1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak-anak adalah individu yang biasa ditemui dalam kehidupan kita sehari-hari. Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Perkembangan seorang anak pada tahun-tahun awal lebih kritis dibandingkan dengan perkembangan selanjutnya, sehingga dikatakan bahwa “masa kanakkanak” merupakan gambaran awal manusia sebagai seorang manusia. Menurut Williams, L. (2012, hlm 6) menjelaskan posisi keemasan seorang anak adalah pada usia dini,usia anak antara 0-6 tahun. Pada usia ini posisi seorang anak berkembang secara pesat. Perkembangan anak pada masa awal kehidupan sangat dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Urie Bronfenbenner dalam (Santrock, 2007, hlm 56) menjelaskan bahwa “Lingkungan keluarga sebagai bagian dari mikrosistem lingkungan akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan anak.” teori ini memfokuskan pada konteks sosial tempat anak tumbuh dan berkembang. Pada awal masa kehidupannya, anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga sehingga menuntut pentingnya perhatian dan tanggungjawab lebih dari keluarga khususnya pada orang tua. Pendampingan dari orang tua sebagai mediator, motivator maupun pengawasan anak dalam proses belajar menjadi kebutuhan esensial yang seharusnya mendapatkan perhatian. Johnson, Eilleen S. (2008) menjelaskan bahwa keluarga merupakan ekologi perkembangan bagi manusia yang paling penting. Dapat dikatakan bahwa,keluarga merupakan lingkungan pertama dalam kehidupan anak untuk belajar.
Alasan
tersebut
mendorong
peneliti
untuk
mengembangkan,merumuskan serta melaksanakan program intervensi dini bersumberdaya keluarga pada anak dengan keterlambatan perkembangan komunikasi agar keluarga dapat memberikan layanan intervensi dini yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak. Allen dan Marotz (2010, hlm 14) menjelaskan Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
bahwa, keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan seorang anak. Intervensi dini merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memaksimalkan perkembangan anak atau meminimalisir hambatan dan ketertinggalan perkembangan anak. Subyek kasus dalam penelitian ini adalah anak autis berusia 5 tahun. Anak tersebut belum dapat berkomunikasi secara verbal atau ekspresif. Kemampuan anak dalam mengeluarkan suara dan kata belum dapat digunakan untuk berkomunikasi. Kosa kata yang dimiliki oleh anak sangat terbatas. Permasalahan lain pada penelitian ini adalah permasalahan pada keluarga anak. Sikap ibu dan Bapak sangat bertolak belakang terhadap anak. Ibu memiliki motivasi yang tinggi terhadap perkembangan anak, sedangkan Bapak tidak terlalu memperhatikan anak dan cenderung acuh kepada anak. Keluarga tidak percaya diri dengan keberadaan anak. minimnya pemahaman keluarga terhadap kondisi anak, mengakibatkan upaya yang diberikan pada anak tidak maksimal dan tidak sesuai dengan kondisi anak, khususnya dalam aspek komunikasi. Berdasarkan pemaparan permasalahan yang terjadi diatas, maka diperlukan sebuah layanan intervensi pada anak usia dini, dengan proses pelaksanaanya melibatkan keluarga. Karena keluarga merupakan altar pendidikan yang paling utama bagi anak, terutama anak usia dini. Menurut Sunarti, Euis (2001); Muchin (dalam Willis, Sofyan S. 2008, hlm 50) mengatakan bahwa keluarga adalah“multibodied organism”organisme yang terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan atau organisme. Ia merupakan kumpulan individu-individu. Ibarat amoeba, keluarga mempunyai komponen-komponen yang membentuk organisme keluarga itu. Komponenkomponen tersebut merupakan anggota keluarga. Coogle (2012, hlm 5) menyatakan bahwa keluarga sebagai salah satu faktor yang berperan dalam mendukung pencapaian kemampuan perkembangan anak. menjelaskan, Layanan yang berupa intervensi yang diberikan sejak dini pada anak juga dapat meminimalisir hambatan pada perkembangan anak. Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama yang diselenggarakan dan ditangani oleh orang tua. Keluarga merupakan sebagai pendidik harus memiliki Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
