tetapi tidak dibayar oleh Debitur. Sedang in casu, Termohon I membeli pakan ternak dari Pemohon yang berlangsung sejak tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 pada saat awal terjadinya krisis moneter Termohon I agak mengalami hambatan dalam pembayarannya, namun sejak peningkatan nilai dollar Amerika Serikat sehingga harga pakan naik 450 % dari harga Rp. 700/kg menjadi Rp. 3.300/kg sangat tidak sebanding dengan hasil produksi yang hanya berkisar pada harga Rp. 1.800 - Rp. 2.000/kg. Sedangkan dalam bisnis ayam potong disebut layak (d.h.i Pemohon sangat mengetahuinya) apabila harga produksi sama dengan tiga kali harga pakan (harga Produksi = 3 X harga pakan). 3. Bahwa perkara ini memerlukan pembuktian yang rumit dan tidak sederhana sehingga harus diajukan melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri.7 Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur, pembuktian mengenai hak kreditur untuk menagih juga dilakukan secara sederhana. (vide 7
Putusan Nomor 01/PAILIT/2004/PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko, 8 Juni 2004.
8
penjelasan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998). Namun tidak demikian halnya dalam perkara aquo, karena hubungan hukum antara Pemohon dengan Termohon I bermula dari hubungan hukum jual beli pakan ternak sejak tahun 1992, kemudian karena perkembangan pemasaran Termohon I pada tahun 1994 ditunjuk oleh Pemohon untuk melayani sub-sub agen di wilayah Purwokerto dan Purbalingga berikut penyaluran barangnya. Pada awalnya berjalan lancar namun sejak pertengahan tahun 1992 sampai dengan pertengahan tahun 1996 total pembayaran Termohon I kepada Pemohon telah mencapai sebesar Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah). Adapun kerugian yang dialami oleh Termohon I mencapai Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), sedang ditingkat sub agen mencapai Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah); 4. Bahwa membaca petitum angka 6, 7, 8, 9 dan 10 Permohonan Pemohon, menunjukkan bahwa perkara ini merupakan perkara wanprestasi yang merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri, bukan Pengadilan Niaga. 5. Bahwa dalam permohonan pemohon a quo, terdapat ketidakkonsistenan Pemohon hal ini nampak antara posita dengan petitum karena pada bagian positanya dikatakan Para Pemohon, namun pada petitum angka 3 hanya disebutkan Termohon I, sehingga terdapat kerancuan dan inkonsistensi. 6. Bahwa Pemohon tidak konsekuen dan spekulatif karena jika Pemohon konsekuen
dan
menghendaki
agar
Pengadilan
Niaga
mengabulkan
permohonannya maka mestinya Pemohon sanggup dan bersedia membayar biaya perkara akibat perkara ini sesuai dengan ketentuan dalam permohonan kepailitan yang menentukan bahwa jika permohonan Pemohon dikabulkan maka biaya perkara dibebankan kepada Pemohon, namun tidak demikian halnya dengan permohonan Pemohon aquo pada petitum angka 11 yang menyatakan membebankan biaya perkara kepada Para Termohon. Hal ini menunjukkan pengakuan dari Pemohon sendiri bahwa perkara ini termasuk
9
dalam lingkup perkara wanprestasi yang harus diproses melalui gugatan perdata di Pengadilan Niaga. Terhadap permohonan pailit tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah mengambil putusan, yaitu putusan tanggal 09 Juni 2004 Nomor 01/PAILIT/2004/PN.Niaga.Smg yang amarnya berbunyi sebagai berikut8: Dalam eksepsi: Menolak eksepsi Termohon; Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 2. Menyatakan Termohon Ir. Sarwoko dan Nunik Sriatun alias Ny. Sarwoko Pailit; 3. Menunjuk Sdr. Abid Saleh Mendrofa, SH., sebagai Hakim Pengawas; 4. Menunjuk Balai Harta Peninggalan Semarang sebagai Kurator; 5. Menolak Permohonan Pemohon selain dan selebihnya; 6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah); Bila melihat pada bunyi petikan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 11/K/N/2004 yang menguatkan Putusan Pengadilan Niaga tanggal 09 Juni 2004 Nomor 01/PAILIT/2004/PN.Niaga.Smg menyatakan bahwa Termohon I telah diputus pailit. Pada sistem hukum perdata, program kemitraan diikat dengan kontrak (perjanjian) yang sudah disediakan oleh pihak perusahaan atau biasa disebut perjanjian standar (baku). Hubungan hukum antara PT Sierad Produce dengan mitra dimulai dengan perjanjian jual beli pakan ternak yang kemudian karena hasil pemasaran produknya bagus maka ditingkatkan menjadi agen yang melayani sub sub agen di wilayah Purwokerto dan Purbalingga.Perjanjian jual beli tersebut mengacu pada asas kebebasan berkontrak diatur dengan Pasal 1338 8
Putusan Nomor 01/PAILIT/2004/PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko, 8 Juni 2004.
