BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun belakangan ini banyak pemberitaan tentang layanan rumah sakit, bukan karena kualitas pelayanan yang berkualitas yang masuk kedalam pemberitaan publik tetapi cenderung pada banyaknya layanan kesehatan yang buruk yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien dan keluarga pasien. Hal ini berkaitan dengan konsep keselamatan pasien yang belum dilaksanakan sepenuhnya (Daud et.al., 2007). Konsep keselamatan pasien merupakan konsep dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan tidak menimbulkan kerugian bagi pasien yang dirawat (Shojania et al., 2001).. D Konsep ini sudah lama ada sejak zaman Hipocrates, tetapi baru pada tahun 1999 konsep ini menjadi sorotan dunia setelah Institute of Medicine (IOM) mempublikasikan laporan penelitian yang berjudul “To Err is Human: Building A safer Health System” mengenai banyaknya pasien yang meninggal di Amerika Serikat akibat dari medical eror di rumah sakit yang mencapai 44.000–98.000 jiwa (Kohn et al., 2000)engan adanya laporan ini mendorong para pelaku pemberi layanan kesehatan untuk memfokuskan kembali sistem layanan yang diberikan dan proses perawatan yang dilakukan oleh dokter, perawat, farmasis, serta dokter gigi untuk berfokus pada keselamatan pasien. Perawatan bedah merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memberikan perawatan kesehatan bagi pasien di seluruh dunia, sekitar 234 juta operasi dilakukan di seluruh dunia setiap tahunnya (Haynes et al., 2009). 50% dari mereka yang menerima perawatan bedah mengalami surgical adverse event atau efek samping bedah yang sebenarnya dapat dicegah (World Health Organization/WHO, 2008). Di negara maju angka kematian pada pasien bedah rata-rata 0,4–0,8% per tahun sedangkan angka kejadian komplikasi antar 3–17% per tahun, dan pada negara berkembang tidak menutup kemungkinan untuk mencapai angka yang lebih tinggi. Komplikasi pasca pembedahan seringkali menjadi kenyataan yang tidak menyenangkan yang harus dihadapi
1
pasien maupun dokter yang merawat, dan kebanyakan kasus komplikasi yang terjadi merupakan kasus komplikasi yang sebenarnya dapat dihindari (Gawandee et al., 1999). Pada tahun 2008 WHO mempublikasikan pedoman yang berisi langkahlangkah praktis untuk memastikan keselamatan pasien dalam perawatan operasi (surgical safety checklist guidelines). Pedoman tersebut berisikan tiga elemen utama yaitu : checklist tindakan sebelum menginjeksikan anastesi, checklist tindakan sebelum insisi dan checklist tindakan sebelum pasien meninggalkan kamar operasi. Uji coba terhadap checklist ini telah dilakukan oleh Haynes et al. pada tahun 2007-2008 yang menunjukkan hasil penggunaan surgical safety checklist di ruang operasi pada delapan rumah sakit yang berbeda berdampak positif pada penurunan angka komplikasi dari 11% menjadi 7% dan penurunan angka kematian pasca tindakan bedah dari 1,5% menjadi 0,8%. Weiser et al. 2010 juga telah menerapkan surgical safety checklist ini di delapan rumah sakit berbeda yang menangani perawatan bedah. Hasil penelitian menunjukkan penurunan angka kematian dan komplikasi akibat pembedahan. Dari total 1750 pasien yang harus dilaksanakan operasi dalam 24 jam (emergency) dibanding 842 pasien sebelum pengenalan surgical safety checklist dan 908 pasien setelah pengenalan surgical safety checklist. Dari 842 pasien yang belum diberikan pengenalan surgical safety checklist mendapat komplikasi pembedahan 18,4% (N=151) dan setelah diberikan pengenalan surgical safety checklist angka komplikasi menjadi 11,7% (N=102). Data kematian sebelum pengenalan surgical safety checklist 3,7% menjadi 1,4%. Beberapa penelitian tentang penggunaan surgical safety checklist di beberapa daerah di dunia menghasilkan bahwa surgical safety checklist dapat menurunkan angka kematian dan komplikasi (Haynes et.al., 2011; Truran et al., 2011; Van Klei et al.,2012) serta dapat mencegah kejadian wrong site surgery dalam tindakan bedah orthopaedics (Panesar, 2011). Keutamaan dalam meningkatkan tindakan bedah yang aman dan mementingkan keselamatan pasien inilah yang melatarbelakangi terbentuknya surgical safety checklist, tetapi bila item dalam checklist tersebut tidak sesuai