pemahaman tentang perkembangan anak. Dalam keluarga, anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku sebagai perwujudan dari perkembangan yang dialaminya. Layanan intervensi yang diperlukan oleh keluarga untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi pada anak autis tersebut adalah layanan intervensi bersumberdaya keluarga. Layanan intervensi bersumberdaya keluarga ini, merupakan layanan intervensi yang mengoptimalkan fungsi keluarga dalam pelaksanaannya. Layanan intervensi dini bersumberdaya keluarga ini, merupakan hasil pergerseran paradigma dari layanan pendidikan model medis ke model sosial. Layanan intervensi pada tahun 1970 an berpusat pada professional,intervensi pada masa ini sepenuhnya dilakukan oleh ahli yang profesional dalam bidangnya, sedangkan keluarga tidak dilibatkan sama sekali dalam proses intervensi tersebut. Seiring, berjalannya waktu pada tahun 1980an proses intervensi juga mengalami perubahan, pendekatan intervensi pada masa ini lebih berorietasi pada keluarga, dimana diagnosis dan resep perlakuan masih dilakukan oleh professional, akan tetapi, orang tua dan pihak lain yang berada di sekitar anak dilibatkan dalam tingkat yang lebih besar. Perubahan konsep intervensi tersebut menghasilkan perubahan yang lebih besar. Pada tahun 1990an, terdapat perubahan lebih lanjut yaitu pendekatan intervensi “berpusat pada keluarga” dalam melakukan intervensi. Pendekatan intervensi ini melibatkan anggota keluarga dalam seluruh proses pelaksanaanya sampai
dengan
evaluasi
pada
intervensi
tersebut.
Intervensi
dini
bersumberdaya keluarga ini merupakan layanan pendidikan model sosial. Intervensi
dini
bersumberdaya
keluarga
berdasarkan
teori
ekologi
perkembangan manusia. Dimana keluarga merupakan lingkungan terdekat anak, dan paling berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan anak. Keluarga adalah lingkungan yang paling memahami kondisi dan kebutuhan yang dimiliki oleh anak. Permasalahan yang terjadi pada penelitian ini adalah keinginan keluarga dalam mengoptimalkan kemampuan komunikasi anak autis. Komunikasi merupakan proses untuk membangun interaksi sosial antara individu dengan orang lain. Individu bisa menyampaikan pesan pada orang lain Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
dan dapat menerima pesan dari orang lain, sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. Komunikasi bisa secara verbal dan non verbal ataupun kombinasi keduanya. Komunikasi secara verbal/ekspresif berupa bahasa (bicara), tulisan, cetakan, gambar, lukisan, dan sebagainya. Sedangkan komunikasi non verbal/reseptif berupa ekspresi muka, kedipan mata, gerakan tangan, atau badan, kepala, senyuman, bahasa diam, dan lain sebagainya. Komunikasi yang baik adalah kombinasi dari komunikasi verbal dan non verbal. Bahasa dan komunikasi merupakan alat untuk belajar, terlibat dalam hubungan sosial serta perilaku dan regulasi emosi dari bayi hingga dewasa, Cohen, Nancy J (2010, hlm 39) menjelaskan, Language and communication is a tool for learning, engaging in social relationship, and behavior, and emotion regulasi from infancy to adulthood. From infancy onward, languge communication development and psychosocial and emotional development are interrelated. Pernyataan diatas menjelaskan bahwa konsep perkembangan bahasa dan komunikasi sangat berkaitan erat dengan perkembangan sosial dan emosi seorang anak. Bahasa dan Komunikasi bukan hanya saja alat untuk belajar tetapi komunikasi juga sangat penting bagi perkembangan seorang anak. pendapat lain disampaikan oleh Kissinger, L (2008); Tuononen, S. (2014) mengemukakan bahwa “kemampuan komunikasi sangat penting untuk mengembangkan dan menjalin hubungan sosial, serta bertahan hidup di masyarakat dan memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai manusia.” Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi yaitu kemampuan bahasa reseptif dan kemampuan bahasa ekspresif. Kemampuan komunikasi reseptif adalah dimana kemampuan seorang anak dapat menerima pesan yang disampaikan oleh lawan bicaranya dengan baik dan melaksanakannya. Sedangkan, kemampuan bahasa ekepresif adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan keinginannya melalui bahasa tubuh serta simbol-simbol yang telah disepakati berupa pernyataan secara lisan. Kemampuan berbahasa resptif dan ekspresif awal dalam membangun komunikasi yang baik. Hambatan