10
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata9 yang berbunyi :”segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Berdasarkan asas tersebut dapat diartikan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan mengakibatkan adanya hak dan kewajiban bagi para pihak. Bila para pihak tidak dapat memenuhi kewajiban yang disepakati, maka pihak
tersebut
dapat
diminta
pertanggung
jawaban
secara
hukum.
Konsekuensinya bagi pihak yang sudah melaksanakan kewajiban mempunyai hak untuk menagih. Sedangkan mengenai syarat sah kontrak (perjanjian) terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata10 yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai hak dan kewajiban bagi para pihak dan atau pihak ketiga yang meliputi subyek dan obyek perjanjian. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya sedangkan syarat ketiga dan keempat menyangkut obyeknya. Suatu perjanjian yang menyangkut cacat pada subyeknya, maka perjanjian itu dapat dibatalkan, sedangkan suatu perjanjian yang mengandung cacat pada obyeknya, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. H.M.N Purwosutjipto dalam bukunya yang berjudul pengertian pokok hukum dagang menyatakan bahwa :”perusahaan dagang adalah suatu bentuk perusahaan perseorangan, sedangkan perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha”11.Bentuk ini bukan badan hukum dan tidak termasuk persekutuan atau perkumpulan, tetapi termasuk ruang lingkup hukum
9
Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 11 HMN Purwosujipto.Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia.Jilid1.Djambatan.Jakarta.1981.hlm5 10
11
dagang, sebab perusahaan dagang itu dibentuk dalam suatu hukum perdata dan menjalankan perusahaan sehingga dari badan ini timbul perikatan perikatan keperdataan. Perusahaan dagang dibentuk atas dasar kehendak seorang pengusaha yang mempunyai cukup modal untuk berusaha dalam bidang perusahaan, keahlian dan teknologi dilakukan oleh pengusaha seorang diri. Pasal 19 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang12 menyatakan bahwa “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan si berutang pada saat pernyataan pailit, beserta segala apa yang diperoleh selama kepailitan.”13 Jadi dalam hal perseorangan sebagai pelaku usaha jatuh pailit, maka seluruh kekayaan pribadinya yang ada maupun yang diperoleh selama kepailitan menjadi tanggungan terhadap utang-utangnya kecuali barang-barang sekedar untuk kehidupan sehari-hari (Pasal 20 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)14.Apabila ia telah menikah dengan persekutuan harta kekayaan, maka harta persekutuan itu juga menjadi tanggungan terhadap utang-utangnya.Oleh karena itu, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan:”dalam hal pernyataan permohonan pailit diajukan oleh debitur yang menikah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya.”15 Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan bahwa “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian
hari
perseorangan16.”