2
dengan tindakan bedah yang menggunakan spesialisasi maka hal ini dapat beresiko untuk membahayakan bahkan sampai menimbulkan kematian terhadap pasien. Sehingga diharapkan semua tindakan bedah dengan spesialisasi tertentu dapat
mengadaptasi
item-item
dalam
checklist
sehingga
lebih
dapat
memaksimalkan keselamatan pasien dalam setiap tindakan bedah yang dilakukan dan sesuai dengan spesialisasi tindakan bedah tersebut (Clark et.al, 2010). RSGM Prof.Soedomo merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sekaligus sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan profesi dan spesialisasi dibidang kedokteran gigi. Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) ini telah berdiri sejak tahun 2005 dan telah menangani berbagai macam keluhan di bidang spesialisasi kedokteran gigi. Macam tindakan perawatan yang tersedia antara lain perawatan konservasi, orthodontik, periodontik, prosthodontik, dan oral maxilofacial surgery atau yang lebih dikenal dengan bedah mulut. Dokter gigi dengan spesialisasi bedah mulut ini melakukan perawatan terhadap pasien dengan dua kategori bedah yaitu bedah mayor (major dental surgery) dan bedah minor (minor dental surgery). Dalam menangani pasien dengan indikasi bedah minor harus diterapkan beberapa prinsip dasar yang dilakukan sebelum pembedahan, saat tindakan bedah berlangsung, dan pasca operasi. Sebelum melakukan tindakan pembedahan diperlukan pengecekan terhadap seluruh kondisi fisik pasien, riwayat kesehatan, dan riwayat allergi jika ada. Saat melakukan tindakan pembedahan harus dalam kondisi asepsis dan atraumatik serta selalu melakukan kontrol perdarahan dan monitoring vital sign sebelum anastesi, selama proses pembedahan dan pasca efek anastesi hilang (Peterson, 1998; Pedersen, 1996). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Seiden dan Barach pada tahun 2006, diperoleh data bahwa tingkat kejadian wrong-side atau wrong-site terbanyak kedua di Amerika dilakukan oleh praktisi medis di bidang kedokteran gigi sebesar 18,1% dan kejadian wrong-procedure, dan wrong-patient adverse events sebesar 41%. Knepil (2012) meninjau laporan-laporan yang masuk ke NHS (National Health Service) antara tahun 1995-2010 menunjukkan bahwa bidang bedah mulut dan maksilofasial, serta bedah dentoalveolar menempati jumlah
3
terbesar untuk klaim kelalaian dalam hal salah mengekstraksi/mencabut gigi. Pada tahun 2010/2011 the National Reporting and Learning System (NRLS) dari National Patient Safety Agency(NPSA) mendapat laporan sebanyak 20 kejadianwrong tooth extraction, yang menyumbang 5% dari semua insideninsiden kelalaian yang telah dilaporkan. Dengan adanya gambaran data tersebut diharapkan para praktisi bedah terutama spesialisasi bedah mulut untuk lebih meningkatkan tindakan bedah yang aman dan mementingkan keselamatan pasien. Aktifitas bedah mulut minor yang bisa dilakukan untuk perawatan rawat jalan memiliki karakteristik khusus yang membuatnya berbeda dengan tindakan bedah mulut mayor, sehingga mendorong perlunya dilakukan adaptasi checklist untuk meningkatkan tindakan yang aman dan mementingkan keselamatan pasien. Bernando Perea-Pérez et al.(2011) memaparkan beberapa kekhasan tersebut antara lain: Pertama, kurangnya kontrol kepatuhan menaati instruksi sebelum operasi dan kemungkinan terjadinya komplikasi pasca operasi merupakan sifat alami dari tindakan rawat jalan. Kedua, penggunaan utama dari anastesi lokal atau locoregional anaesthesia. Ketiga, prosedur bedah minor banyak dilakukan di klinik-klinik kecil baik swasta maupun layanan pemerintah, luasnya penggunaan tindakan ini menyulitkan untuk mengumpulkan data tentang kejadian adverse event. Keempat,sedikitnya tenaga kesehatan yang ambil bagian dalam penanganan bedah minor sehingga semakin sedikit pula kehadiranpengamat luar. Mengingat karakteristik khusus ini sehingga muncul kebutuhan untuk mengadaptasi surgical safety checklistyang diterbitkan WHO untuk perawatan rawat jalan di bidang bedah mulut dengan tetap mempertahankan prinsip kesederhanaan, kemudahan penggunaan dan dapat diukur.