dalam
perkembangan
komunikasi
pada
anak
sangat
berpengaruh terhadap perilaku anak. Perkembangan komunikasi meliputi Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
kemampuan bahasa ekspresif dan bahasa reseptif serta kemampuan pra bicara. Anna. (2011) mengungkapkan bahwa kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif sangat berpengaruh terhadap perilaku seorang anak. Seorang anak harus melewati setiap tahap perkembangan komunikasi sesuai dengan usianya. Keterlambatan perkembangan komunikasi tersebut disebabkan karena anak merupakan anak autis, serta orang tua kurang memahami perkembangan dan keterlambatan perkembangan anak, sehingga orang tua kurang memberikan stimulus dan motivasi pada masa tumbuh kembang anak. Orang tua tidak memahami kesulitan anak dalam berkomunikasi, sehingga ketika anak mengalami hambatan dalam perkembangan komunikasi, orang tua kurang melakukan upaya secara optimal untuk meminimalisir dampak dari hambatan tersebut. Hambatan komunikasi yang dialami oleh subyek kasus di dalam penelitian ini merupakan hambatan kemampuan berbahasa ekspresif atau hambatan komunikasi secara verbal. Sesuai dengan pernyataan Boyd, Brian A. (2011); Hwee Chia, Noel K. (2014) bahwa anak autis memiliki hambatan komunikasi, keterbatasan dalam berbicara atau hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, anak tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan oranglain. Ketika anak menginginkan sesuatu anak akan menarik tangan orang yang berada di dekatnya, tanpa ada kata yang keluar dan tidak melakukan kontak mata dengan orang tersebut. Apabila anak menolak sesuatu anak
akan
nangis
atau
mengegelengkan
kepala.
Untuk
komunikasi
nonverbalnya, anak belum mampu menangkap maksud dari pembicaraan lawan bicaranya. Permasalahan hambatan komunikasi anak autis diatas, sesuai dengan pernyataan Camarata, Stephen (2014, hlm 3) yaitu, Autis is severe disruptions in language development, limiting the extent children can participate in social interaction. Because language skills are among those most disrupted, even relative to other abilities in children with ASD, improving receptive\ and expressive language often has a high priority for early intervention. Gangguan kualitatif dalam komunikasi anak autis berdasarkan pedoman baku DSM-IV, minimal menunjukkan salah satu cirinya yaitu keterlambatan bicara atau sama sekali kemampuan bicaranya tidak berkembang, bisa bicara Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
tetapi bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi, sering mengeluarkan katakata tidak bermakna dan bahasa yang aneh dan diulang-ulang, cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, kurang mampu meniru dengan baik. Keluarga merupakan pangkal utama perkembangan awal anak. Keluarga harus memberikan dukungan kepada anak dan mampu mengatasi hambatan perkembangan yang dialami oleh anak. Akan tetapi, pada kenyataanya kondisi anak yang mengalami autis merupakan masalah yang besar bagi keluarga anak. Anak merupakan anugerah dari Tuhan bagi setiap keluarga. Ketika mengetahui kondisi anak yang berbeda dari anak pada umumnya, menimbulkan konflik tersendiri bagi keluarga tersebut. Keadaan keluarga yang tidak mampu menerima anak, dan kurangnya pemahaman keluarga terhadap kondisi anaknya, sangat berpengaruh pada sikap orang tua terhadap anak tersebut. Sikap keluarga yang tidak menerima kondisi anak, perlakuan keluarga yang bersifat permisif hingga mengisolasi anak merupakan bentuk respon lingkungan yang negatif. Lingkungan yang tidak responsive terhadap kehadiran anak dapat terlihat pada sikap orang tua dalam membatasi anak untuk berinteraksi sosial di lingkungan rumahnya. Oleh sebab itu, keluarga sangat perlu memiliki kemampuan, pemahaman dan keterampilan agar mereka dapat memberikan pendidikan dan pengasuhan yang tepat pada anaknya. Kebutuhan keluarga terhadap pemahaman bentuk komunikasi pada anak yaitu, agar keluarga dapat membangun komunikasi yang sesuai dengan kondisi objektif anak, dan memahami maksud dan keinginan anak secara lisan. Sedangkan, kebutuhan komunikasi yang dibutuhkan oleh anak DN yaitu kemampuan anak dalam mengekspresikan keinginannya secara verbal. Dalam proses layanan intervensi