menjadi Pasal
1132
tanggungan Kitab
untuk
segala
Undang-Undang
perikatan
Hukum
dan
Perdata17
mengatakan bahwa “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi 12
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 19 Undang-undang No 34 tahun 2007 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 20 Undang-undang No 34 tahun 2007 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 15 Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No 34 tahun 2007 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 16 Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 17 Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 13 14
12
semua orang yang mengutang padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan alasan yang sah untuk didahulukan.” Sehingga jika pihak yang berutang (debitur) tidak memenuhi kewajibannya, maka harta benda debitur menjadi jaminan bagi semua kreditur. Agar aset debitur dapat dibagi secara proporsional dalam membayar utang-utangnya, maka dilakukan penyitaan (pembeslagan) secara massal. Sebuah perusahaan yang mengalami penurunan (kerugian), ada kemungkinan perusahaan tersebut dalam keadaan benar-benar berhenti membayar dan hakim dapat menjatuhkan putusan pailit dalam keadaan tersebut. Apabila seorang debitur tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) yang menyebabkan dapat digugat didepan hakim, hakim pengawas merupakan hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. Pengadilan dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum. Dengan demikian dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diketahui bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit oleh Hakim Pengadilan Niaga18 adalah: 1. Adanya utang 2. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo 3. Minimal satu dari utang dapat ditagih 4. Adanya debitur 5. Adanya kreditur 6. Kreditur lebih dari satu 7. Perernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan Khusus yang disebut dengan Pengadilan Niaga
18
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
13
8. Perrmohonan pailit dilakukan oleh pihak yang berwenang yaitu: a. Pihak debitur b. Satu atau lebih pihak kreditur Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undangundang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Berdasarkan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, ada tiga golongan kreditur antara lain19: 1. Golongan khusus, adalah kreditur pemegang hak tanggungan, jaminan fidusia, hak gadai, hipotik yang dapat bertindak sendiri menurut Undang-undang (Pasal 1178 dan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), meskipun telah ada pernyataan pailit yang diucapkan oleh hakim (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Kreditor golongan khusus ini dapat menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan (hak tanggungan, gadai, jaminan fidusia, hipotik) seolah olah tidak ada kepailitan (Pasal 55 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).Dari hasil penjualan itu dia mengambil sebesar piutangnya sebagai pelunasan sedang sisanya disetorkan kepada Balai Harta Peninggalan. Bila ternyata hasil penjualan kurang dari jumlah piutangnya, maka dapat menggabungkan diri sebagai kreditur konkuren (Pasal 60 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). 2. Golongan istimewa (privilege) adalah golongan kreditur yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa, artinya kreditur mempunyai hak untuk mendapat pelunasan lebih dahulu dari hasil penjualan lelang harta pailit (Pasal 1133, 1134, 1139, dan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) 3. Golongan konkuren (concurrent) adalah kreditur-kreditur yang tidak termasuk golongan khusus atau golongan istimewa. Pelunasan piutang-piutang mereka
19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
14
dicukupkan dengan sisa hasil penjualan atau pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan khusus dan golongan istimewa. Sisa hasil penjualan harta pailit itu dibagi menurut imbangan besar kecilnya piutang para kreditur konkuren itu (Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Dari hasil Putusan Kasasi Nomor 11/K/N/200420 dikatakan bahwa Permohonan Kasasi DITOLAK dan menguatkan putusan pailit pada tanggal 09 Juni 2004 Nomor
01/PAILIT/2004/PN.Niaga.
Smg21
yaitu
mengabulkan
sebagian