B. Perumusan Masalah Bagaimana pelaksanaan surgical safety checklist yang telah diadaptasi khusus untuk ambulatory oral surgery (perawatan rawat jalan bedah mulut) terhadap pasien dengan spesialisasi di bagian bedah mulut RSGM Prof.Soedomo Yogyakarta?
4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian : Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dapat dilaksanakan surgical safety checklist pada perawatan rawat jalan dalam spesialisasi bedah mulut dan maksilafasial di bagian Bedah Mulut RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta. 2. Tujuan khusus penelitian : Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kesesuaian penggunaan surgical safety checklist yang telah diadaptasi dalam perawatan rawat jalan untuk operasi bedah mulut dengan kejadian yang tidak diinginkan dalam perawatan rawat jalan di dalam SMF spesialisasi bedah mulut RSGM Prof.Soedomo Yogyakarta, dan mendapatkan nilai kejadian yang tidak diinginkan di dalam SMF spesialisasi bedah mulut RSGM Prof.Soedomo Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam penerapan penggunaan surgical safety checklist dalam prosedur perawatan rawat jalan dengan spesialistik tertentu yaitu dalam spesialisasi bedah mulut. 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di bidang bedah mulut yang berorientasi pada keselamatan pasien di RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi rumah sakit untuk pembuatan standar prosedur bedah yang mengutamakan keselamatan pasien, khususnya pada bagian bedah mulut.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang praktek keselamatan di bagian bedah mulut RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta dengan menggunakan surgical safety checklist belum pernah dilakukan, tetapi terdapat penelitian yang serupa pada bidang bedah secara
5
umum (Haynes et al., 2009; Verdaasdonk et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Haynes et al. 2009 dengan judul “A Surgical Safety Checklist to Reduce Morbidity and Mortality in a Global Population” memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut : 1. Persamaan pada penelitian ini dan yang dilakukan oleh Haynes et al. 2009 menggunakan metode penelitian observational. 2. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada disiplin ilmu yang menjadi obyek penelitian, pada penelitian yang dilakukan oleh Haynes et al. 2009 ini terfokus pada perawatan bedah secara umum sedangkan pada penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada tindakan bedah mulut. 3. Tujuan pada penelitian yang dilakukan oleh Haynes adalah untuk melihat penurunan angka kematian postoperative setelah dilakukan intervensi, sedangkan pada penelitian ini untuk mendiskripsikan patient safety practices dalam perawatan Oral Maxillo Facial Surgery di bagian Bedah Mulut RSGM Prof. Soedomo Yogyakarta. Verdaasdonk et al. (2008) meneliti “Requirements for the design and implementation of checklists for surgical processes”. Penelitian Verdaasdonk et al.(2008 )menggunakan bantuan sistem database di internet (The Google Scholar, Medline, dan Pubmed databases) untuk pengumpulan data dan mencari penggunaan checklist dalam ruang operasi, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui apakah penggunaan checklist ini memang dibutuhkan dalam proses perawatan bedah dan melihat efektifitas penggunaan dalam proses perawatan bedah. Merina (2011) meneliti penggunaan surgical safety checklist WHO pada prosedur penatalaksanaan pembedahan di kamar operasi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meuraxa Kota Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan surgical safety checklist WHO yang terdiri dari sembilas belas item dan penelitian ini menggunakan observasional dengan mengunakan rancangan cross sectional. Pada tesis yang ditulis oleh Siagian (2011) tentang pelaksanaan surgical patient safety terhadap adverse events pasca operasi bedah digestif di instalasi
6
bedah Rumash Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr.Sardjito Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan penelitian prospektif observasional dengan rancangan longitudinal study. Penelitian Siagian menggunakan enam item. Penelitian pelaksanaan surgical safety checklist dilakukan pada disiplin ilmu bedah digestif di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan surgical safety checklist belum konsisten dilaksanakan dan pelaksanaan surgical safety checklist berhubungan dengan terjadinya adverse events pasca operasi bedah digestif di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Dr. Sardjito.
7