bagi anak autis, keterlibatan keluarga sangat
diperlukan, agar proses intervensi yang dilakukan dapat mencapai potensi yang diinginkan. Pengembangan program intervensi dini bersumberdaya keluarga merupakan fokus peneliti untuk mengkaji intervensi yang diberikan kepada anak dan keluarga, agar keluarga memiliki kompetensi pendampingan dan pengasuhan yang tepat dan optimal bagi perkembangan anak.
Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
B. Fokus Penelitian Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah “Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan kemampuan Komunikasi Anak Autis.” Melihat dari fokus penelitian tersebut, dihasilkan beberapa pertanyaan penelitian, yang akan dijawab dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi objektif perkembangan komunikasi DN? 2. Bagaimana kondisi objektif
keluarga terhadap kemampuan komunikasi
DN? 3. Bagaimana bentuk program intervensi dini bersumberdaya keluarga untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi DN? 4. Bagaimana pelaksanaan program intervensi dini bersumberdaya keluarga untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi DN?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan program intervensi dini bersumberdaya
keluarga
yang
diberikan
kepada
keluarga
untuk
mengoptimalkan kemampuan komunikasi anak autis.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada keluarga dalam mengoptimalkan kemampuan komunikasi anak autis. Serta, program yang telah dirumuskan oleh peneliti dapat memberikan kemudahan pada proses pelaksanaan intervensi yang dilakukan oleh keluarga secara mandiri di rumah.
E. Definisi Konsep Untuk menghindari adanya kesalahpahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan penjelasan pada istilah-istilah yang digunakan yaitu: Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
1. Definisi Intervensi Dini Intervensi merupakan suatu proses mediasi antara seorang individu dengan lingkungannya. Intervensi dapat membantu seseorang mengalami, mengatur, memahami dan merespon lebih baik terhadap informasi yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Menurut Fallen dan Umansky (1985, hlm 189) (dalam Sunardi&Sunaryo, 2007, hlm 27) menegaskan bahwa intervensi merujuk pada layanan tambahan atau modifikasi, strategi, teknik, atau bahan yang diperlukan untuk merubah perkembangan yang terhambat. Sedangkan, menurut Hebbeler, K. (2006) ;Huang Anna X. (2013); Koegel, Robert M. (2004) menyatakan bahwa intervensi dini efektif untuk mengembangkan potensi anak, mendukung perkembangan anak, dan memaksimalkan interaksi antara anggota keluarga, intervensi dilakukan pada perkembangan tahap awal anak. Pendapat lain mengenai konsep Intervensi dini menurut Guralnick, Michael J. (2005);Hughes, J. (2006, hlm 78) menyatakan sebagai berikut “A system of professional practice that had been designed to respond to the need of settler families and their children, a system based on what were regarded as the progressive system operating in the United Kingdom and the United Stated from the early years of the 20th century, was applied to this new intake families.”Secara sederhana intervensi dapat diartikan sebagai suatu bentuk bantuan, penanganan, layanan, atau tindakan campur tangan terhadap suatu masalah atau krisis yang dihadapi individu, dengan tujuan untuk mencegah berkembangnya permasalahan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh masalah atau krisis tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, Intervensi dini dapat mengandung makna: a. Penanganan atau tindakan campur tangan yang dilakukan kepada anak pada usia dini atau pada tahap perkembangan awal, yaitu pada usia 0-5 tahun, balita, atau usia pra sekolah, dan b. Penanganan atau tindakan campur tangan yang dilakukan seawal atau sesegera mungkin setelah diketahui adanya permasalahan atau sebelum sesuatu yang dikhawatirkan bakal terjadi. Dalam pengertian yang kedua Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