permohonan pemohon dan tidak mengabulkan permohonan pemohon selain dan selebihnya termasuk mengenai tanggung jawab Termohon I yaitu “Menghukum kepada Termohon I untuk membayar hutangnya kepada Pemohon sebesar Rp. 13.692.699.468.- (tiga belas milyard enam ratus sembilan puluh dua juta enam ratus sembilan puluh sembilan ribu empat ratus enam puluh delapan rupiah)”. Berdasarkan putusan tersebut PT Sierad Produce Tbk mengalami KERUGIAN mengingat pada saat PT. Sierad Produce Tbk memberikan pinjaman kepada agen karena kurangnya kecukupan jaminan atau dengan kata lain kreditnya tidak di jamin secara penuh oleh agunan yang cukup. Akibatnya, jaminan yang disita oleh PT Sierad Produce Tbk dari agen tidak menutup jumlah kredit yang diberikan. Merujuk pada Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata22 PT. Sierad Produce Tbk dikategorikan sebagai kreditur konkuren yaitu kreditur-kreditur yang tidak termasuk golongan khusus atau golongan istimewa. Sehingga, pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dengan sisa hasil penjualan atau pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian oleh golongan khusus dan golongan istimewa. Meskipun PT Sierad Produce Tbk telah memberikan pinjaman yang TERBESAR diantara para kreditur lainnya, namun pelunasan utang kepada PT. Sierad Produce Tbk mendapat prioritas lebih rendah dibandingkan dengan para kreditur yang memiliki hak khusus dan istimewa yaitu BRI Cabang Purbalingga dan BII 20
Putusan Kasasi Nomor 011/K/N/2004 perihal perkara Kepailitan Ir. Sarwoko, 29 Juli 2004. Putusan Nomor 01/PAILIT/2004.PN.NIAGA.Smg perihal permohonan pernyataan Pailit Ir. Sarwoko,8 Juni 2004. 22 Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 21
15
Cabang Purwokerto. Penyelesaian permasalahan untuk pemenuhan sisa utang yang masih ada setelah dilakukan pemberesan harta pailit tersebutlah yang mendorong penulis untuk tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dan dituangkan dalam Penulisan Tesis mengenai “Tanggung Jawab Direktur Kantor Kemitraan Secara Pribadi Terhadap Pembubaran Kantor Kemitraan (Agen) PT. Sierad Produce Tbk Akibat Kepailitan Di Wilayah Kabupaten Banyumas (Studi Kasus Putusan Kasasi Nomor 011/K/N/2004).”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pertanggung jawaban direktur kantor kemitraan secara pribadi akibat kepailitan kantor kemitraan (agen) PT Sierad Produce Tbk diwilayah kabupaten Banyumas? 2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan PT. Sierad Produce Tbk terhadap pelunasan sisa utang yang masih ada setelah dilakukan proses pemberesan harta pailit?
C. Keaslian Penelitian Setelah diadakan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sejauh ini penelitian tentang Tanggung Jawab Direktur Kantor Kemitraan Secara Pribadi Akibat Kepailitan Kantor Kemitraan (Agen) PT Sierad Produce Tbk di Wilayah Kabupaten Banyumas sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti, akan tetapi pernah ada penelitian yang serupa, yaitu: tesis yang ditulis oleh Kurniawan23 pada tahun 2007 yang berjudul PEMBERESAN HARTA PAILIT PADA PERUSAHAAN PERORANGAN (STUDI KASUS PADA PT SIERAD PRODUCE TBK) , yang merupakan 23
Kurniawan, 2007, “Pemberesan Harta Pailit Pada Perusahaan Perorangan”, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang
16
penelitian Tesis S-2 Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang dimana yang menjadi perumusan masalahnya adalah bagaimana pemberesan harta pailit pada perusahaan perorangan dan bagaimana akibat hukum pemberesan harta pailit pada perusahaan perorangan Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada tanggung jawab direktur kantor kemitraan secara pribadi akibat kepailitan kantor kemitraan (Agen) PT Sierad Produce, Tbk di wilayah kabupaten Banyumas dan upaya hukum yang dapat dilakukan PT. Sierad Produce Tbk terhadap sisa utang yang masih ada setelah dilakukan proses pemberesan harta pailit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli karena belum pernah dilakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya tentang hukum kepailitan. b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum perusahaan khususnya tentang tanggung jawab direktur kantor kemitraan (agen) secara pribadi akibat kepailitan kantor kemitraan (agen) PT Sierad Produce Tbk di wilayah kabupaten Banyumas. 2. Secara Praktis a. Memberikan gambaran kepada para praktisi hukum dan rekomendasi bagi penelitian lebih lanjut tentang tanggung jawab direktur kantor kemitraan (agen) secara pribadi akibat kepailitan kantor kemitraan (agen) PT Sierad Produce Tbk di wilayah kabupaten Banyumas. b. Mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan PT. Sierad Produce Tbk terhadap sisa utang yang masih ada setelah dilakukan proses pemberesan harta pailit
17
E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan mengkaji tanggung jawab direktur kantor kemitraan (agen) secara pribadi akibat kepailitan kantor kemitraan (agen) PT Sierad Produce, Tbk di wilayah kabupaten Banyumas. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji upaya hukum yang dapat dilakukan PT. Sierad Produce Tbk terhadap sisa utang yang masih ada setelah dilakukan proses pemberesan harta pailit.