tindakan tersebut tidak dibatasi oleh usia. Dalam penelitian ini makna intervensi dini lebih diarahkan pada tindakan yang dilakukan pada makna yang pertama yaitu, pada tahap perkembangan awal. Konsep intervensi dini dalam penelitian ini adalah penanganan atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari suatu permasalah yang terjadi pada anak usia dini yaitu anak usia 5 tahun. 2. Definisi Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga Intervensi Dini Bersumberdaya
keluarga adalah
penyediaan
dukungan dan sumber daya yang ditunjukan pada keluarga anak usia dini, yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap anak, keluarga dan fungsi keluarga. Teori yang mendasarinya adalah Ecologizal Sosial System dengan asumsi bahwa belajar dan perkembangan pada manusia ditentukan oleh intensitas interaksi dan partisipasi orang tua, anak dan
keluarga.
Lingkungan
alamiah
pengembangan diri. Konsep dasar Building View,yaitu anak dan
yang
di
pandang digunakan
sebagai
sarana
adalah Capacity
keluarga memiliki kekuatan dan aset
bervariasi, maka fokus intervensi dini bersumber daya keluarga adalah supporting and promoting competence and other positif aspects of function. Intervensi dini secara operasional difokuskan pada anak belajar pada setting kegiatan keluarga, dukungan terhadap pengasuhan anak, interaksi orang tua dan anak, membuka kesempatan pada keikutsertaan orang tua dalam pengasuhan, pemberian bantuan dan dukungan yang berpusat pada keluarga ini semua dimaksudkan untuk mengoptimalkan early intervention benefits. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep intervensi dini bersumberdaya keluarga dalam penelitian ini yaitu pelayanan intervenvensi yang dberikan pada anak usia 5 tahun dengan memaksimalkan keterlibatan keluarga dalam pelaksanaannya, terutama dalam
memberikan
intervensi
untuk
mengoptimalkan
kemampuan
komunikasinya.
Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
3. Definisi Keterampilan Komunikasi Secara terminologis komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang pada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial. Komunikasi bersifat intensional atau mengandung tujuan tertentu, yakni untuk memberi tahu (informatif) ataupun untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku (persuasif), baik secara langsung melalui lisan (verbal) ataupun tidak langsung melalui media (non verbal), yaitu melalui tulisan atau isyarat (Sunardi&Sunaryo, 2007, hlm 177). Sedangkan, Danuatmaja, B (2003, hlm 139) menjelaskan bahwa dalam ilmu jiwa komunikasi memiliki makna luas, yaitu “penyampaian energi,” gelombang suara tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Komunikasi digunakan sebagai proses penyampaian pesan atau pengaruh secara khusus kepada orang lain. Hal serupa dijelaskan oleh Firdiana, Ade D. (2013) komunikasi adalah proses menyampaikan informasi dari seseorang kepada yang lain dengan menggunakan media verbal maupun non-verbal; dan proses komunikasi bisa terjadi baik satu arah ataupun dua arah. Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka konsep komunikasi dalam penelitian ini dibatasi hanya pada kemampuan dasar komunikasi yang dikembangkan dalam program intervensi dini bersumberdaya keluarga. Komunikasi dasar tersebut berupa kemampuan anak dalam menyampaikan kehendak dan keinginannya, menolak sesuatu, meminta sesuatu kepada lawan bicaranya. Serta pemahaman keluarga terhadap bentuk dan cara komunikasi yang tepat sesuai dengan kondisi objektif anak.
Dewi Hartati, 2016
Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga untuk Mengoptimalkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu